--------
Mimbar Gereja FULL GOSPEL
INDONESIA
---------
Siaran
minggu ke 19 : tanggal 5 Februari 2006
Sesi
II :
Subject
: The Great Businessmen ( 3 ) : Kekuasaan uang
oleh :
Myron D.Rush
Teman2,
Minggu yang lalu, The Great Businessmen ( 2 ) Firman
Tuhan tentang Iman kita yang bisa mengubah bisnes
kita, iman yang bisa mengubah hidup kita.
kita
tidak boleh punya perasaan malu, minder , karena keadaan
, layaknya seperti si miskin dan buta itu, kita harus
punya iman, bahwa kita punya harapan hidup yang lebih baik dari hari
ini, kita harus menanamkan iman, bahwa kita bisa dipulihkan ,
tidak akan gali lobang tutup lobang lagi, kalau
kita berharap Yesus lewat dalam hidup kita, kita tinggal teriak saja
yang keras2, agar Yesus dengar permohonan kita, kita kadang harus
berdoa kepada Tuhan dengan permintaan yang jelas, seperti si buta :
" Tuhan, supaya aku dapat melihat " dibukit doa
dengan sungguh2, sampai Tuhan menjawab doa2 kita.
Kalau
Tuhan sudah menjawab, maka tinggalkan pikiran masa lalu, pikiran yang
pesimis, pikiran yang negatip, yakinlah kita bisa! ( Mark 9:23 ) seperti
si pengemis membuang semua pakaian bekasnya.
"Aku
tahu segala pekerjaanmu: lihatlah, Aku telah membuka
pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorang
pun. Aku tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau menuruti
firman-Ku dan engkau tidak menyangkal nama-Ku." ( Wah 3:8 )
"
apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup,
tidak ada yang dapat membuka." ( Yes 22:22 )
Kalau si
pengemis, si buta itu berhasil mengatasi rintangan2 imannya, dan
berhasil melepaskan harapannya, mengapa kita tidak bisa?
sesuatu pasti terjadi perubahan atas bisnes kita! kita bisa bebas
hutang, tidak gali lobang tutup lobang lagi!
percayalah!
“Uang
berbicara”
Tetapi
pernahkah anda berhenti sejenak untuk mendengarkan hal yang
dibicarakan uang tentang diri kita? Apakah rnau mengakuinya ataupun
tidak, dalam banyak hal uang merupakan kekuatan yang menguasai dan
mengatur usaha dan hidup kita.
Kebanyakan keputusan yang harus diambil seorang pengusaha menyangkut
soal uang. Yang kita putuskan ialah cara menghasilkan uang atau cara
membelanjakannya. Dan tujuan kita selalu sama: kita harus lebih banyak
menghasilkan daripada membelanjakan uang itu. Karenanya, uang
merupakan faktor penentu dalam semua keputusan bisnis kita. Dan jika
uang menentukan keputusan bisnis kita, tidak mungkinkah uang itu juga
ikut menguasai dan mengatur diri kita?
Sebagai seorang usahawan Kristen, saya takkan pernah mengakui kepada
siapapun bahwa uang menguasai diri saya. Tetapi perkenankan saya
mengajukan sebuah pertanyaan lagi: Jika saya mengizinkan uang
menguasai semua keputusan saya, tidakkah hal ini membenarkan kenyataan
bahwa uanglah yang sedang menguasai diri saya? Saya tak tahu jawaban
anda terhadap pertanyaan itu tetapi kesimpulan saya ialah memang
demikian.
Selama beberapa bulan terakhir ini saya telah bergumul dengan rnasalah
ini. Saya tak suka mengakuinya tetapi sebenarnya saya merasa ngeri
terhadap pengaruh uang dalam diri saya, dalam bisnis saya bahkan dalam
hidup saya. Saya merasa bahwa jika anda mau jujur setulus-tulusnya
terhadap diri anda sendiri, anda pun harus mengakui hal yang sama.
Untuk dapat melenyapkan pengaruh buruk dari uang terhadap diri kita,
terlebih dahulu kita harus mengetahui asal-usul uang itu.
Sumber Uang dan
Kekayaan
Uang itu sendiri tidaklah buruk maupun baik. Uang sebenarnya
rnerupakan suatu kebutuhan hidup dalam masyarakat modern kita Uang itu
mutlak perlu untuk mengadakan semua transaksi niaqa.
Alkitab sendiri menunjukkan bahwa terdapat dua sumber keuangan dan
kekayaan. Dalam kitab Ulangan, Allah bersabda kepada bangsa
Israel
: “Ingatlah selalu bahwa Tuhan
Allahmu-lah yang memberikan kepadamu kuasa untuk menjadi kaya”
(Ulangan
8:18
, TLB). Jelaslah dari ayat ini bahwa Tuhan
memberikan kepada manusia kuasa untuk menghasilkan uang dan memperoleh
kekayaan.
Tetapi Alkitab juga menunjukkan bahwa iblispun memiliki kuasa untuk
memberikan kekayaan kepada manusia. Telah kita ketahui pada pasal yang
lalu dari buku ini, Injil Lukas menyebutkan bahwa iblis menawarkan
kerajaan dunia kepada Yesus dengan sebuah syarat sebagai imbalannya
yaitu Yesus harus menyembah dia (Lukas 4:5-8). Perlu diperhatikan
bahwa Yesus tidak menyangkal pernyataan iblis bahwa ia berkuasa
memberikan kerajaan dan kekayaan kepada siapapun yang dikehendakinya.
Namun Yesus menjelaskan kepada iblis bahwa kita harus menyembah Tuhan
“dan hanya Dia saja” (Lukas 4:8, TLB).
