-----------Mimbar
Gereja FULL GOSPEL INDONESIA --------
Siaran
minggu ke 28 : Tanggal : 9
April 2006
Subject
:Asas-Asas Alkitab Untuk Etika Bisnis
oleh:
Myron
Dalam
menentukan macam etika bisnis yang harus diikuti, orang Kristen
mempunyai dua pilihan. Pertama, kita dapat memilih untuk mengembangkan
etika bisnis kita sambil menjalankan usaha - situasi demi situasi. Atau
kita dapat memilih untuk menentukan seperangkat etika bisnis yang tetap
dan tak berubah, lalu mengikutinya - tanpa terpengaruh oleh situasi.
Dalam
masyarakat bisnis masa kini, makin banyak orang memilih untuk mengikuti
pilihan pertama. Pandangan ini bergantung pada etika situasi yang
dapat diartikan sebagai perkembangan dari sebuah standar etika yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan dari situasi atau
transaksi tertentu.
Dasar
pemikiran dibalik etika situasi adalah sebagai berikut: Saya ingin
berbuat “adil”, tetapi keadilan itu pengertian yang nisbi (relatif);
yaitu hal yang dianggap adil oleh seseorang belum tentu tampak adil bagi
orang lain. Karena itu mustahil untuk menampilkan standar ahlak (moral)
yang mutlak pada saat saya berurusan dengan etika bisnis.
Akibatnya, saya terpaksa menegaskan etika saya situasi demi situasi -
melakukan sesuatu yang diperlukan
dalam setiap peristiwa. Barangkali dengan cara itu sajalah saya dapat
bersikap “adil”.
Sekilas
lintas pendekatan etika situasi mengandung banyak harapan. Agaknya itu
memberi penyelesaian terbaik untuk beberapa masalah yang sangat rumit.
Namun ada cacat utamanya - ini dibina di atas norma manusiawi dan
bukannya berlandaskan standar Alkitab.
Seperti
yang telah saya sebutkan sebelumnya, etika situasi mengabaikan adanya
kemutlakan; karena itu, etika ini menolak Alkitab sebagai “otoritas
terakhir” dalam menentukan benar-salahnya sesuatu. Manusia membuat
penentuan ini berdasarkan situasi yang dapat dipahaminya. Akibatnya,
penentuan benar atau salah mungkin sekali dapat berubah-ubah pada setiap
situasi.
Baru-baru
ini saya menyaksikan berlangsungr,ya sebuah etika situasi. Dalam lima
tahun terakhir, Georgia Rutgers telah bekerja untuk sebuah perusahaan
percetakan di Northwest. Ketika saya sedang berada di daerah itu
beberapa bulan yang lalu, ia menceritakan kepada saya bahwa
perusahaannya telah “menipu”nya dalam hak cuti; rupa-rupanya telah
terjadi perubahan kebijakan mengenai perhitungan waktu cuti.
“Tetapi mereka tak dapat dibiarkan begitu saja”, ia berkata
dengan gusar. “Suami saya seorang pelukis. Saya sudah mengambil banyak
bahan dari gudang untuk mencukupi perlengkapan seninya untuk waktu yang
lama.”
Ketika
saya mengatakan bahwa ia telah bersalah melakukan hal itu, ia pun
menjawab dengan sengit, “Oh, biasanya saya tak mau mencuri suatu
apapun dari perusahaan. Tetapi mereka telah mencuri sesuatu dari saya
sehingga saya berhak juga mencuri dari mereka!”
Georgia Rutgers memang tidak menyatakan dirinya orang Kristen.
Namun patut disayangkan, banyak orang Kristen memakai etika situasi yang
sama seperti yang digunakan oleh Georgia.
Masih
ingatkan anda akan Don Skinner, usahawan yang saya kisahkan pada awal
pasal 1? Mari kita tinjau kembali kisahnya secara terinci; ini merupakan
contoh klasik dari orang-orang Kristen yang mengizinkan dirinya
terperangkap dalam etika situasi ketika menjalankan bisnis.
