-----
Original Message -----
From: Jusuf
Achmad To: [email protected]
; [email protected]
; [email protected] ; [email protected]
Sent: Wednesday, October 27, 2004 1:01 AM Subject: Al-Fatihah - Tujuan hidup di Alam
ini dan Alam-alam nanti (4) Dengan Nama Allah Maha Pemurah Maha Penyayang -
Greetings with Love and Light from the One Infinite Creator Ini adalah
putaran keempat dalam pemahaman saya atas ketujuh ayat yang sering
disebut "inti" Al-Quran. Sekali lagi jika pembaca merasakan ada hal-hal yang berfaedah maka ambilah,
jika sebaliknya maka tinggalkanlah, saya tidak ingin menjadi penghambat
kemajuan ruhani pembaca. "Tiada paksaan dalam agama".
Jalanilah apa-apa yang kita yakini. "Tiada yang cacat dalam
ciptaan-ciptaanNya" saduran permulaan Al-Mulk. "Segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam" bagaimana kalau disadur: "Segala
puji bagi Allah, kami bersaksi atas kesempurnaanMu, dengan melihat dan
merasakan kesempurnaan dalam ciptaan-ciptaanMu, kesempurnaan semua
alam ciptaan-ciptaanMu, baik yang nyata maupun yang gaib". Kalau
demikian kita percaya pula bahwa alam neraka/syaitan/iblis yang tentunya
kepunyaan Tuhan pasti sempurna juga bukan? Mereka mendapatkan tempat yang
ideal/sempurna (surga) untuk mendapatkan melanjutkan pelajaran-pelajaran
mereka. (Dalam Al-Quran tidak ada kata "surga" yang ada adalah kata
Jannah atau Kebun, lebih kearah arti "tempat yang ideal").
Sebenarnya semua tempat bisa kita sebut surga atau nereka tergantung sudut
pandang. "Aku ini menurut prasangka hamba-hambaKu. Maka berprasangka
baiklah kepadaKu" (saduran). Oleh karena itu kita diajarkan untuk
sering-sering mengucapkan "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta
alam". Kalau kita setuju bahwa jalan orang-orang yang Dia beri
nikmat adalah mereka yang senantiasa berusaha merefleksikan sifat Ar-Rahman
Tuhan, senantiasa memberikan dengan penuh kecintaan tanpa pamrih, dan Ar-Rahim
Tuhan, senantiasa mengganjar (menghukum) dengan adil-bijaksana, maka apa
perlunya pasrah? Bukankah kalau kita pasrah artinya kita tidak berusaha
keras untuk merefleksikan kedua sifat utama Tuhan tersebut? Bukankan kita
harus menegakkan keadilan, menegakkan kebenaran dan kalau perlu nyawapun harus
siap kita korbankan untuk itu? Bukankah keadilan telah jelas-jelas
diinjak-injak di Bumi ini? Pertama-tama
kalau kita terlalu menuntut keadilan apalagi memaksa keadilan menurut
"versi kita" artinya kita terlalu maskulin yang dalam tulisan pertama
artinya kita dijalan yang "dimurkaiNya". Kita bukan Tuhan, saat
ini kita belum mampu mengerti dan belum mampu mengejewantahkan keadilan dengan
sempurna. Jadi kalau demikian kita pasrahkan saja semua kepada
Tuhan, kita maafkan saja mereka semua, biarlah Tuhan yang menghukum mereka
semua dengan setimpal. Tapi ini kedengarannya kita menjadi terlalu feminin,
terutama kalau kita ada perasaan ketidak berdayaan - bukankah ini dalam tulisan
pertama artinya kita berada di jalan yang "sesat". Jadi
bagaimanakah kira-kira jalan tengahnya? Berbuat
kebajikan adalah senantiasa berusaha melakukan segala sesuatu sesuai situasi kondisi
dengan "pas" (adil), namun latar belakang dan hasil akhir dari
perbuatan kita senantiasa bernuansa kecintaan tanpa pamrih. Sisi
kecintaan harus lebih dominan daripada sisi adilnya. Namun di dunia ini
tidak mungkin kita dapat melakukan keadaan ideal ini terus-menerus tanpa ada
kesalahan atau kekeliruan. Justru yang terpenting adalah adanya
kepasrahan terhadap ketidak-sempurnaan (imperfections) atas diri dan
pihak-pihak lain dalam "perjuangan" (jihad akbar) memantulkan kedua
sifat utama Tuhan tersebut (baik secara pribadi maupun kelompok). Ketidak
pasrahan terhadap ciptaan-ciptaanNya sama dengan ketidak pasrahan terhadap Sang
Maha Pencipta sendiri. Inilah arti dari ayat: 2:112.
