From: Jusuf
Achmad
Sent: Tuesday, August 03, 2004 11:56 AM
Subject: Fw: [KKAS] FW: Alam Semesta sebagai
Hologram
Ini suatu dukungan dari sisi "ilmiah" yang mengarah pada pemahaman Tauhid, Unity, We are One - We are Infinite, Semua itu Satu Adanya, Nothing else exist except the One....May we always be in peace.
----- Original
Message -----
From: E_ B_
Sent: Monday, August 02, 2004 4:47 PM
Subject: [KKAS] FW: Alam Semesta sebagai
Hologram
Ada
artikel yang cukup menarik, mohon maaf bila sudah pernah diposting.
Salam,
E_ B_
http://www.tf.itb.ac.id/~eryan/FreeArticles/AlamSemestaHologram.html
Alam Semesta sebagai Hologram
Pada tahun 1982 terjadi
suatu peristiwa yang menarik. Di
Universitas Paris, sebuah tim peneliti dipimpin
oleh Alain Aspect
melakukan suatu eksperimen yang mungkin
merupakan eksperimen yang
paling penting di abad
ke-20. Anda tidak mendapatkannya dalam
berita malam. Malah, kecuali Anda
biasa membaca jurnal-jurnal
ilmiah, Anda mungkin
tidak pernah mendengar nama Aspect,
sekalipun sementara orang merasa
temuannya itu mungkin akan
mengubah wajah sains.
Aspect bersama timnya menemukan bahwa dalam
lingkungan tertentu
partikel-partikel
subatomik, seperti elektron, mampu
berkomunikasi dengan seketika satu
sama lain tanpa tergantung
pada jarak yang memisahkan
mereka. Tidak ada bedanya apakah
mereka terpisah 10 kaki atau 10 milyar km satu
sama lain.
Entah bagaimana, tampaknya setiap partikel selalu
tahu apa yang
dilakukan oleh partikel
lain. Masalah yang ditampilkan oleh
temuan ini adalah bahwa hal itu melanggar
prinsip Einstein yang
telah lama dipegang, yakni bahwa tidak ada
komunikasi yang mampu
berjalan lebih cepat daripada
kecepatan cahaya. Oleh karena
berjalan melebihi kecepatan
cahaya berarti menembus dinding
waktu, maka prospek yang menakutkan
ini menyebabkan sementara
ilmuwan fisika mencoba
menyusun teori yang dapat menjelaskan
temuan Aspect. Namun hal itu juga
mengilhami sementara ilmuwan
lain untuk menyusun teori yang lebih radikal lagi.
Pakar fisika teoretik dari
Universitas London, David Bohm,
misalnya, yakin bahwa temuan
Aspect menyiratkan bahwa realitas
obyektif itu tidak ada; bahwa sekalipun tampaknya
pejal [solid],
alam semesta ini pada dasarnya merupakan khayalan,
suatu hologram
raksasa yang terperinci secara sempurna.
Untuk memahami mengapa
Bohm sampai membuat pernyataan yang
mengejutkan ini, pertama-tama kita harus memahami
sedikit tentang
hologram. Sebuah hologram adalah suatu
potret tiga dimensional
yang dibuat dengan sinar
laser. Untuk membuat hologram, obyek
yang akan difoto mula-mula disinari dengan
suatu sinar laser.
Lalu sinar laser kedua
yang dipantulkan dari sinar pertama
ditujukan pula kepada obyek tersebut, dan pola
interferensi yang
terjadi (bidang tempat kedua sinar
laser itu bercampur) direkam
dalam sebuah pelat foto.
Ketika pelat itu dicuci, gambar terlihat
sebagai pusaran-pusaran
garis-garis terang dan
gelap. Tetapi ketika foto itu disoroti
oleh sebuah sinar laser lagi, muncullah
gambar tiga dimensional
dari obyek semula di situ.
Sifat tiga dimensi dari gambar seperti
itu bukan satu-satunya
sifat yang menarik dari
hologram. Jika hologram sebuah bunga
mawar dibelah dua dan disoroti oleh sebuah
sinar laser, masing-
masing belahan itu
ternyata masih mengandung gambar mawar itu
secara lengkap (tetapi lebih kecil).