Sambil
mengarah kepada caranya menangani suatu transaksi bisnis, Don telah
berkata: “Myron, saya tahu beberapa orang anggota gereja mungkin
menyangka saya tak beretika, namun taruhannya terlalu tinggi untuk
kehilangan yang satu ini.” ia kemudian menjelaskan bahwa ia
“terpaksa” untuk menyogok sebuah agen perusahaan pembelian demi
memperoleh kontrak bagi perusahaannya. Menurut Don, “Saya tidak
mempunyai pilihan lain. Saingan saya berusaha untuk membeli mereka demi
memperoleh kontrak itu. Seorang langganan bahkan datang kepada saya dan
mengatakan ia mau berdagang dengan saya asalkan saya dapat menyaingi
tawaran saingan saya. Bagi saya ini merupakan kesempatan baik yang tak
akan saya biarkan berlalu. Jadi saya potong harga penawaran saingan saya
itu.”
Don
selanjutnya berkata: “Ingat, saya seorang pengusaha, bukan seorang
sarjana teologi. Anda tahu sendiri bahwa kita menghadapi dunia
“anjing-makan-anjing”. Saya berpendapat sebagai seorang pengusaha
tugas saya ialah mencari uang yang diperlukan untuk menunjang kegiatan
gereja. Makin banyak uang saya peroleh makin banyak pula jumlah yang
dapat saya persembahkan untuk pekerjaan Tuhan. Saya yakin takkan ada
seorangpun yang akan menolak ketika kantong persembahan diedarkan.”
Cara
Membenarkan Diri Dalam Penggunaan Etika Situasi
Orang
yang menggunakan etika situasi umumnya telah tiba pada salah satu atau
semua kesimpulan berikut ini:
v
Apapun
yang kaucoba lakukan atasku, aku pun berhak melakukannya atasmu.
v
“Tujuan”
menghalalkan “cara”.
v
Setiap
orang melakukannya, jadi tindakan itu benar.
v
Ayo
lakukan saja, asalkan jangan ketahuan.
v
Asalkan
kita semua setuju, apapun yang kita lakukan itu benar.
Don
Skinner telah mengambil beberapa sikap yang tertera di
atas: ia berkata bahwa ia tak “mempunyai pilihan lain” mengenai
keputusannya untuk menyogok seorang langganan; bagaimanapun juga, para
pesaingnya telah menggunakan siasat itu (“Apapun yang kaucoba lakukan
atasku, aku pun berhak melakukannya atasmu”). Ia mengakui: “Inilah
dunia ”anjing-makan-anjing. “ (“Setiap orang melakukannya, jadi
tindakan itu benar”), ia juga berkata: “Makin banyak uang saya
peroleh makin banyak pula jumlah yang dapat saya persembahkan untuk
pekerjaan Tuhan” (“ 'Tujuan' menghalalkan “ '’cara’ “).
Sekalipun
demikian kita harus ingat bahwa Alkitab mempersalahkan “etika”
semacam itu. Bertentangan dengan etika situasi yang bersikap “apapun
yang kau lakukan atasku, aku pun berhak melakukannya atasmu”, Alkitab
rnenyatakan:
v
Jangan
berkata: “Sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian kuperlakukan dia.
Aku membalas orang menurut perbuatannya.” (Amsal
24:29)
v
Berkatilah
siapa yang menganiaya kamu (Roma 12:14)
v
Janganlah
membalas kejahatan dengan kejahatan (Roma 12:17)
v
Janganlah
kamu sendiri menuntut pembalasan (Roma 12:19)
v
Jika
musuhmu lapar, berilah dia makan (Roma 12:20)
v
Janganlah
kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan
kebajikan (Roma 12:21).
Etika situasi juga menasehatkan: “Setiap orang melakukannya,
jadi tindakan itu benar”. Tetapi rasul Paulus berkata: “Jangan
meniru kelakuan dan adat-istiadat dunia ini” (Roma 12:2, TLB). Dan
dalam Perjanjian Lama kita diperingatkan: “Jangan engkau turut-turut
kebanyakan orang melakukan kejahatan” (Keluaran 23:2). Ayat-ayat ini
dengan jelas memperingatkan kita agar jangan menggunakan sikap dan
kebiasaan yang lazim hanya karena setiap orang lain menganutnya.
Namun
Don Skinner “turut-turut kebanyakan orang” dalam mengambil
kesimpulan bahwa menyogok itu dibenarkan; karena bagaimanapun juga
itulah yang dilakukan pesaingnya. Namun Alkitab mencela praktek
penyuapan: “Ia yang memperoleh keuntungan dengan menindas orang miskin
atau dengan menyuap orang kaya akan berakhir dengan kemelaratan”
(Amsal ?2:16, TLB). Demikian pula dalam Keluaran juga dikatakan:
“Jangan menerima suapan karena suapan membuatmu tiada sadar akan hal
yang seharusnya kaulihat! Suapan merusak perkara yang diperjuangkan oleh
orang yang benar” (23:8, TLB).
