From: Jusuf Achmad

To: [email protected]

Sent: Tuesday, August 03, 2004 11:56 AM

Subject: Fw: [KKAS] FW: Alam Semesta sebagai Hologram

 

Ini suatu dukungan dari sisi "ilmiah" yang mengarah pada pemahaman Tauhid, Unity, We are One - We are Infinite, Semua itu Satu Adanya, Nothing else exist except the One....May we always be in peace. 

----- Original Message -----

 

From: E_ B_

To: [email protected]

Sent: Monday, August 02, 2004 4:47 PM

Subject: [KKAS] FW: Alam Semesta sebagai Hologram

 

Ada artikel yang cukup menarik, mohon maaf bila sudah pernah diposting.

Salam,
E_ B_

http://www.tf.itb.ac.id/~eryan/FreeArticles/AlamSemestaHologram.html
Alam Semesta sebagai Hologram

     Pada  tahun  1982  terjadi  suatu  peristiwa  yang  menarik.   Di
     Universitas Paris, sebuah tim peneliti dipimpin oleh Alain Aspect
     melakukan suatu eksperimen yang mungkin  merupakan eksperimen yang
     paling  penting  di  abad  ke-20. Anda tidak mendapatkannya dalam
     berita malam. Malah, kecuali  Anda  biasa  membaca  jurnal-jurnal
     ilmiah,   Anda   mungkin  tidak  pernah  mendengar  nama  Aspect,
     sekalipun sementara  orang  merasa  temuannya itu  mungkin  akan
     mengubah wajah sains.

     Aspect bersama timnya menemukan bahwa dalam lingkungan  tertentu
     partikel-partikel     subatomik,    seperti elektron,    mampu
     berkomunikasi dengan seketika satu  sama  lain tanpa  tergantung
     pada  jarak  yang  memisahkan  mereka.   Tidak ada bedanya apakah
     mereka terpisah 10 kaki atau 10 milyar km satu sama lain.

     Entah bagaimana, tampaknya setiap partikel selalu tahu  apa  yang
     dilakukan  oleh  partikel  lain.  Masalah  yang ditampilkan oleh
     temuan ini adalah bahwa hal itu melanggar prinsip  Einstein  yang
     telah  lama dipegang, yakni bahwa tidak ada komunikasi yang mampu
     berjalan lebih  cepat  daripada  kecepatan  cahaya.  Oleh  karena
     berjalan  melebihi  kecepatan  cahaya  berarti menembus  dinding
     waktu, maka prospek yang  menakutkan  ini  menyebabkan  sementara
     ilmuwan  fisika  mencoba  menyusun  teori  yang dapat menjelaskan
     temuan Aspect.  Namun hal itu juga mengilhami  sementara  ilmuwan
     lain untuk menyusun teori yang lebih radikal lagi.

     Pakar  fisika  teoretik  dari  Universitas  London,  David  Bohm,
     misalnya,  yakin  bahwa  temuan Aspect menyiratkan bahwa realitas
     obyektif itu tidak ada; bahwa sekalipun tampaknya pejal  [solid],
     alam semesta ini pada dasarnya merupakan khayalan, suatu hologram
     raksasa yang terperinci secara sempurna.

     Untuk  memahami  mengapa  Bohm  sampai  membuat pernyataan  yang
     mengejutkan ini, pertama-tama kita harus memahami sedikit tentang
     hologram. Sebuah hologram adalah suatu  potret tiga  dimensional
     yang  dibuat  dengan  sinar  laser. Untuk membuat hologram, obyek
     yang akan difoto mula-mula disinari  dengan suatu  sinar  laser.
     Lalu  sinar  laser  kedua  yang  dipantulkan dari  sinar pertama
     ditujukan pula kepada obyek tersebut, dan pola interferensi  yang
     terjadi  (bidang  tempat kedua sinar laser itu bercampur) direkam
     dalam sebuah pelat foto.

     Ketika pelat itu dicuci, gambar terlihat sebagai  pusaran-pusaran
     garis-garis  terang  dan  gelap.  Tetapi ketika foto itu disoroti
     oleh sebuah sinar laser lagi, muncullah gambar  tiga  dimensional
     dari obyek semula di situ.

     Sifat tiga dimensi dari gambar  seperti  itu  bukan  satu-satunya
     sifat  yang  menarik  dari  hologram.  Jika hologram sebuah bunga
     mawar dibelah dua dan disoroti oleh sebuah sinar  laser,  masing-
     masing  belahan  itu  ternyata  masih mengandung gambar mawar itu
     secara lengkap (tetapi lebih kecil).

