Full Gospel Indonesia

Info

 
 

Files

 

Siaran

 

 

 

 

 

-------- Mimbar Gereja FULL GOSPEL INDONESIA ---------
Siaran minggu ke 19 : tanggal 5 Februari 2006
 
Sesi II :
Subject : The Great Businessmen ( 3 ) : Kekuasaan uang
oleh : Myron D.Rush
 
Teman2,

Minggu yang lalu,  The Great Businessmen ( 2 ) 
Firman Tuhan tentang Iman kita yang bisa mengubah bisnes kita, iman yang bisa mengubah hidup kita.
 
kita tidak boleh punya perasaan malu, minder , karena keadaan ,  layaknya seperti  si miskin dan buta itu, kita harus punya iman, bahwa kita punya harapan hidup yang lebih baik dari hari ini, kita harus menanamkan iman, bahwa kita bisa dipulihkan , tidak  akan gali lobang tutup lobang lagi, kalau kita berharap Yesus lewat dalam hidup kita, kita tinggal teriak saja yang keras2, agar Yesus dengar permohonan kita, kita kadang harus berdoa kepada Tuhan dengan permintaan yang jelas, seperti si buta : " Tuhan, supaya aku dapat melihat " dibukit doa dengan sungguh2, sampai Tuhan menjawab doa2 kita.
 
Kalau Tuhan sudah menjawab, maka tinggalkan pikiran masa lalu, pikiran yang pesimis, pikiran yang negatip, yakinlah kita bisa! ( Mark 9:23 ) seperti si pengemis membuang semua pakaian bekasnya.
 
"Aku tahu segala pekerjaanmu: lihatlah, Aku telah membuka pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorang pun. Aku tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau menuruti firman-Ku dan engkau tidak menyangkal nama-Ku." ( Wah 3:8 ) 
 
 "  apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka." ( Yes 22:22 )
 
Kalau si pengemis, si buta itu berhasil mengatasi rintangan2 imannya, dan berhasil melepaskan harapannya, mengapa kita tidak bisa? sesuatu pasti terjadi perubahan atas bisnes kita! kita bisa bebas hutang, tidak gali lobang tutup lobang lagi! percayalah!
 
 “Uang berbicara”
 
Tetapi pernahkah anda berhenti sejenak untuk mendengarkan hal yang dibicarakan uang tentang diri kita? Apakah rnau mengakuinya ataupun tidak, dalam banyak hal uang merupakan kekuatan yang menguasai dan mengatur usaha dan hidup kita.

Kebanyakan keputusan yang harus diambil seorang pengusaha menyangkut soal uang. Yang kita putuskan ialah cara menghasilkan uang atau cara membelanjakannya. Dan tujuan kita selalu sama: kita harus lebih banyak menghasilkan daripada membelanjakan uang itu. Karenanya, uang merupakan faktor penentu dalam semua keputusan bisnis kita. Dan jika uang menentukan keputusan bisnis kita, tidak mungkinkah uang itu juga ikut menguasai dan mengatur diri kita?

Sebagai seorang usahawan Kristen, saya takkan pernah mengakui kepada siapapun bahwa uang menguasai diri saya. Tetapi perkenankan saya mengajukan sebuah pertanyaan lagi: Jika saya mengizinkan uang menguasai semua keputusan saya, tidakkah hal ini membenarkan kenyataan bahwa uanglah yang sedang menguasai diri saya? Saya tak tahu jawaban anda terhadap pertanyaan itu tetapi kesimpulan saya ialah memang demikian.

Selama beberapa bulan terakhir ini saya telah bergumul dengan rnasalah ini. Saya tak suka mengakuinya tetapi sebenarnya saya merasa ngeri terhadap pengaruh uang dalam diri saya, dalam bisnis saya bahkan dalam hidup saya. Saya merasa bahwa jika anda mau jujur setulus-tulusnya terhadap diri anda sendiri, anda pun harus mengakui hal yang sama.

Untuk dapat melenyapkan pengaruh buruk dari uang terhadap diri kita, terlebih dahulu kita harus mengetahui asal-usul uang itu.
 