Kita
dapat melihat bahwa asas yang dipraktekkan dalam etika situasi merupakan
pelanggaran langsung terhadap ajaran Allah dalam Alkitab. Malah etika
situasi itu dirancang untuk menuntun kita semakin menjauhi Allah dan
FirmanNya.
Pentingnya
Menerapkan Etika Bisnis Alkitab
Kita
semua mengenal ungkapan: “Tindakan berbicara lebih nyaring daripada
perkataan.” Ungkapan ini khususnya penting bagi para usahawan Kristen
yang mengelola usahanya di pusat niaga yang dikuasai oleh iblis. Kita
sedang diamat-amati setiap hari untuk dilihat kalau-kalau benar tindakan
kita sesuai dengan perkataan kita.
Jika
anda seorang Kristen maka secara sadar ataupun tidak, anda sedang
“bersaksi”. Itu tak usah berupa “kesaksian penginjilan”
tersendiri, namun sifatnya tetap sama yaitu kita sedang bersaksi”
juga. Sesama kita dalam dunia niaga sedang memperhatikan hal yang kita lakukan
sebagai
orang-orang Kristen; bukan semata-mata ucapan
kita.
Karena
itu tidaklah cukup hanya dengan berkata
bahwa
Allah ialah adimitra usaha kita dan bahwa ia pemegang saham utama dalam
perusahaan. Semua tindakan kita haruslah mempertunjukkan bahwa
sebenarnya memang demikian. Seperti yang telah dibahas pada pasal yang
lalu, AL Rosenburg, salah seorang pesaing kami, tidak menyaksikan bahwa
perusahaan kami berbeda melalui ucapan
kami;
ia memperhatikan bahwa kami berbeda karena hal yang kami lakukan.
Karena
“tujuan bisnis” Allah ialah menjangkau orang dengan injil melalui
kita dan bisnis kita maka penting sekali untuk dijaga agar langkah
bisnis kita
sama dengan lafal
bisnis kita.
Sebagai
contoh, saya mengenal seseorang yang memiliki beberapa perusahaan.
Ia
juga bergembar-gembor tentang “iman Kristen”nya dan menjadi salah
seorang anggota pengurus gereja. Namun karena caranya yang meragukan
dalam menangani bisnis maka tak ada seorang Kristen maupun non-Kristen.
yang menghargainya sebagai usahawan ataupun sebagai orang Kristen.
Seorang
usahawan non-Kristen berkata kepada saya: “Jikalau ia merupakan sebuah
contoh dari seseorang yang mendapat ajaran gereja, saya senang bahwa
saya tak membuang waktu pergi ke gereja.” Hal yang menyedihkan ialah
bahwa orang non-Kristen yang memberikan pernyataan di atas justru
menjalankan etika bisnisnya lebih mendekati asas Alkitab daripada
usahawan Kristen yang dimaksudkannya.
Kita
harus selalu ingat bahwa Tuhan Yesus telah menetapkan sebuah standar
yang jelas bagi para pengikutNya untuk dipatuhi:
“Kamulah
bumbu dunia yang membuatnya masih dapat dipertahankan. Kalau kamu
kehilangan citarasamu, apakah yang akan terjadi dengan dunia ini? . . .
Kamulah terang dunia - bagaikan sebuah kota di atas sebuah bukit,
memancarkan cahaya pada malam hari sehingga dapat dilihat semua orang.
Jangan sembunyikan terangmu! Biarlah itu bersinar bagi semua orang”
(Matius 5:13-15, ).
Tuhan
bersabda bahwa orang Kristen harus “membumbui” dunia ini agar
menjadi tempat yang masih dapat dipertahankan untuk didiami. Itu berarti
para usahawan Kristen harus menjadi bumbu di pusat perniagaan; kita
harus mengubah lingkungan “anjing-makan-anjing” yang dilukiskan oleh
Don Skinner. Kita harus menggantikannya dengan kemauan untuk
memperlakukan orang lain
dalam urusan bisnis kita seperti kita ingin diperlakukan juga oleh
mereka.
Dalam
ayat ini Tuhan Yesus juga mengarah kepada orang Kristen sebagai
“terang dunia.” Dengan kata lain, orang Kristen harus bertindak
sebagai obor; ia harus menunjukkan kepada orang banyak yang mengalami
kekecewaan, kebingungan dan ketakutan dalam dunia niaga bahwa mereka
dapat menemukan pertolongan, sejahtera dan jawaban yang tepat terhadap
masalah mereka melalui Kristus.