Singkatnya, Alkitab mengajarkan bahwa kuasa untuk memperoleh kekayaan
berasal dari Allah ataupun dari iblis. Jika kita melayani Tuhan maka
kekayaan kita berasal dari Dia. Sebaliknya jika kita melayani iblis
maka dialah yang menjadi sumber kekayaan kita.
Saya berharap anda mengaku melayani Tuhan. Namun tidak-lah cukup hanya
mengaku melayani Tuhan. Jika anda seorang usahawan Kristen anda
bertanggungjawab untuk melayani Dia melalui semua tindakan anda. Anda
perlu mengetahui hal yang dituntut Allah dari seseorang sejak ia
menjadi seorang Kristen. Anda harus mempelajari asas-asas Tuhan untuk
menjalani kehidupan lalu mulai menerapkannya pada setiap segi
kehidupan anda termasuk juga bisnis anda.
Jebakan
Uang
Uang cenderung untuk menipu kita dengan memberikan suatu rasa tenteram
yang palsu. Sejumlah besar usahawan Kristen (termasuk saya - dan
barangkali anda juga) selama bertahun-tahun telah menipu diri sendiri
dengan anggapan bahwa uang dapat memenuhi sebagian besar kalau tidak
seluruh kebutuhan bisnis mereka.
Namun karena seorang usahawan sedemikian kuatnya tergoda untuk merasa
terjamin oleh uang, Tuhan menyisihkan cukup banyak waktu untuk
membahas persoalan ini:
Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: “Guru,
katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.”
Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Saudara, siapakah yang telah
mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?”KataNya lagi
kepada mereka: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala
ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya
tidaklah tergantung daripada kekayaannya itu” (Lukas
12:13
-15).
Bila
uang menjadi prioritas utama kita, kita mengakui melalui tindakan kita
bahwa hidup itu memang tergantung daripada kekayaan kita. Selama
bertahun-tahun saya menghabiskan sepuluh sampai duabelas jam sehari,
kadangkala enam hari seminggu, untuk membina bisnis saya. Melalui
tindakan saya seolah-olah saya berkata bahwa hidup ini “ tergantung
daripada kekayaan saya” ; namun saya akan menyangkal hal ini bila
keluarga saya menuduh bahwa saya lebih memperhatikan bisnis daripada
memperhatikan mereka.
Saya tidak mengatakan bahwa kita tak memerlukan uang untuk menjalankan
bisnis kita. Jelas kita membutuhkannya. Namun kebutuhan kita akan uang
kerapkali menyebabkan kita cenderung untuk terlalu bergantung
kepadanya. Tanpa menyadarinya, uang telah menjadi kepentingan uatama
bagi jaminan apakah kita mau mengakuinya ataupun tidak.
Menyadari bahwa kita semua mempunyai kecenderungan untuk menilai uang
secara berlebih-lebihan, Tuhan Yesus memberikan kita sebuah
perumpamaan tentang seorang kaya yang bodoh :
Kemudian ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, katanya : “
Ada
seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah
hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya : Apakah yang harus aku perbuat,
sebab aku tidak mempunyai tempat dimana aku dapat menyimpan hasil
tanahku. Lalu katanya : inilah yang akan aku perbuat : aku akan
merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar
dan aku akan menyimpan didalamnya segala gandum dan barang-barangku.
Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku : Jiwaku, ada padamu banyak
barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah,
makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi firman Allah
kepadanya : Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan
diambil daripadamu dan apa yang telah engkau sediakan, untuk siapakah
itu nanti?
Demikianlah
jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri,
jikalau ia tidak kaya dihadapan Allah.”
Kini marilah kita tinjau bersama perumpamaan besar dan berkuasa ini
pokok demi pokok dan asas demi asas.
Mula-mula kita menyaksikan seorang usahawan yang telah mencapai
sesuatu yang kita semua dambakan dalam bisnis - sukses. Tuhan bahkan
menunjukkan bahwa “tanahnya berlimpah-limpah hasilnya”. la
benar-benar berhasil dalam usahanya. Ia memperoleh imbalan yang sangat
baik atas segala jerih payah dan penanaman modalnya. Usahanya
sedemikian majunya sehingga tiada cukup tempat untuk menampung hasil
tanahnya.
Tetapi kemudian Tuhan memberitahukan kita tentang masalah orang kaya
itu: “Apakah yang harus kuperbuat? Aku tak mempunyai tempat untuk
menyimpan hasil panenku,” keluhnya. Jadi ia memutuskan untuk
memperbanyak lumbung-lumbungnya agar dapat mengimbangi perkembangan
usaha pertaniannya itu. “Inilah yang akan kuperbuat,” katanya.
“Aku akan merombak lumbung-lumbungku dan akan mendirikan yang lebih
besar dan di sanalah aku akan menyimpan segala gandum dan
barang-barangku.”
Sejauh ini pengusaha kaya tersebut belum melakukan suatu kesalahan.
Tidaklah keliru untuk memperoleh hasil panen. Tidaklah keliru juga
untuk memperluas tempat penampungan bagi usahanya yang berkembang
pesat itu. Tuhan tidak mengecam adanya suatu usaha yang sehat dan
berkembang.
Namun dosa orang kaya itu tampak ketika ia berkata kepada dirinya: “
Ada
padamu banyak barang, tertimbun untuk
bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah,
bersenangsenanglah!” Di situlah letak masalahnya! Orang ini
memandang hartanya dan memutuskan bahwa dirinya telah terjamin. Dengan
hartanya ia dapat memenuhi semua kebutuhannya selama bertahun-tahun.
