Aku berdiri, kaku bagaikan
kayu mati, sambil Hisham tertunduk merenung lantai. Aku sedar dia
mencari kekuatan. Kekuatan untuk menghadapi situasi ini.Cuba ku belai
rambut hitamnya,sambil bibirku tak putus-putus memohon maaf. Hisham
mendongakkan kepalanya. Matanya merah,
mungkin menahan air matanya dari menitis. Aku juga sebak. Bukan niatku
untuk menguris hati insan yang paling ku sayangi. Bukan niatku
mendustakan janji setia yang telah terpatri tapi takdir yang menentukan.
Tidak tergamak hati ini menguris perasaan ibu tua yang menuntut agar aku
melangsungkan perkahwinanku dengan sepupuku.
"Hisham...Amir akan tetap menyayangi
Hisham..Hisham tetap utuh di hati Amir" bicaraku mengalun
sebak.
Tapi sedaya upaya cuba ku tahan airmata
ini. Darah pahlawan dalam diri ini menghalang air mata ini dari menitis.
Ku kucup lembut cuping telinga Hisham.Hisham hanya membatukan diri.
Bagai berilusi dengan dirinya sendiri.Ku belai misai tipisnya,biasanya
dia tewas bila misai nipisnya ku usap manja. Terjungkit sedikit bibirnya
mengukir senyum biarpun hambar. Tali leher yang melengkar di tengkoknya
ku ungkai. Butang baju putihnya ku buka satu persatu. Sambil itu bibirku
sesekali singah lembut mengucup bibir Hisham. Hisham membalasnya. Kali
ini Hisham membalsnya dengan rakus. Bibirku di kucupnya bertalu-talu.
Bukan setakat itu sahaja,habis seluruh tubuhku.hi hisapnya. Aku
mengeliat kenikmatan. Reaksi ganas Hisham ternyata menambahkan gelojak
nafsuku yang membara.
Aku juga membalasnya dengan pelukan dan kucupan hangat yang membuaikan
kami berdua. Pelahan-lahan ku tanggalkan satu persatu pakaian Hisham.
Kini kami sudah bertelanjang bulat. Pakaian bersepah di birai sofa.
Sekujur tubuh Hisham menjadi mangsa.Kukucup dengan rakus dan manja.
Hingga sampai ke senjatanya yang terpancat utuh. Kubelai,kukucup penuh
ghairah.Hisham mengeliat kenikmatan. Kukulum bagaikan mengulum
aiskrim.Ku hisap
seenaknya.Hisham juga melakukan perkara yang sama kepada senjataku.
Hampir ku sampai kekemuncaknya tika Hisham mengulum senjataku.Tapi
mujurlah sempat kusadari dan lantas mempelahankan ritma nya agar
pertarungan kini bertambah hangat dan panjang.Pelahan-lahan senjata
hisham menembusi lubang hikmatku. Memang agak sakit pada awalnya. Tetapi
pengalaman beradu kami berdua dapat mengurangkan kesakitan itu. Semakin
lama semakin hangat adengan sorong tarik itu hinggalah Hisham terkulai
tika memancutkan air maninya ke atas dadaku. Hisham juga menghisap
senjataku hingga terpacut air maniku. Kami berdua terlentang keletihan
setelah 1 jam bertarung dalam kehangatan dan kesayuan.
"Selamat tinggal sayang..moga
kasih kita ini akan terus utuh tersulam dalam rindu bernafas sendu"
bisikku lembut ke cuping teling Hisham. Jari jemari kami bertaut erat
seperti tidak merelakan perpisahan ini....
|