Bahkan, jika belahan itu dibelah
lagi, masing-masing potongan
foto itu ternyata selalu
mengandung gambar semula yang lengkap
sekalipun lebih kecil. Berbeda dengan
foto yang biasa, setiap
bagian sebuah hologram mengandung
semua informasi yang ada pada
hologram secara keseluruhan.
Sifat "keseluruhan di dalam setiap
bagian" dari sebuah hologram,
memberikan kepada kita suatu cara pemahaman yang
sama sekali baru
terhadap organisasi dan order. Selama sebagian
besar sejarahnya,
sains Barat bekerja di bawah prinsip yang
bias, yakni bahwa cara
terbaik untuk memahami fenomena fisikal --baik
seekor katak atau
sebuah atom-- adalah
dengan memotong-motongnya dan meneliti
bagian-bagiannya.
Sebuah hologram mengajarkan bahwa beberapa hal
dari alam semesta
ini mungkin tidak akan terungkap dengan pendekatan
itu. Jika kita
mencoba menguraikan sesuatu yang tersusun secara
holografik, kita
tidak akan mendapatkan bagian-bagian yang
membentuknya, melainkan
kita akan mendapatkan keutuhan yang lebih kecil.
Pencerahan ini menuntun Bohm untuk memahami
secara lain temuan
Aspect. Bohm yakin
bahwa alasan mengapa partikel-partikel
subatomik mampu berhubungan satu sama lain tanpa
terpengaruh oleh
jarak yang
memisahkan mereka adalah bukan karena
mereka
mengirimkan isyarat misterius bolak-balik di
antara satu sama
lain, melainkan oleh
karena keterpisahan mereka adalah ilusi.
Bohm berkilah, bahwa pada suatu
tingkat realitas yang lebih
dalam, partikel-partikel seperti
itu bukanlah entitas-entitas
individual, melainkan merupakan
perpanjangan [extension] dari
sesuatu yang esa dan fundamental.
Agar khalayak lebih mudah membayangkan apa
yang dimaksudkannya,
Bohm memberikan ilustrasi berikut:
Bayangkan sebuah akuarium yang mengandung seekor
ikan. Bayangkan
juga bahwa Anda tidak dapat melihat akuarium itu
secara langsung,
dan bahwa pengetahuan Anda tentang akuarium itu
beserta apa yang
terkandung di dalamnya
datang dari dua kamera televisi: yang
sebuah ditujukan ke sisi depan akuarium, dan yang
lain ditujukan
ke sisinya.
Ketika Anda menatap kedua layar televisi, Anda
mungkin menganggap
bahwa ikan yang ada pada masing-masing layar
itu adalah dua ikan
yang berbeda. Bagaimana pun juga, karena kedua
kamera diarahkan
dengan sudut yang berbeda, masing-masing
gambar ikan itu sedikit
berbeda satu sama lain. Tetapi
sementara Anda terus memandang
kedua ikan itu, akhirnya Anda akan
menyadari bahwa ada hubungan
tertentu di antara kedua ikan itu.
Kalau yang satu berbelok, yang lain
juga membuat gerakan yang
berbeda tapi sesuai; jika yang satu
menghadap kamera, yang lain
menghadap ke suatu sisi.
Jika Anda tidak menyadari seluruh
situasinya, Anda mungkin menyimpulkan bahwa kedua
ikan itu saling
berkomunikasi secara seketika,
tetapi jelas bukan demikian
halnya.
Menurut Bohm, inilah
sesungguhnya yang terjadi di antara
partikel-partikel subatomik dalam eksperimen
Aspect itu. Menurut
Bohm, hubungan yang tampaknya "lebih cepat
dari cahaya" di antara
partikel-partikel subatomik
sesungguhnya mengatakan kepada kita
bahwa ada suatu tingkat realitas yang lebih
dalam, yang selama
ini tidak kita kenal,
suatu dimensi yang lebih rumit di luar
dimensi kita, dimensi yang
beranalogi dengan akuarium itu.