Ia percaya kepada hartanya dan “banyak barang yang baik” untuk
memenuhi keperluannya -- gantinya percaya kepada Tuhan.
saya
menemukan perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh ini. Saya
telah membacanya berkali-kali di masa lalu, tetapi saat ini saya
merasa seolah-olah baru rnembacanya untuk pertama kalinya. Saya
menyadari bahwa saya sedang berusaha melakukan hal yang serupa dengan
pengusaha kaya dalam perumpamaan ini. Saya ingin agar mampu berkata:
“Myron, engkau memiliki banyak barang Yang baik, tertimbun untuk
bertahun-tahun lamanya. Engkau telah menginvestasikan uangmu dengan
bijaksana. Engkau tak pernah akan mengalami kekuatiran dalam segi
keuangan. Jadi nikmatilah kehidupan dengan sepuas-puasnya, makanlah,
minumlah dan bersenangsenanglah.”
Kemudian saya membaca jawab Tuhan terhadap pernyataan usahawan kaya
ini: “Tetapi firman Allah kepadanya: “Hai engkau orang bodoh, pada
malam ini juga jiwamu akan diambil daripadamu, dan apa yang telah
kausediakan, untuk siapakah itu nanti?” betapa keras hardikan Tuhan!
Allah mengatakan bahwa ia seorang bodoh karena mencurahkan waktu,
tenaga dan uangnya dalam usaha menjadikan dirinya serba cukup.
Mengapa? Karena ia dapat bersandar kepada kekayaan Allah untuk
memenuhi semua kebutuhan masa depannya. Ia juga seorang bodoh karena
tak menyadari bahwa kekayaan tidak memberikan jaminan untuk masa
depan. Hanya Allah sajalah yang dapat memberikan kita jaminan karena
Allah Yang mempunyai penguasaan dan pengawasan atas hidup kita. Allah
saja yang menentukan hidup mati kita - sedangkan semua harta benda
kita di dunia tidaklah dapat menjamin kehidupan di hari esok.
Akhirnya Allah menunjukkan bahwa usahawan kaya ini telah menjadi bodoh
karena bersikap serakah atau mementingkan diri sendiri dengan
kekayaannya. Ia berusaha menyimpan harta bagi dirinya dan bukannya
menghimpun “kekayaan bagi Allah”
Ketika membaca ayat-ayat tersebut saya menyadari bahwa seperti orang
kaya itu saya telah tertipu untuk mempercayai bahwa uang dan kekayaan
merupakan cara memperoleh jaminan masa depan. Seperti yang ditunjukkan
oleh perumpamaan itu, setiap orang yang lebih berminat untuk menumpuk
kekayaan bagi dirinya sendiri daripada menghimpun harta di surga,
ialah orang yang tertipu dan bodoh.
Kesetiaan
Anda Terletak di Tempat Harta Anda
Jerry Marshall bersama saya memulai Sunlight Industries, sebuah
perusahaan pembuatan perlengkapan yang menggunakan tenaga matahari,
dengan modal yang kecil sekali. Kami memulainya di sebuah ruangan
berukuran 6 x 6 meter. Perlengkapan kami terdiri atas sedikit perkakas
tangan dan sepasang bangku yang sudah usang yang kami pinjam dari
seorang teman.
Baik Jerry maupun saya sendiri masih terikat dengan usaha lain pada
saat itu dan untuk beberapa bulan kami lebih mementingkan usaha lain
tersebut daripada Sunlight Industries. Bagaimanapun juga memang kami
menerima penghasilan lebih banyak dari usaha lain tersebut.
Tetapi ketika Sunlight Industries berkembang dari sebuah ruang kecil
dengan bangku-bangku bekas dan peralatan sederhana sehingga menjadi
sebuah pabrik besar yang mempekerjakan lebih dari 50 orang, kesetiaan
kami beralih dari usaha lain kepada Sunlight Industries. Mengapa?
Karena di situlah tempat kami mencurahkan waktu, tenaga dan sumber
modal kami.
Hal yang tadinya hanya berupa usaha sambilan telah berubah menjadi
usaha sepenuhnya. Dalam waktu beberapa bulan saja kami telah terlibat
sepenuhnya di dalam perencanaan dan perkembangan lebih lanjut mengenai
kegiatan pabrik kami itu. Makin banyak waktu, tenaga dan uang yang
kami curahkan kepada Sunlight Industries, makin setia dan terikatlah
kami kepadanya.
Kesetiaan semacam inilah tepatnya yang diterangkan oleh Tuhan Yesus
ketika ia bersabda:
Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat
merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi
kumpulkanlah bagimu harta di surga; di surga ngengat dan karat tidak
merusakkannya dan pencuri tidak membongkar dan mencurinya. Karena di
mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada (Matius
6:19
-21).
Hati kita selalu mengikuti harta kita. Perhatikanlah bahwa Tuhan tidak
mengatakan: “Di mana hatimu berada di situ juga hartamu berada”.
Ia malah berkata sebaliknya: “Di mana hartamu berada, di situ juga
hatimu berada”.
Sebagian besar dari para pengusaha sangat terikat dengan bisnis mereka
karena di situlah letak harta mereka. Artinya, usaha mereka merupakan
milik mereka yang paling berharga; karena itu tidaklah merupakan
masalah bagi mereka untuk berkorban demi menyaksikan usaha mereka
berhasil.