(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang
ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Lebih
lanjut kepasrahan itu bersumber dari kesaksian kita sebagaimana kita ucapkan:
"Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam", "Tiada yang cacat
dalam ciptaan-ciptaanNya" (saduran permulaan Al-Mulk). Kepasrahan
kita bersumber dari intuisi kekuatan, keindahan dan optimisme bukan
dari ketidak-berdayaan. Sebagaimana juga tercermin dari tiadanya
ketakutan dan tiadanya kesedihan atas diri dan semua pihak seperti yang
disebutkan dalam ayat di atas. Disebut
jihad akbar karena dalam memantul kedua sifat utama Tuhan tersebut
tarikan-tarikan untuk berbuat tidak adil / berlebihan, berbuat dengan banyak
pamrih sangat kuat dalam keseharian kita. Pendewaan terhadap
superioritas, maskulinitas sangat besar dan meluas. Tarikan-tarikan
atau provokasi untuk menjadi maskulin/superior sangat hebat dan ini
terjadi baik dalam pekerjaan, sekolah, media masa, komunitas-komunitas
bahkan dalam komunitas keagamaan sekalipun. Sisi feminin, seperti
kecintaan tanpa pamrih memang dikedepankan juga tapi tenggelam dalam dominasi
sisi maskulin. Bagaimana kita bisa melihat semua itu sebagai suatu yang
"tanpa cacat" pun suatu jihad akbar pula. Dalam
berbuat kebajikan atau beribadah, sholat adalah yang utama (semua Nabi pasti
sholat walaupun bentuknya berbeda-beda). Namun demikian percaya kepada
yang gaib mendapatkan kedudukan yang lebih penting sebagaimana disebutkan pada
permulaan Al-Baqarah. Melakukan sholat tanpa percaya kepada yang gaib
sama seperti berolah raga tapi tidak percaya akan menyehatkan
jasmani. Kalau kita berolah raga maka jasmani kita sehat, kalau kita
sholat maka rohani kita sehat (ini secara umum, tentu ada kekecualian-kekecualian).
Namun kalau
kita percaya bahwa kita ini semua sebenarnya bersaudara, kita ini
sebenarnya kaum yang satu, maka sholat kita secara esensi akan menyehatkan
rohani kita semua. "Tunjukilah kami jalan yang lurus", seyogyanyalah kata "kami"
di sini bisa kita perluas seluas-luasnya. Doa dengan kecintaan tanpa
pamrih sebesar-besarnya dalam hal ini Insya Allah tidak akan meleset
(tidak akan terlalu feminin), karena kita memohon "tangan Allah"
sendiri yang menunjukan jalan yang lurus dengan adil-bijaksana serta
dengan rahmatNya yang melingkupi segala sesuatu. Tahap lebih
lanjut dalam hubungan denganNya, dalam kedekatan denganNya, tentunya dengan
mempunyai hubungan komunikasi. Yang lebih ideal mempunyai hubungan
kecintaan tanpa pamrih, hubungan yang saling tidak menuntut ("engkau ridha
kepadaNya dan Dia pun ridha kepada engkau" 89:28) karena
kita dapat melihat kesempurnaan dalam semua ciptaan-ciptaanNya - kepasrahan
total terhadap segala yang ada, lalu kita bersaksi: "Segala puji bagi
Allah, Tuhan semesta alam". Insya Allah bisa terus demikian. May we
always be in peace, Jusuf
Achmad. Tambahan:
Dengan tulisan ini saya sudahi tulisan-tulisan saya di milis-milis, tentunya
kecuali kalau Tuhan menghendaki lain (saduran Insya Allah). Bagian 3 Dengan Nama Allah Maha Pemurah Maha Penyayang -
Greetings with Love and Light from the One Infinite Creator Ini adalah
putaran ketiga dalam pemahaman saya atas ketujuh ayat yang sering disebut
sebagai Al-Quran dalam bentuk kecil. Sekali lagi jika pembaca merasakan ada hal-hal yang berfaedah maka ambilah,
jika sebaliknya maka tinggalkanlah, saya tidak ingin menjadi penghambat
kemajuan ruhani pembaca. "Tiada paksaan dalam agama".
