MENANTI-NANTIKAN
TUHAN
Oleh :
DR. DAVID YONGGI CHO
Meditasi
dan Doa.
Meditasi
ialah tindakan merenungkan atau memusatkan pikiran kita terhadap sesuatu
atau kepada seseorang. Hal ini membutuhkan disiplin oleh karena pikiran
kita cenderung untuk mengembara ke berbagai hal. Ia menerangkan suatu
bentuk doa yang integral dan penting. Oleh karena tindak tanduk kita
dipengaruhi oleh kehendak kita, dan kehendak kita sebagian besar
dipengaruhi oleh cara berpikir kita, maka apabila kita dapat mengendalikan
cara berpikir kita (melalui renungan), maka kita pun dapat mengendalikan
tindak tanduk kita.
Daud
berdoa, “Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan
hatiku, ya Tuhan, gunung batuku dan penebusku.” (Mazmur 19:15).
Tuhan
memberikan kepada Yosua rahasia keberhasilan dan kemakmuran hidupnya :
“Janganlah engkau lupa memperkatakan Kitab Taurat ini, tetapi
renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati
sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian
perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung.” (Yosua 1:8).
Jelaslah dari ayat ini bahwa Tuhan menghendaki agar supaya Yosua
merenungkan sesuatu secara khusus. Ia harus merenungkan Firman Tuhan.
Kepadanya tidak dianjurkan sekedar merenungkan apa saja, melainkan kekuatan
pikirannya haruslah secara khusus ditujukan kepada sesuatu yang konkrit.
Apabila
kita melakukan sesuatu renungan, maka kita harus memusatkan pikiran kita
kepada pokok persoalan yang ingin kita jadikan sasaran. Sering kali orang
Kristen mulai memusatkan pikiran kepada Tuhan, akan tetapi mereka
membiarkan jalan pikirannya ngelantur ke sana ke mari tidak terkendalikan.
Bahkan ada yang jatuh tertidur atau menjadi bosa. Alasan untuk ini ialah
bahwa Tuhan mengharapkan kita merenungkan secara khusus sesuatu,
bukanlah sekedar membuat renungan secara umum.
Untuk
memusatkan kemampuan mental Anda pada suatu pokok sasaran tertentu dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan, Anda harus merasa senang di dalamnya.
“Tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat
itu siang dan malam.” (Mazmur 1:2). Oleh sebab itu untuk melakukan
meditasi terhadap sesuatu dengan berhasil baik, Anda harus memiliki
motivasi. Anda harus melihat manfaat yang dapat Anda petik dari sasaran
yang Anda renungkan. Apabila Anda senang berkecimpung dalam Firman Tuhan,
maka Anda pun akan senang merenungkannya dan menerima pengetahuan dan
pengertian yang lebih besar dari padanya. “Mulutku akan mengucapkan
hikmat, dan yang direnungkan hatiku ialah pengertian.” (Masmur 49:4).
Daud
mempunyai motivasi untuk memuji Tuhan terus-menerus dalam Mazmur oleh
karena ia memperkenankan dirinya sendiri merenungkan kebaikan Tuhan yang
ia alami dalam hidupnya. “Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku
dikenyangkan, dan dengan bibir yang bersorak sorai mulutku memuji-muji.
Apabila aku ingat kepadaMu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang
kawal malam, sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan
sayapMu akan bersorak-sorai.” (mazmur 63:6-8). Dan selanjutnya ia
berkata, “Biarlah renunganku manis kedengaran kepadaNya! Aku hendak
bersukacita karena Tuhan.” (Mazmur 104:34).
Rasul
Paulus juga melihat betapa penting peranan meditasi. Dalam tulisan-nya
kepada muridnya Timotius, ia menganjurkan kepadanya, “Jangan lalai dalam
mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu …..
Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu
nyata kepada semua orang.” (1 Timotius 4:14-15). Oleh sebab itu
Timotius diberikan petunjuk untuk berserah diri sepenuhnya kepada
panggilan pelayanan yang diberikan kepadanya oleh Roh Kudus. Cara ia dapat
merampungkan seluruh pengabdian ini ialah melalui renungan. Berulang kali
kepadanya diperintahkan untuk merenungkan sesuatu yang khusus, dan
bukanlah sesuatu secara umum.