     Bahkan, jika belahan itu  dibelah  lagi,  masing-masing  potongan
     foto  itu  ternyata  selalu mengandung gambar semula yang lengkap
     sekalipun lebih kecil.  Berbeda dengan foto  yang  biasa,  setiap
     bagian  sebuah  hologram mengandung semua informasi yang ada pada
     hologram secara keseluruhan.

     Sifat "keseluruhan di dalam setiap bagian" dari sebuah  hologram,
     memberikan kepada kita suatu cara pemahaman yang sama sekali baru
     terhadap organisasi dan order. Selama sebagian besar  sejarahnya,
     sains  Barat bekerja di bawah prinsip yang bias, yakni bahwa cara
     terbaik untuk memahami fenomena fisikal --baik seekor katak  atau
     sebuah  atom--  adalah  dengan  memotong-motongnya  dan  meneliti
     bagian-bagiannya.

     Sebuah hologram mengajarkan bahwa beberapa hal dari alam  semesta
     ini mungkin tidak akan terungkap dengan pendekatan itu. Jika kita
     mencoba menguraikan sesuatu yang tersusun secara holografik, kita
     tidak akan mendapatkan bagian-bagian yang membentuknya, melainkan
     kita akan mendapatkan keutuhan yang lebih kecil.

     Pencerahan ini menuntun Bohm untuk memahami  secara  lain  temuan
     Aspect.   Bohm   yakin  bahwa  alasan  mengapa partikel-partikel
     subatomik mampu berhubungan satu sama lain tanpa terpengaruh oleh
     jarak   yang   memisahkan   mereka  adalah  bukan  karena  mereka
     mengirimkan isyarat misterius bolak-balik  di antara  satu  sama
     lain,  melainkan  oleh  karena  keterpisahan mereka adalah ilusi.
     Bohm berkilah, bahwa  pada  suatu  tingkat realitas  yang  lebih
     dalam,  partikel-partikel  seperti  itu  bukanlah entitas-entitas
     individual, melainkan  merupakan  perpanjangan  [extension]  dari
     sesuatu yang esa dan fundamental.

     Agar khalayak lebih mudah membayangkan apa  yang  dimaksudkannya,
     Bohm memberikan ilustrasi berikut:

     Bayangkan sebuah akuarium yang mengandung seekor ikan.  Bayangkan
     juga bahwa Anda tidak dapat melihat akuarium itu secara langsung,
     dan bahwa pengetahuan Anda tentang akuarium itu beserta apa  yang
     terkandung  di  dalamnya  datang  dari  dua kamera televisi: yang
     sebuah ditujukan ke sisi depan akuarium, dan yang lain  ditujukan
     ke sisinya.

     Ketika Anda menatap kedua layar televisi, Anda mungkin menganggap
     bahwa  ikan yang ada pada masing-masing layar itu adalah dua ikan
     yang berbeda.  Bagaimana pun juga, karena kedua kamera  diarahkan
     dengan  sudut yang berbeda, masing-masing gambar ikan itu sedikit
     berbeda satu sama lain. Tetapi  sementara  Anda  terus  memandang
     kedua  ikan  itu, akhirnya Anda akan menyadari bahwa ada hubungan
     tertentu di antara kedua ikan itu.

     Kalau yang satu berbelok, yang lain  juga  membuat  gerakan  yang
     berbeda  tapi  sesuai; jika yang satu menghadap kamera, yang lain
     menghadap ke suatu  sisi.   Jika  Anda  tidak  menyadari  seluruh
     situasinya, Anda mungkin menyimpulkan bahwa kedua ikan itu saling
     berkomunikasi  secara  seketika,  tetapi  jelas bukan   demikian
     halnya.

     Menurut  Bohm,  inilah  sesungguhnya  yang  terjadi   di   antara
     partikel-partikel  subatomik dalam eksperimen Aspect itu. Menurut
     Bohm, hubungan yang tampaknya "lebih cepat dari cahaya" di antara
     partikel-partikel  subatomik  sesungguhnya mengatakan kepada kita
     bahwa ada suatu tingkat realitas yang lebih dalam,  yang  selama
     ini  tidak  kita  kenal,  suatu  dimensi yang lebih rumit di luar
     dimensi  kita,  dimensi  yang  beranalogi  dengan  akuarium  itu.
     Tambahnya,  kita  memandang obyek-obyek seperti partikel-partikel
     subatomik sebagai terpisah satu sama lain oleh karena kita  hanya
     memandang satu bagian dari realitas sesungguhnya
.