Sumber Uang dan Kekayaan

Uang itu sendiri tidaklah buruk maupun baik. Uang sebenarnya rnerupakan suatu kebutuhan hidup dalam masyarakat modern kita Uang itu mutlak perlu untuk mengadakan semua transaksi niaqa.
Alkitab sendiri menunjukkan bahwa terdapat dua sumber keuangan dan kekayaan. Dalam kitab Ulangan, Allah bersabda kepada bangsa
Israel : “Ingatlah selalu bahwa Tuhan Allahmu-lah yang memberikan kepadamu kuasa untuk menjadi kaya” (Ulangan 8:18 , TLB). Jelaslah dari ayat ini bahwa Tuhan memberikan kepada manusia kuasa untuk menghasilkan uang dan memperoleh kekayaan.
Tetapi Alkitab juga menunjukkan bahwa iblispun memiliki kuasa untuk memberikan kekayaan kepada manusia. Telah kita ketahui pada pasal yang lalu dari buku ini, Injil Lukas menyebutkan bahwa iblis menawarkan kerajaan dunia kepada Yesus dengan sebuah syarat sebagai imbalannya yaitu Yesus harus menyembah dia (Lukas 4:5-8). Perlu diperhatikan bahwa Yesus tidak menyangkal pernyataan iblis bahwa ia berkuasa memberikan kerajaan dan kekayaan kepada siapapun yang dikehendakinya. Namun Yesus menjelaskan kepada iblis bahwa kita harus menyembah Tuhan “dan hanya Dia saja” (Lukas 4:8, TLB).

Singkatnya, Alkitab mengajarkan bahwa kuasa untuk memperoleh kekayaan berasal dari Allah ataupun dari iblis. Jika kita melayani Tuhan maka kekayaan kita berasal dari Dia. Sebaliknya jika kita melayani iblis maka dialah yang menjadi sumber kekayaan kita.

Saya berharap anda mengaku melayani Tuhan. Namun tidak-lah cukup hanya mengaku melayani Tuhan. Jika anda seorang usahawan Kristen anda bertanggungjawab untuk melayani Dia melalui semua tindakan anda. Anda perlu mengetahui hal yang dituntut Allah dari seseorang sejak ia menjadi seorang Kristen. Anda harus mempelajari asas-asas Tuhan untuk menjalani kehidupan lalu mulai menerapkannya pada setiap segi kehidupan anda termasuk juga bisnis anda.
 
Jebakan Uang

Uang cenderung untuk menipu kita dengan memberikan suatu rasa tenteram yang palsu. Sejumlah besar usahawan Kristen (termasuk saya - dan barangkali anda juga) selama bertahun-tahun telah menipu diri sendiri dengan anggapan bahwa uang dapat memenuhi sebagian besar kalau tidak seluruh kebutuhan bisnis mereka.

Namun karena seorang usahawan sedemikian kuatnya tergoda untuk merasa terjamin oleh uang, Tuhan menyisihkan cukup banyak waktu untuk membahas persoalan ini:
Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: “Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?”KataNya lagi kepada mereka: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung daripada kekayaannya itu” (Lukas
12:13 -15).
 
Bila uang menjadi prioritas utama kita, kita mengakui melalui tindakan kita bahwa hidup itu memang tergantung daripada kekayaan kita. Selama bertahun-tahun saya menghabiskan sepuluh sampai duabelas jam sehari, kadangkala enam hari seminggu, untuk membina bisnis saya. Melalui tindakan saya seolah-olah saya berkata bahwa hidup ini “ tergantung daripada kekayaan saya” ; namun saya akan menyangkal hal ini bila keluarga saya menuduh bahwa saya lebih memperhatikan bisnis daripada memperhatikan mereka.

Saya tidak mengatakan bahwa kita tak memerlukan uang untuk menjalankan bisnis kita. Jelas kita membutuhkannya. Namun kebutuhan kita akan uang kerapkali menyebabkan kita cenderung untuk terlalu bergantung kepadanya. Tanpa menyadarinya, uang telah menjadi kepentingan uatama bagi jaminan apakah kita mau mengakuinya ataupun tidak.