Nabi
Yesaya bernubuat bahwa cara mempertahankan damai yang sempur-na ialah
dengan cara terus-menerus merenungkan Tuhan.” Yang hatinya teguh
Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepadaMulah ia percara.” (Yesaya
26:3).
Apabila
saya mempersiapkan khotbah saya, saya meminta Tuhan menerangkan jalan
pikiran saya untuk mengetahui jalan pikiran Roh Kudus, yang telah menulis
Firman Tuhan. Setelah selesai menulis garis-garis besar khotbah saya, saya
lalu merenungkan Khotbah yang akan saya sampaikan kepada umat Tuhan. Mulai
dari kata pembukaan sampai kepada kesimpulan, melalui setiap pokok, Roh
Kudus memberikan kepadaku kejernihan pengertian tentang apa arti Firman
Tuhan dan bagaimana menerapkan Firman Tuhan itu untuk memenuhi kebutuhan
ribuan orang yang hadir dalam kebaktian hari Minggu. Meskipun saya
menghadapi ratusan ribu pendengar pada hari Minggu, meskipun khotbah itu
disiarkan kembali ke berbagai Negara lewat televisi, saya yakin bahwa Roh
Kudus mengetahui kebutuhan setiap pribadi dan akan memenuhi kebutuhan itu
melalui khotbahku yang penuh urapan. Dengan merenungkan Firman Tuhan
saya dapat mengetahui apa yang patut saya kemukakan dan kapan harus
menga-takannya. Kemudian saya mendengar sesuatu yang saya ucapkan itu
memenuhi kebutuhan khusus orang-orang yang mendengarkan khotbah itu.
Bagaimana saya bisa mengetahui apa yang tepat untuk saya kemukakan? Bukan
saya, melainkan Roh Kudus mengetahui dan melakukan persekutuan dengan
jalan pikiran saya sementara saya lagi merenungkan khotbah saya.
Saya
bukan saja merenungkan apa yang akan saya sampaikan sebagai khotbah,
melainkan saya juga merenungkan setiap arah yang baru atau kesem-patan
yang terbentang di hadapan saya. Suatu jalan pelayanan baru nampaknya
mungkin sangat menarik menurut jalan pikiran wajar, akan tetapi mungkin
saja terdapat kelemahan-kelemahan atau lubang-lubang perintang di
sepanjang jalan yang saya tidak ketahui. Akan tetapi saya tetap
pertahankan rasa damai dari Allah yang tetap saya simpan dalam hati saya.
Sementara saya merenungkan setiap keputusan yang penting, Roh Kudus
memberikan petunjuk kepadaku. Apabila saya bergerak maju menurut garis
kehendak Tuhan, saya memperoleh rasa damai yang melebihi akal sehat, - dan
oleh karena ia melebihi akal sehat, maka ia pun melebihi kemampuan kita
untuk merenungkannya. Apabila ada sesuatu yang dapat mendatangkan cidera
bagiku atau merugikan pekerjaan Tuhan, saya dapat mengetahuinya oleh
karena Roh Kudus memperlihatkan kepada saya dengan cara mengangkat damai
itu.
Agar
supaya kita memperoleh renungan yang berhasil, kita harus berdiam diri
terlebih dahulu di hadapan Allah. Apabila kita berdiam diri, rasa bingung
yang mengelilingi semua orang yang serba sibuk akan lenyap dan kita pun
siap untuk melakukan renungan. Saya mengalami kenyataan bahwa sering kali
memakan waktu paling kurang tiga puluh menit untuk dapat berdiam diri di
hadapan Tuhan. Inilah sebab mengapa disiplin itu penting bagi seorang yang
ingin menjadi pejuang doa yang berhasil. Kita tidak boleh
memperkenankan perten-tangan batin dalam diri kita menganggu roh kita.
Tuhan tidak berkenan membi-arkan kita mengganggu damaiNya dengan
masalah-masalah lahiriah kita. Kita harus memiliki hati yang tenteram di
hadapan Allah apabila kita ingin melak-sanakan renungan yang sejati.
