----- Original Message -----

From: Jusuf Achmad

To:

Sent:

Subject: Mengapa tidak layak menyatakan orang lain dimurkai atau sesat?

 

Surat-Kabar 01

 

Versi 2.1 - 1999-10-25

 

ISLAM
Menyatu dengan Alam Semesta Secara Damai


Rahasia Surat Al-Fatihah
(Bagian-1)


Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.
Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam,
Maha Pemurah, Maha Penyayang.
Pemilik Hari Pembalasan.
Hanya Engkau kami sembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan.
Tunjukilah kami pada jalan yang lurus;
Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, bukan atas mereka yang dimurkai dan bukan pula yang sesat.

 


Adanya keraguan adalah tanda kehidupan, kepastian adalah tanda kematian.
Betapa hambarnya hidup ini jika segala sesuatunya di masa mendatang dapat kita ketahui dengan pasti. Bagaikan menonton suatu tanyangan drama yang sudah kita ketahui detail jalan ceritanya. Sangat tidak menarik, tiada kejutan, tiada harapan, yang ada hanya waktu terlewat yang membosankan. Tahukah anda bahwa unsur keraguan adalah karunia yang paling besar yang diberikan oleh Sang Pencipta alam raya ini. Jika kehidupan ini suatu kepastian, sangat malanglah kita ini. Kita akan berada di suatu panggung sandiwara yang sangat tidak lucu. Semua bermain menurut skrip dan arahan sutradara, sangat membosankan.
Ketahuilah unsur keraguan itu adalah sumber kehidupan, sumber harapan. Indahnya hidup ini karena ada harapan. Harapan hari esok akan lebih baik dari hari ini. Namun andai kita tahu hari esok pasti lebih baik dari hari ini, untuk apa kita berdoa dan berusaha. Jangan sangka di alam nanti tidak ada unsur keraguan. Jangan sekali-kali menyangka demikian, karena jika demikian kita akan menemui kematian bukan kehidupan abadi. Mengapa demikian? Karena kita bukan Tuhan, hanya Tuhan yang memiliki kepastian, yang memiliki kebenaran mutlak.

 


---------------------------------------------------------------------------------

 


Mengapa tidak layak menyatakan orang lain dimurkai atau sesat?

 

Bahkan mendoakan seseorang atau sekelompok orang (hanya pihak lain) untuk kembali kejalan yang lurus atau benar-pun tidak layak.
Jawabannya sederhana saja. Karena sebagai umat Islam kita senantiasa diajarkan berdoa terutama dalam salat agar ditunjuki jalan yang lurus oleh-Nya, bukan jalan yang dimurkai maupun yang sesat, maka logikanya setiap umat Islam ada kemungkinan di jalan yang tidak lurus, dimurkai maupun sesat. Berarti kalau seorang Muslim menyatakan kepada pihak lain tidak berada di jalan yang lurus berarti logikanya ia sudah berada di jalan yang lurus. Jadi apa perlu ia baca Al-Fatihah atau lebih extrem lagi apa perlunya ia salat, karena disitu dia minta ditunjuki jalan yang lurus. Jadi apa dia merasa lebih dari Rasulullah saw sendiri yang tetap melakukan salat sampai akhir hayatnya?

 

Surat Al-Fatihah adalah intisari dari Al-Quran. Kalau seorang Muslim berdoa yang isinya bertentangan dengan isi dari Al-Fatihah berarti menentang Al-Quran itu sendiri. Tapi mudah-mudahan hanya karena tidak sadar dan belum ada yang memperingatinya. Semoga Allah swt memaafkan kekeliruan-kekeliruan kita.

 

Jadi bagaimana kita mendoakan seseorang untuk kembali ke jalan yang benar?


Mudah saja. Waktu kita membaca Surah Al-Fatihah asosiasikan kata "kami" dengan seseorang, sekelompok orang bahkan yang terbaik seluruh umat manusia termasuk diri-sendiri. Jadi di sini kita mendoakan diri-sendiri dan seluruh umat manusia untuk ditunjuki-Nya jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Dia beri nikmat, bukan jalan yang dimurkai maupun yang sesat. Lebih jauh lagi kita juga sekaligus mendoakan seluruh umat manusia ke arah Tauhid, Tuhan yang Satu (ayat 2 dan 5). Doa apapun sebisa-bisanya bukan hanya untuk kebaikan diri-sendiri, karena doa semacam ini mengandung ke-AKU-an atau selfishness, hanya mementingkan diri-sendiri.

 

Apa hubungannya dengan kedamaian?


Dengan berdoa dan bersikap seperti di atas kita menganggap sesama manusia mempunyai kedudukan yang sama di mata Tuhan, sama-sama kemungkinan tergelincir. Jadi tidak merasa diri kitalah yang tanpa cacat, paling benar, pihak lain tidak mempunyai kebenaran apapun. Kalau ini sikap kita jangankan kedamaian sesama kaum Muslim, dengan pengikut agama lainpun kita dapat berdamai.

 

Bagaimana dengan umat yang bertuhan banyak atau tidak beragama?