Jalanilah apa-apa yang kita yakini. "Tiada yang cacat dalam ciptaan-ciptaanNya" saduran permulaan
Al-Mulk. Sudah
menjadi kesepakatan umum dikalangan umat Islam bahwa tujuan hidup ini adalah
untuk menjadi hambaNya dan menjadi wakilNya. Di alam-alam yang terbatas
ini kita dapat mengenal apa arti inferioritas dan apa arti superioritas, karena
adanya perbedaan-perbedaan tingkat keterbatasan dari ciptaan-ciptaanNya.
Dari tulisan sebelumnya sempurnanya tujuan menjadi hambaNya baru akan dialami
di langit keenam nanti. Dan sempurnanya tujuan menjadi wakilNya baru
akan dialami di langit ketujuh nanti, dimana kita tidak mempunyai
ketergantungan apapun dengan pihak lain selain Tuhan sendiri. "Tiada
Tuhan selain Allah" baru betul-betul kita mengerti/rasakan saat
itu. Pada tahapan inilah kita disebut sebagai Manusia sempurna atau
insan kamil. Tuhan tidak pernah meleset dalam rencanaNya, setiap
insan akan mencapai tahapan sebagai Manusia sempurna ini. Namun
masalahnya sekarang berapa lama dan seberapa nyaman perjalanan kita dalam
mencapai tujuan di atas? (Sebenarnya tidak ada yang namanya masalah,
kalau kita dapat melihat kesempurnaan dalam setiap ciptaan-ciptaanNya).
Sekarang kita dalam masa transisi dari langit ketiga menuju langit
keempat. Apakah kita telah memenuhi syarat untuk hidup di alam
berikutnya? Dan melalui jalur mana? Jalur Jin atau Manusia, atau
malah melalui jalur lainnya. Atau sebenarnya belum dapat memilih
salah satu jalur saat ini. Tidak apa-apa kalau sudah waktunya, cepat
atau lambat kita semua akan melanjutkan pelajaran ke alam berikutnya. 2:111. Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata:
"Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama)
Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong
belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang
yang benar". Di dalam
ayat 112 di atas terdapat ciri-ciri mereka yang dapat melanjutkan
pelajaran ke alam berikutnya yakni langit keempat. Kepasrahan /
penyerahan diri kepada Allah dan kebiasaan berbuat kebajikan ukurannya sangat
relatif. Ciri-ciri khas yang bisa dipakai sebagai tolok ukur adalah
tiadanya rasa ketakutan dan tiadanya rasa kesedihan atas semua pihak
termasuh diri-sendiri di alam ini, karena kita dapat melihat kesempurnaan dalam
setiap ciptaan-ciptaanNya di muka bumi ini (walaupun chaos
ada dimana-mana). Kita
memilih jalur Manusia jika kita lebih cenderung mereflekfikan kedua sisi
Ar-Rahman dan Ar-Rahim Nya dengan sisi Ar-Rahman yang lebih dominan yang
mencerminkan "RahmatKu melingkupi segala sesuatu". Dengan kata
lain kita lebih cenderung mempunyai pancaran kecintaan tanpa pamrih, pemaaf
daripada kecenderungan banyak perhitungan dengan pihak-pihak lain (banyak
pamrih). Kita
memilih jalur Jin jika kita sesungguhnya mempunyai kecenderungan lebih banyak
pamrihnya namun terselubung (sifat khas Jin), jadi dari luar kelihatannya sama
seperti kelakuan jalur Manusia. Ciri khas lainnya mempunyai sifat
pengendalian diri yang sangat kuat menyerupai kepasrahan. Sebagai
contoh, di dunia bisnis seorang manager yang baik harus cenderung dapat
merefleksikan sisi Ar-Rahim Nya dengan baik, bersifat adil-bijaksana. Dia
harus bisa memberikan konpensasi yang sepadan terhadap pihak-pihak yang
berhubungan dengannya. Selalu mempunyai keberanian dan kecerian
namun tidak berlebihan. Dapat memberikan semangat sekaligus memberikan
ketenangan terus menerus. Harus tegas dalam menjalani
peraturan/rencana yang disetujui bersama, namun tidak terlalu kaku.