Menyadari bahwa kita semua mempunyai kecenderungan untuk menilai uang secara berlebih-lebihan, Tuhan Yesus memberikan kita sebuah perumpamaan tentang seorang kaya yang bodoh :
Kemudian ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, katanya : “
Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya : Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat dimana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya : inilah yang akan aku perbuat : aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan didalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku : Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi firman Allah kepadanya : Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil daripadamu dan apa yang telah engkau sediakan, untuk siapakah itu nanti?
 
Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya dihadapan Allah.”
Kini marilah kita tinjau bersama perumpamaan besar dan berkuasa ini pokok demi pokok dan asas demi asas.

Mula-mula kita menyaksikan seorang usahawan yang telah mencapai sesuatu yang kita semua dambakan dalam bisnis - sukses. Tuhan bahkan menunjukkan bahwa “tanahnya berlimpah-limpah hasilnya”. la benar-benar berhasil dalam usahanya. Ia memperoleh imbalan yang sangat baik atas segala jerih payah dan penanaman modalnya. Usahanya sedemikian majunya sehingga tiada cukup tempat untuk menampung hasil tanahnya.

Tetapi kemudian Tuhan memberitahukan kita tentang masalah orang kaya itu: “Apakah yang harus kuperbuat? Aku tak mempunyai tempat untuk menyimpan hasil panenku,” keluhnya. Jadi ia memutuskan untuk memperbanyak lumbung-lumbungnya agar dapat mengimbangi perkembangan usaha pertaniannya itu. “Inilah yang akan kuperbuat,” katanya. “Aku akan merombak lumbung-lumbungku dan akan mendirikan yang lebih besar dan di sanalah aku akan menyimpan segala gandum dan barang-barangku.”
Sejauh ini pengusaha kaya tersebut belum melakukan suatu kesalahan. Tidaklah keliru untuk memperoleh hasil panen. Tidaklah keliru juga untuk memperluas tempat penampungan bagi usahanya yang berkembang pesat itu. Tuhan tidak mengecam adanya suatu usaha yang sehat dan berkembang.
Namun dosa orang kaya itu tampak ketika ia berkata kepada dirinya: “
Ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, bersenangsenanglah!” Di situlah letak masalahnya! Orang ini memandang hartanya dan memutuskan bahwa dirinya telah terjamin. Dengan hartanya ia dapat memenuhi semua kebutuhannya selama bertahun-tahun. Ia percaya kepada hartanya dan “banyak barang yang baik” untuk memenuhi keperluannya -- gantinya percaya kepada Tuhan.
 
saya menemukan perumpamaan tentang  orang kaya yang bodoh ini. Saya telah membacanya berkali-kali di masa lalu, tetapi saat ini saya merasa seolah-olah baru rnembacanya untuk pertama kalinya. Saya menyadari bahwa saya sedang berusaha melakukan hal yang serupa dengan pengusaha kaya dalam perumpamaan ini. Saya ingin agar mampu berkata: “Myron, engkau memiliki banyak barang Yang baik, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya. Engkau telah menginvestasikan uangmu dengan bijaksana. Engkau tak pernah akan mengalami kekuatiran dalam segi keuangan. Jadi nikmatilah kehidupan dengan sepuas-puasnya, makanlah, minumlah dan bersenangsenanglah.”

Kemudian saya membaca jawab Tuhan terhadap pernyataan usahawan kaya ini: “Tetapi firman Allah kepadanya: “Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil daripadamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?” betapa keras hardikan Tuhan!
Allah mengatakan bahwa ia seorang bodoh karena mencurahkan waktu, tenaga dan uangnya dalam usaha menjadikan dirinya serba cukup. Mengapa? Karena ia dapat bersandar kepada kekayaan Allah untuk memenuhi semua kebutuhan masa depannya. Ia juga seorang bodoh karena tak menyadari bahwa kekayaan tidak memberikan jaminan untuk masa depan. Hanya Allah sajalah yang dapat memberikan kita jaminan karena Allah Yang mempunyai penguasaan dan pengawasan atas hidup kita. Allah saja yang menentukan hidup mati kita - sedangkan semua harta benda kita di dunia tidaklah dapat menjamin kehidupan di hari esok.
Akhirnya Allah menunjukkan bahwa usahawan kaya ini telah menjadi bodoh karena bersikap serakah atau mementingkan diri sendiri dengan kekayaannya. Ia berusaha menyimpan harta bagi dirinya dan bukannya menghimpun “kekayaan bagi Allah”

