From: Jusuf Achmad

To: [email protected]

Sent: Monday, July 05, 2004 9:52 PM

Subject: Cerita Nabi Khidhr - Sang Guru dan Sang Murid (was: Salam Kenal - The Meaning of Life)

 

 

 A_ I_ wrote:

 

Baiklah mas Jusuf ... memang cerita yang terkait Nabi Khidhr sangat akrab dilingkungan para sufi ya.  Saya sering sekali mendengar nama tokoh ini disebut, dan cerita pertemuan Musa dgn tokoh ini.  Walaupun dalam Qur'an sendiri ... tidak tersebut nama Khidhr ini, betul ? Kalau tidak salah ... nama ini muncul dalam Hadist (mohon koreksi kalau salah) ?

 

Cerita pertemuan Musa dan Khidhr ini ... bisa juga diinterpretasikan bahwa ... Musa tidak akan pernah tahu apa yang diperbuat Khidhr ... kalau tidak dijelaskan "alasannya".  Ini menunjukkan bahwa Musa sebagai representasi manusia ... memerlukan "reasons" to understand something.  Hal ini kan bisa kita buktikan sendiri dalam kehidupan ... adakah seorang manusia bisa menerima apa yang dikerjakan manusia lain (setinggi apapun ilmunya) ... tanpa dijelaskan alasan-alasannya ?  Tidak kah berbahaya untuk mengikuti begitu saja (taklid buta) kepada seorang "manusia" (atau entitas) ... tanpa penjelasan alasan-alasannya ?

 

Masih terkait dgn hal ini ... saya ingin menanyakan kepada mas Jusuf ... . Bagaimana menurut anda mengenai Iblis ?  Apakah pada kelas 7 itu ... peran Iblis sudah benar-benar terhapuskan ?  Atau Iblis tetap akan mencoba untuk menganggu manusia ... pada level manapun ? 

 

Anggaplah ... pada saat seorang sufi melakukan perjalanan esoteris ... lalu ketemu tokoh yang "serupa" dgn Khidhr ini ... .  Bagaimana sufi itu mengetahui bahwa ... yang ditemukannya itu adalah "Nabi Khidhr" dan bukan "Iblis" yang menyerupainya ?

 

Mohon maaf ... semoga anda tidak tersinggung dgn pertanyaan ini.  Ini adalah pertanyaan standar saya ... yang akan selalu saya tanyakan kepada siapapun para pejalan esoteris.  Mohon penjelasannya ...

 

 

salam,

 

-ai-

Cerita tentang Nabi Khidhr memang sangat menarik perhatian dan banyak disitir oleh para Sufi.  Ada penafsir yang mengatakan bahwa hambaNya yang dimaksud dalam ayat 65 di bawah adalah Nabi Muhammad sendiri karena mencerminkan hambaNya yang istimewa, namun bagaimana mungkin karena mereka hidup dalam waktu yang berbeda.  Sedang penafsir lain menamakan sosok hambaNya yang misterius sebagai Nabi Khidhr, walau nama ini sebenarnya tidak tertera dalam Al-Quran.  Jadi nama Khidhr yang tertera dalam Al-Quran versi Dep. Agama merupakan sisipan yang diambil dari juru tafsir seperti yang dijelaskan pada catatan kaki dihalaman terjemahan ayat tersebut.  Jadi terjemahan yg lebih leterlik "66. Musa berkata kepadanya ....." dimana "nya" tersebut merujuk kepada sosok pada ayat sebelumnya.

 

Saya akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan lainnya melalui pembahasan cerita Nabi Khidhr ini. Di bagian awal akan dibahas menggunakan ayat-ayat dan logika lalu ditambah dengan keterangan dari sumber "new age" dan pengalaman pribadi, mudah-mudahan menjadi menarik.

 

Surah Al-Kahfi 65 s/d 82:

 

65. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami .

66. Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"

67. Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.

68. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"

69. Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".

70. Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu".

71. Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.

72. Dia  berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku".

73. Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku".

74. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".

75. Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"

76. Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah  ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku".

77. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".

78. Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.

79. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.

80. Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mu'min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.

81. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya .

82. Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".

 

Untuk lebih enaknya penyebutan sosok-sosok dalam cerita ini kita ganti Nabi Khidhr dengan sebutan Sang Guru and Nabi Musa sebagai Sang Murid, supaya kita lebih mudah memproyeksikannya terhadap sosok-sosok disekitar kita sekarang.  Sang Murid sadar sepenuhnya bahwa yang dihadapi adalah seorang Guru yang sangat istimewa disisi Tuhan, dimana Dia mengajarkannya secara langsung.  Namun mengapa Sang Murid begitu cepat menghakimi tindakan-tindakan Sang Guru yang sangat ia dambakan dan hormati.  Pendeknya Sang Murid percaya penuh sekaligus tidak percaya kepada Sang Guru dan Sang Murid kelihatannya menyadari kondisi paradox ini.  Sang Murid juga bukan orang sembarangan, dia juga seorang hambaNya yang bukan biasa-biasa.  Jelas Sang Murid bukan seorang pemula.  Sang Guru mengajarkan ilmu untuk tingkat lanjut sudah sangat jelas.  Walaupun beliau mengatakan jangan bertanya kepadaku, bukan berarti Sang Murid dilarang menanyakan langsung kepada Tuhan.  Mengapa Sang Murid tidak melalukan hal ini?

 

Padahal kalau kita telaah di bagian akhir Surah yang sama ayat 102 jelas diingatkan agar tidak mengambil hamba-hambaNya sebagai pelindung selain Dia (kata-kata selengkapnya jauh lebih keras) apalagi kalau ingat doa yang sangat sering diulang-ulang dalam Al-Fatihah "hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan".  Mengapa Sang Murid tidak bertanya langsung kepada Sang Maha mengetahui?.  Murid yang banyak bertanya kepada Guru di tingkat lanjut sepertinya tidak layak duduk terlalu lama di kelas tersebut dan itulah yang terjadi.

 

Hosted by www.Geocities.ws

1