Ayat-ayat ini merupakan ayat-ayat yang sukar dihadapi oleh para
pengusaha. Sifat hakiki dari suatu bisnis menuntut kita untuk
mengumpulkan sejumlah kekayaan, di dalam bentuk benda atau
“harta”. Bila hal itu tidak kita lakukan maka sangatlah sukar
untuk kita tinggal bertahan dalam kegiatan bisnis.
Namun gagalnya memahami ayat ini telah menyebabkan banyak usahawan
Kristen berpendapat keliru seperti yang saya cetuskan pada umur
delapan tahun ketika saya mencoba untuk menjual cacing umpan: “Allah
hanya berminat pada urusan keagamaan. Karena bisnis itu bukanlah
urusan keagamaan maka tentunya Allah tak mungkin menaruh perhatian
atasnya.” Kemudian kita melangkah lebih jauh dengan pendapat keliru
ini (yang sebenarnya merupakan tipuan iblis). Kita berkata:
“Ayat-ayat ini tak ada sangkut-pautnya dengan saya dan bisnis saya
dewasa ini. Itu dapat diterapkan pada zaman Alkitab dahulu tetapi
bukan di lingkungan masyarakat bisnis modern yang serba kilat ini.”
Marilah kita melihat dengan teliti ucapan Tuhan Yesus dalam ayat-ayat
yang terdapat dalam Injil Matius ini, karena sebuah asas yang sangat
penting terkandung di dalamnya. Kristus menunjukkan bahwa walaupun
anda membaktikan seluruh kehidupan anda untuk menghimpun harta di
bumi, anda tetap takkan beroleh jaminan sejati; karena Alkitab
terjemahan The Living Bible menerangkannya bahwa barang-barang seperti
itu “dapat longsor atau mungkin dicuri” (Matius
6:19
, TLB).
Seorang teman saya bekerja di luar negeri selama limabelas tahun
dengan tujuan supaya ia dapat menyimpan cukup banyak uang untuk
memiliki usahanya sendiri. Ia dan istrinya kembali ke Amerika
Serikat dengan uang tabungan sejumlah $ 400.000. ia menanamkan uangnya
dalam sebuah kegiatan bisnis, namun malapetaka menimpa perusahaannya.
Dalam waktu dua tahun saja ia terpaksa menyatakan diri bangkrut.
Situasi pemasaran telah berubah sehingga barang produksinya tidak
diperlukan orang lagi.
Teman saya telah bekerja keras. Ia telah menabung setiap sen yang
diperolehnya. Tetapi pada saat ia membeli usahanya yang baru, ia tiada
mengetahui samasekali bahwa teknologi modern telah membuat barang
hasil buatannya menjadi kuno.
Di dalam Injil Matius, Tuhan mengatakan bahwa lebih menguntungkan
dilihat dari segi kekekalan - mencurahkan segala usaha kita untuk
kerajaan Allah. Usaha atau “harta” yang ditempatkan di sini aman
sepenuhnya karena Allah sendiri yang melindunginya. Jatuhnya harga
saham atau emas, teknologi mutakhir, kelesuan ekonomi, pergeseran
kekuasaan politik atau sejumlah penyebab lainnya tidaklah akan
menghapus apapun modal yang telah anda tanamkan di dalam kerajaan
surga. Namun hal-hal yang saya sebutkan tadi dapat membinasakan
“harta” anda di bumi.
Perlu juga dicatat - seperti yang ditunjukkan Tuhan Yesus dalam
perumpamaan orang kaya yang bodoh - bahwa sekalipun tak terjadi
sesuatu yang membinasakan harta kita di bumi, bila kita meninggal
semuanya akan ditinggalkan untuk dinikmati orang lain.
Investasi
di kerajaan Surga
Kita dapat mengumpulkan atau memungut kembali investasi kita di
sepanjang masa kekekalan. Saya belum pernah mendengar adanya usaha
perantara di dunia ini yang dapat menandingi (bahkan agak mendekati)
tawaran pengembalian atas penanaman modal semacam itu !
Tuhan juga mengajarkan sebuah asas lain melalui ayat dalam Injil
Matius. Anda tentu masih ingat ia bersabda:
“Karena
di mana hartamu - berada, di situ juga hatimu berada” (Matius
6:21
),
Ini
merupakan sebuah asas yang sangat penting. Tuhan mengatakan bahwa kita
menjadi terlibat dan setia kepada harta yang kita investasikan. Jika
kita menanam semua sumber daya kita ke dalam bisnis kita maka kita
hanya akan memiliki rasa keterikatan kita kepada Allah dan
kerajaanNya, karena kesetiaan kita telah dikaitkan kepada bisnis kita.
Sebaliknya
jika kita menaruh harta kita di dalam surga, kita akan merasa terikat
kepada Allah. Tidaklah sukar untuk menjadikan Allah sebagai Tuhan atas
seluruh hidup kita bila kita telah menyerahkan segala sesuatu yang
kita miliki kepadaNya.
Setiap usahawan Kristen secara pribadi harus berurusan dengan
pernyataan Tuhan Yesus dalam Matius 6:19-21. Saya tak dapat
mengabaikannya. Mengabaikannya berarti saya telah memutuskan untuk
menyimpan harta saya di dunia, untuk menjadikan bisnis lebih penting
daripada Allah dan kerajaanNya. Mengabaikan pernyataan Tuhan Yesus ini
sama dengan mengatakan bahwa saya lebih terikat pada penyimpanan harta
di bumi daripada kepada Allah dan kerajaanNya. Pertanyaannya kini
ialah “Bagaimana cara saya menyimpan harta di surga?” Jika memang
itu yang harus saya lakukan, saya harus tahu cara melakukannya. Kita
akan membahas hal ini secara terinci pada sebuah pasal kemudian.