Tambahnya, kita memandang obyek-obyek
seperti partikel-partikel
subatomik sebagai terpisah satu sama lain oleh karena
kita hanya
memandang satu bagian dari realitas sesungguhnya
.
Partikel-partikel seperti itu
bukanlah "bagian-bagian" yang
terpisah, melainkan faset-faset
dari suatu kesatuan (keesaan)
yang lebih dalam dan lebih mendasar, yang pada
akhirnya bersifat
holografik dan tak terbagi-bagi seperti gambar
mawar di atas. Dan
oleh karena segala sesuatu dalam realitas
fisikal terdiri dari
apa yang disebut
"eidolon-eidolon" ini, maka alam semesta itu
sendiri adalah suatu
proyeksi, suatu hologram. Di samping
hakekatnya yang seperti
bayangan, alam semesta itu memiliki
sifat-sifat lain yang cukup mengejutkan.
Jika keterpisahan yang
tampak di antara
partikel-partikel subatomik itu ilusif, itu
berarti pada suatu tingkat
realitas yang lebih dalam segala
sesuatu di alam semesta
ini saling berhubungan secara tak
terbatas.
Elektron-elektron didalam atom
karbon dalam otak manusia
berhubungan dengan
partikel-partikel subatomik yang membentuk
setiap ikan salem yang berenang, setiap
jantung yang berdenyut,
dan setiap bintang yang
berkilauan di angkasa. Segala sesuatu
meresapi segala sesuatu; dan
sekalipun sifat manusia selalu
mencoba memilah-milah,
mengkotak-kotakkan dan membagi-bagi
berbagai fenomena di alam semesta,
semua pengkotakan itu mau
tidak mau adalah artifisial, dan
segenap alam semesta ini pada
akhirnya merupakan suatu jaringan tanpa jahitan.
Di dalam sebuah alam semesta yang
holografik, bahkan waktu dan
ruang tidak
dapat lagi dipandang sebagai
sesuatu yang
fundamental. Oleh karena konsep-konsep seperti
'lokasi' runtuh di
dalam suatu alam semesta yang di situ tidak ada
lagi sesuatu yang
terpisah dari yang lain, maka waktu dan
ruang tiga dimensional
--seperti gambar-gambar ikan pada
layar-layar TV di atas-- harus
dipandang sebagai proyeksi dari order yang lebih dalam
lagi.
Pada tingkatan yang lebih
dalam, realitas merupakan semacam
superhologram yang di situ masa lampau, masa kini,
dan masa depan
semua ada (berlangsung) secara serentak. Ini
mengisyaratkan bawah
dengan peralatan yang tepat
mungkin di masa depan orang bisa
menjangkau ke tingkatan
realitas superholografik itu dan
mengambil adegan-adegan dari masa lampau yang
terlupakan.
Apakah ada lagi yang terkandung dalam
superhologram itu merupakan
pertanyaan terbuka. Bila
diterima --dalam diskusi ini-- bahwa
superhologram itu merupakan
matriks yang melahirkan segala
sesuatu dalam alam semesta kita,
setidak-tidaknya ia mengandung
setiap partikel subatomik yang pernah ada dan akan
ada -- setiap
konfigurasi materi dan energi
yang mungkin, dari butiran salju
sampai quasar, dari ikan paus biru sampai sinar
gamma. Itu bisa
dilihat sebagai gudang kosmik dari "segala
yang ada".
Sekalipun Bohm mengakui bahwa kita
tidak mempunyai cara untuk
mengetahui apa lagi yang tersembunyi di
dalam superhologram itu,
ia juga mengatakan bahwa
kita tidak mempunyai alasan bahwa
superhologram itu tidak
mengandung apa-apa lagi. Atau, seperti
dinyatakannya, mungkin tingkat
realitas superholografik itu
"sekadar satu tingkatan", yang di
luarnya terletak "perkembangan
lebih lanjut yang tak terbatas."
Bohm bukanlah satu-satunya peneliti
yang menemukan bukti-bukti
bahwa alam semesta ini merupakan hologram.
