Spiritual Leadership – 1
Look
Up Toward Christ with a Humble Heart
Memandang kepada Kristus dengan Kerendahan Hati
David Yonggi Cho.
Di Amerika, seorang ibu menemukan bahwa anak laki-lakinya memiliki bakat
musik, sehingga sang ibu mulai menyuruh anaknya belajar musik. Setelah
mempelajari dan menguasai musik dari seluruh instruktur piano di kotanya,
maka sang ibu itupun membawa anaknya kepada seorang pianis yang telah
pensiun dan terkenal di seluruh dunia.
Pianis yang telah pensiun itu berkata, "Saya sudah tidak mengambil
murid lagi." Dia menolak semua permohonan ibu tersebut. Namun si ibu
tersebut tidak mau menyerah, ia berkata kepada pianis tersebut, "Kami
telah datang jauh-jauh dengan harapan di hati kami. Tidak bisakah anda
setidaknya mendengarkannya bermain sekali saja?". Karena sudah lelah
dengan desakan ibu tersebut, sang pianis itu menganggukkan kepala tanda
setuju, maka anak laki-laki tersebut mulai bermain piano. Pianis yang
telah pensiun itu terkejut melihat talenta anak itu yang seperti berlian
yang belum diasah. Sang pianis itupun mulai membayangkan bagaimana ia
mengajar lagi seorang murid kelas dunia, dan ia pun memutuskan untuk
menerima anak laki-laki tersebut sebagai murid terakhirnya. Sang pianis
mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk mendidik anak laki-laki tersebut, dan
anak laki-laki itupun menjadi seorang pianis besar dan ia akhirnya
mendapatkan kesempatan untuk tampil di Carnegie Hall. Setiap lagu yang ia
mainkan selalu diikuti dengan sambutan yang luar biasa. Banyak orang
melemparkan topi mereka dan bunga ke panggung, dan seluruh panggung
menjadi dipenuhi dengan bunga. Di tengah-tengah sambutan itu, para hadirin
melihat bahwa pianis tersebut sedang melihat ke arah balkon ketika ia
menunduk dan ia tidak membiarkan matanya melihat ke arah lain.
Dengan penasaran, para hadirin mengikuti pandangan pianis muda tersebut,
dan mereka menemukan seorang laki-laki tua berambut putih sedang duduk di
balkon dan ia sedang melihat ke arah pianis muda itu. Meskipun orang tua
itu bangga kepada muridnya, namun mereka yang duduk di dekatnya mendengar
ia berkata, "Banyak yang memujimu, tetapi tetaplah melihat ke depan.
Karena saat engkau mengarahkan matamu kepada ketenaran dan uang, maka
engkau akan mengarah pada kehancuran."
Saya mendengar kisah ini dalam salah satu khotbah Pendeta Robert, dan saya
merasa sangat tergerak dengan kisah tersebut. Ketika keadaan kita baik dan
segala sesuatu berjalan dengan baik, kita harus tetap melihat ke depan.
Tetapi ketika keadaan kita buruk, kita tetap harus melihat ke depan agar
dapat melihat Yesus. Ketika orang Kristen memandang kepada Kristus, mereka
berjalan di jalan yang aman. Tetapi ketika mereka memalingkan mata mereka
dari Kristus dan mulai melihat ke bawah, maka mereka akan benar-benar
memulai suatu perjalanan yang menurun.
Tuhan mengajarkan kepada kita sebuah pelajaran melalui contoh yang menarik
dalam Hakim Hakim 9:8-15.
Pada suatu hari pohon-pohon pergi untuk mengurapi yang akan menjadi raja
bagi mereka. Pohon-pohon tersebut meinta pohon zaitun agar menjadi raja
bagi mereka, tetapi pohon zaitun tersebut menolak sambil berkata,
"Masakan aku meninggalkan minyakku yang dipakai untuk menghormati
Allah dan manusia, dan pergi melayang-layang di atas pohon-pohon?"