Walaupun demikian seseorang tidak mungkin bisa dalam keadaan ideal
terus-menerus, pada saat ia keliru/salah harus ada kepasrahan (justru secara
spiritual hal ini yang utama). Singkatnya bersifat maskulin,
kreatif namun mempunyai hati. Perhatian
kita adalah seberapa besar "hati" yang seharusnya
dipunyai? Ada pihak yang melihat sisi feminin ini sebagai suatu
kelemahan ada pula yang menganggapnya sebagai aset strategis, tergantung dari
jenis industri, culture perusahaan dan preference dari
individu penilai. Umumnya perusahaan lebih menghargai orang yang
mempunyai sisi maskulin yang lebih dominan. Akhirnya
semua pilihan-pilihan terbuka untuk diikuti atau tidak
diikuti, tentunya dengan segala konsekuensinya dan semua ini
saya kembalikan kepada masing-masing pembaca, "Tiada paksaan dalam
agama". May we
always be in peace, Jusuf
Achmad Website: http://www.geocities.com/jachmad/index.html
- http://www.geocities.com/jachmad/my_letters.html Bagian (2) Dengan Nama Allah Maha Pemurah Maha Penyayang -
Greetings with Love and Light from the One Infinite Creator Ini adalah
putaran kedua dalam pemahaman saya atas ketujuh ayat yang sering dibaca
berulang-ulang. Sekali lagi jika pembaca merasakan ada hal-hal yang berfaedah maka ambilah,
jika sebaliknya maka tinggalkanlah, saya tidak ingin menjadi penghambat
kemajuan ruhani pembaca. "Tiada paksaan dalam agama".
Jalanilah apa-apa yang kita yakini. "Tiada yang cacat dalam ciptaan-ciptaanNya" saduran permulaan Al-Mulk. Ayat [2] s/d [5] menunjukkan alam-alam ciptaanNya yang
sempurna sehingga terlontar kata-kata "Segala pujian hanya bagi
Allah". Ini adalah suatu sugesti agar kita selalu mempunyai
pandangan demikian. Umumnya manusia dapat melihat kesempurnaan /
keseimbangan di alam mineral dan alam tumbuh-tumbuhan dan binatang,
seperti keserasian gunung-lembah, lautan-samudera, benda-benda langit
dan peredarannya, hutan-rimba, serta berbagai hewan yang hidup di darat, air
dan yang dapat terbang di udara. Namun manusia sulit melihat kesempurnaan
dalam sosok dirinya dan sosok sesama manusia yang mempunyai berbagai
kekurangan-kekurangan. Mereka yang dapat melihat kesempurnaan manusia
dengan segala keterbatasan inilah yang kemudian dapat melanjutkan pelajaran mereka ke
alam berikutnya. Oleh karena itu kita selalu mengsugesti diri dengan
mengatakan "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam" agar
senantiasa dapat "melihat" kesempurnaan dalam setiap
ciptaan-ciptaanNya. Demikian pula yang dimaksud oleh ayat-ayat berikut: 2:115. Dan
kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah
wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. 67:3. Yang
telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Mereka yang
dapat melihat dengan mata hati kesempurnaan manusia, dapat merefleksikan pula
sisi Ar-Rahman dan Ar-Rahim Tuhan, serta dapat menjadikan Tuhan sebagai
satu-satunya tempat mengabdi dan tempat meminta pertolongan. Walaupun
sebenarnya kondisi-kondisi itu baru bisa mereka wujudkan secara sempurna di
alam-alam nanti yang puncaknya ketika mereka sampai di langit yang ketujuh,
alam ketakberhinggaan - awal dari alam-alam yang tak terbayangkan. [5]
"Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan" hanya bisa terjadi
sempurna ketika kita berada di langit ketujuh di mana kita tidak perlu lagi
makan, minum, pasangan, nafas, sinar matahari dsbnya, kita tidak tergantung
lagi terhadap pihak-pihak lain sama sekali kecuali "energi"
langsung dari Tuhan. Oleh karena
itu dalam ayat [6] & [7] kita diajarkan berdoa kepada Tuhan untuk
ditunjukan jalur jalan (kembali kepadaNya) yang paling singkat (dikala senang
setahun seperti tidak terasa, dikala susah hari sepertinya tidak mau berganti),