Dengan bekerja secara
independen di bidang penelitian otak, pakar
neurofisiologi Karl
Pribram dari Universitas Stanford, juga menerima
sifat holografik
dari realitas.
Pribram tertarik kepada model holografik oleh
teka-teki bagaimana
dan di mana ingatan tersimpan di dalam otak.
Selama puluhan tahun
berbagai penelitian menunjukkan bahwa
alih-alih tersimpan dalam
suatu lokasi tertentu, ingatan tersebar di seluruh
bagian otak.
Dalam serangkaian penelitian yang bersejarah pada
tahun 1920-an,
ilmuwan otak Karl Lashley
menemukan bahwa tidak peduli bagian
mana dari otak tikus
yang diambilnya, ia tidak dapat
menghilangkan ingatan untuk
melakukan tugas-tugas rumit yang
pernah dipelajari tikus itu sebelum dioperasi.
Masalahnya ialah
tidak seorang pun dapat menjelaskan mekanisme
ponyimpanan ingatan
yang bersifat "semua di dalam setiap
bagian" yang aneh ini.
Lalu pada tahun 1960-an Pribram
membaca konsep holografi dan
menyadari bahwa ia telah
menemukan penjelasan yang telah lama
dicari-cari oleh para ilmuwan otak. Pribram
yakin bahwa ingatan
terekam bukan di dalam neuron-neuron (sel-sel
otak), melainkan di
dalam pola-pola impuls saraf yang merambah seluruh
otak, seperti
pola-pola interferensi sinar laser yang
merambah seluruh wilayah
pelat film yang mengandung suatu gambar
holografik. Dengan kata
lain, Pribram yakin bahwa
otak itu sendiri merupakan sebuah
hologram.
Teori Pribram juga menjelaskan
bagaimana otak manusia dapat
menyimpan begitu banyak ingatan
dalam ruang yang begitu kecil.
Pernah diperkirakan bahwa
otak manusia mempunyai kapasitas
mengingat sekitar 10
milyar bit informasi selama masa hidup
manusia rata-rata (atau
kira-kira sebanyak informasi yang
terkandung dalam lima set Encyclopaedia
Britannica).
Demikian pula telah ditemukan bahwa
di samping sifat-sifatnya
yang lain, hologram mempunyai kapasitas untuk
menyimpan informasi
-- hanya dengan mengubah sudut kedua sinar laser
itu jatuh pada
permukaan pelat film,
dimungkinkan untuk merekam banyak gambar
berbeda pada permukaan yang sama.
Telah dibuktikan bahwa satu
sentimeter kubik pelat film
dapat menyimpan sebanyak 10 milyar
bit informasi.
Kemampuan mengagumkan dari manusia untuk mengambil
informasi yang
diperlukan dari gudang ingatan
yang amat besar itu dapat lebih
dipahami jika otak berfungsi menurut
prinsip-prinsip holografik.
Jika seorang teman minta Anda mengatakan apa yang
terlintas dalam
pikiran ketika ia menyebut "zebra",
Anda tidak perlu tertatih-
tatih melakukan sorting dan
mencari dalam suatu file alfabetis
raksasa dalam otak untuk sampai kepada suatu
jawaban. Alih-alih,
berbagai asosiasi seperti
"bergaris-garis", "macam kuda", dan
"binatang dari Afrika"
semua muncul di kepala Anda dengan
seketika.
Sesungguhnya, salah satu hal paling
mengherankan tentang proses
berpikir manusia adalah bahwa
setiap butir informasi tampaknya
dengan seketika berkorelasi-silang dengan setiap
butir informasi
lain-- ini merupakan sifat intrinsik
dari hologram. Oleh karena
setiap bagian dari
hologram saling berhubungan secara tak
terbatas satu sama lain, ini barangkali
merupakan contoh terbaik
dari alam tentang suatu sistem yang saling
berkorelasi.
Penyimpanan ingatan bukan satu-satunya
teka-teki neurofisiologis
yang lebih dapat dijelaskan dengan model otak
holografik Pribram.
