From: Jusuf
Achmad
Sent: Wednesday, August 04, 2004 12:34 PM
Subject: Re: Soal Islam dari Perspektif
Berbeda
Original
Message:
Date: Fri, 30 Jul 2004 07:13:12 -0700 (PDT)
From: A_ R_
Subject: Re: Soal Islam dari Perspektif Berbeda
Salam,
Saya pribadi punya pandangan berbeda soal Hazrat Umar. Saya kira kawan2
Paramadina Jakarta, Jaringan Islam Liberal dll banyak menulis tentang beliau
ini. Bagi saya, justru Hazrat Umar merupakan sosok reformis yg luar biasa pada
jamannya. Beliau berani mengatakan "tidak" terhadap syariat agama &
hukum2 masyarakat yg sudah usang, lalu beliau memaknai kembali hukum2 tsb
sehingga tepat utk diterapkan dlm masyarakat. Contohnya dalam kasus ghanimah
(pembagian harta pampasan perang) saat pembebasan negeri2 di jazirah Arab,
Suriah, Mesir dll. Menurut Quran Surah Al-Anfal, seharusnya Umar membagikan 4/5
harta ini kepada tentaranya yg turut berperang dan menyerahkan 1/5-nya untuk
kas negara, karena Nabi Muhammad pun menerapkan ketentuan ini pd saat beliau
dan pasukannya membebaskan Khaibar. Namun, Umar tidak melakukannya. Ia memilih
untuk menyerahkan kembali tanah2 pertanian yg ditaklukannya itu kepada para
pemiliknya. Para pemilik dan penggarap tanah itu, hanya dikenakan pajak saja.
Kontan
saja, keputusan Umar mengundang protes para sahabat yg konservatif,
diantaranya (kalau tdk salah) Bilal, Abdurrahman bin Auf dll. Mereka tdk setuju
dg keputusan Umar, dan menganggap Umar telah menyeleweng dari ketentuan Quran
dan Sunnah. Namun, Hazrat Umar tdk goyah keyakinan. Ia seorang bijak. Ia
meyakini bahwa keputusannya sudah tepat. Jika ia mengikuti terus ketentuan
Quran dan Sunnah Nabi di Khaibar, akan terjadi kesenjangan ekonomi dan sosial
yg sangat besar dan berujung pada clash of civilization. Bayangkan, jika tanah
rampasan yg begitu luas itu dibagi2-kan pada tentara, maka berarti hanya
segelintir orang saja yg bisa menikmati manfaatnya, sementara sebagian besar
rakyat yg lain mau kemana? Akhirnya, kebijakan Umar dijalankan kendati terus
mendapat tantangan keras dari Bilal cs. Demikianlah, hemat saya, Hazrat Umar
sesungguhnya merupakan figur reformis sejati yg bisa kita teladani semangatnya
untuk selalu hidup dlm "kekinian", dan tidak terus terbelenggu oleh
"masa lalu".
Nah, pada saat ini, adakah pelaku agama seperti Hazrat Umar yg berani
mengalir bersama zaman? Adakah pemimpin di negeri ini yg sinergis dg alam, yg
sinergis dg mereka yg dipimpinnya, yg berani berkorban utk kepentingan umum?
Jika ada, itulah pemimipin sejati! []
ar
A_ Y_ E_ wrote:
Para sahabat di milis ini, menyambung diskusi terbuka dan tanpa prasangka
=================cut=========================
Dengan Nama Allah Maha Pemurah Maha Penyayang (with Love & Light from the One Infinite Creator),
Terlepas dari pihak mana yang lebih benar (Khalifah atau Para Sahabat Nabi lainnya, menurut saya semua mempunyai kebenaran dalam persepsi masing-masing) saya melihat bagaimana mereka telah begitu terbiasa dengan perbedaan. Di jaman Nabi saw sendiri dalam keadaan genting menjelang perang seorang sahabat bisa "mendebat" keputusan/pendapat Nabi sendiri yang bukan wahyu. Disini terlihat bagaimana seorang Nabi besar bisa menegakkan Tauhid, Unity, Kebersamaan, Kesetaraan yang merupakan inti ajaran Islam, kepasrahan total atas kelebihan dan keterbatasan semua, karena Semua itu Satu adanya. Tanpa suasana kesetaraan yang mendalam, yg ditanamkan oleh Rasullulah saw sendiri, tidak mungkin para sahabat berani menegur seorang Khalifah.
Saya percaya bahwa kata-kata pada akhir Surah Al-Kahfi (10 ayat pertama & akhir yang diwanti-wanti untuk sering dibaca/ditelaah di Akhir Jaman ini) yakni "Jangan menjadikan hamba-hambaKu sebagai pelindung selain Aku" (saduran) di mengerti oleh para sahabat dan tentunya oleh Khalifah Umar r.a. sendiri. Kalau kita meninggal dan Tuhan menanyakan kenapa kita memilih suatu keputusan tertentu dan kemudian kita membuat suatu alasan dengan berlindung di balik hambaNya.....artinya kita belum dewasa secara spiritual, kita belum bisa memaknai dengan benar kata-kata yang sering di ulang-ulang: "Hanya kepada Engkau lah kami minta pertolongan".
Tidak ada yang cacat dalam ciptaan-ciptaanNya (saduran permulaan Al-Mulk), namun seorang yang masih duduk di bangku SMP tidak bisa melanjutkan pelajaran di Universitas, sesuatu konsekuensi yang sangat alamiah - tidak ada cacat.
May we always be in peace,
Jusuf Achmad