Ketika membaca ayat-ayat tersebut saya menyadari bahwa seperti orang kaya itu saya telah tertipu untuk mempercayai bahwa uang dan kekayaan merupakan cara memperoleh jaminan masa depan. Seperti yang ditunjukkan oleh perumpamaan itu, setiap orang yang lebih berminat untuk menumpuk kekayaan bagi dirinya sendiri daripada menghimpun harta di surga, ialah orang yang tertipu dan bodoh.
 
Kesetiaan Anda Terletak di Tempat Harta Anda

Jerry Marshall bersama saya memulai Sunlight Industries, sebuah perusahaan pembuatan perlengkapan yang menggunakan tenaga matahari, dengan modal yang kecil sekali. Kami memulainya di sebuah ruangan berukuran 6 x 6 meter. Perlengkapan kami terdiri atas sedikit perkakas tangan dan sepasang bangku yang sudah usang yang kami pinjam dari seorang teman.
Baik Jerry maupun saya sendiri masih terikat dengan usaha lain pada saat itu dan untuk beberapa bulan kami lebih mementingkan usaha lain tersebut daripada Sunlight Industries. Bagaimanapun juga memang kami menerima penghasilan lebih banyak dari usaha lain tersebut.
Tetapi ketika Sunlight Industries berkembang dari sebuah ruang kecil dengan bangku-bangku bekas dan peralatan sederhana sehingga menjadi sebuah pabrik besar yang mempekerjakan lebih dari 50 orang, kesetiaan kami beralih dari usaha lain kepada Sunlight Industries. Mengapa? Karena di situlah tempat kami mencurahkan waktu, tenaga dan sumber modal kami.
Hal yang tadinya hanya berupa usaha sambilan telah berubah menjadi usaha sepenuhnya. Dalam waktu beberapa bulan saja kami telah terlibat sepenuhnya di dalam perencanaan dan perkembangan lebih lanjut mengenai kegiatan pabrik kami itu. Makin banyak waktu, tenaga dan uang yang kami curahkan kepada Sunlight Industries, makin setia dan terikatlah kami kepadanya.

Kesetiaan semacam inilah tepatnya yang diterangkan oleh Tuhan Yesus ketika ia bersabda:
Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di surga; di surga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar dan mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada (Matius
6:19 -21).

Hati kita selalu mengikuti harta kita. Perhatikanlah bahwa Tuhan tidak mengatakan: “Di mana hatimu berada di situ juga hartamu berada”. Ia malah berkata sebaliknya: “Di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada”.
Sebagian besar dari para pengusaha sangat terikat dengan bisnis mereka karena di situlah letak harta mereka. Artinya, usaha mereka merupakan milik mereka yang paling berharga; karena itu tidaklah merupakan masalah bagi mereka untuk berkorban demi menyaksikan usaha mereka berhasil.
Ayat-ayat ini merupakan ayat-ayat yang sukar dihadapi oleh para pengusaha. Sifat hakiki dari suatu bisnis menuntut kita untuk mengumpulkan sejumlah kekayaan, di dalam bentuk benda atau “harta”. Bila hal itu tidak kita lakukan maka sangatlah sukar untuk kita tinggal bertahan dalam kegiatan bisnis.
Namun gagalnya memahami ayat ini telah menyebabkan banyak usahawan Kristen berpendapat keliru seperti yang saya cetuskan pada umur delapan tahun ketika saya mencoba untuk menjual cacing umpan: “Allah hanya berminat pada urusan keagamaan. Karena bisnis itu bukanlah urusan keagamaan maka tentunya Allah tak mungkin menaruh perhatian atasnya.” Kemudian kita melangkah lebih jauh dengan pendapat keliru ini (yang sebenarnya merupakan tipuan iblis). Kita berkata: “Ayat-ayat ini tak ada sangkut-pautnya dengan saya dan bisnis saya dewasa ini. Itu dapat diterapkan pada zaman Alkitab dahulu tetapi bukan di lingkungan masyarakat bisnis modern yang serba kilat ini.”
Marilah kita melihat dengan teliti ucapan Tuhan Yesus dalam ayat-ayat yang terdapat dalam Injil Matius ini, karena sebuah asas yang sangat penting terkandung di dalamnya. Kristus menunjukkan bahwa walaupun anda membaktikan seluruh kehidupan anda untuk menghimpun harta di bumi, anda tetap takkan beroleh jaminan sejati; karena Alkitab terjemahan The Living Bible menerangkannya bahwa barang-barang seperti itu “dapat longsor atau mungkin dicuri” (Matius
6:19 , TLB).