Tanggung
Jawab Pengusaha Kristen Mengenai Uang
Seperti yang telah kita catat sebelumnya, Alkitab tak pernah
mengatakan bahwa uang itu buruk atau jahat. Alkitab memang
menyebutkan:
“Akar
segala kejahatan ialah cinta uang” (1 Timotius
6:10
).
Harap
diperhatikan benar-benar bahwa ayat ini menyatakan bahwa cinta uang
ialah akar segala kejahatan bukan uang itu sendiri. Dan seperti yang
tertera dalam kitab Uangan:
“Ingatlah
selalu bahwa Tuhan Allahmulah yang memberikan kepadamu kuasa untuk
menjadi kaya dan ia berbuat demikian untuk menggenapi janjiNya kepada
nenek moyangmu” (Ulangan
8:18
, TLB).
Singkatnya, Allah sama sekali tidak menentang adanya kekayaan. Ia
mengaruniakan umatNya kuasa untuk memperoleh uang. Namun la sangat
menentang kita bila kita mencintai uang lebih daripada kita
mengasihiNya. Dan ia berharap agar kita menyadari bahwa uang
mendatangkan tanggung jawab yang besar. Rasul Paulus memesan Timotius:
Katakan kepada mereka yang kaya agar jangan sombong dan jangan
berharap kepada uang mereka yang akan segera lenyap, tetapi kebanggaan
dan harap mereka haruslah tertuju kepada Allah yang hidup senantiasa
dengan limpahnya memberi kita semua kebutuhan kita untuk dinikmati”
(1 Timotius
6:17
, TLB).
4 hal penting mengenai uang
Pertama,
bila anda memiliki uang janganlah sombong karena memilikinya. Juga
jangan menyangka bahwa anda lebih baik atau lebih disukai Tuhan
daripada orang-orang yang tak memilikinya.
Kedua, anda jangan menaruh iman kepada uang anda
seperti yang telah kita saksikan baik di Lukas 12 maupun dalam Matius
6:19-21.
Ketiga, kebanggaan dan harapan kita hendaklah tertuju
kepada Allah, karena Dia sajalah yang mengaruniakan semua keperluan
kita demi menikmati kehidupan.
Dan keempat, Allah bermaksud agar kita dapat
menikmati hidup dengan uang yang disediakannya.
Namun tanggung jawab kita tak berakhir sampai di situ. Rasul Paulus
selanjutnya menguraikan niat Allah tentang hal yang harus kita lakukan
dengan uang yang diberikannya itu:
" Katakan kepada mereka agar menggunakan uang mereka untuk
berbuat kebajikan. Mereka harus kaya dalam perbuatan-perbuatan yang
baik dan harus memberi dengan sukacita kepada mereka yang
berkebutuhan, selalu siap untuk membagi dengan orang-orang lain apapun
yang telah diberikan Tuhan kepada mereka (1 Timotius
6:18
, TLB)."
Allah mengaruniakan kepada kita kekayaan supaya kita dapat membaginya
dengan orang-orang lain yang membutuhkan bantuan keuangan.
Dan
bukan saja kita harus memberi kepada mereka yang berkebutuhan
melainkan juga kita “harus memberi dengan sukacita” kepada
orang-orang tersebut. Kita harus merasa senang dapat menggunakan uang
pemberian Tuhan kepada kita untuk melayani kebutuhan orang-orang lain.
Itulah juga sebabnya pada mulanya Dia mengaruniakannya kepada kita.
Paulus mengakhiri pesan ini dengan melukiskan akibat yang akan terjadi
bila kita menerapkan asas-asas ini:
“Dengan
melakukan hal ini mereka akan menyimpan harta sejati bagi diri mereka
di surga - inilah investasi satu-satunya yang teraman untuk jangka
waktu yang kekal! Dan mereka akan menghayati suatu kehidupan Kristen
yang berbuah-buah di dunia ini juga” (1 Timotius
6:19
, TLB).
Sebenarnya Allah sedang menegaskan bahwa salah sebuah cara untuk
menyimpan harta di surga ialah dengan membagi-bagi harta kita yang di
dunia ini dengan mereka yang membutuhkan. Daripada menabung pada bank
di dunia ini, kita seharusnya menabung pada orang-orang yang
berkekurangan. Inilah cara menabung yang diperhitungkan bagi
keuntungan kita di dalam bank Allah yang di surga. Inipun investasi
teraman yang dapat kita lakukan karena ini merupakan investasi untuk
jangka waktu yang tak terbatas yaitu kekal!
Akhirnya, ayat ini menyatakan bahwa dengan menggunakan kekayaan kita
untuk melayani kebutuhan orang lain kita akan
“menghayati
suatu kehidupan Kristen yang berbuah-buah di dunia ini juga”.
Dengan
kata lain, suatu kehidupan yang berlimpah takkan tercapai dengan
menyimpan harta bagi jaminan hidup kita sendiri. Cara sesungguhnya
untuk mencapai jaminan masa depan dan menikmati kehidupan yang
berlimpah ialah dengan menggunakan kekayaan yang diberikan Tuhan
kepada kita untuk menolong kebutuhan orang lain.
Bila dengan setia kita menerapkan kebenaran Alkitab ini dan
membagi-bagikan milik kita untuk menolong orang lain, kita akan menuai
pahala yang dijanjikan di dalam Injil Lukas:
“Karena jika engkau memberi,
engkau akan menerima! Pemberianmu akan kembali kepadamu dalam ukuran
penuh dan melimpah ruah, ditekan-tekan, digoncang-goncang bersama agar
mendapat tempat yang lebih banyak sampai tumpah keluar. Ukuran atau
takaran apapun yang kaupakai untuk memberi - besar ataupun kecil -
akan digunakan untuk mengukur imbalan yang akan dikembalikan
kepadamu” (Lukas
6:38
,
TLB).
