From: Jusuf
Achmad
Sent: Thursday, August 12, 2004 5:00 PM
Subject: Di dalam surga waktu tidak relevan
Dengan Nama Allah
Maha Pemurah Maha Penyayang - Greetings with Love and Light from the One
Infinite Creator
Karena surga itu bisa kita
rasakan di dunia ini juga, sekarang juga, maka sekarang juga kita bisa
merasakan waktu menjadi tidak relevan. Ini terjadi ketika ketiga cakra di
bawah, merah-jingga-kuning kita clear. Pada saat itu cakra
mahkota (cakra ketujuh) kita terbuka dan bisa menerima pesan-pesan Infinite
Intelegence. Namun tentunya kadar ketidak relevanan
waktunya tidak sebesar kalau ke-4 cakra di bawah
(merah-jingga-kuning-hijau) kita clear apalagi dibanding kalau kita
bisa clear ke-6 cakra di bawah yang artinya kita sudah bisa masuk
Density-7 kembali ke Alam Ketakberhinggaan.
[Keterangan: cakra keenam, warna
nila-indigo, biasa disebut mata ketiga - Third Eye, justru kalau hanya
cakra ke-6 yg clear dan cakra-cakra di bawahnya belum, kita bisa
"melihat/melakukan" yg "aneh-aneh", menjadikan kita (dan
orang-orang disekitar kita) tambah bingung/terusik bukan tambah damai/hening.
Kita menjadi orang yg terobsesi oleh Keabadian - terobsesi ingin cepat-cepat
masuk Density-7 padahal belum siap. Jadi apakah kita menjadi ciptaanNya yang
cacat...tidak juga...bukankah kita sedang mempelajari apa arti keterbatasan,
apa arti ketidak sempurnaan. Tiada yg cacat dalam ciptaan-ciptaanNya
(saduran permulaan Surah Al-Mulk)].
Untuk clearing up
cakra-cakra di atas pelajaran-pelajaran agama-agama dari Timur menurut saya lebih
tepat (termasuk ajaran para Sufi), sedangkan untuk clearing up
cakra-cakra di bawah agama-agama dari Timur Tengah telah memberikan
pelajarannya dengan baik. Kembali ke topik, apakah Al-Quran
mendukung pendapat bahwa di surga waktu tidak relevan? Coba kembali lihat
posting saya "Menerima semua apa adanya" namun kita
fokus kepada dua ayat pertama yang dibahas:
Terjemahan Bahasa
Inggris oleh Sher Ali:
2:111. And they say. `None
shall enter Heaven unless he be a Jew or a Christian.' These are their vain
desires. Say, `Produce your proof, if you are truthful.'
2:112. Nay, whosoever
submits himself completely to ALLAH and he is the doer of good,
shall have his reward from his Lord. No fear shall come on
them nor shall they grieve.
Terjemahan Bahasa
Indonesia dari http://www.kuran.gen.tr/html/indonesia/ :
2:111. Dan mereka (Yahudi
dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali
orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya)
angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti
kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar".
2:112. (Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah,
sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi
Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.
Pada tulisan yang lalu saya mendefinisikan kedewasaan spiritual dengan
menyatakan ketiga cakra dibawah clear:
Senantiasa
dalam keadaan penuh vitalitas/keberanian (merah), keceriaan (jingga) dan
kecerdasan (kuning) yang menghasilkan ketenangan bagi dirinya dan
sekelilingnya (hening/damai).
Kalau kita
bandingkan definisi di atas dengan ayat 112 maka:
"tidak
ada kekhawatiran/ketakutan" = keadaan penuh vitalitas/keberanian, cakra
dasar merah clear.
"tidak
(pula) mereka bersedih hati" = keceriaan, cakra jingga clear.
"(senantiasa)
berbuat kebajikan" = kecerdasan, perbuatan/tidakan/pikiran yang senantiasa
didasari oleh akal sehat, cakra kuning clear.
Kekhawatiran/ketakutan
biasanya
berhubungan dengan masa mendatang (termasuk besok).
Kalau kita sering khawatir akan nasib kita, nasib anak-cucu kita, nasib
umumnya manusia di masa mendatang, melihat dunia ini begitu cepat
bergerak, begitu buruk keadaannya kini apalagi nanti dstnya
dstnya artinya kita belum sampai di surga saat ini.
