----- Original Message -----

From: Jusuf Achmad

To: [email protected] ; [email protected] ; [email protected] ; [email protected]

Sent: Wednesday, October 27, 2004 1:01 AM

Subject: Al-Fatihah - Tujuan hidup di Alam ini dan Alam-alam nanti (4)

 

Dengan Nama Allah Maha Pemurah Maha Penyayang - Greetings with Love and Light from the One Infinite Creator

 

Ini adalah putaran keempat dalam pemahaman saya atas ketujuh ayat yang sering disebut "inti" Al-Quran.  Sekali lagi jika pembaca merasakan ada hal-hal yang berfaedah maka ambilah, jika sebaliknya maka tinggalkanlah, saya tidak ingin menjadi penghambat kemajuan ruhani pembaca.  "Tiada paksaan dalam agama".  Jalanilah apa-apa yang kita yakini. "Tiada yang cacat dalam ciptaan-ciptaanNya" saduran permulaan Al-Mulk.  

 

"Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam" bagaimana kalau disadur: "Segala puji bagi Allah, kami bersaksi atas kesempurnaanMu, dengan melihat dan merasakan kesempurnaan dalam ciptaan-ciptaanMu, kesempurnaan semua alam ciptaan-ciptaanMu, baik yang nyata maupun yang gaib".  Kalau demikian kita percaya pula bahwa alam neraka/syaitan/iblis yang tentunya kepunyaan Tuhan pasti sempurna juga bukan?  Mereka mendapatkan tempat yang ideal/sempurna (surga) untuk mendapatkan melanjutkan pelajaran-pelajaran mereka. (Dalam Al-Quran tidak ada kata "surga" yang ada adalah kata Jannah atau Kebun, lebih kearah arti "tempat yang ideal").  Sebenarnya semua tempat bisa kita sebut surga atau nereka tergantung sudut pandang.  "Aku ini menurut prasangka hamba-hambaKu.  Maka berprasangka baiklah kepadaKu" (saduran).  Oleh karena itu kita diajarkan untuk sering-sering mengucapkan "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam".

 

Kalau kita setuju bahwa jalan orang-orang yang Dia beri nikmat adalah mereka yang senantiasa berusaha merefleksikan sifat Ar-Rahman Tuhan, senantiasa memberikan dengan penuh kecintaan tanpa pamrih, dan Ar-Rahim Tuhan, senantiasa mengganjar (menghukum) dengan adil-bijaksana, maka apa perlunya pasrah?  Bukankah kalau kita pasrah artinya kita tidak berusaha keras untuk merefleksikan kedua sifat utama Tuhan tersebut?  Bukankan kita harus menegakkan keadilan, menegakkan kebenaran dan kalau perlu nyawapun harus siap kita korbankan untuk itu?  Bukankah keadilan telah jelas-jelas diinjak-injak di Bumi ini?

 

Pertama-tama kalau kita terlalu menuntut keadilan apalagi memaksa keadilan menurut "versi kita" artinya kita terlalu maskulin yang dalam tulisan pertama artinya kita dijalan yang "dimurkaiNya".  Kita bukan Tuhan, saat ini kita belum mampu mengerti dan belum mampu mengejewantahkan keadilan dengan sempurna.  Jadi kalau demikian kita pasrahkan saja semua kepada Tuhan, kita maafkan saja mereka semua, biarlah Tuhan yang menghukum mereka semua dengan setimpal.  Tapi ini kedengarannya kita menjadi terlalu feminin, terutama kalau kita ada perasaan ketidak berdayaan - bukankah ini dalam tulisan pertama artinya kita berada di jalan yang "sesat".  Jadi bagaimanakah kira-kira jalan tengahnya?