Bukankah hal itu luar biasa? Allah memberikan kepada kita kekayaan
supaya kita dapat menggunakannya menolong orang yang berkekurangan.
Kemudian, bila dengan setia kita memanfaatkan kekayaan kita menurut
cara yang dikehendakinya, la akan memberikan lebih banyak lagi!
Mengapa? Supaya kita dapat terus menerus menerapkan 1 Timotius
6:18
dan memenuhi kebutuhan dari lebih banyak
orang lagi. Dengan berbuat demikian kita terus menerus menuai pahala
yang disebutkan dalam Lukas 6:38. Hasil akhirnya kelak akan
membuktikan bahwa kita tak pernah dapat melampaui pemberian Allah
untuk kita.
Allah bersabda:
“Karena
jika engkau memberi, engkau akan menerima! Pemberianmu akan kembali
kepadamu dalam ukuran penuh dan melimpah ruah”.
Allah
mengatakan kepada kita bahwa jaminan yang sesungguhnya - baik dalam
hidup sekarang maupun hidup kekal nanti - akan dialami bila kita patuh
kepadaNya dan memberi kepada orang lain seperti Tuhan telah memberi
kepada kita. Dan itu, sahabatku, merupakan transaksi bisnis terbaik
yang pernah diadakan!.
Menempatkan
Prioritas Secara Tepat
Seperti yang telah kita ketahui di pasal 2, membuat atau menghasilkan
uang telah menjadi prioritas utama dari sebagian besar orang-orang
dalam dunia bisnis. Dan saya sendiri juga harus mengakui bahwa selama
bertahun-tahun itu merupakan prioritas puncak saya. Saya memulai
lima
buah perusahaan dengan tujuan semata-mata
mencari uang saja.
Itulah sebabnya pasal ini akan dipusatkan pada cara menempatkan Tuhan
di tempat pertama atau utama dalam bisnis anda. Kita akan memusatkan
perhatian pada cara menjadikan Tuhan sebagai penguasa dalam bisnis
anda dan juga penguasa di seluruh kehidupan anda.
Bila Tuhan akan menempati kedudukan pertama dalam bisnis anda maka
benar-benar Dia harus diutamakan. Misalnya, jika Allah itu nomor satu
dalam bisnis anda maka tentu saja uang tak boleh lagi dinomor-satukan.
Seperti yang disabdakan Tuhan Yesus: “Tak seorangpun dapat mengabdi
kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang
dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan
tidak mengindahkan yang lain.
"Kamu
tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada uang” (Matius
6:24
).
Ayat ini menunjukkan bahwa ada terdapat dua majikan di dunia ini dan
bahwa kita akan melayani yang satu atau lainnya tetapi kita tak dapat
mengabdi kedua-duanya. Kedua majikan ini saling bertentangan. Dan
seperti yang dinyatakan dengan jelas oleh ayat tersebut, jika kita
mencintai seorang maka kita pasti akan membenci lainnya.
Ayat ini juga menyatakan bahwa kita harus memilih antara dua majikan -
Allah atau uang. Kita harus mengadakan pilihan. Kita akan melayani
Allah (dan la akan menjadi majikan dan penguasa dari bisnis kita) atau
“kita akan melayani uang (dan uanglah yang akan menjadi majikan dan
penguasa bisnis kita).” Setiap pengusaha harus memilih salah satu
dari keduanya.
Sebagian besar usahawan, termasuk orang-orang Kristen, telah memilih
uang menjadi penguasa mereka dalam dunia perniagaan; mereka telah
mengizinkan uang menjadi prioritas utama dan faktor pengatur dalam
semua keputusan bisnis mereka. Seperti yang tercantum dalam pasal 2,
uang menjadi jaminan mereka. Iman mereka terletak pada uang dan
kemampuannya untuk memenuhi segala kebutuhan mereka.
Namun Allah ingin untuk menjadi Penguasa sejati dari bisnis anda dan
dunia perniagaan. Dia ingin menjadi prioritas utama, faktor pengatur
di dalam semua keputusan bisnis anda. Dia ingin menjadi jaminan anda.
Dia ingin anda menempatkan iman anda kepadaNya demi memenuhi semua
kebutuhan anda. Tetapi supaya Tuhan menjadi nomor satu dalam bisnis
anda, uang tak boleh menempati kedudukan itu.
Akibat-akibat
Melayani Uang
Baru saja saya mendengar seorang pengusaha Kristen yang kaya raya
berbicara tentang sebuah pokok pembahasan yang menarik yaitu
“sukses”. Kita sebut saja dengan nama Bill.
Bill memulai karirnya sebagai penjual mobil bekas. Melalui kerja
keras, kerajinan dan penanaman modal yang bijaksana ia menjadi seorang
multimilioner pada usia yang muda. Sekarang ia berbicara kepada banyak
orang di seluruh Amerika Serikat mengenai cara untuk mencapai sukses.
Dalam pembicaraan itu Bill berkata: “Ketika saya memulai bisnis,
sasaran saya ialah memperoleh $ 1,000 setiap bulan. Setelah saya
berhasil memperolehnya, saya menetapkan sasaran baru $ 25,000 setahun.
Begitu saya berhasil mencapainya, saya tingkatkan sasaran itu menjadi
$ 50,000, kemudian $ 100,000 setahun.