Seorang teman saya bekerja di luar negeri selama limabelas tahun dengan tujuan supaya ia dapat menyimpan cukup banyak uang untuk memiliki usahanya sendiri.  Ia dan istrinya kembali ke Amerika Serikat dengan uang tabungan sejumlah $ 400.000. ia menanamkan uangnya dalam sebuah kegiatan bisnis, namun malapetaka menimpa perusahaannya. Dalam waktu dua tahun saja ia terpaksa menyatakan diri bangkrut. Situasi pemasaran telah berubah sehingga barang produksinya tidak diperlukan orang lagi.

Teman saya telah bekerja keras. Ia telah menabung setiap sen yang diperolehnya. Tetapi pada saat ia membeli usahanya yang baru, ia tiada mengetahui samasekali bahwa teknologi modern telah membuat barang hasil buatannya menjadi kuno.
Di dalam Injil Matius, Tuhan mengatakan bahwa lebih menguntungkan dilihat dari segi kekekalan - mencurahkan segala usaha kita untuk kerajaan Allah. Usaha atau “harta” yang ditempatkan di sini aman sepenuhnya karena Allah sendiri yang melindunginya. Jatuhnya harga saham atau emas, teknologi mutakhir, kelesuan ekonomi, pergeseran kekuasaan politik atau sejumlah penyebab lainnya tidaklah akan menghapus apapun modal yang telah anda tanamkan di dalam kerajaan surga. Namun hal-hal yang saya sebutkan tadi dapat membinasakan “harta” anda di bumi.
Perlu juga dicatat - seperti yang ditunjukkan Tuhan Yesus dalam perumpamaan orang kaya yang bodoh - bahwa sekalipun tak terjadi sesuatu yang membinasakan harta kita di bumi, bila kita meninggal semuanya akan ditinggalkan untuk dinikmati orang lain.

 

Investasi di kerajaan Surga

Kita dapat mengumpulkan atau memungut kembali investasi kita di sepanjang masa kekekalan. Saya belum pernah mendengar adanya usaha perantara di dunia ini yang dapat menandingi (bahkan agak mendekati) tawaran pengembalian atas penanaman modal semacam itu !

Tuhan juga mengajarkan sebuah asas lain melalui ayat dalam Injil Matius. Anda tentu masih ingat ia bersabda:
 
 “Karena di mana hartamu - berada, di situ juga hatimu berada” (Matius 6:21 ),
 
Ini merupakan sebuah asas yang sangat penting. Tuhan mengatakan bahwa kita menjadi terlibat dan setia kepada harta yang kita investasikan. Jika kita menanam semua sumber daya kita ke dalam bisnis kita maka kita hanya akan memiliki rasa keterikatan kita kepada Allah dan kerajaanNya, karena kesetiaan kita telah dikaitkan kepada bisnis kita.
 
Sebaliknya jika kita menaruh harta kita di dalam surga, kita akan merasa terikat kepada Allah. Tidaklah sukar untuk menjadikan Allah sebagai Tuhan atas seluruh hidup kita bila kita telah menyerahkan segala sesuatu yang kita miliki kepadaNya.

Setiap usahawan Kristen secara pribadi harus berurusan dengan pernyataan Tuhan Yesus dalam Matius 6:19-21. Saya tak dapat mengabaikannya. Mengabaikannya berarti saya telah memutuskan untuk menyimpan harta saya di dunia, untuk menjadikan bisnis lebih penting daripada Allah dan kerajaanNya. Mengabaikan pernyataan Tuhan Yesus ini sama dengan mengatakan bahwa saya lebih terikat pada penyimpanan harta di bumi daripada kepada Allah dan kerajaanNya. Pertanyaannya kini ialah “Bagaimana cara saya menyimpan harta di surga?” Jika memang itu yang harus saya lakukan, saya harus tahu cara melakukannya. Kita akan membahas hal ini secara terinci pada sebuah pasal kemudian.
 