 

Berbuat kebajikan adalah senantiasa berusaha melakukan segala sesuatu sesuai situasi kondisi dengan "pas" (adil), namun latar belakang dan hasil akhir dari perbuatan kita senantiasa bernuansa kecintaan tanpa pamrih.  Sisi kecintaan harus lebih dominan daripada sisi adilnya.  Namun di dunia ini tidak mungkin kita dapat melakukan keadaan ideal ini terus-menerus tanpa ada kesalahan atau kekeliruan.  Justru yang terpenting adalah adanya kepasrahan terhadap ketidak-sempurnaan (imperfections) atas diri dan pihak-pihak lain dalam "perjuangan" (jihad akbar) memantulkan kedua sifat utama Tuhan tersebut (baik secara pribadi maupun kelompok).  Ketidak pasrahan terhadap ciptaan-ciptaanNya sama dengan ketidak pasrahan terhadap Sang Maha Pencipta sendiri.  Inilah arti dari ayat:

2:112. (Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Lebih lanjut kepasrahan itu bersumber dari kesaksian kita sebagaimana kita ucapkan: "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam", "Tiada yang cacat dalam ciptaan-ciptaanNya" (saduran permulaan Al-Mulk).  Kepasrahan kita bersumber dari intuisi kekuatan, keindahan dan optimisme bukan dari ketidak-berdayaan.  Sebagaimana juga tercermin dari tiadanya ketakutan dan tiadanya kesedihan atas diri dan semua pihak seperti yang disebutkan dalam ayat di atas.

 

Disebut jihad akbar karena dalam memantul kedua sifat utama Tuhan tersebut tarikan-tarikan untuk berbuat tidak adil / berlebihan, berbuat dengan banyak pamrih sangat kuat dalam keseharian kita.  Pendewaan terhadap superioritas, maskulinitas sangat besar dan meluas.  Tarikan-tarikan atau provokasi untuk menjadi maskulin/superior sangat hebat dan ini terjadi baik dalam pekerjaan, sekolah, media masa, komunitas-komunitas bahkan dalam komunitas keagamaan sekalipun.  Sisi feminin, seperti kecintaan tanpa pamrih memang dikedepankan juga tapi tenggelam dalam dominasi sisi maskulin.  Bagaimana kita bisa melihat semua itu sebagai suatu yang "tanpa cacat" pun suatu jihad akbar pula.

 

Dalam berbuat kebajikan atau beribadah, sholat adalah yang utama (semua Nabi pasti sholat walaupun bentuknya berbeda-beda).  Namun demikian percaya kepada yang gaib mendapatkan kedudukan yang lebih penting sebagaimana disebutkan pada permulaan Al-Baqarah.  Melakukan sholat tanpa percaya kepada yang gaib sama seperti berolah raga tapi tidak percaya akan menyehatkan jasmani.  Kalau kita berolah raga maka jasmani kita sehat, kalau kita sholat maka rohani kita sehat (ini secara umum, tentu ada kekecualian-kekecualian). 

 

Namun kalau kita percaya bahwa kita ini semua sebenarnya bersaudara, kita ini sebenarnya kaum yang satu, maka sholat kita secara esensi akan menyehatkan rohani kita semua.  "Tunjukilah kami jalan yang lurus", seyogyanyalah kata "kami" di sini bisa kita perluas seluas-luasnya.  Doa dengan kecintaan tanpa pamrih sebesar-besarnya dalam hal ini Insya Allah tidak akan meleset (tidak akan terlalu feminin), karena kita memohon "tangan Allah" sendiri yang menunjukan jalan yang lurus dengan adil-bijaksana serta dengan rahmatNya yang melingkupi segala sesuatu. 

 

Tahap lebih lanjut dalam hubungan denganNya, dalam kedekatan denganNya, tentunya dengan mempunyai hubungan komunikasi.  Yang lebih ideal mempunyai hubungan kecintaan tanpa pamrih, hubungan yang saling tidak menuntut ("engkau ridha kepadaNya dan Dia pun ridha kepada engkau" 89:28) karena kita dapat melihat kesempurnaan dalam semua ciptaan-ciptaanNya - kepasrahan total terhadap segala yang ada, lalu kita bersaksi: "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam".  Insya Allah bisa terus demikian. 

 

May we always be in peace,

 

Jusuf Achmad.

 

Tambahan: Dengan tulisan ini saya sudahi tulisan-tulisan saya di milis-milis, tentunya kecuali kalau Tuhan menghendaki lain (saduran Insya Allah).

 


Bagian 3


 

Dengan Nama Allah Maha Pemurah Maha Penyayang - Greetings with Love and Light from the One Infinite Creator

 

Ini adalah putaran ketiga dalam pemahaman saya atas ketujuh ayat yang sering disebut sebagai Al-Quran dalam bentuk kecil.  Sekali lagi jika pembaca merasakan ada hal-hal yang berfaedah maka ambilah, jika sebaliknya maka tinggalkanlah, saya tidak ingin menjadi penghambat kemajuan ruhani pembaca.  "Tiada paksaan dalam agama".  Jalanilah apa-apa yang kita yakini. "Tiada yang cacat dalam ciptaan-ciptaanNya" saduran permulaan Al-Mulk.  