Sambil melangkah mondar mandir di atas pentas ia semakin cepat. Seraya
melambaikan lengannya ia berseru: “Hari ini saya seorang
multimilioner! Tetapi ini belum cukup! Saya tak pernah merasa puas
dengan uang yang saya peroleh. Bila saya mencapai sebuah sasaran, saya
selalu menginginkan lebih banyak karena saya selalu dapat memikirkan
hal-hal yang lebih besar untuk membelanjakan pendapatan itu. Dan jika
anda ingin berhasil atau sukses, anda tak pernah boleh puas dengan
pendapatan anda!”
Bill merupakan sebuah contoh klasik dari ajaran raja Salomo di dalam
kitab Pengkhotbah:
“Orang
yang mencintai uang tak pernah akan merasa cukup. Alangkah bodoh
pikiran yang menganggap bahwa kekayaan membawa kebahagiaan! Semakin
banyak yang kau miliki, semakin -banyak pula yang kau belanjakan,
sampai ke batas pendapatanmu, jadi apakah manfaat kekayaan - kecuali
barangkali untuk menyaksikannya meluncur lenyap dari sela-sela
jarimu” (Pengkhotbah 5:9-10, TLB).
Seperti yang diungkapkan ayat ini, akibat melayani uang ialah bahwa
kita tak pernah puas. Kebahagiaan kita terletak pada hal-hal yang
dapat dibeli oleh uang untuk kita; karena itu, kita selalu harus
membeli “barang-barang” semakin banyak jumlahnya dan semakin besar
harganya. Hanya dengan berbuat demikian kita akan tetap bahagia.
Namun Tuhan Yesus memperingatkan:
“Berjaga-jagalah
dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang
berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada
kekayaan itu.” (Lukas 12:15).
Memang kalau uang menjadi majikan kita, nasib kita pastilah tidak
bahagia. Mengapa? Karena kita tak pernah merasa puas. Karena kita
selalu kuatir akan kehilangan milik kita.
Seperti
dengan tegas diamati oleh raja Salomo:
“Kekenyangan
orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur” (Pengkhotbah
5:11
).
Juga
kalau kita mengizinkan diri kita mengabdi kepada uang kita condong
untuk melupakan Tuhan; kita memuji diri kita untuk semua hal yang
telah kita capai.
Perhatikanlah
pernyataan kitab Ulangan:
“Dan
engkau akan makan dan akan kenyang ... hatihatilah, supaya jangan
engkau melupakan Tuhan, Allahmu, dengan tidak berpegang pada perintah,
peraturan dan ketetapanNya ... dan supaya, apabila engkau sudah makan
dan kenyang, mendirikan rumah-rumah yang baik serta mendiaminya, dan
apabila lembu sapimu dan kambing dombamu bertambah banyak, dan emas
serta perakmu bertambah banyak, dan segala yang ada padamu bertambah
banyak, jangan engkau tinggi hati, sehingga engkau melupakan Tuhan,
Allahmu ... Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: “Kekuasaanku dan
kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini”.
Tetapi haruslah engkau ingat kepada Tuhan, Allahmu, sebab Dialah yang
memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan” (Ulangan
8:1018).
Akhirnya ketika uang menjadi majikan perniagaan kita maka menjadi
sangat sukar untuk masuk ke dalam kerajaan surga, seperti dengan jelas
dilukiskan dalam Matius 19:16-24.
Di dalam ayat-ayat ini dikisahkan seorang pria datang kepada Yesus
menanyakan cara untuk memperoleh hidup kekal. Ketika Yesus mengatakan
kepadanya supaya mematuhi perintah-perintah Allah, ia menjawab:
“Semuanya
itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?” (Matius 19:20).
Yesus
segera menjawab:
“Jikalau
engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan
berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh
harta di surga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.” (
19:21
).
Tetapi ketika pemuda ini mendengar ucapan tersebut,
“pergilah
ia dengan sedih, sebab banyak hartanya” (
19:22
).
Kekayaannya
telah menjadi lebih penting baginya daripada melayani Tuhan.
Kisah itu diakhiri dengan Tuhan memberikan sebuah pernyataan tegas
mengenai bahayanya mempercayai uang dan kekayaan:
“Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk
masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih
mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum daripada seorang kaya
masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (19:23-24).
“Lobang jarum” ialah sebuah gerbang kecil yang terletak pada
tembok yang mengelilingi Yerusalem. Untuk dapat melalui gerbang itu,
seekor unta harus berlutut dan muatan apapun yang dipikulnya harus
diturunkan. Sesudahnya barulah binatang beban itu dapat merangkak
dengan lambat menembusi gerbang “Lobang Jarum” itu.
Jadi Tuhan Yesus mengatakan sukarnya seorang kaya masuk surga seperti
sulitnya seekor unta menembusi gerbang itu. Karena seperti sang unta,
orang kaya itu harus rela merendahkan dirinya dan menanggalkan
“muatan” kekayaannya; ia harus menjadikan Allah, dan bukannya
kekayaan, sebagai Majikan dan Penguasanya.