     Partikel-partikel  seperti  itu  bukanlah  "bagian-bagian"   yang
     terpisah,  melainkan  faset-faset  dari  suatu kesatuan (keesaan)
     yang lebih dalam dan lebih mendasar, yang pada akhirnya  bersifat
     holografik dan tak terbagi-bagi seperti gambar mawar di atas. Dan
     oleh karena segala sesuatu dalam realitas  fisikal  terdiri  dari
     apa  yang  disebut  "eidolon-eidolon"  ini, maka alam semesta itu
     sendiri  adalah  suatu  proyeksi,  suatu  hologram.  Di   samping
     hakekatnya  yang  seperti  bayangan,  alam  semesta  itu memiliki
     sifat-sifat lain yang cukup mengejutkan. Jika  keterpisahan  yang
     tampak  di  antara  partikel-partikel  subatomik  itu ilusif, itu
     berarti pada suatu  tingkat  realitas  yang  lebih  dalam  segala
     sesuatu  di  alam  semesta  ini  saling  berhubungan  secara  tak
     terbatas.

     Elektron-elektron  didalam  atom  karbon   dalam   otak   manusia
     berhubungan  dengan  partikel-partikel  subatomik  yang membentuk
     setiap ikan salem yang berenang, setiap jantung  yang  berdenyut,
     dan  setiap  bintang  yang  berkilauan di angkasa. Segala sesuatu
     meresapi segala  sesuatu;  dan  sekalipun  sifat  manusia  selalu
     mencoba   memilah-milah,   mengkotak-kotakkan   dan  membagi-bagi
     berbagai fenomena di alam  semesta,  semua  pengkotakan  itu  mau
     tidak  mau  adalah  artifisial, dan segenap alam semesta ini pada
     akhirnya merupakan suatu jaringan tanpa jahitan.

     Di dalam sebuah alam semesta yang holografik,  bahkan  waktu  dan
     ruang   tidak   dapat   lagi   dipandang   sebagai  sesuatu  yang
     fundamental. Oleh karena konsep-konsep seperti 'lokasi' runtuh di
     dalam suatu alam semesta yang di situ tidak ada lagi sesuatu yang
     terpisah dari yang lain, maka waktu dan  ruang  tiga  dimensional
     --seperti  gambar-gambar ikan pada layar-layar TV di atas-- harus
     dipandang sebagai proyeksi dari order yang lebih dalam lagi.

     Pada tingkatan  yang  lebih  dalam,  realitas  merupakan  semacam
     superhologram yang di situ masa lampau, masa kini, dan masa depan
     semua ada (berlangsung) secara serentak. Ini mengisyaratkan bawah
     dengan  peralatan  yang  tepat  mungkin  di masa depan orang bisa
     menjangkau  ke  tingkatan  realitas   superholografik   itu   dan
     mengambil adegan-adegan dari masa lampau yang terlupakan.

     Apakah ada lagi yang terkandung dalam superhologram itu merupakan
     pertanyaan  terbuka.  Bila  diterima  --dalam diskusi ini-- bahwa
     superhologram  itu  merupakan  matriks  yang  melahirkan   segala
     sesuatu  dalam  alam semesta kita, setidak-tidaknya ia mengandung
     setiap partikel subatomik yang pernah ada dan akan ada --  setiap
     konfigurasi  materi  dan  energi yang mungkin, dari butiran salju
     sampai quasar, dari ikan paus biru sampai sinar gamma.  Itu  bisa
     dilihat sebagai gudang kosmik dari "segala yang ada".

     Sekalipun Bohm mengakui bahwa kita  tidak  mempunyai  cara  untuk
     mengetahui  apa lagi yang tersembunyi di dalam superhologram itu,
     ia juga  mengatakan  bahwa  kita  tidak  mempunyai  alasan  bahwa
     superhologram  itu  tidak  mengandung apa-apa lagi. Atau, seperti
     dinyatakannya,  mungkin  tingkat  realitas  superholografik   itu
     "sekadar  satu tingkatan", yang di luarnya terletak "perkembangan
     lebih lanjut yang tak terbatas."

     Bohm bukanlah satu-satunya peneliti  yang  menemukan  bukti-bukti
     bahwa  alam semesta ini merupakan hologram. Dengan bekerja secara
     independen di bidang penelitian otak, pakar neurofisiologi  Karl
     Pribram dari Universitas Stanford, juga menerima sifat holografik
     dari realitas.