Teka-teki lain adalah bagaimana otak mampu
menerjemahkan serbuan
frekuensi-frekuensi
yang diterimanya melalui pancaindra
(frekuensi cahaya, frekuensi suara, dan
sebagainya) menjadi dunia
konkrit dari persepsi manusia.
Merekam dan menguraikan kembali
frekuensi adalah sifat terunggul dari sebuah
hologram. Seperti
hologram berfungsi sebagai semacam lensa, alat
yang menerjemahkan
frekuensi-frekuensi kabur yang tak berarti
menjadi suatu gambar
yang koheren, Pribram
yakin bahwa otak juga merupakan sebuah
lensa yang menggunakan prinsip-prinsip
holografik untuk secara
matematis mengubah frekuensi-frekuensi
yang diterimanya melalui
pancaindra menjadi persepsi di dalam batin kita.
Sejumlah bukti yang
mengesankan mengisyaratkan bahwa otak
menggunakan
prinsip-prinsip holografik untuk menjalankan
fungsinya. Sesungguhnya, teori Pribram makin
diterima di kalangan
pakar neurofisiologi. Peneliti
Argentina-Italia, Hugo Zucarelli,
baru-baru ini memperluas model
holografik ke dalam fenomena
akustik. Menghadapi teka-teki
bahwa manusia dapat menetapkan
sumber suara tanpa menggerakkan
kepalanya, bahkan jika mereka
hanya memiliki pendengaran
pada satu telinga saja, Zucarelli
menemukan prinsip-prinsip holografik dapat
menjelaskan kemampuan
ini.
Zucarelli juga mengembangkan teknologi
suara holofonik, suatu
teknik perekaman yang mampu
mereproduksi suasana akustik dengan
realisme yang mengagumkan.
Keyakinan Pribram bahwa otak
kita secara matematis membangun
realitas "keras" dengan mengandalkan
diri pada masukan dari suatu
domain frekuensi
juga telah mendapat dikungan
sejumlah
eksperimen.
Telah ditemukan bahwa masing-masing
indra kita peka terhadap
suatu bentangan frekuensi
yang jauh lebih lebar daripada yang
dianggap orang sebelum ini.
Misalnya, para peneliti telah menemukan bahwa
sistem penglihatan
kita peka terhadap frekuensi
suara, bahwa indra penciuman kita
sebagian bergantung pada apa yang sekarang
dinamakan "frekuensi
osmik", dan bahkan
sel-sel tubuh kita peka terhadap suatu
bentangan luas frekuensi. Temuan-temuan
seperti itu menandakan
bahwa hanya di dalam domain kesadaran
holografik saja frekuensi-
frekuensi seperti itu
dipilah-pilah dan dibagi-bagi menjadi
persepsi konvensional.
Tetapi aspek yang paling membingungkan dari model
otak holografik
Pribram adalah apa yang
terjadi apabila model itu dipadukan
dengan teori Bohm. Oleh karena, bila kekonkritan
alam semesta ini
hanyalah realitas sekunder dan bahwa apa
yang ada "di luar sana"
sesungguhnya hanyalah kekaburan frekuensi
holografik, dan jika
otak juga sebuah hologram dan
hanya memilih beberapa saja dari
frekuensi-frekuensi yang kabur dan secara
matematis mengubahnya
menjadi persepsi sensorik,
apa jadinya dengan realitas yang
obyektif?
Secara sederhana, realias obyektif itu tidak
ada lagi. Seperti
telah lama dinyatakan oleh agama-agama
dari Timur, dunia materi
ini adalah Maya, suatu ilusi, dan sekalipun kita
mungkin berpikir
bahwa kita ini makhluk
fisikal yang bergerak di dalam dunia
fisikal, ini juga suatu ilusi.
Kita ini sebenarnya adalah
"pesawat penerima" yang mengambang
melalui suatu lautan frekuensi
kaleidoskopik, dan apa yang kita
ambil dari lautan ini dan terjemahkan
menjadi realitas fisikal
hanyalah satu channel saja dari sekian
banyak yang diambil dari
superhologram itu.