Itulah
sebabnya mutlak perlu bagi pengusaha Kristen untuk mempraktekkan asas
Alkitab bagi etika bisnis. Dunia sedang menyaksikan dengan rasa ingin
tahu kalau-kalau kita sesungguhnya memiliki jawabannya - kalau-kalau
kekristenan itu memang dapat diandalkan. Dapatkah seseorang benar-benar
mengenai Allah secara pribadi? Maukah Allah menolong saya tiap-tiap
hari?
Kemudian
di dalam Matius kita diberitahu tujuannya kita menjadi bumbu dan terang
dalam dunia niaga:
“sehingga
mereka akan memuji Bapamu yang di surga” (5:16, ).
Perhatikanlah
bahwa kita tidak mempraktekkan etika bisnis Alkitab untuk menunjukkan
keunggulan kita terhadap orang lain. Kita melakukannya untuk menarik
orang-orang dalam dunia perniagaan datang kepada Tuhan.
Bagaimanakah
Saya Dapat Mengetahui Hal yang Beretika Alkitab?
Selekasnya
seseorang bertekad untuk menerapkan asas Alkitab dalam etika bisnis, ia
masih harus menetapkan mana yang bersifat etika dan mana yang tidak.
Kebanyakan pengusaha Kristen yang bertekad mematuhi Firman Allah
menunjukkan tanda-tanda yang sama. Mereka ingin dapat membuka Alkitab
dan menemukan jawaban langsung terhadap setiap masalah etika bisnis yang
dihadapi mereka. Tetapi hal ini tak mungkin terjadi.
Walaupun
Alkitab secara khusus menangani banyak persoalan etika bisnis, namun
biasanya ia lebih menitikberatkan asas-asasnya daripada rincian faktanya
atau “cara melakukannya”.
Contohnya,
Tuhan telah memerintahkan kita untuk “ingatlah dan kuduskanlah hari
Sabat” (Keluaran 20:8). Kedengarannya seperti pernyataan yang cukup
sederhana. Tetapi apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan
“kuduskanlah hari Sabat”? Dan bagaimanakah saya ketahui bahwa saya
sedang mematuhi tuntutan Alkitab itu? Bila anda menyangka bahwa jawab
pertanyaan ini demikian gamblang, panggillah saja sepuluh orang pendeta
dari sepuluh aliran gereja yang berbeda di kota anda. Mintalah
mereka menguraikan secara terinci hal yang harus anda lakukan untuk
menguduskan hari Sabat. Saya berani menjamin bahwa sebelum anda selesai
bertanya kepada setengah jumlah para pendeta itu, anda akan
menarik-narik rambut anda karena kebingungan.
Beberapa
orang - bukan semua - pendeta-pendeta ini akan mengatakan bahwa untuk
menguduskan hari Sabat anda tak boleh bekerja pada hari Minggu Ah, itu
kelihatannya juga masih mudah. Tetapi apakah yang dimaksud dengan kata
“bekerja”? Beberapa pendeta akan mengatakan bahwa itu termasuk
kegiatan seperti memotong rumput di halaman, mencat rumah. atau
membersihkan garasi. Karena itu, untuk menguduskan hari Sabat, anda
hanyalah harus menyembah Allah dan kemudian selebihnya beristirahat
sepanjang hari.
Lainnya
mungkin akan berkata jika anda merasa memotong-rumput dan mencat rumah
sebagai hal yang santai (karena
berupa istirahat dari “kerja rutin”) maka anda dibolehkan
melakukannya.
Nah
kini anda benar-benar bingung. Anda menemukan perintah Alkitab yang
sederhana dan ketika anda mulai menerapkannya, anda menyangka takkan ada
masalah. Tetapi ketika anda menanyai beberapa ahli Alkitab yang
menafsirkan perintah itu, anda memperoleh sekian banyak pendapat yang
berbeda-beda sehingga anda tak mengetahui apa yang harus dilakukan.
Alkitab
kerapkali sangat terinci pernyataannya. Misalnya, perintah “Jangan
mencuri” (Keluaran 20:15) sangatlah jelas. Namun di pihak lain, ketika
Allah memberitahukan kita melalui sabdaNya bahwa kita harus “ingat dan
kuduskan hari Sabat”, kita tak diberitahu dengan tepat cara memenuhi
perintah itu.