     Pribram tertarik kepada model holografik oleh teka-teki bagaimana
     dan di mana ingatan tersimpan di dalam otak. Selama puluhan tahun
     berbagai penelitian menunjukkan bahwa alih-alih  tersimpan  dalam
     suatu lokasi tertentu, ingatan tersebar di seluruh bagian otak.

     Dalam serangkaian penelitian yang bersejarah pada tahun  1920-an,
     ilmuwan  otak  Karl  Lashley  menemukan bahwa tidak peduli bagian
     mana  dari  otak  tikus   yang   diambilnya,  ia   tidak   dapat
     menghilangkan  ingatan  untuk  melakukan  tugas-tugas  rumit yang
     pernah dipelajari tikus itu sebelum dioperasi. Masalahnya  ialah
     tidak seorang pun dapat menjelaskan mekanisme ponyimpanan ingatan
     yang bersifat "semua di dalam setiap bagian" yang aneh ini.

     Lalu pada tahun 1960-an  Pribram  membaca  konsep  holografi  dan
     menyadari  bahwa  ia  telah  menemukan penjelasan yang telah lama
     dicari-cari oleh para ilmuwan otak. Pribram yakin  bahwa  ingatan
     terekam bukan di dalam neuron-neuron (sel-sel otak), melainkan di
     dalam pola-pola impuls saraf yang merambah seluruh otak,  seperti
     pola-pola  interferensi sinar laser yang merambah seluruh wilayah
     pelat film yang mengandung suatu gambar holografik.  Dengan  kata
     lain,  Pribram  yakin  bahwa  otak  itu  sendiri merupakan sebuah
     hologram.

     Teori Pribram  juga  menjelaskan  bagaimana  otak  manusia  dapat
     menyimpan  begitu  banyak  ingatan dalam ruang yang begitu kecil.
     Pernah  diperkirakan  bahwa  otak  manusia  mempunyai   kapasitas
     mengingat  sekitar  10  milyar  bit  informasi selama masa hidup
     manusia  rata-rata  (atau  kira-kira  sebanyak informasi   yang
     terkandung dalam lima set Encyclopaedia Britannica).

     Demikian pula telah ditemukan  bahwa  di  samping  sifat-sifatnya
     yang lain, hologram mempunyai kapasitas untuk menyimpan informasi
     -- hanya dengan mengubah sudut kedua sinar laser itu  jatuh  pada
     permukaan  pelat  film,  dimungkinkan untuk merekam banyak gambar
     berbeda pada permukaan yang sama.  Telah  dibuktikan  bahwa  satu
     sentimeter  kubik  pelat  film dapat menyimpan sebanyak 10 milyar
     bit informasi.

     Kemampuan mengagumkan dari manusia untuk mengambil informasi yang
     diperlukan  dari  gudang  ingatan yang amat besar itu dapat lebih
     dipahami jika otak berfungsi menurut prinsip-prinsip  holografik.
     Jika seorang teman minta Anda mengatakan apa yang terlintas dalam
     pikiran ketika ia menyebut "zebra", Anda  tidak perlu  tertatih-
     tatih  melakukan  sorting  dan mencari dalam suatu file alfabetis
     raksasa dalam otak untuk sampai kepada suatu jawaban.  Alih-alih,
     berbagai  asosiasi  seperti  "bergaris-garis", "macam kuda", dan
     "binatang  dari  Afrika"  semua  muncul  di  kepala  Anda  dengan
     seketika.

     Sesungguhnya, salah satu hal paling mengherankan  tentang  proses
     berpikir  manusia  adalah  bahwa setiap butir informasi tampaknya
     dengan seketika berkorelasi-silang dengan setiap butir  informasi
     lain--  ini  merupakan sifat intrinsik dari hologram. Oleh karena
     setiap  bagian  dari  hologram  saling  berhubungan  secara   tak
     terbatas  satu sama lain, ini barangkali merupakan contoh terbaik
     dari alam tentang suatu sistem yang saling berkorelasi.