Gambaran realitas yang baru dan mengejutkan
ini, yakni sintesis
antara pandangan
Bohm dan Pribram, dinamakan paradigma
holografik, dan sekalipun banyak
ilmuwan memandangnya secara
skeptik, paradigma itu
menggairahkan sementara ilmuwan lain.
Suatu lingkungan kecil ilmuwan --yang jumlahnya
makin bertambah--
percaya bahwa paradigma itu merupakan model
realitas yang paling
akurat yang pernah dicapai
sains. Lebih dari itu, sementara
kalangan percaya bahwa itu dapat memecahkan
beberapa misteri yang
selama ini belum dapat dijelaskan oleh sains,
dan bahkan dapat
menegakkan hal-hal paranormal
sebagai bagian dari alam. Banyak
peneliti, termasuk Bohm dan
Pribram, mencatat bahwa banyak
fenomena para-psikologis menjadi
lebih dapat dipahami dalam
kerangka paradigma holografik.
Dalam suatu alam semesta yang di situ otak
individu sesungguhnya
adalah bagian yang tak terbagi dari hologram yang
lebih besar dan
segala sesuatu saling
berhubungan secara tak terbatas, maka
telepati mungkin tidak
lebih dari sekadar mengakses tingkat
holografik itu. Jelas itu
jauh lebih mudah dapat memahami
bagaimana informasi dapat berpindah dari
batin individu A kepada
batin individu B yang berjauhan, dan memahami
sejumlah teka-teki
yang belum terpecahkan dalam
psikologi. Khususnya, Grof merasa
bahwa paradigma holografik menawarkan model untuk
memahami banyak
fenomena membingungkan
yang dialami orang dalam keadaan
"kesadaran yang berubah" [altered states
of consciousness].
Pada tahun 1950-an, ketika melakukan penelitian
terhadap anggapan
bahwa LSD adalah alat penyembuhan
psikoterapi, Grof mempunyai
seorang pasien wanita yang
tiba-tiba merasa yakin bahwa dia
mempunyai identitas seekor
reptil betina prasejarah. Selama
halusinasinya, dia tidak hanya menguraikan secara
amat mendetail
tentang bagaimana rasanya terperangkap
dalam wujud seperti itu,
melainkan juga mengatakan bahwa bagian
anatomi binatang jantan
adalah sepetak sisik berwarna pada sisi kepalanya.
Yang mengejutkan Grof
ialah bahwa, sekalipun wanita itu
sebelumnya tidak mempunyai pengetahuan tentan
hal-hal itu, suatu
percakapan dengan seorang ahli
zoologi belakangan menguatkan
bahwa pada beberapa
spesies reptilia tertentu bagian-bagian
berwarna dari kepala memainkan peran penting
untuk membangkitkan
birahi.
Pengalaman wanita itu
bukan sesuatu yang unik. Selama
penelitiannya, Grof bertemu dengan
pasien-pasien yang mengalami
regresi dan mengenali dirinya sebagai salah
satu spesies dalam
deretan evolusi. Tambahan pula,
ia mendapati bahwa pengalaman-
pengalaman seperti itu sering kali mengandung
informasi zoologis
yang jarang diketahui yang belakangan ternyata
akurat.
Regresi ke dalam dunia binatang bukanlah
satu-satunya fenomena
psikologis yang menjadi
teka-teki yang ditemukan Grof. Ia juga
mempunyai pasien-pasien yang tampak
dapat memasuki alam bawah
sadar kolektif atau
rasial. Orang-orang yang tidak terdidik
tiba-tiba memberikan gambaran yang
terperinci tentang praktek
penguburan Zoroaster dan adegan-adegan dari
mitologi Hindu. Jenis
pengalaman yang lain adalah orang-orang yang
memberikan uraian
yang meyakinkan tentang
perjalanan di luar tubuh, atau melihat
sekilas masa depan yang akan
terjadi, atau regresi ke dalam
inkarnasi dalam salah satu kehidupan lampau.