Berhubung
dengan adanya pilihan sulit ini, para pemimpin agama Yahudi
menampilkan daftar lengkap mengenai hal-hal yang boleh dan tak boleh
dilakukan untuk menerangkan hal yang mereka pikir dimaksud oleh Tuhan
ketika la mengeluarkan perintah-perintah khusus (seperti misalnya
mengenai menguduskan hari Sabat). Akhirnya, orang-orang pergi menemui
para pemimpin agama ini untuk memastikan hal yang dikehendaki Allah
untuk dilakukan oleh mereka dan bukannya pergi langsung menemui Allah
sendiri.
Akibatnya,
bangsa Israel purba beralih dari sikap berhubungan langsung dengan Tuhan
kepada tugas memelihara sebuah rumus mengenai kewajiban dan larangan
yang diteruskan dari seseorang kepada lainnya. Allah telah diabaikan.
Akhirnya hukum-hukum manusia menjadi lebih dikenal dan dipentingkan
daripada hukum-hukum Allah.
Itu
telah menyebabkan Tuhan Yesus berkata kepada para pemimpin agama pada
zamanNya:
“Perintah
Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia ...
Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah supaya kamu dapat
memelihara adat istiadatmu sendiri” (Markus 7:8-9).
Kenyataannya,
Allah menitikberatkan asas-asas lebih daripada daftar
tafsiran
karena ia ingin kita membawa asas-asas ini kepadaNya; ia ingin kita
bergaul denganNya dan membahas cara yang tepat untuk menghayati
asas-asas itu dalam kehidupan kita. Itulah cara kita mengembangkan dan
memelihara “hubungan pribadi” dengan Allah. Kita tidak membina
hubungan dengan Allah hanya melalui pembacaan sebuah daftar kewajiban
dan larangan lalu secara teratur menjalankannya.
Karena
itu, bila sampai pada soal mengembangkan asas Alkitab untuk etika
bisnis, kita harus membawa beberapa asas tertentu kepada Allah,
membahasnya bersama Dia lalu melakukan hal yang disuruhNya kita perbuat.
Jadi sebagai gantinya membuat sebuah daftar kewajiban dan larangan
mengenai perintah ini lalu mengajarkannya kepada para usahawan lain
sebagai hukum Alkitab
yang
mutlak, kita sebaiknya hanya memberitahukan para rekan sejawat kita:
“Inilah yang diperintahkan Allah untuk saya perbuat. Tetapi anda harus
membahas asas ini dengan Tuhan sendiri lalu melakukan apapun yang
disuruhNya anda perbuat.” Bila teman-teman anda kembali sambil
berkata: “Ketika saya berbicara dengan Tuhan, ia mengatakan kepada
saya untuk melakukannya dengan cara lain,” kita harus berhati-hati
untuk tidak segera menghakimi mereka. Kita tak dapat berkata: “Saya
sudah tahu anda tidaklah sama kerohaniannya dengan saya. Anda keliru
sama sekali; anda harus melakukannya menurut cara saya!”
Pernyataan-Pernyataan
Penting dari Alkitab tentang Etika Bisnis
Kadangkala
orang-orang datang kepada saya sambil berkata: “Myron, anda harus
menulis sebuah buku mengenai ajaran Alkitab tentang etika bisnis. Buku
semacam itu pasti dibutuhkan.” Sementara saya lebih lanjut
membicarakan permohonan ini dengan mereka, saya mendapati bahwa dalam
banyak hal, orang-orang ini sedang mencari kutipan semacam hukum Farisi
kuno. Mereka, seperti halnya dengan orang-orang Perjanjian Lama, sedang
meminta sebuah daftar dari kewajiban dan larangan agama untuk menunjang
kelancaran bisnis mereka. Saya tak pernah ingin menulis buku semacam
itu.
Namun
dalam pasal ini saya memang ingin meneruskan kepada anda hal yang
menurut pertimbangan saya merupakan landasan Alkitab tentang etika
bisnis. Saya merasa bahwa ayat ini merupakan landasan karena ia
menyajikan sebuah asas yang sangat tepat dan tetap; namun sekaligus juga
ia menuntut kita untuk pergi menemui Allah - pada setiap situasi - untuk
menemukan cara yang dikehendakiNya dalam menerapkan asas itu.
Setelah
menyatakan hal ini, tibalah saatnya kini untuk membuka tabir ayat
landasan itu:
“segala
sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah
demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab
para nabi.” (Matius 7:12).