 

Sudah menjadi kesepakatan umum dikalangan umat Islam bahwa tujuan hidup ini adalah untuk menjadi hambaNya dan menjadi wakilNya.  Di alam-alam yang terbatas ini kita dapat mengenal apa arti inferioritas dan apa arti superioritas, karena adanya perbedaan-perbedaan tingkat keterbatasan dari ciptaan-ciptaanNya.  Dari tulisan sebelumnya sempurnanya tujuan menjadi hambaNya baru akan dialami di langit keenam nanti.  Dan sempurnanya tujuan menjadi wakilNya baru akan dialami di langit ketujuh nanti, dimana kita tidak mempunyai ketergantungan apapun dengan pihak lain selain Tuhan sendiri.  "Tiada Tuhan selain Allah" baru betul-betul kita mengerti/rasakan saat itu.  Pada tahapan inilah kita disebut sebagai Manusia sempurna atau insan kamil.  Tuhan tidak pernah meleset dalam rencanaNya, setiap insan akan mencapai tahapan sebagai Manusia sempurna ini.

 

Namun masalahnya sekarang berapa lama dan seberapa nyaman perjalanan kita dalam mencapai tujuan di atas?  (Sebenarnya tidak ada yang namanya masalah, kalau kita dapat melihat kesempurnaan dalam setiap ciptaan-ciptaanNya).  Sekarang kita dalam masa transisi dari langit ketiga menuju langit keempat.  Apakah kita telah memenuhi syarat untuk hidup di alam berikutnya?  Dan melalui jalur mana?  Jalur Jin atau Manusia, atau malah melalui jalur lainnya.  Atau sebenarnya belum dapat memilih salah satu jalur saat ini.  Tidak apa-apa kalau sudah waktunya, cepat atau lambat kita semua akan melanjutkan pelajaran ke alam berikutnya.

2:111. Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar".

2:112. (Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Di dalam ayat 112 di atas terdapat ciri-ciri mereka yang dapat melanjutkan pelajaran ke alam berikutnya yakni langit keempat. Kepasrahan / penyerahan diri kepada Allah dan kebiasaan berbuat kebajikan ukurannya sangat relatif.  Ciri-ciri khas yang bisa dipakai sebagai tolok ukur adalah tiadanya rasa ketakutan dan tiadanya rasa kesedihan atas semua pihak termasuh diri-sendiri di alam ini, karena kita dapat melihat kesempurnaan dalam setiap ciptaan-ciptaanNya di muka bumi ini (walaupun chaos ada dimana-mana).

 

Kita memilih jalur Manusia jika kita lebih cenderung mereflekfikan kedua sisi Ar-Rahman dan Ar-Rahim Nya dengan sisi Ar-Rahman yang lebih dominan yang mencerminkan "RahmatKu melingkupi segala sesuatu".  Dengan kata lain kita lebih cenderung mempunyai pancaran kecintaan tanpa pamrih, pemaaf daripada kecenderungan banyak perhitungan dengan pihak-pihak lain (banyak pamrih). 

 

Kita memilih jalur Jin jika kita sesungguhnya mempunyai kecenderungan lebih banyak pamrihnya namun terselubung (sifat khas Jin), jadi dari luar kelihatannya sama seperti kelakuan jalur Manusia.  Ciri khas lainnya mempunyai sifat pengendalian diri yang sangat kuat  menyerupai kepasrahan.

 

Sebagai contoh, di dunia bisnis seorang manager yang baik harus cenderung dapat merefleksikan sisi Ar-Rahim Nya dengan baik, bersifat adil-bijaksana.  Dia harus bisa memberikan konpensasi yang sepadan terhadap pihak-pihak yang berhubungan dengannya.  Selalu mempunyai keberanian dan kecerian namun tidak berlebihan.  Dapat memberikan semangat sekaligus memberikan ketenangan terus menerus.  Harus tegas dalam menjalani peraturan/rencana yang disetujui bersama, namun tidak terlalu kaku.  Walaupun demikian seseorang tidak mungkin bisa dalam keadaan ideal terus-menerus, pada saat ia keliru/salah harus ada kepasrahan (justru secara spiritual hal ini yang utama).  Singkatnya bersifat maskulin, kreatif namun mempunyai hati.