Tanggung Jawab Pengusaha Kristen Mengenai Uang

Seperti yang telah kita catat sebelumnya, Alkitab tak pernah mengatakan bahwa uang itu buruk atau jahat. Alkitab memang menyebutkan:
 
 “Akar segala kejahatan ialah cinta uang” (1 Timotius 6:10 ).
 
Harap diperhatikan benar-benar bahwa ayat ini menyatakan bahwa cinta uang ialah akar segala kejahatan bukan uang itu sendiri. Dan seperti yang tertera dalam kitab Uangan:
 
“Ingatlah selalu bahwa Tuhan Allahmulah yang memberikan kepadamu kuasa untuk menjadi kaya dan ia berbuat demikian untuk menggenapi janjiNya kepada nenek moyangmu” (Ulangan 8:18 , TLB).

Singkatnya, Allah sama sekali tidak menentang adanya kekayaan. Ia mengaruniakan umatNya kuasa untuk memperoleh uang. Namun la sangat menentang kita bila kita mencintai uang lebih daripada kita mengasihiNya. Dan ia berharap agar kita menyadari bahwa uang mendatangkan tanggung jawab yang besar. Rasul Paulus memesan Timotius:

Katakan kepada mereka yang kaya agar jangan sombong dan jangan berharap kepada uang mereka yang akan segera lenyap, tetapi kebanggaan dan harap mereka haruslah tertuju kepada Allah yang hidup senantiasa dengan limpahnya memberi kita semua kebutuhan kita untuk dinikmati” (1 Timotius
6:17 , TLB).

4 hal penting mengenai uang
 
Pertama, bila anda memiliki uang janganlah sombong karena memilikinya. Juga jangan menyangka bahwa anda lebih baik atau lebih disukai Tuhan daripada orang-orang yang tak memilikinya.
Kedua, anda jangan menaruh iman kepada uang anda seperti yang telah kita saksikan baik di Lukas 12 maupun dalam Matius 6:19-21.
Ketiga, kebanggaan dan harapan kita hendaklah tertuju kepada Allah, karena Dia sajalah yang mengaruniakan semua keperluan kita demi menikmati kehidupan.
Dan keempat, Allah bermaksud agar kita dapat menikmati hidup dengan uang yang disediakannya.
Namun tanggung jawab kita tak berakhir sampai di situ. Rasul Paulus selanjutnya menguraikan niat Allah tentang hal yang harus kita lakukan dengan uang yang diberikannya itu:

" Katakan kepada mereka agar menggunakan uang mereka untuk berbuat kebajikan. Mereka harus kaya dalam perbuatan-perbuatan yang baik dan harus memberi dengan sukacita kepada mereka yang berkebutuhan, selalu siap untuk membagi dengan orang-orang lain apapun yang telah diberikan Tuhan kepada mereka (1 Timotius
6:18 , TLB)."

Allah mengaruniakan kepada kita kekayaan supaya kita dapat membaginya dengan orang-orang lain yang membutuhkan bantuan keuangan.
 
Dan bukan saja kita harus memberi kepada mereka yang berkebutuhan melainkan juga kita “harus memberi dengan sukacita” kepada orang-orang tersebut. Kita harus merasa senang dapat menggunakan uang pemberian Tuhan kepada kita untuk melayani kebutuhan orang-orang lain. Itulah juga sebabnya pada mulanya Dia mengaruniakannya kepada kita.
Paulus mengakhiri pesan ini dengan melukiskan akibat yang akan terjadi bila kita menerapkan asas-asas ini:
 
“Dengan melakukan hal ini mereka akan menyimpan harta sejati bagi diri mereka di surga - inilah investasi satu-satunya yang teraman untuk jangka waktu yang kekal! Dan mereka akan menghayati suatu kehidupan Kristen yang berbuah-buah di dunia ini juga” (1 Timotius 6:19 , TLB).