Kesedihan biasanya berhubungan dengan masa
lalu (termasuk kemarin). Kalau kita sering bersedih dengan
perilaku kita, anak, orang tua, saudara-saudara kita atau perilaku umumnya
manusia pada masa lalu, sering menyesali kenapa tidak begini atau begitu, kalau
saja kita berbuat tidak seperti itu nasib kita tidak akan seperti ini
dstnya dstnya artinya kita belum masuk surga saat ini.
Kalau
kita tidak lagi merasa adanya ketakutan dan kesedihan artinya masa lalu,
masa depan menjadi tidak relevan, dengan kata lain waktu menjadi
tidak relevan.
Pelajaran
Density-1 (cakra merah) dan Density-2 (cakra jingga) sebenarnya telah lewat, karena
dunia ini sedang masuk ke Density-4 namun pengaruh Density-3 masih
dominan. Dengan kata lain kalau Cakra Kuning (biasa juga
disebut solar plexus) kita clear otomatis kedua cakra di bawah kita
clear. Jadi sebenarnya cakra merah (keberanian) dan cakra jingga
(keceriaan) lebih sebagai indikator apakah cakra kuning kita sudah clear atau
belum. Kalau perbuatan-perbuatan kita membuat terutama diri kita (dan
sekeliling kita) penuh ketakutan dan kesedihan artinya cakra kuning kita
jauh dari clear. Kemampuan kita untuk senantiasa memaknai semua kejadian
di dunia ini (terutama disekitar kita) secara positif adalah tanda
clear nya cakra kuning kita (tingginya kecerdasan emotional-spiritual /
EQ-SQ). Karena kalau kita senantiasa berpikiran positif tidak ada
kekhawatiran dan ketakutan dalam diri kita, dan karena kita mempunyai prasangka
positif terhadap pihak lain umumnya energi positif itu memantul kembali kepada
diri kita sendiri.
Jadi kunci
pelajaran Density-3 adalah bagaimana "berbuat kebajikan".
Seringkali terjadi menurut kita telah berbuat kebaikan namun pihak lain
merasakan kita telah berbuat keburukan...ya memang tidak semudah yang
diteorikan. Bagaimana tindakan/perbuatan/pikiran kita bisa senantiasa
membuat diri kita dan pihak lain penuh kedamaian? Bukan suatu hal yang
mudah. Namun ada satu hal yang jelas. Yaitu ketika
keheningan/kedamaian itu dicapai, maka turunlah Infinite Intelegence,
Infinite Energy dalam diri kita. Tanda yang khas menurut saya kalau kita
sedang "bertemu" dengan NYA "energi" yg luar biasa ikut
"turun" (walaupun kita tidak mengharapkan turun), seperti orang yang
ketemu pacar baru merasa selalu berenergi, walau lupa makan
tidak lapar-lapar (kalau sehabis sholat kita merasa lemas artinya kita
baru mencoba mengadakan hubungan denganNya, tidak apa-apa namanya juga
mendirikan sholat - bukan sholat sebenarnya). Dengan kata lain kita telah
menemukan jalan kembali kepada Nya.
Seperti
yang pernah saya tulis sebelumnya jalan kembali itu ada dua cara, jalan yang
lebih banyak merefleksikan sifat Feminin atau Maskulin Tuhan (jalur manusia
atau jinn - jalur Wisnu atau Syiwa). Tahap yang sekaligus Feminin dan
Maskulin adanya di Density-6 (Tahap Brahman) dan tahapan yang bukan Feminin dan
bukan Maskulin adanya di Density-7 (Nirvana) keatas (ingat kata-kata "neti, neti" dalam artikel "Tuhan
Yang Diciptakan dan Tuhan Yang Sebenarnya" yang ditulis oleh Bp. Kautsar - saya
sering ketemu beliau waktu saya diundang dalam kegiatannya Bp. Anand
Khrisna). Di Density-7 keatas inilah dimana kita bisa merasakan kembali
dengan lebih nyata bahwa ruang dan waktu tidak relevan, memasuki kembali
permulaan dari Alam-alam yang tak terbayangkan.
Ingatlah
selalu "Tiada yg cacat dalam ciptaan-ciptaanNya" saduran permulaan
Surah Al-Mulk, kita sedang mempelajari apa arti keterbatasan, apa arti ketidak
sempurnaan. We used to be and we will be One and Infinite, but time is an
illusion, so actually We are One and We are Infinite. Nothing else exist except
the One.
May we
always be in peace,
Jusuf
Achmad.
PS: Saya
telah berjanji untuk tidak banyak menulis tapi Walk the Talk, jadi mohon
dimengerti kalau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan belum tentu akan saya
jawab. Kalau banyak pertanyaan yang sama dan saya anggap penting Insya Allah
akan saya jawab.