Dalam riset-riset lebih lanjut, Grof menemukan
bentangan fenomena
yang sama muncul dalam sesi-sesi
terapi yang tidak menggunakan
obat-obatan [psikotropika]. Oleh karena
unsur yang sama dalam
pengalaman-pengalaman seperti
itu tampaknya adalah diatasinya
kesadaran individu yang biasanya
dibatasi oleh ego dan/atau
dibatasi oleh ruang dan waktu, Grof menyebut
fenomena itu sebagai
"pengalaman transpersonal",
dan pada akhir tahun 1960-an ia
membantu mendirikan cabang
psikologi yang disebut "psikologi
transpersonal" yang
sepenuhnya mengkaji pengalaman-pengalaman
seperti itu.
Sekalipun perhimpunan yang
didirikan oleh Grof, Perhimpunan
Psikologi
Transpersonal [Association
of Transpersonal
Psychology], menghimpun sekelompok
profesional yang jumlahnya
semakin bertambah, dan
telah menjadi cabang psikologi yang
terhormat [di kalangan sains], selama
bertahun-tahun Grof maupun
rekan-rekannya tidak dapat memberikan suatu
mekanisme yang dapat
menjelaskan berbagai fenomena
psikologis aneh yang mereka
saksikan. Tetapi semua itu
berubah dengan lahirnya paradigma
holografik.
Sebagaimana dicatat Grof baru-baru ini, jika batin
memang bagian
dari suatu kontinuum, suatu labirin yang
berhubungan bukan hanya
dengan setiap batin lain yang ada dan yang pernah
ada, melainkan
berhubungan pula dengan setiap
atom, organisme, dan wilayah di
dalam ruang dan waktu yang luas itu sendiri,
maka fakta bahwa
batin kadang-kadang bisa
menjelajah ke dalam labirin itu dan
mengalami hal-hal transpersonal tidak lagi tampak
begitu aneh.
Paradigma holografik juga mempunyai
implikasi bagi sains-sains
"keras" seperti
biologi. Keith Floyd, seorang psikolog di
Virginia Intermont College, mengatakan bahwa
jika realitas yang
konkrit tidak lebih dari
sekadar ilusi holografik, maka tidak
benar lagi pernyataan yang
mengklaim bahwa otak menghasilkan
kesadaran. Alih-alih,
justru kesadaranlah yang menciptakan
perwujudan dari otak -- termasuk juga tubuh dan
segala sesuatu di
sekitar kita yang kita tafsirkan sebagai fisikal.
Pembalikan cara melihat struktur-struktur
biologis seperti itu
menyebabkan para peneliti
mengatakan bahwa ilmu kedokteran dan
pemahaman kita mengenai proses penyembuhan juga
dapat mengalami
transformasi berkat paradigma holografik
ini. Jika struktur yang
tampaknya fisikal dari badan ini tidak
lain daripada proyeksi
holografik dari kesadaran, maka
jelas bahwa masing-masing dari
kita jauh lebih
bertanggung-jawab bagi kesehatan diri kita
daripada yang dinyatakan oleh
pengetahuan kedokteran masa kini.
Apa yang sekarang kita lihat sebagai
penyembuhan penyakit yang
bersifat
"mukjizat" mungkin sesungguhnya
disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam
kesadaran yang pada gilirannya
mempengaruhi perubahan-perubahan dalam hologram
badan jasmani.
Demikian pula, teknik-teknik penyembuhan baru yang
kontroversial,
seperti visualisasi, mungkin
berhasil baik oleh karena dalam
domain pikiran yang holografik gambar-gambar
pada akhirnya sama
nyatanya dengan "realitas".
Bahkan berbagai visiun dan pengalaman
yang menyangkut realitas
yang "tidak biasa" dapat
dijelaskan dengan paradigma holografik.
Dalam bukunya "Gifts of Unknown
Things", pakar biologi Lyall
Watson menceritakan pertemuannya
dengan seorang dukun perempuan
Indonesia yang, dengan melakuan
semacam tarian ritual, mampu
melenyapkan sekumpulan pepohonan.
Watson mengisahkan, sementara
ia dan seorang pengamat lain terus memandang
perempuan itu dengan
takjub, ia
membuat pepohonan itu muncul
kembali, lalu
melenyapkannya dan memunculkannya lagi
beberapa kali berturut-
turut.
