----- Original Message -----

From: Jusuf Achmad

To: [email protected]

Sent: Thursday, November 04, 2004 1:53 PM

Subject: Tuhan kita seperti apa (2)

 

Dengan Nama Allah Maha Pemurah Maha Penyayang - Greetings with Love and Light from the One Infinite Creator

 

"Aku ini menurut prasangka hamba-hambaKu" demikian kira-kira bunyi suatu hadis, jadi kita benar-benar bebas untuk mempunyai gambaran apa saja mengenai Tuhan.  "Tiada paksaan dalam agama".  Namun dalam kelanjutan hadis ini disebutkan "Maka berprasangka baiklah kepadaKu".  Artinya gambaran tentang Tuhan ini akan mempengaruhi peri kehidupan kita, segala prasangka, tindakan, dan perbuatan kita pasti ada konsekuensinya.  Sudah umum dipercaya "berprasangka baik" adalah modal untuk menjalin hubungan yang sehat dengan sesama, begitu pula sebenarnya dengan Tuhan.

 

"Wajah Tuhan" terbentuk sejak kita lahir kedunia ini, bahkan sejak kita masih dalam kandungan ibu.  "Wajah" orang-tua kita adalah refleksi dari wajahNya.  Kasih sayang orang-tua ketika kita masih bayi/kecil adalah refleksi dari "wajah" Ar-Rahman Nya, wajah kecintaan tanpa pamrih, sisi Feminin Nya.  Lalu ketika kita beranjak mulai besar, refleksi sisi Ar-Rahim Nya mulai muncul.  Kita diberi hadiah-hadiah / ganjaran ketika kita dapat memenuhi apa-apa yang diingini oleh orang-tua kita dan dihukum kalau sebaliknya.  Sisi Ar-Rahim Nya, menganjar (menghukum) dengan adil-bijaksana, sisi Maskulin Nya, mulai diperkenalkan.  Namun terasa kasih sayang orang-tua lebih melingkupi (melebihi) sisi refleksi sifat Maskulin Nya.  Tentunya ini terjadi pada keluarga yang ideal, tidak semua orang mengalami hal ini [Mengapa tidak? Ini ada hubungan dengan peri kehidupan seseorang dimasa lalu, sisi Ar-RahimNya bekerja.  Kalau kita berbuat baik dikehidupan yang lalu kita akan mendapatkan buahnya dikehidupan ini begitu pula sebaliknya - konsep dasar reinkarnasi].

 

Namun keadaan ideal tidak akan berlangsung lama di dunia ini, akan ada saja pihak-pihak yang berlaku sebaliknya disekitar kita.  Gunanya?  Agar kita terus maju tingkat kecerdasannya (terutama eq-sq) / naik rohaninya.  [Apakah mungkin kita malah mundur? Bisa saja, tapi secara umum kita terus maju].  Siapa saja mereka?  Keluarga kita sendiri, adik-kakak, orang-orang dirumah bahkan kedua orang-tua kita sendiri, misalnya mereka dalam percekcokan, perceraian, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.  Lalu teman-teman kita, para guru kita, rekan-rekan kerja kita, atasan/majikan kita.  Semua pihak disekeliling kita bisa merefleksikan sisi Ar-Rahman dan Ar-Rahim Tuhan secara "benar" maupun secara "terdistorsi".  This is our "battleground", inilah lahan jihad akbar kita semua, yang menghasilkan:  "Wajah Tuhan" yang melekat dalam kesadaran kita.

 

Segala macam wajah "tuhan" ada disekitar kita, apapun prasangka kita terhadap Tuhan ada saja wajah-wajah yang mewakiliNya di dunia ini.  Oleh karena itu disarankan untuk berprasangka baik.  Dalam kedewasaan (atau ketidak dewasaan) spiritual kita "Wajah Tuhan" yang melekat kuat dalam kesadaran kita mulai kita refleksikan dalam perilaku keseharian kita.  Lalu kita lulus masuk ke alam berikutnya untuk mengenal lebih jauh "Wajah Tuhan" yang kita sangkakan itu.  Semua ciptaanNya setelah melalui beberapa alam akhirnya akan menemukan "Wajah Tuhan Sejati",  namun yang berbeda-beda adalah pengalaman (nilai tambah) selama perjalanan masing-masing.

 

Kalau kita yakin betul bahwa Tuhan itu bengis tanpa kasih sayang (melakukan teror boleh-boleh saja untuk mencapai tujuan), kita akan masuk ke alam berikutnya dimana semua mahlukNya akan merefleksikan sifat-sifat yang di sangkakan itu.  Namun karena ditempa oleh sesama mahluk Nya yang bengis ini, lama-lama kita menjadi cerdas juga dan akhirnya melalui perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan, kita akan menemukan "Wajah Tuhan Sejati" (kenaikan kecerdasan akan memunculkan "Wajah Tuhan" yang berbeda).   Rupa akhir wajahNya sama dengan wajah akhir yang diketemukan melalui jalur-jalur lain yang perjalanannya jauh lebih nyaman.  Mungkin bagi sebagian kita jalan yang "nyaman dan damai" dianggap kurang "seru", kurang banyak tantangan, kurang menggairahkan. 

 

"Tiada paksaan dalam agama".  "Tiada yang cacat dalam ciptaan-ciptaanNya".

 

May we always be in peace,

 

Jusuf Achmad.

 

Website: http://www.geocities.com/jachmad/index.html  -  http://www.geocities.com/jachmad/my_letters.html

 

 

Hosted by www.Geocities.ws

1