Berdasar
ayat inilah seluruh asas Alkitab mengenai etika bisnis bertumpu. Inilah
asas utama untuk menjalankan bisnis anda sesuai dengan standar Alkitab.
Inilah cara Allah, adimitra usaha anda, menjalankan bisnis! Jika anda
terus menerus menerapkan asas tunggal Alkitab ini, maka urusan bisnis
anda dengan orang banyak di dunia niaga akan selalu sesuai dengan
kehendak Tuhan.
Marilah
kita menyoroti ayat ini pada setiap bagiannya. Ini dimulai dengan kata “segala
sesuatu” : Ini merupakan ungkapan yang mencakup
semuanya. Ini meliputi setiap situasi dan transaksi bisnis. Ini
merangkum perlakuan terhadap karyawan, saingan, langganan, teman, musuh
dan orang yang tidak kita kenal sama sekali yang kita jumpai di pusat
perniagaan. ltu berarti dahwa kita harus terus menerus menerapkan
asas ini pada setiap saat, pada setiap tempat dan dengan setiap orang!
Sekarang
lihatlah asas yang terungkap pada pernyataan “Lakukanlah kepada orang
lain apa yang karnu ingin mereka lakukan kepadamu” (terjemahan bebas).
Betapa sederhana tetapi dalam makna asas ini. Penerapannya memastikan
adanya etika bisnis yang tepat pada setiap waktu.
Ia
memuat pengertian bahwa kita harus memperlakukan orang-orang lain dengan
cara seperti kita menghendaki mereka memperlakukan kita.
Tetapi
perhatikanlah bahwa asas ini tidak berbunyi: “perlakukanlah
orang lain seperti mereka mau diperlakukan.”Apakah salahnya
ungkapan itu? Pertimbangkanlah kisah berikut ini.
Ketika
saya sedang merundingkan sebuah kontrak dengan agen federal baru-baru
ini, pejabat yang memberi kontrak berusaha membujuk saya untuk melakukan
pelayanan ekstra tanpa menawarkan tambahan pembayaran.
Ia
tahu saya seorang Kristen, jadi ia berkata: “Ayolah, Myron. Ingatlah,
anda harus perlakukan orang lain seperti anda mau mereka perlakukan
anda.”
Jelaslah
bahwa orang ini menyangka bahwa perintah Tuhan Yesus berarti: “Jika
engkau seorang Kristen, engkau harus melakukan hal yang dikehendaki
orang lain atas dirimu.”Tetapi bukan begitulah yang diajarkan ayat
ini. Asasnya ialah: Dalam situasi tertentu, perlakukanlah orang lain
tepat seperti anda menghendaki mereka memperlakukan anda dalam situasi
tesebu t.
Misalnya,
jika anda membayar seorang karyawan $ 5 setiap jam untuk melakukan
sejenis pekerjaan - tetapi anda tahu bahwa bila anda yang melakukannya
sendiri, pekerjaan itu senilai $ 6 setiap jamnya - maka anda sedang
melanggar asas Alkitab mengenai etika bisnis. Anda tidak memperlakukan
karyawan itu seperti anda ingin diperlakukan pada situasi itu. Sebenarnya
anda sedang menipu karyawan itu sejumlah $ 1 setiap jamnya. Dan
berdasarkan Matius 7:12 anda sudah melanggar etika.
Ingatlah
bahwa ayat ini berbunyi: “Lakukanlah kepada orang lain apa yang kamu
ingin mereka lakukan kepadamu.”Tentu saja itu tak berarti
bahwa para karyawan anda harus selalu setuju dengan keputusan bisnis
anda terhadap diri mereka; namun itu berarti bahwa jika anda ada
dalam situasi mereka, anda akan merasa puas dan yakin bahwa anda
diperlakukan dengan adil.
Baiklah
kita tinjau kembali seluruh ayat: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki
supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.
Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”Dapatkah anda
memahami ungkapan terakhir: “Itulah isi seluruh hukum Taurat
dan kitab para nabi”? Ayat ini meringkaskan semua ajaran Hukum
Perjanjian Lama yang telah diberikan Allah dan juga asas serta ajaran
para nabi.
Itulah
sebabnya ayat ini merupakan landasan bagi semua asas Alkitab
tentang etika bisnis. Bila kita menerapkannya dengan bersungguh-sungguh
dan cermat maka itu berarti kita sedang melakukan semua ajaran dalam
Hukum Tuhan.