     Penyimpanan ingatan bukan satu-satunya teka-teki  neurofisiologis
     yang lebih dapat dijelaskan dengan model otak holografik Pribram.
     Teka-teki lain adalah bagaimana otak mampu menerjemahkan  serbuan
     frekuensi-frekuensi    yang    diterimanya melalui   pancaindra
     (frekuensi cahaya, frekuensi suara, dan sebagainya) menjadi dunia
     konkrit  dari  persepsi  manusia. Merekam dan menguraikan kembali
     frekuensi adalah sifat terunggul dari sebuah  hologram.   Seperti
     hologram berfungsi sebagai semacam lensa, alat yang menerjemahkan
     frekuensi-frekuensi kabur yang tak berarti menjadi  suatu  gambar
     yang  koheren,  Pribram  yakin  bahwa  otak juga merupakan sebuah
     lensa yang menggunakan prinsip-prinsip  holografik  untuk  secara
     matematis  mengubah  frekuensi-frekuensi yang diterimanya melalui
     pancaindra menjadi persepsi di dalam batin kita.

     Sejumlah  bukti  yang  mengesankan  mengisyaratkan   bahwa   otak
     menggunakan    prinsip-prinsip   holografik untuk   menjalankan
     fungsinya. Sesungguhnya, teori Pribram makin diterima di kalangan
     pakar  neurofisiologi. Peneliti Argentina-Italia, Hugo Zucarelli,
     baru-baru ini  memperluas  model  holografik  ke  dalam  fenomena
     akustik.  Menghadapi  teka-teki  bahwa  manusia  dapat menetapkan
     sumber suara tanpa menggerakkan  kepalanya,  bahkan  jika  mereka
     hanya  memiliki  pendengaran  pada  satu  telinga saja, Zucarelli
     menemukan prinsip-prinsip holografik dapat menjelaskan  kemampuan
     ini.

     Zucarelli juga mengembangkan  teknologi  suara  holofonik,  suatu
     teknik  perekaman  yang mampu mereproduksi suasana akustik dengan
     realisme yang mengagumkan.

     Keyakinan Pribram bahwa  otak  kita  secara  matematis  membangun
     realitas "keras" dengan mengandalkan diri pada masukan dari suatu
     domain  frekuensi   juga   telah   mendapat   dikungan   sejumlah
     eksperimen.

     Telah ditemukan bahwa  masing-masing  indra  kita  peka  terhadap
     suatu  bentangan  frekuensi  yang  jauh lebih lebar daripada yang
     dianggap orang sebelum ini.

     Misalnya, para peneliti telah menemukan bahwa sistem  penglihatan
     kita  peka  terhadap  frekuensi suara, bahwa indra penciuman kita
     sebagian bergantung pada apa yang sekarang  dinamakan  "frekuensi
     osmik",  dan  bahkan  sel-sel  tubuh  kita  peka  terhadap  suatu
     bentangan luas frekuensi. Temuan-temuan  seperti  itu  menandakan
     bahwa  hanya di dalam domain kesadaran holografik saja frekuensi-
     frekuensi  seperti  itu  dipilah-pilah  dan dibagi-bagi  menjadi
     persepsi konvensional.

     Tetapi aspek yang paling membingungkan dari model otak holografik
     Pribram  adalah  apa  yang  terjadi  apabila model itu dipadukan
     dengan teori Bohm. Oleh karena, bila kekonkritan alam semesta ini
     hanyalah  realitas sekunder dan bahwa apa yang ada "di luar sana"
     sesungguhnya hanyalah kekaburan frekuensi  holografik,  dan  jika
     otak  juga  sebuah  hologram dan hanya memilih beberapa saja dari
     frekuensi-frekuensi yang kabur dan secara  matematis  mengubahnya
     menjadi  persepsi  sensorik,  apa  jadinya dengan  realitas yang
     obyektif?

     Secara sederhana, realias obyektif itu tidak  ada  lagi.  Seperti
     telah  lama  dinyatakan oleh agama-agama dari Timur, dunia materi
     ini adalah Maya, suatu ilusi, dan sekalipun kita mungkin berpikir
     bahwa  kita  ini  makhluk  fisikal  yang  bergerak di dalam dunia
     fisikal, ini juga suatu ilusi.

     Kita ini sebenarnya adalah  "pesawat  penerima" yang  mengambang
     melalui  suatu  lautan frekuensi kaleidoskopik, dan apa yang kita
     ambil dari lautan ini dan terjemahkan  menjadi  realitas  fisikal
     hanyalah  satu  channel saja dari sekian banyak yang diambil dari
     superhologram itu.