paling damai di alam ini karena jalur yang kita pilih di alam ini
berkesinambungan dengan jalur yang akan kita tempuh di alam-alam
berikutnya. Dua jalur utama yang disarankan dalam Surah Ar-Rahman
disebutkan jalur Manusia dan Jin yang akan mendapatkan surganya
masing-masing yang terpisah (masing-masing punya jalurnya sendiri-sendiri). [5]
Walaupun tidak disarankan jalur-jalur diluar dua jalur di atas (seperti jalur
malaikat dan jalur syaitan/iblis) akhirnya akan bermuara juga di langit keenam
di mana semua ciptaan-ciptaanNya akan memahami dengan sempurna arti kata-kata
"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah (mengabdi)", kesempurnaan
konsep Tauhid (Semua Satu Adanya) dan kepasrahan total sesungguhnya adanya di
alam ini. [4] Bagaimana mungkin diluar kedua jalur utama di atas mereka
dapat mencapai langit keenam? Karena Dialah yang Maha Kuasa dan Maha
Tahu yang Rahmat Nya melingkupi segala sesuatu "Yang menguasai hari
pembalasan" sesungguhnya (setiap perpindahan alam yang satu ketingkat
berikutnya selalu ada semacam "hari pembalasan"). [3]
Walaupun disebut Tuhan Maha Adil, di dunia ini banyak yang merasakan bahwa
Tuhan ini sebenarnya tidak adil ("saya yang kerja keras tidak kaya-kaya,
mereka yang korupsi berkelimpahan harta"). Keadilan yang sempurna
baru akan didapatkan/dimengerti di langit kelima, di mana kita bisa secara
lebih sempurna merefleksikan sisi Ar-Rahim Nya. [3] Cinta
katanya buta, cinta seharusnya tanpa pamrih, Tuhan sangat cinta kepada manusia,
tapi ...., cinta adalah ...... Masing-masing individu sepertinya
mempunyai konsep/definisi sendiri-sendiri mengenai cinta. Konsep
sesungguhnya apa arti cinta baru akan kita mengerti/alami di langit keempat,
dimana kita dapat secara lebih sempurna merefleksikan sisi Ar-Rahman Nya. [2] Kita
sekarang berada di akhir alam langit ketiga, keadaan yang sangat awal dari
alam langit keempat. Alam mineral (earth, wind and fire) serta
alam tumbuh-tumbuhan dan binatang masing-masing adalah langit pertama dan
langit kedua. Inilah ketujuh langit atau surga, alam-alam yang sempurna,
kalau kita sanggup melihat kesempurnaan dalam segala ciptaan-ciptaanNya
"Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam". May we
always be in peace, Jusuf
Achmad Website: http://www.geocities.com/jachmad/index.html
- http://www.geocities.com/jachmad/my_letters.html Bagian (1) Dengan Nama
Allah Maha Pemurah Maha Penyayang - Greetings with Love and Light from the
One Infinite Creator Beberapa
tahun lalu saya pernah mencoba menulis pemahaman saya mengenai Surah
Al-Fatihah dan sekarang setelah saya rasakan adanya kenaikan tingkat kesadaran
(tingkat kedekatan denganNya, jadi tulisan-tulisan saya adalah refleksi dari
tingkat hubungan (relationship) denganNya), Insya
Allah, saya akan mencoba memahami kembali ketujuh ayat yang sangat penting
artinya bagi umat Islam ini. Saya akan
mencoba menerangkannya dengan beberapa siklus dengan awal pemahaman yang
sederhana lalu dengan pemahaman yang lebih dalam pada siklus
berikutnya. Jika pembaca
merasakan ada hal-hal yang berfaedah maka ambilah, jika sebaliknya maka
tinggalkanlah, saya tidak ingin menjadi penghambat kemajuan ruhani
pembaca. Jalankanlah apa-apa yang kita yakini. "Tiada yang cacat
dalam ciptaan-ciptaanNya" saduran permulaan Al-Mulk. [1] Dengan
Nama Allah yang Ar-Rahman-Maha Pemurah, yang senantiasa memberikan segala
sesuatu dengan penuh kecintaan tanpa ingin suatu balasan apapun (Sisi Feminin
Tuhan-Unconditional Love), Ar-Rahim-Maha Penyayang, yang senantiasa
mengganjar (menghukum) dengan adil-bijaksana (Sisi Maskulin Tuhan-Light/Wisdom). [2] Segala
puji bagi Allah, Tuhan yang menciptakan, mengembangkan, menjaga seluruh
Alam-alam beserta isinya baik yang nyata maupun yang gaib dengan