Ada
juga ayat penting lainnya yang perlu kita pertimbangkan bila kita
berusaha mengembangkan dan melaksanakan asas Alkitab tentang etika
bisnis. Ayat itu terdapat dalam Injil Matius:
"Kalau
kamu ditampar pada sebuah pipimu, berikan pula pipi yang lain. Kalau
kamu diperintahkan menghadap pengadilan dan kemejamu diambil, berikan
pula jasmu. Kalau regu tentara menuntut agar kamu memikul beban mereka
sejauh satu mil, bawalah sejauh dua mil. Berikanlah kepada mereka yang
meminta dan janganlah menolak mereka yang ingin meminjam "(5:39-42,
).
Inilah
ayat yang sangat sukar diterima dan dipahami oleh para usahawan. Ini
agaknya bertentangan dengan sifat alami bisnis kita. Sebenarnya malah
bertentangan dengan sifat manusiawi dan jasmani kita.
Tuhan Yesus mengajar sebuah kebenaran agung dalam ayat ini. Dan
seperti amanat terdahulu dalam Matius 7:12, ia memainkan peranan penting
dalam perkembangan etika bisnis berdasarkan Alkitab.
Secara
singkat dapat dinyatakan bahwa asas yang diajarkan Tuhan Yesus kepada
kita dalam ayat ini ialah: Selalu berikrar untuk memberi melampaui
hal yang orang lain dan hukum mewajibkan anda untuk memberi
Asas
ini melambangkan inti ajaran Tuhan dalam Perjanjian Baru. Allah tak
menginginkan kita melakukan hanya yang diharapkan dan dituntut
orang lain dan hukum dari kita. Bahkan orang non-Kristen di dunia niaga
juga berbuat demikian (Matius 5:46-47). Tuhan mau kita berikrar untuk
melayani orang lain dan berjalan satu mil ekstra bagi mereka.
Setiap
orang berharap kita melakukan hal yang dituntut. Namun ketika kita
melakukan lebih daripada yang diharapkan maka orang lain akan
menyadari bahwa kita berbeda dari usahawan lain di dunia niaga. Dan bila
orang lain menyaksikan bahwa kita berbeda dalarn beberapa hal, maka
mereka ingin mengetahui sebabnya. Pada saat itulah kita akan
mendapat kesempatan untuk menerangkan kepada mereka bahwa kita mengelola
bisnis kita berlandaskan asas Alkitab.
Mengembangkan
Sebuah Pernyataan Etika
Setiap
bisnis harus mempunyai sebuah pernyataan etika yang berfungsi sebagai
“kemudi” untuk menjadi pedoman bagi semua urusan dan transaksi
bisnis. Secara pribadi saya merasa bahwa pernyataan semacam itu harus
memasukkan asas-asas yang diajarkan dalam dua ayat Alkitab yang telah
kita selidiki bersama dalam pasal ini.
Pernyataan
etika anda akan menjadi pernyataan anda kepada dunia niaga yang
menerangkan kepada orang lain tentang cara perlakuan yang dapat mereka
harapkan bila mengadakan bisnis dengan kita.
Pernyataan
etika pribadi saya sendiri berbunyi sebagai berikut:
Dengan
pertolongan Tuhan, dalam setiap situasi, saya akan selalu berusaha untuk
memperlakukan anda dengan cara yang saya inginkan dan harapkan anda
memperlakukan saya pada situasi yang sama. Dan dengan dukungan Tuhan,
saya akan selalu berikrar memberi melampaui yang dituntut dari saya oleh
orang lain dan hukum dalam tindakan pelayanan apapun yang melibatkan
bisnis saya dan diri saya.
Sebenarnya
saya dapat menggunakan beberapa cara untuk menangani pasal ini. Saya
dapat menampilkan sebuah daftar situasi yang biasanya dihadapi oleh para
usahawan, lalu membahas beberapa ayat Alkitab yang saya pikir
menyediakan garis pedoman etika terhadap situasi tersebut.
Tetapi
daftar saya mungkin tak sesuai dengan kebutuhan anda dan anda mungkin
takkan setuju dengan tafsiran saya mengenai arti ayat-ayat yang
berhubungan dengan etika bisnis. Di pihak lain, jika anda setuju dengan
tafsiran saya, anda akan tergoda untuk semata-mata menerima pandangan
saya tanpa secara pribadi membahas pertanyaan anda dengan Tuhan.