 

Perhatian kita adalah seberapa besar "hati" yang seharusnya dipunyai?  Ada pihak yang melihat sisi feminin ini sebagai suatu kelemahan ada pula yang menganggapnya sebagai aset strategis, tergantung dari jenis industri, culture perusahaan dan preference dari individu penilai.  Umumnya perusahaan lebih menghargai orang yang mempunyai sisi maskulin yang lebih dominan. 

 

Akhirnya semua pilihan-pilihan terbuka untuk diikuti atau tidak diikuti, tentunya dengan segala konsekuensinya dan semua ini saya kembalikan kepada masing-masing pembaca, "Tiada paksaan dalam agama".

 

May we always be in peace,

 

Jusuf Achmad

 

Website: http://www.geocities.com/jachmad/index.html  -  http://www.geocities.com/jachmad/my_letters.html

 


Bagian (2)


Dengan Nama Allah Maha Pemurah Maha Penyayang - Greetings with Love and Light from the One Infinite Creator

 

Ini adalah putaran kedua dalam pemahaman saya atas ketujuh ayat yang sering dibaca berulang-ulang.  Sekali lagi jika pembaca merasakan ada hal-hal yang berfaedah maka ambilah, jika sebaliknya maka tinggalkanlah, saya tidak ingin menjadi penghambat kemajuan ruhani pembaca.  "Tiada paksaan dalam agama".  Jalanilah apa-apa yang kita yakini. "Tiada yang cacat dalam ciptaan-ciptaanNya" saduran permulaan Al-Mulk.  

 

Ayat [2] s/d [5] menunjukkan alam-alam ciptaanNya yang sempurna sehingga terlontar kata-kata "Segala pujian hanya bagi Allah".  Ini adalah suatu sugesti agar kita selalu mempunyai pandangan demikian.  Umumnya manusia dapat melihat kesempurnaan / keseimbangan di alam mineral dan alam tumbuh-tumbuhan dan binatang, seperti keserasian gunung-lembah, lautan-samudera, benda-benda langit dan peredarannya, hutan-rimba, serta berbagai hewan yang hidup di darat, air dan yang dapat terbang di udara.  Namun manusia sulit melihat kesempurnaan dalam sosok dirinya dan sosok sesama manusia yang mempunyai berbagai kekurangan-kekurangan.  Mereka yang dapat melihat kesempurnaan manusia dengan segala keterbatasan inilah yang kemudian dapat melanjutkan pelajaran mereka ke alam berikutnya.  Oleh karena itu kita selalu mengsugesti diri dengan mengatakan "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam" agar senantiasa dapat "melihat" kesempurnaan dalam setiap ciptaan-ciptaanNya.  Demikian pula yang dimaksud oleh ayat-ayat berikut:

2:115. Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.

 

67:3. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
67:4. Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.

Mereka yang dapat melihat dengan mata hati kesempurnaan manusia, dapat merefleksikan pula sisi Ar-Rahman dan Ar-Rahim Tuhan, serta dapat menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat mengabdi dan tempat meminta pertolongan.  Walaupun sebenarnya kondisi-kondisi itu baru bisa mereka wujudkan secara sempurna di alam-alam nanti yang puncaknya ketika mereka sampai di langit yang ketujuh, alam ketakberhinggaan - awal dari alam-alam yang tak terbayangkan.  [5] "Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan" hanya bisa terjadi sempurna ketika kita berada di langit ketujuh di mana kita tidak perlu lagi makan, minum, pasangan, nafas, sinar matahari dsbnya, kita tidak tergantung lagi terhadap pihak-pihak lain sama sekali kecuali "energi" langsung dari Tuhan.