Yesaya
memberikan satu selingan yang wajar sehabis pasal yang ketiga puluh
sembilan. Hal ini datang sebagai akibat dari satu perubahan arah bagi sang
nabi dalam merenungkan Firman Tuhan. Setelah Tuhan menyelesaikan
pehukumanNya dalam pasal 39, Tuhan kini mulai memberikan penghiburan bagi
Israel dalam pasal yang keempat puluh. Pasal yang keempat puluh berakhir
dengan satu prinsip ilahi. “Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan
menambah semangat kepada yang tiada berdaya. Orang-orang muda menjadi
lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung, tetapi orang-orang yang
menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru. Mereka seumpama rajawali
yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak
menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.” (Yesaya
40:29-31).
Prinsip
yang mewarnai isi ayat-ayat yang baru saja kita kutip ialah bahwa kekuatan
kita yang wajar tidaklah cukup untuk melaksanakan tugas kita di hadapan
Allah. Yang kita perlukan ialah tenaga yang melebihi tenaga orang muda dan
kemampuan manusia biasa. Setiap orang yang tela menanti-nantikan Tuhan
dapat memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas besar di hadapannya oleh
sumber kekuatan mereka bukanlah kekuatan jasmani yang wajar melainkan
kekuatan rohani.
Sekarang
ini begitu banyak orang terlampau sibuk sehingga mereka sedikit sekali
punya waktu untuk berdoa, lebih sedikit lagi punya waktu untuk
menanti-nantikan Tuhan dalam melakukan renungan. Oleh sebab itu mereka
tidak mampu untuk dapat mendengarkan suara Roh Kudus, sebab suara itu
tidak cukup keras berbicara kepadanya. Nabi Elia telah memahami hal ini.
“Di
sana masuklah ia (Elia) ke dalam sebuah gua dan bermalam di situ. Maka
firman Tuhan datang kepadanya, demikian : segiat-giatnya bagi Tuhan, Allah
semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjianMu, meruntuh-kan
mezbah-mezbahMu, dan membunuh nabi-nabiMu dengan pedang; hanya aku seorang
dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku.” Lalu
firmanNya: “Keluarlah dan berdiri di atas gunung itu di hadapan Tuhan!”
Maka Tuhan lalu! Angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan
memecah-kan bukit-bukit batu, mendahului Tuhan. Tetapi tidak ada dalam
angin itu. Dan sesudah angin itu datanglah gempa itu. Tetapi tidak ada
Tuhan di dalam gempa itu. Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi
tidak ada Tuhan dalam api itu. Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin
sepoi-sepoi basa. Segera sesudah Elia mendengarnya, ia menyelubungi
mukanya dengan jubahnya, lalu pergi ke luar dan berdiri di pintu gua itu.
Maka datanglah suara kepadanya yang berbunyi “Apakah kerjamu di sini,
hai Elia?” (1 Raja-raja 19:9-13).
Elia
belajar dari peristiwa ini bahwa petunjuk kepadanya tidak datang dalam
bentuk pernyataan berupa gempa bumi, api atau angin. Melainkan Tuhan
memberikan pengarahan kepadanya melalui “suara halus yang di dengarnya
dengan tenang.”
Cara
kita untuk dapat mendengar suara Tuhan ialah dengan berdiam diri dan
melakukan saat teduh. Apabila kita terlampau sibuk untuk menjalankan
saat teduh, maka kita pun terlampau sibuk untuk bisa mendengar suara Tuhan!
Walaupun demikian kita tidak boleh secara lalu saja ingin mendengarkan
suara Tuhan. Kita harus senantiasa mencamkan bahwa Tuhan telah menyatakan
segala sesuatunya secara doktriner dalam Alkitab sebagai FirmanNya. Kita
tidak akan mungkin mendengar sesuatu yang bertentangan dari Tuhan dengan
apa yang sudah Tuhan ungkapkan dalam Alkitab yang telah diilhamiNya!
Urutan dalam Alkitab telah ditutup dengan pasal terakhir dalam Kitab Wahyu
yang juga merangkum peringatan “Aku bersaksi kepada setiap orang yang
mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini. “Jika seorang
menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan
menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis dalam kitab ini.”
(Wahyu 22:18).