     Gambaran realitas yang baru dan mengejutkan ini,  yakni  sintesis
     antara   pandangan   Bohm   dan   Pribram,   dinamakan  paradigma
     holografik, dan  sekalipun  banyak  ilmuwan  memandangnya  secara
     skeptik,  paradigma  itu  menggairahkan  sementara  ilmuwan lain.
     Suatu lingkungan kecil ilmuwan --yang jumlahnya makin bertambah--
     percaya  bahwa paradigma itu merupakan model realitas yang paling
     akurat yang pernah  dicapai  sains.  Lebih  dari  itu,  sementara
     kalangan percaya bahwa itu dapat memecahkan beberapa misteri yang
     selama ini belum dapat dijelaskan oleh sains, dan  bahkan  dapat
     menegakkan  hal-hal  paranormal  sebagai bagian dari alam. Banyak
     peneliti,  termasuk  Bohm  dan  Pribram,  mencatat  bahwa  banyak
     fenomena  para-psikologis  menjadi  lebih  dapat  dipahami  dalam
     kerangka paradigma holografik.

     Dalam suatu alam semesta yang di situ otak individu  sesungguhnya
     adalah bagian yang tak terbagi dari hologram yang lebih besar dan
     segala sesuatu  saling  berhubungan  secara  tak  terbatas,  maka
     telepati  mungkin  tidak  lebih  dari  sekadar  mengakses tingkat
     holografik  itu.  Jelas  itu  jauh  lebih  mudah  dapat  memahami
     bagaimana  informasi dapat berpindah dari batin individu A kepada
     batin individu B yang berjauhan, dan memahami sejumlah  teka-teki
     yang  belum  terpecahkan  dalam psikologi. Khususnya, Grof merasa
     bahwa paradigma holografik menawarkan model untuk memahami banyak
     fenomena   membingungkan   yang   dialami   orang  dalam  keadaan
     "kesadaran yang berubah" [altered states of consciousness].

     Pada tahun 1950-an, ketika melakukan penelitian terhadap anggapan
     bahwa  LSD  adalah  alat  penyembuhan psikoterapi, Grof mempunyai
     seorang pasien wanita  yang  tiba-tiba  merasa yakin  bahwa  dia
     mempunyai  identitas  seekor  reptil  betina  prasejarah.  Selama
     halusinasinya, dia tidak hanya menguraikan secara amat  mendetail
     tentang  bagaimana  rasanya terperangkap dalam wujud seperti itu,
     melainkan juga mengatakan bahwa bagian  anatomi  binatang  jantan
     adalah sepetak sisik berwarna pada sisi kepalanya.

     Yang  mengejutkan  Grof  ialah  bahwa,  sekalipun   wanita   itu
     sebelumnya tidak mempunyai pengetahuan tentan hal-hal itu, suatu
     percakapan dengan  seorang  ahli  zoologi  belakangan  menguatkan
     bahwa  pada  beberapa  spesies  reptilia  tertentu  bagian-bagian
     berwarna dari kepala memainkan peran penting untuk  membangkitkan
     birahi.

     Pengalaman  wanita  itu   bukan   sesuatu   yang   unik.   Selama
     penelitiannya,  Grof  bertemu dengan pasien-pasien yang mengalami
     regresi dan mengenali dirinya sebagai salah  satu  spesies  dalam
     deretan  evolusi.  Tambahan  pula, ia mendapati bahwa pengalaman-
     pengalaman seperti itu sering kali mengandung informasi  zoologis
     yang jarang diketahui yang belakangan ternyata akurat.

     Regresi ke dalam dunia binatang  bukanlah  satu-satunya  fenomena
     psikologis  yang  menjadi  teka-teki yang ditemukan Grof. Ia juga
     mempunyai pasien-pasien yang tampak  dapat  memasuki  alam  bawah
     sadar  kolektif  atau  rasial.   Orang-orang  yang tidak terdidik
     tiba-tiba memberikan gambaran  yang  terperinci  tentang  praktek
     penguburan Zoroaster dan adegan-adegan dari mitologi Hindu. Jenis
     pengalaman yang lain adalah orang-orang  yang memberikan  uraian
     yang  meyakinkan  tentang  perjalanan di luar tubuh, atau melihat
     sekilas masa depan yang  akan  terjadi,  atau regresi  ke  dalam
     inkarnasi dalam salah satu kehidupan lampau.