sempurna. Mulai dari alam mineral-mineral (earth, wind and
fire), alam tumbuh-tumbuhan dan binatang, serta alam Manusia dan Jin
sekarang. Begitu pula dengan alam-alam lain yang masih gaib
bagi kami. [3] Seperti alam berikut di mana kami dengan lebih
sempurna dapat memahami/merefleksikan sifat Ar-Rahman Mu, kemudian di alam
berikutnya lagi di mana kami dengan lebih sempurna dapat memahami/merefleksikan
sifat Ar-Rahim Mu. [4] Hanya
Dia yang mempunyai pengetahuan tentang Hari Pembalasan yang sesungguhnya dan
mempunyai hak tunggal sebagai penentu atas segala sesuatu. Saat di mana
seluruh ciptaan-ciptaanNya akan kembali berkumpul menjadi satu dan mendapat
ganjaran dari Dia yang RahmatNya meliputi segala sesuatu. [5] Di alam
inilah di mana semua ciptaan-ciptaanNya tanpa kecuali akan mengatakan
"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah (mengabdi)" lalu setelah di
alam Kesatuan ini berlanjut memasuki alam Ketakberhinggaan, suatu awal
baru dari alam-alam yang tak terbayangkan, untuk menyempurnakan pemahaman
"Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan". [6] Ya
Allah, tunjukilah kami, sekarang di alam ini, jalan atau jalur pilihan
yang akan terasa paling singkat, paling terasa damai dalam perjalanan kembali
kepadaMu. [7] Tunjukilah jalur pilihan seperti pilihan mereka yang
Engkau telah beri nikmat yakni mereka yang senantiasa cenderung merefleksikan
kedua sisi sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim Mu, bukan pilihan jalan
yang Engkau murkai yakni mereka yang terlalu condong merefleksikan hanya sisi
Ar-Rahim Mu (terlalu Maskulin), bukan pula pilihan jalan pihak-pihak yang
sesat yakni yang terlalu condong merefleksikan hanya sisi Ar-Rahman Mu (terlalu
Feminin). May we
always be in peace, Jusuf
Achmad. http://www.kuran.gen.tr/html/indonesia/001.php3 1 AL-FAATIHAH http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/001.qmt.html 001.001 001.002 001.003 001.004 001.005 001.006 001.007
2:112. (Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah,
sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
67:4. Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali
kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam
keadaan payah.
1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,
4. Yang menguasai hari pembalasan.
5. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada
mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat.
YUSUFALI: In the name of Allah, Most
Gracious, Most Merciful.
PICKTHAL: In the name of Allah, the
Beneficent, the Merciful.
SHAKIR: In the name of Allah, the
Beneficent, the Merciful.
YUSUFALI: Praise be to Allah, the Cherisher
and Sustainer of the worlds;
PICKTHAL: Praise be to Allah, Lord of the
Worlds,
SHAKIR: All praise is due to Allah, the
Lord of the Worlds.
YUSUFALI: Most Gracious, Most Merciful;
PICKTHAL: The Beneficent, the Merciful.
SHAKIR: The Beneficent, the Merciful.
YUSUFALI: Master of the Day of Judgment.
PICKTHAL: Master of the Day of Judgment,
SHAKIR: Master of the Day of Judgment.
YUSUFALI: Thee do we worship, and Thine aid
we seek.
PICKTHAL: Thee (alone) we worship; Thee
(alone) we ask for help.
SHAKIR: Thee do we serve and Thee do we
beseech for help.
YUSUFALI: Show us the straight way,
PICKTHAL: Show us the straight path,
SHAKIR: Keep us on the right path.
YUSUFALI: The way of those on whom Thou hast
bestowed Thy Grace, those whose (portion) is not wrath, and who go not astray.
PICKTHAL: The path of those whom Thou hast
favoured; Not the (path) of those who earn Thine anger nor of those who go
astray.
SHAKIR: The path of those upon whom Thou
hast bestowed favors. Not (the path) of those upon whom Thy wrath is brought
down, nor of those who go astray.