Dalam ayat 2 dan 5 pada dasarnya kita mengajak / menghimbau diri-sendiri dan sebaiknya juga termasuk kepada seluruh umat manusia kearah Tauhid. Pernyataan ke-Esa-an Tuhan di mulut saja tidak cukup. Tidak disadari kita sering menganak tuhan-kan pihak lain bahkan meng-tuhan diri sendiri. Jadi tanpa disadari kita berlaku seperti seorang atheist yang mengandalkan kemampuan diri atau pihak lain, bukan Tuhan sebagai gantungan utama; menyembah selain Tuhan (materi, penguasa, kedudukan, uang, hawa nafsu, dll); menganggap yang ada di tangan kita (harta, waktu, ilmu, istri, anak, dll) mutlak milik kita sendiri; dan menganggap diri patut mendapat pujian. Jika hal ini sering terjadi pada diri-sendiri mengapa kita tidak bisa berdamai dengan mereka yang tidak percaya kepada Tuhan atau percaya kepada lebih dari satu tuhan?

 

Jika kita perluas kata "kami" kepada seluruh mahluk berakal yang ada Alam-Semesta ini, bukankah doa umat Islam ini dapat disebut Rahmat bagi Alam-Semesta?


Ya, memang demikian. Apalagi kalau kita dapat mengajak semua umat manusia yang bermilyar-milyar dari pelbagai kepercayaan untuk melakukan hal yang sama. Rasulullah saw sebagai "Rahmatan lil alamin" menjadi kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, bukan hanya membawa kedamaian di bumi tapi juga untuk Semesta-Alam.

 

Menyatu dengan Alam Raya dengan damai apakah berarti kita juga dapat berdamai dengan pemimpin kekuatan kegelapan yakni Iblis?
Damai dengan Iblis dan kekuatan kegelapan yang ada di bumi maksudnya setidak-tidaknya kita dapat respek kepada mereka, karena mereka mahluk Tuhan juga. Prasangka negatif kepada mereka akhirnya akan kembali kepada penciptanya sendiri bukan? Waktu Adam diciptakan Tuhan, para Malaikat semuanya mendukung maksud penciptaanya kecuali Iblis yang berketetapan akan menggoda Adam dan anak cucunya dari segala arah hingga hari Kiamat. Kalau kita pikir lebih jauh tanpa suatu tantangan anak cucu Adam ini tidak akan ada kemajuan di bidang apapun. Jadi sebenarnya Iblis mendukung rencana Tuhan juga dengan memberikan tantangan. Jadi semacam sparing-partner atau lawan tanding bagi seorang petinju. Lawan kita sebenarnya adalah hawa nafsu kita sendiri (Jihad Akbar). Jika Iblis ingin menggagalkan rencana Tuhan seharusnya ia dan kawan-kawannya mogok kerja. Allahu Akbar, segala puji hanya bagi-Nya, hal yang sepertinya negatif sebenarnya positif, Maha Suci Ia dari segala kelemahan.

 

Tapi mengapa di jaman Rasulullah saw sendiri begitu banyak pertumpahan darah?


Harus diingat bahwa jika kekuatan cahaya kebenaran turun ke dunia, kekuatan kegelapan juga turun untuk mengimbanginya. Iblis akan merasa tidak diperlakukan dengan adil jika pihaknya tidak boleh menurunkan kekuatan kegelapan yang sama kuatnya. Waktu Nabi Adam as "turun" kedunia dalam segala kesahajaannya begitu pula kekuatan kegelapan mengimbanginya. Waktu Rasulullah saw "turun" ke bumi dengan cahaya yang sangat terang begitu pula kekuatan kegelapan turun menandinginya. Jadi tidak aneh jika kekuatan kegelapan begitu kuatnya memprovokasi Rasulullah saw dan para sahabat serta para Khalifahnya agar pesan Kedamaian, Islam Sejati, yang disampaikan oleh mereka menjadi kabur, tenggelam dalam pertumpahan darah. Patut diingat pula bahwa kekuatan kegelapan itu ada juga diantara orang-orang yang menamakan diri mereka orang Islam. Motto mereka tidak aneh kedengaran dijaman sekarang: if you can not beat them join them, jika tidak bisa mengalahkan maka bergabung saja, lalu menggrogoti dari dalam.

 

Apakah mungkin hanya dengan kekuatan doa kita dapat menuju kemenangan?


Jika kita berdoa dengan sikap seperti di atas tentunya akan terjadi sinergi atau dampak yang luar biasa, karena sesama umat manusia dari pelbagai keyakinan tidak lagi saling menghujat tapi saling mendoakan untuk mendapat kedekatan dengan Tuhan. Lebih dari itu karena kita tidak merasa yang paling benar, karena kebenaran hakiki hanya ada pada Tuhan, maka Tuhan akan membukakan kepada kita kebenaran yang tidak pernah kita lihat sebelumnya. Keangkuhan kita sendiri yang membuat tabir hingga cahaya yang lebih terang tidak dapat terlihat. Jika Tuhan sudah berpihak kepada kita, kekuatan apapun dapat kita hadapi. Nur Tuhan akan turun kepada kita untuk mengalahkan kegelapan. Insya Allah.

 

Semoga Tuhan senantiasa membimbing kita di jalan yang diridhai-Nya…bersambung…

 

 

Hosted by www.Geocities.ws

1