-----
Original Message -----
From: Jusuf
Achmad Sent: Monday, October 11, 2004 10:37 AM Subject: Re: Perbedaan Dalam Tauhid Dengan Nama
Allah Maha Pemurah Maha Penyayang - Greetings with Love and Light from The One
Infinite Creator. Density-7
adalah alam Illahiah, alam ketakberhinggaan, nirvana kata orang Buddha, namun
itu adalah awal dari octav berikutnya jadi masih ada Density-8, Density-9
dstnya. Jadi Tuhan itu sebenarnya jauh lebih besar dari takberhingga,
dengan kata lain diluar jangkauan imajinasi manusia. Alam-alam
ketakberhinggaanpun adalah ciptaan-ciptaanNya, tidak ada yang menyamaiNya.
Apa yang saya tulis adalah suatu pendekatan yang tidak mungkin bisa
menggambarkan "Wujud Tuhan" yang sebenarnya karena keterbatasan
kita. Wujud sebenarnya diluar jangkauan kita untuk mengungkapkannya. Yang
penting, menurut saya adalah bagaimana mewujudkan sikap "Tauhid"
dalam keseharian kita. Senantiasa dalam kesadaran bahwa Tuhan itu Satu
adanya, senantiasa dalam kesadaran bahwa Sang Maha Pencipta hanya
Satu. Waktu kita mempunyai kebencian, kemarahan, kejengkelan,
kesinisan, keirian kepada seseorang atau suatu kelompok sadar tidak sadar
seolah-olah dia/mereka kita anggap bukan diciptakan oleh Tuhan yang sama.
Sebaliknya waktu kita terkagum-kagum, terkesima, jatuh cinta (dengan
pamrih) kepada seseorang/kelompok yang cantik, gagah, kaya, pintar, hebat,
berkuasa sadar tidak sadar seolah-olah dia/mereka kita anggap bukan diciptakan
oleh Tuhan yang sama pula. Slogan New
Agenya: "Try always in Unity with all, never in separation, because All is
One". Jadi yang anti-tauhid itu adalah perasaan-perasaan keterpisahan.
Seperti: merasa lebih (dan kurang) pintar, hebat, gagah, cantik, soleh,
spiritual dstnya. Untuk mencapai Surga Jin justru jurus-jurus
keterpisahan yang dipakai (sesunggunya seolah-oalh "Unity" padahal
"Separation"). Seperti
yang dicontohkan alam bahwa energi fisik bisa datang dari penyatuan dan
pemisahan inti (fusion and fission), energi ruh juga bisa didapat dari
Penyatuan dan Keterpisahan. Dalam Islam disebut "energi" Rahman
dan Rahim dan dalam New Age disebut Love (unconditional) and Light (Rahman -
memberikan segala sesuatu dengan kecintaan tanpa pamrih, Rahim -
menganjar/menghukum dengan adil). Jalur Manusia sebetulnya menggunakan
keduanya, namun lebih dominan sisi Rahman (Unconditional Love / Unity) Nya,
mencerminkan "RahmatKu meliputi segala sesuatu". Sedangkan
jalur Jin yg sepertinya sama dengan jalur Manusia tapi sebenarnya justru jauh
lebih dominan memantulkan sisi RahimNya, oleh karena itu jika Jin lepas kendali
ia menjadi Iblis yang sama sekali tidak mempunyai hati (tidak mempunyai
kecintaan tanpa pamrih). Namun kita
selalu ingat "Tiada yang cacat dalam ciptaan-ciptaanNya".
Mudah-mudahan ada manfaatnya, May we
always be in peace, Jusuf
Achmad. From: "Wida Y" Inilah
perbedaan antara anda dan saya dalam memahami arti Tauhid.
Date: Fri Oct 8, 2004 1:48 pm
Subject: Perbedaan Dalam Tauhid RE: <Islam_liberal> Fw:
[KKAS] Jawaban standard atas anggapan bahwa saya keliru atau salah
Tauhid dalam pengertian anda adalah, bahwa dahulu, ketika alam semesta
ini
belum diciptakan, kita semua menyatu dengan Allah SWT. Merasakan ketidak
berhinggaan, mutlak, absolut, tidak berbatas. Lalu Allah SWT menciptakan
alam semesta yang serba terbatas ini agar kita untuk sementara waktu
terpisahkan dari Allah SWT dan merasakan keterbatasan. Maka jalan untuk
kembali kepada Nya, untuk menjadi tak terbatas lagi, untuk menyatu kepada
Nya, adalah dengan menuju Density yang lebih tinggi, hingga mencapai
Density puncak yaitu Density ke-7. Yaitu bersatu bersama Nya. Entah
bagaimana caranya untuk mencapai Density-density itu. Apakah melalui
kehidupan berulang sebagaimana "reinkarnasi" atau yang lainnya?
Hingga
akhirnya benar-benar menyatu dengan Nya?
Yang saya tangkap dari tulisan-tulisan anda, pengertian anda itu mirip
dengan ajaran Budha. Benarkah?
Sedangkan pengertian Tauhid yang saya miliki, dan yang insya Allah saya
pahami dari ajaran Islam adalah: bahwa Allah itu mutlak, satu dalam hal
Dzat
Nya. Bahwa sekalipun ruh kita, bukanlah merupakan bagian dari Dzat Nya.