Menikmati kehadiran Allah melalui renungan
Salah
satu segi renungan yang sangat saya nikmati ialah apa yang saya namakan “melakukan
perjalanan rohani.” Tak beda seperti saya menikmati kesempatan yang
jarang saya peroleh untuk melakukan perjalanan keliling tanpa menuju ke
suatu arah tertentu, maka saya pun menikmati renungan atau saat
menanti-nantikan Tuhan tanpa arah tertentu dalam pikiranku. Saya hanya
duduk bersimpuh di hadapan hadirat Allah dan menikmati persekutuan dengan
Dia. Saya tidak punya apa-apa yang patut saya kemukakan sebagai
keinginanku, saya hanya sekedar menginginkan Dia. Itulah sebabnya saya
menyendiri lalu duduk dengan santai, menutup mataku dan menanti-nantikan
Tuhan. Saya tidak mendengar apa-apa. Saya tidak dapat menghayati apa-apa.
Akan tetapi saya selalu merasa segar dalam jiwaku setelah saya melakukan
perjalanan rohani bersama dengan Tuhan yang saya cintai. Saya dapat
merasakan bahwa jenis penyegaran rohani semacam ini dapat berlangsung
berjam-jam lamanya.
C.
Austin Miles menulis sebuah lagu rohani yang koornya melukiskan apa yang
sering saya alami :
Dan
Ia pun berjalan denganku,
Ia
berbicara denganku,
Dan
Ia nyatakan kepadaku,
Bahwa
aku menjadi milikNya,
Sukacita
yang kami rasakan berdua,
Saat
kami berjalan keliling bersama-sama,
Tak
ada orang lain pun yang pernah menikmatinya.
Henokh
dilukiskan dalam Yudas. “Juga tentang mereka Henokh, keturunan ke tujuh
dari Adam, telah bernubuat katanya: “Sesungguhnya Tuhan datang dengan
beribu-ribu orang kudusNya, hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan
hukuman atas orang-orang fasik karena semua perbuatan fasik, yang mereka
lakukan dan karena semua kata-kata nista, yang diucapkan
orang-orang berdosa yang fasik itu terhadap Tuhan.” (Yudas 14-15).
Namun kitab Kejadian hanya menyatakan
: “Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun
lagi, setelah ia memperanakkan Metusalah, dan ia memperanakkan anak-anak
lelaki dan perempuan. Jadi Henokh mencapai umur tiga ratus enam puluh lima
tahun. Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi,
sebab ia telah diangkat oleh Allah.” (Kejadian 5:22-24). Apakah yang
telah terjadi dengan Henokh ?
Henokh
merupakan nabi pada zaman awal manusia hidup di bumi ini. Pada waktu itu
manusia masih menghayati kisah tentang Taman Firdaus. Yakni tentang
pengalaman Adam dengan Tuhan pada waktu senja yang sejuk di taman Firdaus.
Henokh telah bernubuat tentang satu hari yang akan tiba kedatangan Tuhan
untuk kedua kali mendatangkan pehukuman bagi dunia. Namun, di tengah
pelayanan Henokh, ia belajar bagaimana hidup bergaul dengan Allah, Tuhan
senang dan menikmati pergaulanNya dengan Henokh demikian rupa sehingga
Alkitab berkata: “Ia tiada lagi.” Tuhan telah mengangkat dia ke dalam
surga sehingga Tuhan dapat menikmati persekutuan dengan dia untuk
selama-lamanya. Ia juga menanti-nantikan kedatangan Tuhan yang kedua kali,
- apabila Henokh tergolong di antara ratusan ribu orang kudus (atau suatu
jumlah yang tak terbilang lagi), yang akan datang bersama-sama dengan
Kristus, yang akan muncul sebagai Hakim Yang Mahabenar.
Saya
telah memperkembangkan satu persekutuan yang akrab dengan Tuhan yang telah
mempertajam roh saya dan menyebabkan saya mampu menang-gulangi
serangan-serangan iblis. Tidak ada yang lebih penting bagi saya dari waktu
yang tidak terbatas untuk bersekutu dengan Tuhan yang begitu banyak saya
nikmati. Banyak di antara anggota siding jemaat kami pergi ke Bukit Doa
untuk melakukan hubungan semacam ini dengan Tuhan dan merenung. Yang lain
lagi menyisihkan tempat khusus dalam rumah mereka untuk mengucilkan diri
dan menyendiri dengan Tuhan. Akan tetapi di mana pun tempat Anda melakukan
renungan pribadi soal itu kuranglah begitu penting. Yang terlebih penting
ialah renungan itu sendiri!