Sekalipun pemahaman saintifik masa kini
tidak mampu menjelaskan
peristiwa-peristiwa seperti itu, berbagai
pengalaman seperti ini
menjadi lebih mungkin jika realitas
"keras" tidak lebih dari
sekadar proyeksi holografik.
Mungkin kita sepakat tentang apa yang
"ada" atau "tidak ada" oleh
karena apa yang disebut "realitas
konsensus" itu dirumuskan dan
disahkan di tingkat bawah sadar manusia, yang di
situ semua batin
saling berhubungan tanpa terbatas.
Jika ini benar, maka ini adalah
implikasi paling dalam dari
paradigma holografik,
oleh karena hal itu berarti bahwa
pengalaman-pengalaman sebagaimana
dialami oleh Watson adalah
tidak lazim hanya oleh karena
kita tidak memprogram batin kita
dengan kepercayaan-kepercayaan yang membuatnya
lazim. Di dalam
alam semesta yang
holografik, tidak ada batas bagaimana kita
dapat mengubah bahan-bahan realitas.
Yang kita lihat sebagai 'realitas' hanyalah
sebuah kanvas yang
menunggu kita gambari dengan gambar
apa pun yang kita inginkan.
Segala sesuatu adalah mungkin, mulai dari
melengkungkan sendok
dengan kekuatan batin sampai
peristiwa-peristiwa fantastik yang
dialami oleh Castaneda selama pertemuannya
dengan dukun Indian
bangsa Yaqui, Don Juan, oleh karena sihir
adalah hak asasi kita,
tidak lebih dan tidak kurang
adikodratinya daripada kemampuan
kita menghasilkan realitas
yang kita inginkan ketika kita
bermimpi.
Sesungguhnya, bahkan paham-paham
kita yang paling mendasar
tentang realitas patut dipertanyakan, oleh
karena di dalam alam
semesta holografik, sebagaimana ditunjukkan oleh
Pribram, bahkan
perisitiwa yang terjadi
secara acak [random] harus dilihat
sebagai berdasarkan prinsip
holografik dan oleh karena itu
bersifat determined.
'Sinkronisitas' atau peristiwa-peristiwa
kebetulan yang bermanfaat,
tiba-tiba masuk akal, dan segala
sesuatu dalam realitas
harus dilihat sebagai metafora, oleh
karena bahkan peristiwa yang paling
kacau mengungkapkan suatu
simetri tertentu yang mendasarinya.
Apakah paradigma holografik Bohm dan Pribram
akan diterima oleh
sains atau tenggelam begitu saja
masih akan kita lihat, tetapi
pada saat ini agaknya dapat dikatakan bahwa
paradigma itu telah
berpengaruh terhadap pemikiran sejumlah
ilmuwan. Dan bahkan jika
kelak terbukti bahwa model holografik tidak
memberikan penjelasan
terbaik bagi komunikasi
seketika yang tampaknya berlangsung
bolak-balik di antara partikel-partikel
subatomik, setidak-
tidaknya, sebagaimana dinyatakan oleh Basil
Hiley, seorang pakar
fisika di Birbeck College di London, temuan
Aspect "menunjukkan
bahwa kita harus siap
mempertimbangkan paham-paham baru yang
radikal mengenai realitas."
--------------------------------------------------------------------
Jika ingin source aslinya bisa cari di beberapa sumber/link berikut:
Buku: Michael Talbot - The Holographic Universe
http://www.keelynet.com/biology/reality.htm
Tulisan/artikel asli yang diterjemahkan
"The Universe as a Hologram: Does Objective Reality Exist, or is the
Universe a Phantasm"
http://www.spiritweb.org/Spirit/article-937253335.html
Tulisan yang sama dengan diatas dengan tambahan komtar dilihat dari sisi
religiusitas islam : "Holographic Universe and Islam"
http://kims.ms.u-tokyo.ac.jp/time/199909/0027.html
Pendeskripsian/pembuktian "subjektif" secara matematis suatu
realitas
holograpis
http://www.cox-internet.com/hermital/index.htm
Sumber lain yang menarik, essay-essay dari Alan T. Williams