 

Oleh karena itu dalam ayat [6] & [7] kita diajarkan berdoa kepada Tuhan untuk ditunjukan jalur jalan (kembali kepadaNya) yang paling singkat (dikala senang setahun seperti tidak terasa, dikala susah hari sepertinya tidak mau berganti), paling damai di alam ini karena jalur yang kita pilih di alam ini berkesinambungan dengan jalur yang akan kita tempuh di alam-alam berikutnya.  Dua jalur utama yang disarankan dalam Surah Ar-Rahman disebutkan jalur Manusia dan Jin yang akan mendapatkan surganya masing-masing yang terpisah (masing-masing punya jalurnya sendiri-sendiri).

 

[5] Walaupun tidak disarankan jalur-jalur diluar dua jalur di atas (seperti jalur malaikat dan jalur syaitan/iblis) akhirnya akan bermuara juga di langit keenam di mana semua ciptaan-ciptaanNya akan memahami dengan sempurna arti kata-kata "Hanya kepada Engkaulah kami menyembah (mengabdi)", kesempurnaan konsep Tauhid (Semua Satu Adanya) dan kepasrahan total sesungguhnya adanya di alam ini.  [4] Bagaimana mungkin diluar kedua jalur utama di atas mereka dapat mencapai langit keenam? Karena Dialah yang Maha Kuasa dan Maha Tahu yang Rahmat Nya melingkupi segala sesuatu "Yang menguasai hari pembalasan" sesungguhnya (setiap perpindahan alam yang satu ketingkat berikutnya selalu ada semacam "hari pembalasan").

 

[3] Walaupun disebut Tuhan Maha Adil, di dunia ini banyak yang merasakan bahwa Tuhan ini sebenarnya tidak adil ("saya yang kerja keras tidak kaya-kaya, mereka yang korupsi berkelimpahan harta").  Keadilan yang sempurna baru akan didapatkan/dimengerti di langit kelima, di mana kita bisa secara lebih sempurna merefleksikan sisi Ar-Rahim Nya.

 

[3] Cinta katanya buta, cinta seharusnya tanpa pamrih, Tuhan sangat cinta kepada manusia, tapi ...., cinta adalah ...... Masing-masing individu sepertinya mempunyai konsep/definisi sendiri-sendiri mengenai cinta.  Konsep sesungguhnya apa arti cinta baru akan kita mengerti/alami di langit keempat, dimana kita dapat secara lebih sempurna merefleksikan sisi Ar-Rahman Nya.

 

[2] Kita sekarang berada di akhir alam langit ketiga, keadaan yang sangat awal dari alam langit keempat.  Alam mineral (earth, wind and fire) serta alam tumbuh-tumbuhan dan binatang masing-masing adalah langit pertama dan langit kedua.  Inilah ketujuh langit atau surga, alam-alam yang sempurna, kalau kita sanggup melihat kesempurnaan dalam segala ciptaan-ciptaanNya "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam".

 

May we always be in peace,

 

Jusuf Achmad

 

Website: http://www.geocities.com/jachmad/index.html  -  http://www.geocities.com/jachmad/my_letters.html

 


Bagian (1)


Dengan Nama Allah Maha Pemurah Maha Penyayang - Greetings with Love and Light from the One Infinite Creator

 

Beberapa tahun lalu saya pernah mencoba menulis pemahaman saya mengenai Surah Al-Fatihah dan sekarang setelah saya rasakan adanya kenaikan tingkat kesadaran (tingkat kedekatan denganNya, jadi tulisan-tulisan saya adalah refleksi dari tingkat hubungan (relationship) denganNya), Insya Allah, saya akan mencoba memahami kembali ketujuh ayat yang sangat penting artinya bagi umat Islam ini.

 

Saya akan mencoba menerangkannya dengan beberapa siklus dengan awal pemahaman yang sederhana lalu dengan pemahaman yang lebih dalam pada siklus berikutnya.  Jika pembaca merasakan ada hal-hal yang berfaedah maka ambilah, jika sebaliknya maka tinggalkanlah, saya tidak ingin menjadi penghambat kemajuan ruhani pembaca.  Jalankanlah apa-apa yang kita yakini. "Tiada yang cacat dalam ciptaan-ciptaanNya" saduran permulaan Al-Mulk.  

 

[1] Dengan Nama Allah yang Ar-Rahman-Maha Pemurah, yang senantiasa memberikan segala sesuatu dengan penuh kecintaan tanpa ingin suatu balasan apapun (Sisi Feminin Tuhan-Unconditional Love), Ar-Rahim-Maha Penyayang, yang senantiasa mengganjar (menghukum) dengan adil-bijaksana (Sisi Maskulin Tuhan-Light/Wisdom).