Kemudian pohon-pohon tersebut mendekati pohon ara dan memintanya agar
menjadi raja bagi mereka. Pohon ara tersebut menolak sambil berkata,
"Masa’ aku meninggalkan buahku yang begitu bagus dan manis, dan
pergi melayang-layang di atas pohon-pohon?" Kemudian pohon-pohon
tersebut pergi kepada pohon anggur. Pohon anggur juga menolak sambil
berkata, "Masa’ aku meninggalkan air buah anggurku yang menyukakan
hati Allah dan manusia, dan pergi melayang-layang di atas
pohon-pohon?" Akhirnya, pohon-pohon tersebut pergi kepada semak duri
untuk memintanya agar menjadi raja bagi mereka, maka semak duri tersebut
berkata, "Jika kamu sungguh-sungguh mau mengurapi aku menjadi raja
atas kamu, datanglah berlindung di bawah naunganku; tetapi jika tidak,
biarlah api keluar dari semak duri dan memakan habis pohon-pohon aras yang
di gunung Libanon!"
Keempat pohon-pohon tersebut menjadi contoh atas empat tipe manusia. Pohon
zaitun adalah seperti seseorang yang mengorbankan dirinya sendiri untuk
melayani Tuhan dan orang lain. Pohon ara adalah seperti seseorang yang
selalu menghasilkan buah yang manis di dalam kehidupannya agar dapat
menyenangkan hati Tuhan dan orang lain. Pohon anggur adalah seperti
seseorang yang hidup dalam kesederhanaan dan selalu menahan diri, dan
ketika harus menolong dan menyenangkan orang lain, ia akan mengorbankan
semuanya. Tetapi, semak duri adalah seperti seseorang yang tidak mau
mengorbankan dirinya ataupun menghasilkan buah, melainkan ia hanya akan
membahayakan yang lain.
Pohon zaitun, pohon, anggur dan pohon ara tidak mempunyai keinginan untuk
menjadi raja. Seperti ketiga pohon ini, mereka yang sadar sepenuhnya akan
diri mereka dan menjalani kehidupan dengan berpusat kepada Tuhan ketika
menolong sesamanya, tidak mempunyai keinginan untuk berkuasa terhadap
orang lain. Sebaliknya, mereka yang seperti semak duri akan dengan senang
hati menerima kekuasaan dan mengancam orang lain yang tidak patuh terhadap
otoritasnya.
Sebenarnya, ketika kita memilih seorang pemimpin, kita harus memilih
seseorang yang rendah hati dalam memimpin. Bila seseorang menjadi ambisius
dalam mendapatkan posisi kepemimpinan, maka itu berarti orang tersebut
mempunyai motivasi yang salah. Satu-satunya motivasi untuk menjadi seorang
pemimpin adalah untuk melayani Tuhan dan masyarakat.
Pohon zaitun memberikan minyaknya, pohon ara memberikan buahnya dan pohon
anggur memberikan air buah anggurnya. Mereka tidak akan memonopoli
berkat-berkat yang telah Tuhan berikan kepada mereka, tetapi mereka malah
menghasilkannya Untuk Tuhan dan masyarakat. Tetapi satu-satunya yang dapat
diberikan oleh semak duri adalah api. Tidak ada hal yang baik yang
ditawarkan oleh semak duri. Semak duri hanya bisa memerintah pohon-pohon
agar berlindung di bawahnya. Kita harus membagikan semua berkat yang kita
terima dari Tuhan kepada orang lain seperti yang dilakukan pleh ketiga
pohon tersebut. Ketika kita membagikannya tanpa henti, maka Tuhan juga
akan memberkati kita tanpa henti.
Mereka yang mau berkorban, merendahkan dirinya, dan mau memberi adalah
orang-orang yang dapat dijadikan sebagai pemimpin. Ketika orang memilih
mereka sebagai pemimpin, maka mereka akan diberkati. Sedangkan mereka yang
tidak tahu bagaimana berkorban atau merendahkan dirinya seperti semak
duri, hanya akan membahayakan orang-orang.
Bagaimanapun juga situasi kita, baik dalam kesulitan ataupun dalam
kemegahan, kita harus selalu memandang kepada Kristus dengan kerendahan
hati di saat kita menjalankan tanggung jawab kita sebagai hamba Tuhan.