     Dalam riset-riset lebih lanjut, Grof menemukan bentangan fenomena
     yang  sama  muncul  dalam sesi-sesi terapi yang tidak menggunakan
     obat-obatan [psikotropika]. Oleh karena  unsur  yang  sama  dalam
     pengalaman-pengalaman  seperti  itu  tampaknya  adalah diatasinya
     kesadaran individu  yang  biasanya  dibatasi  oleh  ego  dan/atau
     dibatasi oleh ruang dan waktu, Grof menyebut fenomena itu sebagai
     "pengalaman transpersonal",  dan  pada  akhir  tahun  1960-an  ia
     membantu  mendirikan  cabang  psikologi  yang  disebut "psikologi
     transpersonal"  yang  sepenuhnya  mengkaji  pengalaman-pengalaman
     seperti itu.

     Sekalipun  perhimpunan  yang  didirikan  oleh Grof,  Perhimpunan
     Psikologi    Transpersonal    [Association    of    Transpersonal
     Psychology], menghimpun  sekelompok  profesional  yang  jumlahnya
     semakin  bertambah,  dan  telah  menjadi  cabang  psikologi  yang
     terhormat [di kalangan sains], selama bertahun-tahun Grof  maupun
     rekan-rekannya  tidak dapat memberikan suatu mekanisme yang dapat
     menjelaskan  berbagai  fenomena  psikologis  aneh   yang   mereka
     saksikan.  Tetapi  semua  itu  berubah  dengan lahirnya paradigma
     holografik.

     Sebagaimana dicatat Grof baru-baru ini, jika batin memang  bagian
     dari  suatu kontinuum, suatu labirin yang berhubungan bukan hanya
     dengan setiap batin lain yang ada dan yang pernah ada,  melainkan
     berhubungan  pula  dengan  setiap atom, organisme, dan wilayah di
     dalam ruang dan waktu yang luas itu  sendiri, maka  fakta  bahwa
     batin  kadang-kadang  bisa  menjelajah  ke  dalam labirin itu dan
     mengalami hal-hal transpersonal tidak lagi tampak begitu aneh.

     Paradigma holografik juga mempunyai  implikasi bagi  sains-sains
     "keras"   seperti  biologi.  Keith  Floyd,  seorang  psikolog  di
     Virginia Intermont College, mengatakan bahwa jika  realitas  yang
     konkrit  tidak  lebih  dari  sekadar ilusi holografik, maka tidak
     benar lagi pernyataan  yang  mengklaim  bahwa otak  menghasilkan
     kesadaran.   Alih-alih,   justru  kesadaranlah yang  menciptakan
     perwujudan dari otak -- termasuk juga tubuh dan segala sesuatu di
     sekitar kita yang kita tafsirkan sebagai fisikal.

     Pembalikan cara melihat struktur-struktur biologis  seperti  itu
     menyebabkan  para  peneliti  mengatakan bahwa ilmu kedokteran dan
     pemahaman kita mengenai proses penyembuhan juga dapat  mengalami
     transformasi  berkat paradigma holografik ini. Jika struktur yang
     tampaknya fisikal dari badan ini  tidak  lain  daripada  proyeksi
     holografik  dari  kesadaran,  maka jelas bahwa masing-masing dari
     kita  jauh  lebih  bertanggung-jawab  bagi  kesehatan  diri  kita
     daripada  yang  dinyatakan oleh pengetahuan kedokteran masa kini.
     Apa yang sekarang kita lihat sebagai  penyembuhan  penyakit  yang
     bersifat   "mukjizat"   mungkin   sesungguhnya disebabkan  oleh
     perubahan-perubahan  dalam   kesadaran   yang  pada   gilirannya
     mempengaruhi perubahan-perubahan dalam hologram badan jasmani.

     Demikian pula, teknik-teknik penyembuhan baru yang kontroversial,
     seperti  visualisasi,  mungkin  berhasil  baik  oleh karena dalam
     domain pikiran yang holografik gambar-gambar pada  akhirnya  sama
     nyatanya dengan "realitas".

     Bahkan berbagai visiun dan pengalaman  yang  menyangkut  realitas
     yang  "tidak biasa" dapat dijelaskan dengan paradigma holografik.
     Dalam bukunya "Gifts of  Unknown  Things",  pakar  biologi  Lyall
     Watson  menceritakan  pertemuannya dengan seorang dukun perempuan
     Indonesia yang, dengan  melakuan  semacam tarian  ritual,  mampu
     melenyapkan  sekumpulan  pepohonan. Watson mengisahkan, sementara
     ia dan seorang pengamat lain terus memandang perempuan itu dengan
     takjub,   ia   membuat   pepohonan   itu   muncul  kembali,  lalu
     melenyapkannya dan memunculkannya lagi  beberapa  kali  berturut-
     turut.