Itulah
sebabnya saya pikir bahwa yang terbaik ialah menyuguhkan
beberapa ayat yang memberikan kepada kita asas penting untuk
mengembangkan suatu penangan Alkitab terhadap etika bisnis. Saya
mengajak anda menggunakan ayat-ayat dan asas-asas tersebut lalu membuat
daftar beberapa masalah etika yang ada kaitannya dengan cara mengelola
bisnis anda. Kemudian berbicaralah kepada Tuhan, adimitra usaha anda,
dan mohonlah pendapatNya dalam menerapkan asas Alkitab yang disajikan
dalam pasal ini.
Selagi
anda melakukan hal ini, saya yakin empat hal akan terjadi:
(1)
Hubungan
anda dengan Tuhan akan bertambah akrab.
(2)
Anda
akan mengembangkan etika yang tepat berdasarkan Firman Allah
semata-mata.
(3)
Orang-orang
di pusat perniagaan - dan juga dalam perusahaan anda - akan mengakui
bahwa ucapan dan tindakan Kristen anda terpadu.
(4)
Anda
dan Tuhan akan lebih berhasil mencapai tujuan bersama untuk bisnis
tersebut.
Ringkasan
Orang-orang
Kristen menghadapi dua pilihan bila berurusan dengan etika bisnis. Kita
dapat mengikuti falsafah dunia atau mengikuti ajaran Tuhan dalam
Alkitab. Kita tak dapat mengikuti kedua-duanya sekaligus.
Dunia
telah menggunakan sebuah falsafah yang disebut etika situasi, yang
sebenarnya menyatakan bahwa tiada terdapat kemutlakan akhlak. Para
penganut etika situasi biasanya berpegang pada keyakinan berikut:
(1)
Apapun
yang kaucoba lakukan atasku, aku pun berhak melakukannya atasmu.
(2)
“Tujuan”
menghalalkan “cara”.
(3)
Setiap
orang melakukannya, jadi tindakan itu benar.
(4)
Ayo
lakukan saja asalkan jangan ketahuan.
(5)
Asalkan
kita semua setuju, apapun yang kita lakukan itu benar.
Namun
Kristus mengatakan kepada kita: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki
supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.
Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Matius 7:12).
Inilah ayat landasan untuk mengembangkan semua asas Alkitab mengenai
etika bisnis. Perhatikanlah bahwa ayat ini berlaku bagi semua orang,
dalam segala situasi, pada setiap waktu. Dikatakan “segala sesuatu”
yang berarti mencakup semuanya.
Matius
5:39-42 memberikan kepada kita sebuah asas penting lainnya. Di dalamnya
Tuhan menyatakan bahwa kita harus selalu berikrar untuk memberi
melampaui yang dituntut oleh orang lain dan hukum untuk kita memberi.
Kebanyakan orang memberi sesuai dengan yang dituntut dari mereka, tetapi
hanya sedikit yang mau memberi lebih daripada itu. Namun sesungguhnya
dengan memberi melampaui yang dv harapkan maka dunia niaga akan mengenai
perbedaan yang ada pada orang-orang Kristen. Pada saat orang-orang
menyadari bahwa kita tidak bertindak seperti dunia selebihnya, mereka
akan bersikap lebih terbuka untuk mendengar tentang Tuhan. Dan itulah
salah sebuah alasan utama Tuhan telah menempatkan kita di pusat
perniagaan.
Penerapan
Pribadi
1.
Pelajarilah
Matius 7:12 dan hafalkan baik-baik.
a.
Hal-hal
apa sajakah yang cenderung menghalangi anda untuk menerapkan ayat ini
dalam kehidupan dan bisnis anda?
b. Mengapa
iblis berusaha mempengaruhi kita untuk menggunakan cara penyelesaian
dunia dan bukannya cara Tuhan?
c.
Buatlah
daftar semua persoalan etika dalam bisnis anda dan tentukan cara anda
menerapkan ayat ini demi menegakkan etika bisnis anda.
2.
Bacalah
Matius 5:39-42 dan renungkanlah isinya.
a.
Bagaimanakah
cara anda menerapkan asas “Selalu berikrar untuk memberi melampaui
yang dituntut oleh orang lain dan hukum untuk anda memberi”.
b.
Menurut
pendapat anda apakah pengaruh penerapan asas ini terhadap bisnis anda?
3.
Usahakanlah
adanya sebuah pernyataan etika bagi perusahaan anda. Mulailah
menyampaikan pernyataan itu kepada para karyawan dan langganan.
Prepared by:
Bambang Wiyono