Kita
bukan berasal dari Nya dalam arti kita merupakan bagian dari Dzat Nya
pada
suatu masa. Dan kembali kepada Nya dalam arti kembali menyatu kembali
dengan
Nya. Namun Dzat Nya adalah berbeda dengan dzat makhluq Nya, sekalipun ruh
kita. Oleh karena itu dikatakan: Tidak ada satu pun yang
"setara" dengan
Nya. Tidak pula ruh kita. Karena ruh kita itu makhluq, diciptakan oleh
Allah.
Allah itu satu yang mutlak dan unik. Oleh karena itu, dia tidak dapat
dibagi-bagi serta bukan merupakan bagian. Dia satu yang Maha Tunggal.
Sehingga tidak ada satu pun yang keluar dari diri Nya sehingga dikatakan
merupakan bagian dari diri Nya. Tidak pula ruh kita. Dzat Nya itu unik
dan
tunggal tanpa ada satu pun yang setara dengan Nya. Kenikmatan terbesar yang
akan dirasakan oleh manusia di syurga Nya nanti hanyalah sampai pada
mampu
memandang "wajah" Nya sebagaimana kita memandang bulan purnama
di malam
hari. Jadi masih ada "jarak" antara manusia syurga dengan
Tuhan. Tidak
"menyatu". Sekalipun nabi Muhammad SAW dan para nabi Allah yang
lainnya.
Maka, misi dari nabi Muhammad SAW dan para nabi sebelumnya adalah
menyampaikan penjelasan Tauhid yang seperti itu. Untuk apa? Agar umat
manusia mampu mengenal Tuhan pencipta mereka dengan benar. Tuhan yang
telah
memberikan semuanya, rizki, rahmat dan kasih sayang Nya bagi manusia.
Agar
jangan sampai manusia salah dalam berterimakasih kepada Nya. Dalam
menyembah
Nya. Dalam mengabdi kepada Nya. Oleh karena itu nabi Muhammad SAW tidak
membenarkan penuhanan nabi Isa AS yang dilakukan oleh agama Nasrani. Maka
merekalah yang disebut sebagai "yang tersesat" dalam ayat
terakhir surat
al-Fatihah. Karena keimanan mereka salah. Sedangkan umat Yahudi,
sekalipun
mereka masih ber-Tauhid, pengenalan yang benar terhadap Tuhan, namun
mereka
mengkhususkan kebenaran itu hanya untuk golongan mereka sendiri. Mereka
sombong dan angkuh terhadap bangsa di luar mereka. Oleh karena itulah
mereka
disebut sebagai "yang dimurkai". Karena amal mereka buruk. Maka
di dalam
al-Qur'an kita dianjurkan untuk memenuhi kedua syarat untuk masuk Syurga:
Iman yang benar dan amal yang shalih (amanu wa 'amilush shalihat).
Itulah nikmat terbesar bagi umat manusia atas kehadiran nabi Muhammad SAW
di
dunia ini. Bahwa umat manusia bisa mengenali Tuhan nya dengan benar serta
untuk selalu berbuat baik. Dapatkah kita membayangkan keimanan umat
manusia
tanpa kehadiran nabi Muhammad SAW? Apakah masih ada yang ber-Tauhid?
Mengenali Tuhannya dengan benar?
WalLaahu a'lam.
NB: pak HMNA, mohon saya dikoreksi jika salah. juga rekan-rekan di milis
ini. Tk.
-----Original Message-----
From: Jusuf Achmad [mailto:jachmad@y...]
Sent: Friday, October 08, 2004 11:24 AM
To: [email protected]
Subject: <Islam_liberal> Fw: [KKAS] Jawaban standard atas anggapan
bahwa
saya keliru atau salah
Pencerahan Hakiki:
Ketika kemanapun kita memandang hanya wajah kecantikan Nya yang terlihat,
maka kita telah sampai kepada pencerahan hakiki (1). Walaupun secara
kasat
mata chaos ada dimana-mana, mata hati kita dapat melihat keindahan Nya di
segala penjuru. Kita jatuh cinta kepada Semua, karena Semua itu Satu
adanya, yang ada di seluruh Alam Semesta ini hanya Dia dan terasa pula
Semua-Dia jatuh cinta kepada kita (2). Jatuh cinta kepada yang cantik,
yang
istimewa adalah hal mudah, namun mencintai ciptaan-ciptaan Nya yang
terbatas, terhina, terpinggirkan, terbelakang tidaklah mudah. Setelah
kita
mengerti apa arti keterbatasan, yakni apa arti superioritas - apa arti
inferioritas, barulah kita bisa melihat kesempurnaan dalam seluruh
ciptaan-ciptaan Nya (3) dan terbukalah pintu menuju jalan kembali kepada
Nya. Selamat sejahtera kita telah menemukan salah satu jalan kembali ke
Kerajaan Nya (4), kita telah menemukan kembali jalan ke Alam Kesatuan,
Alam
Keabadian yang tak berbatas - tak terbayangkan, tempat asal kita semua.
Sebentar lagi selesai sudah pengembaraan kita di Alam Keterbatasaan ini.
May we always be in peace.
Saudaramu: Jusuf Achmad.
(1) saduran Al-Quran 2:115 dan ayat-ayat sebelumnya.
(2) saduran Al-Quran 89:27-30
(3) saduran permulaan Surah Al-Mulk.
(4) saduran Surah Ar-Rahman
Itupun kalau setuju, "Tiada paksaan dalam agama".
May we always be in peace.
HambaNya - Saudaramu - Teman perjalananmu di Alam ini,
Jusuf Achmad.