Akibat
Mengutamakan Allah Dalam Usaha Anda
Pada bagian awal dari pembahasan ini telah kita ketahui bahwa Tuhan
Yesus bersabda manusia tak dapat mengabdi atau melayani Allah dan uang
sekaligus kedua-duanya (Matius
6:24
). Sungguh menarik untuk dicatat bahwa
dalam pembicaraan yang sama la juga berfirman:
“Karena
itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang
hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu,
akan apa yang hendak kamu pakai” (Matius
6:25
).-------- ada Firman Tuhan tentang hal
ini, saya siarkan pada Sesi I
Bukankah itu mengagumkan? Tuhan Yesus mengatakan bahwa kita tak dapat
mengabdi kepada Allah dan uang secara serempak atau sekaligus. Dan
sekalipun demikian, kita tak perlu kuatir mengenai hidup kita dengan
semua kebutuhan pokoknya. Sungguh suatu ironi! Banyak orang menjadikan
uang sebagai prioritas utama dalam hidup mereka karena mereka kuatir
akan kebutuhan-kebutuhan lahiriah mereka. Dan mereka menyangka bahwa
memiliki uang merupakan cara untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan
itu.
Tetapi Tuhan Yesus bersabda di sini bahwa jika kita melayani atau
mengabdi kepada Allah dan bukannya uang, kita tak perlu menguatiri
hal-hal semacam itu. Bukankah gagasan ini sangat bertentangan dengan
paham yang biasanya kita percayai, setidak-tidaknya dalam praktek
hidup sehari-hari?
Empat kali dalam pembahasan ini Tuhan Yesus meyakinkan kita bahwa jika
kita telah menempatkan Allah pada kedudukan pertama dalam hidup kita
maka kita tak perlu kuatir akan kebutuhan lahiriah:
Siapakah di antara kamu yang oleh kuatirnya dapat menambah hidupnya
barang sejam saja? (Matius 6: 27).
"Dan mengapa engkau kuatir mengenai pakaianmu?"(
6:27
)
Jadi janganlah kuatir dengan mengatakan: “apa yang akan kami
makan?” atau “apa yang akan kami minum?” ataupun “apa yang
akan kami pakai?” (
6:31
) Karena semuanya itu dicari oleh orang
kafir sedangkan Bapamu yang di surga tahu bahwa engkau memerlukannya (
6:32
).
Sudahkah anda menyerap maknanya? Tuhan Yesus sedang mengatakan bahwa
kita tak perlu menguatiri hal-hal ini - halhal yang disangka banyak
orang akan diperoleh jika uang diutamakan dalam hidup mereka. Allah
sudah mengetahui dengan tepat kebutuhan kita itu!
Masih ingatkah anda akan Ted Baxter teman saya yang berkata:
“Menurut anggapan saya, bisnis itu bisnis dan gereja itu gereja”?
la tak setuju dengan gagasan memperpadu agama dan bisnis. Ingatkah
anda betapa ia berprihatin mengusahakan pembayaran upah para
karyawannya? Dapatkah anda menerkanya? Melalui serangkaian pernyataan
yang didaftarkan di atas, Tuhan Yesus menunjukkan bahwa Allah
mengetahui hal-hal yang dikuatirkan oleh para usahawan, la tahu
caranya menjalankan suatu bisnis. Dan bukan saja ia mengetahui, la
bahkan berjanji bahwa bila kita menjadikanNya Penguasa dan Majikan
dari bisnis kita maka ia akan menyediakan segala sesuatu yang kita
butuhkan.
Akhirnya, Tuhan Yesus memerintahkan kita untuk mencari dahulu Kerajaan
Allah dan kebenarannya maka semuanya itu akan diberikan kepada kita
(Matius
6:33
). Hal-hal apa sajakah yang akan diberikan
kepada kita? Semua hal yang dicari oleh orang-orang kafir dengan
menjadikan uang sebagai majikan mereka! Dan bagaimanakah caranya kita
memperoleh semua hal ini? Dengan menempatkan Allah, bukannya uang,
pada urutan pertama dalam bisnis kita.
Jadi kita melihat bahwa Allah sedang mengatakan kepada semua usahawan:
“Kalian mempunyai sebuah pilihan. Kalian dapat mengabdi kepadaKu
atau kepada uang, tetapi kalian tak dapat mengabdi kepada kami berdua
sekaligus. Karena itu, kalian harus memilih di antara kami berdua.
Bila
kalian memilih Aku, kalian tak usah kuatir mengenai cara kebutuhan
bisnis kalian dapat dipenuhi; selama kalian menempatkan Aku dan
kerajaanKu pada urutan pertama, Aku akan menyediakan bagi kalian semua
hal yang berusaha dicari oleh para usahawan lain yang menempatkan uang
pada urutan pertama.”
Kunci
keberhasilan sejati dalam bisnis ialah menjadikan Allah sebagai
penguasa bisnis kita.
Itu
berarti kita harus mencari KerajaanNya dan kebenaranNya terlebih
dahulu dalam bisnis dan hidup kita.
Iblis menipu sebagian besar usahawan untuk berpikir bahwa cara untuk
mendatangkan sukses dalam bisnis ialah dengan menghasilkan uang;
karena itu, uang telah menjadi majikan mereka. Bagi mereka,
“pengertian bisnis yang baik” ialah melakukan hal-hal yang akan
mendatangkan uang sebanyak-banyaknya. Dilihat sepintas lalu, memang
ini tampaknya seperti cara yang paling masuk akal untuk menjalankan
suatu bisnis --- ini tipu daya iblis!
(
berlanjut )
Catatan
:
Myron
D.Rush
ialah Presiden dari Management Traning Systems, sebuah perusahaan
konsultan yang memberi training dan kunsultasi baik untuk organisasi2
Kristen maupun sekuler. Ia juga seorang pengarang buku Management : A
Biblical Approach ( Victor ) yang berhasil memenangkan Evangelical
Christian Publishers Association Gold Medallion Award pada tahun 1984.
Bambang
Wiyono
HP :
0812 327 3886