     Sekalipun pemahaman saintifik masa kini tidak  mampu  menjelaskan
     peristiwa-peristiwa  seperti itu, berbagai pengalaman seperti ini
     menjadi lebih mungkin jika  realitas  "keras" tidak  lebih  dari
     sekadar proyeksi holografik.

     Mungkin kita sepakat tentang apa yang "ada" atau "tidak ada" oleh
     karena  apa  yang disebut "realitas konsensus" itu dirumuskan dan
     disahkan di tingkat bawah sadar manusia, yang di situ semua batin
     saling berhubungan tanpa terbatas.

     Jika ini benar, maka  ini  adalah  implikasi  paling  dalam  dari
     paradigma   holografik,   oleh   karena  hal  itu  berarti  bahwa
     pengalaman-pengalaman  sebagaimana  dialami  oleh  Watson  adalah
     tidak  lazim  hanya  oleh karena kita tidak memprogram batin kita
     dengan kepercayaan-kepercayaan yang membuatnya lazim.  Di  dalam
     alam  semesta  yang  holografik,  tidak  ada batas bagaimana kita
     dapat mengubah bahan-bahan realitas.

     Yang kita lihat sebagai 'realitas' hanyalah  sebuah  kanvas  yang
     menunggu  kita  gambari dengan gambar apa pun yang kita inginkan.
     Segala sesuatu adalah mungkin, mulai  dari  melengkungkan  sendok
     dengan  kekuatan  batin sampai peristiwa-peristiwa fantastik yang
     dialami oleh Castaneda selama pertemuannya  dengan  dukun  Indian
     bangsa  Yaqui, Don Juan, oleh karena sihir adalah hak asasi kita,
     tidak lebih dan tidak  kurang  adikodratinya daripada  kemampuan
     kita   menghasilkan  realitas  yang  kita  inginkan  ketika  kita
     bermimpi.

     Sesungguhnya,  bahkan  paham-paham  kita  yang paling   mendasar
     tentang  realitas  patut dipertanyakan, oleh karena di dalam alam
     semesta holografik, sebagaimana ditunjukkan oleh Pribram,  bahkan
     perisitiwa  yang  terjadi  secara  acak  [random]  harus  dilihat
     sebagai  berdasarkan  prinsip  holografik  dan  oleh  karena  itu
     bersifat  determined.  'Sinkronisitas'  atau  peristiwa-peristiwa
     kebetulan yang  bermanfaat,  tiba-tiba  masuk akal,  dan  segala
     sesuatu  dalam  realitas  harus  dilihat  sebagai  metafora, oleh
     karena bahkan peristiwa yang  paling  kacau  mengungkapkan  suatu
     simetri tertentu yang mendasarinya.

     Apakah paradigma holografik Bohm dan Pribram akan  diterima  oleh
     sains  atau  tenggelam  begitu saja masih akan kita lihat, tetapi
     pada saat ini agaknya dapat dikatakan bahwa paradigma  itu  telah
     berpengaruh  terhadap pemikiran sejumlah ilmuwan. Dan bahkan jika
     kelak terbukti bahwa model holografik tidak memberikan penjelasan
     terbaik  bagi  komunikasi  seketika  yang  tampaknya  berlangsung
     bolak-balik  di  antara  partikel-partikel subatomik,   setidak-
     tidaknya,  sebagaimana dinyatakan oleh Basil Hiley, seorang pakar
     fisika di Birbeck College di London, temuan  Aspect  "menunjukkan
     bahwa  kita  harus  siap  mempertimbangkan  paham-paham baru yang
     radikal mengenai realitas."

--------------------------------------------------------------------
Jika ingin source aslinya bisa cari di beberapa sumber/link berikut:

Buku:  Michael Talbot - The Holographic Universe

http://www.keelynet.com/biology/reality.htm
Tulisan/artikel asli yang diterjemahkan
"The Universe as a Hologram: Does Objective Reality Exist, or is the
Universe a Phantasm"

http://www.spiritweb.org/Spirit/article-937253335.html
Tulisan yang sama dengan diatas dengan tambahan komtar dilihat dari sisi
religiusitas islam : "Holographic Universe and Islam"

http://kims.ms.u-tokyo.ac.jp/time/199909/0027.html
Pendeskripsian/pembuktian "subjektif" secara matematis suatu realitas
holograpis

http://www.cox-internet.com/hermital/index.htm
Sumber lain yang menarik, essay-essay dari Alan T. Williams

 

Hosted by www.Geocities.ws

1