From: Jusuf
Achmad
Sent: Friday, August 26, 2005 1:51 PM
Subject: Re: [KKAS] sebuah kebenaran?
Salam /
Peace to all,
Dalam suatu
hadis terkenal disebutkan "Aku ini menurut sangkaan
hamba-hambaKu". Kalau kita menganut katakanlah "realitas"
bahwa Dia membenarkan kekerasan dalam menyebarkan "kebenaran menurut
persepsi kita", maka "realitas" ini sebenarnya sah-sah saja
dengan segala konsekuensinya. Bahkan saya berkeyakinan apapun persepsi
kita asal konsisten akan diakomodir oleh Nya. Jadi kalau kita suka
akan kekerasan (baik yang kasar maupun yg halus) serta konsisten, Dia akan memberikan
"alam baru" di mana semua penghuninya mempunyai persepsi yg
mirip. Namun karena masing-masing penghuni merasa mempunyai kebenaran
absolut, maka kekerasan terhadap satu sama lain akan berlangsung lama sekali
seperti tanpa akhir. Di sini penghuni-penghuninya memilih "tercerahkan"
dengan cara-cara kekerasan. Mengapa tidak di bumi ini sekarang juga
diakomodirNya? Tidak bisa sepenuhnya, karena tidak semua penghuni bumi
mempunyai persepsi seperti ini.
Lalu hadis
ini dilanjutkan dengan kata-kata "Maka berprasangka baiklah
kepadaKu". Kalau kita yakin dan konsisten menjalankan persepsi
"Jalan Cinta", yakin bahwa RahmatNya (cintaNya tanpa pamrih)
melingkupi segala sesuatu, menyebarkan persepsi kebenaran kita dengan
cara-cara damai, maka Dia akan memberikan "bumi baru langit baru"
dimana semua penghuninya memilih tercerahkan dengan cara-cara damai.
Apakah kemudian kita semua pada saat itu akan mempunyai persepsi kebenaran
yg persis sama? Tidak juga, namun karena kita yakin hanya Dia yg
mempunyai kebenaran absolut sedang kita semua hanya mempunyai kebenaran
relatif, maka interaksi kita dalam penyebaran persepsi kebenaran kita akan
penuh dengan kecintaan tanpa pamrih. Kepasrahan (acceptance), menerima
lebih-kurang semua apa adanya, adalah "senjata" utama kita.
Bumi sedang
dalam proses menuju alam baru yang saya sebut terakhir
(jumlah manusia yang akan "lulus" memilih jalan yg saya
sebutkan terakhir lebih banyak dari yg saya sebut pertama di atas).
Seperti yang sering saya sebut-sebut "Tiada cacat dalam ciptaan-ciptaanNya"
(permulaan surat Al-Mulk). Alam ketakberhinggaan adalah kampung halaman
kita semua, di mana antara kita dan Dia secara nyata tidak ada keterpisahan,
cepat atau lambat kita semua akan kembali kepadaNya. Di alam-alam
keterbatasan kita mengenal dan mengalami apa arti lawan dari ketakberhinggaan
(infinite). Semua itu sesungguhnya Satu adanya, sesungguhnya tiada
keberadaan selain Dia.
May we
always be in peace,
Jusuf
Achmad
Website: http://www.geocities.com/jachmad/index.html - http://www.geocities.com/jachmad/my_letters.html
========================================================
--- djoko pranyoto <[email protected]>
wrote:
> apakah anda sudah yakin benar bahwa apa yang anda
> yakini itu benar-benar benar??????
>
> --- Madia Krisnadi <[email protected]>
wrote:
> >
> > pertanyaannya adalah....
> > bagaimana kita tahu.... benar-benar tahu.... bahwa
> > yang kita anut itu
> > adalah benar sebenar-benarnya benar... kaum Islam
> > yang diterima Allah?
==================================================
Agus Widianto wrote:
Saudara2ku terkasih,
Ada sebuah pemikiran menarik dari ahli fisika David
Bohm yang bisa direnungkan bersama. Cuplikan ini saya
dapatkan dari sebuah buku yang sangat bagus tentang
penjelajahan bertemunya ilmu pengetahuan modern dan
prinsip-prinsip ajaran Buddha. Silahkan direnungkan.
Realitas menurut David Bohm, pada ceramahnya di UC
Berkely, 1977.
"Reality is what we take to be true. What we take to
be true is what we believe. What we believe is based
upon our perceptions. What we perceive depends upon
what we look for. What we look for depends on what we
think. What we think depends on what we perceive.
What we perceive determines what we believe. What we
believe determines what we take to be true. What we
take to be true is our reality."
Terjemahan bebasnya kira-kira:
"Realitas adalah apa yang kita anggap benar. Yang
kita anggap benar adalah apa yang kita yakini. Yang
kita yakini berdasarkan persepsi kita. Apa yang kita
persepsikan tergantung dari apa yang kita cari. Yang
kita cari tergantung dari apa yang kita pikirkan.
Yang kita pikirkan tergantung dari apa yang kita
persepsikan. Yang kita persepsikan menentukan apa
yang kita yakini. Yang kita yakini menentukan apa
yang kita anggap benar. Yang kita anggap benar adalah
realitas kita."
Salam kasih,
Agus Widianto