 

[2] Segala puji bagi Allah, Tuhan yang menciptakan, mengembangkan, menjaga seluruh Alam-alam beserta isinya baik yang nyata maupun yang gaib dengan sempurna.  Mulai dari alam mineral-mineral (earth, wind and fire), alam tumbuh-tumbuhan dan binatang, serta alam Manusia dan Jin sekarang.  Begitu pula dengan alam-alam lain yang masih gaib bagi kami.  [3] Seperti alam berikut di mana kami dengan lebih sempurna dapat memahami/merefleksikan sifat Ar-Rahman Mu, kemudian di alam berikutnya lagi di mana kami dengan lebih sempurna dapat memahami/merefleksikan sifat Ar-Rahim Mu.

 

[4] Hanya Dia yang mempunyai pengetahuan tentang Hari Pembalasan yang sesungguhnya dan mempunyai hak tunggal sebagai penentu atas segala sesuatu.  Saat di mana seluruh ciptaan-ciptaanNya akan kembali berkumpul menjadi satu dan mendapat ganjaran dari Dia yang RahmatNya meliputi segala sesuatu. [5] Di alam inilah di mana semua ciptaan-ciptaanNya tanpa kecuali akan mengatakan "Hanya kepada Engkaulah kami menyembah (mengabdi)" lalu setelah di alam Kesatuan ini berlanjut memasuki alam Ketakberhinggaan, suatu awal baru dari alam-alam yang tak terbayangkan, untuk menyempurnakan pemahaman "Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan".

 

[6] Ya Allah, tunjukilah kami, sekarang di alam ini, jalan atau jalur pilihan yang akan terasa paling singkat, paling terasa damai dalam perjalanan kembali kepadaMu.  [7] Tunjukilah jalur pilihan seperti pilihan mereka yang Engkau telah beri nikmat yakni mereka yang senantiasa cenderung merefleksikan kedua sisi sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim Mu, bukan pilihan jalan yang Engkau murkai yakni mereka yang terlalu condong merefleksikan hanya sisi Ar-Rahim Mu (terlalu Maskulin), bukan pula pilihan jalan pihak-pihak yang sesat yakni yang terlalu condong merefleksikan hanya sisi Ar-Rahman Mu (terlalu Feminin).

 

May we always be in peace,

 

Jusuf Achmad.

 


 

http://www.kuran.gen.tr/html/indonesia/001.php3

 

1 AL-FAATIHAH

1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,

4. Yang menguasai hari pembalasan.

5. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,

7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

 

http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/001.qmt.html

001.001
YUSUFALI: In the name of Allah, Most Gracious, Most Merciful.
PICKTHAL: In the name of Allah, the Beneficent, the Merciful.
SHAKIR: In the name of Allah, the Beneficent, the Merciful.

001.002
YUSUFALI: Praise be to Allah, the Cherisher and Sustainer of the worlds;
PICKTHAL: Praise be to Allah, Lord of the Worlds,
SHAKIR: All praise is due to Allah, the Lord of the Worlds.

001.003
YUSUFALI: Most Gracious, Most Merciful;
PICKTHAL: The Beneficent, the Merciful.
SHAKIR: The Beneficent, the Merciful.

001.004
YUSUFALI: Master of the Day of Judgment.
PICKTHAL: Master of the Day of Judgment,
SHAKIR: Master of the Day of Judgment.

001.005
YUSUFALI: Thee do we worship, and Thine aid we seek.
PICKTHAL: Thee (alone) we worship; Thee (alone) we ask for help.
SHAKIR: Thee do we serve and Thee do we beseech for help.

001.006
YUSUFALI: Show us the straight way,
PICKTHAL: Show us the straight path,
SHAKIR: Keep us on the right path.

001.007
YUSUFALI: The way of those on whom Thou hast bestowed Thy Grace, those whose (portion) is not wrath, and who go not astray.
PICKTHAL: The path of those whom Thou hast favoured; Not the (path) of those who earn Thine anger nor of those who go astray.
SHAKIR: The path of those upon whom Thou hast bestowed favors. Not (the path) of those upon whom Thy wrath is brought down, nor of those who go astray.

 

 

Hosted by www.Geocities.ws

1