Sebenarnya Allah sedang menegaskan bahwa salah sebuah cara untuk menyimpan harta di surga ialah dengan membagi-bagi harta kita yang di dunia ini dengan mereka yang membutuhkan. Daripada menabung pada bank di dunia ini, kita seharusnya menabung pada orang-orang yang berkekurangan. Inilah cara menabung yang diperhitungkan bagi keuntungan kita di dalam bank Allah yang di surga. Inipun investasi teraman yang dapat kita lakukan karena ini merupakan investasi untuk jangka waktu yang tak terbatas yaitu kekal!
Akhirnya, ayat ini menyatakan bahwa dengan menggunakan kekayaan kita untuk melayani kebutuhan orang lain kita akan
 
 “menghayati suatu kehidupan Kristen yang berbuah-buah di dunia ini juga”.
 
 Dengan kata lain, suatu kehidupan yang berlimpah takkan tercapai dengan menyimpan harta bagi jaminan hidup kita sendiri. Cara sesungguhnya untuk mencapai jaminan masa depan dan menikmati kehidupan yang berlimpah ialah dengan menggunakan kekayaan yang diberikan Tuhan kepada kita untuk menolong kebutuhan orang lain.

Bila dengan setia kita menerapkan kebenaran Alkitab ini dan membagi-bagikan milik kita untuk menolong orang lain, kita akan menuai pahala yang dijanjikan di dalam Injil Lukas:

“Karena jika engkau memberi, engkau akan menerima! Pemberianmu akan kembali kepadamu dalam ukuran penuh dan melimpah ruah, ditekan-tekan, digoncang-goncang bersama agar mendapat tempat yang lebih banyak sampai tumpah keluar. Ukuran atau takaran apapun yang kaupakai untuk memberi - besar ataupun kecil - akan digunakan untuk mengukur imbalan yang akan dikembalikan kepadamu” (Lukas
6:38 , TLB).

Bukankah hal itu luar biasa? Allah memberikan kepada kita kekayaan supaya kita dapat menggunakannya menolong orang yang berkekurangan. Kemudian, bila dengan setia kita memanfaatkan kekayaan kita menurut cara yang dikehendakinya, la akan memberikan lebih banyak lagi! Mengapa? Supaya kita dapat terus menerus menerapkan 1 Timotius
6:18 dan memenuhi kebutuhan dari lebih banyak orang lagi. Dengan berbuat demikian kita terus menerus menuai pahala yang disebutkan dalam Lukas 6:38. Hasil akhirnya kelak akan membuktikan bahwa kita tak pernah dapat melampaui pemberian Allah untuk kita.

Allah bersabda:
 
“Karena jika engkau memberi, engkau akan menerima! Pemberianmu akan kembali kepadamu dalam ukuran penuh dan melimpah ruah”.
 
Allah mengatakan kepada kita bahwa jaminan yang sesungguhnya - baik dalam hidup sekarang maupun hidup kekal nanti - akan dialami bila kita patuh kepadaNya dan memberi kepada orang lain seperti Tuhan telah memberi kepada kita. Dan itu, sahabatku, merupakan transaksi bisnis terbaik yang pernah diadakan!.
 
Menempatkan Prioritas Secara Tepat

Seperti yang telah kita ketahui di pasal 2, membuat atau menghasilkan uang telah menjadi prioritas utama dari sebagian besar orang-orang dalam dunia bisnis. Dan saya sendiri juga harus mengakui bahwa selama bertahun-tahun itu merupakan prioritas puncak saya. Saya memulai
lima buah perusahaan dengan tujuan semata-mata mencari uang saja.
Itulah sebabnya pasal ini akan dipusatkan pada cara menempatkan Tuhan di tempat pertama atau utama dalam bisnis anda. Kita akan memusatkan perhatian pada cara menjadikan Tuhan sebagai penguasa dalam bisnis anda dan juga penguasa di seluruh kehidupan anda.

Bila Tuhan akan menempati kedudukan pertama dalam bisnis anda maka benar-benar Dia harus diutamakan. Misalnya, jika Allah itu nomor satu dalam bisnis anda maka tentu saja uang tak boleh lagi dinomor-satukan. Seperti yang disabdakan Tuhan Yesus: “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain.
 
"Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada uang” (Matius 6:24 ).

Ayat ini menunjukkan bahwa ada terdapat dua majikan di dunia ini dan bahwa kita akan melayani yang satu atau lainnya tetapi kita tak dapat mengabdi kedua-duanya. Kedua majikan ini saling bertentangan. Dan seperti yang dinyatakan dengan jelas oleh ayat tersebut, jika kita mencintai seorang maka kita pasti akan membenci lainnya.
Ayat ini juga menyatakan bahwa kita harus memilih antara dua majikan - Allah atau uang. Kita harus mengadakan pilihan. Kita akan melayani Allah (dan la akan menjadi majikan dan penguasa dari bisnis kita) atau “kita akan melayani uang (dan uanglah yang akan menjadi majikan dan penguasa bisnis kita).” Setiap pengusaha harus memilih salah satu dari keduanya.
Sebagian besar usahawan, termasuk orang-orang Kristen, telah memilih uang menjadi penguasa mereka dalam dunia perniagaan; mereka telah mengizinkan uang menjadi prioritas utama dan faktor pengatur dalam semua keputusan bisnis mereka. Seperti yang tercantum dalam pasal 2, uang menjadi jaminan mereka. Iman mereka terletak pada uang dan kemampuannya untuk memenuhi segala kebutuhan mereka.

Namun Allah ingin untuk menjadi Penguasa sejati dari bisnis anda dan dunia perniagaan. Dia ingin menjadi prioritas utama, faktor pengatur di dalam semua keputusan bisnis anda. Dia ingin menjadi jaminan anda. Dia ingin anda menempatkan iman anda kepadaNya demi memenuhi semua kebutuhan anda. Tetapi supaya Tuhan menjadi nomor satu dalam bisnis anda, uang tak boleh menempati kedudukan itu.
 
Akibat-akibat Melayani Uang

Baru saja saya mendengar seorang pengusaha Kristen yang kaya raya berbicara tentang sebuah pokok pembahasan yang menarik yaitu “sukses”. Kita sebut saja dengan nama Bill.
Bill memulai karirnya sebagai penjual mobil bekas. Melalui kerja keras, kerajinan dan penanaman modal yang bijaksana ia menjadi seorang multimilioner pada usia yang muda. Sekarang ia berbicara kepada banyak orang di seluruh Amerika Serikat mengenai cara untuk mencapai sukses.

Dalam pembicaraan itu Bill berkata: “Ketika saya memulai bisnis, sasaran saya ialah memperoleh $ 1,000 setiap bulan. Setelah saya berhasil memperolehnya, saya menetapkan sasaran baru $ 25,000 setahun. Begitu saya berhasil mencapainya, saya tingkatkan sasaran itu menjadi $ 50,000, kemudian $ 100,000 setahun.
Sambil melangkah mondar mandir di atas pentas ia semakin cepat. Seraya melambaikan lengannya ia berseru: “Hari ini saya seorang multimilioner! Tetapi ini belum cukup! Saya tak pernah merasa puas dengan uang yang saya peroleh. Bila saya mencapai sebuah sasaran, saya selalu menginginkan lebih banyak karena saya selalu dapat memikirkan hal-hal yang lebih besar untuk membelanjakan pendapatan itu. Dan jika anda ingin berhasil atau sukses, anda tak pernah boleh puas dengan pendapatan anda!”

Bill merupakan sebuah contoh klasik dari ajaran raja Salomo di dalam kitab Pengkhotbah:

“Orang yang mencintai uang tak pernah akan merasa cukup. Alangkah bodoh pikiran yang menganggap bahwa kekayaan membawa kebahagiaan! Semakin banyak yang kau miliki, semakin -banyak pula yang kau belanjakan, sampai ke batas pendapatanmu, jadi apakah manfaat kekayaan - kecuali barangkali untuk menyaksikannya meluncur lenyap dari sela-sela jarimu” (Pengkhotbah 5:9-10, TLB).

Seperti yang diungkapkan ayat ini, akibat melayani uang ialah bahwa kita tak pernah puas. Kebahagiaan kita terletak pada hal-hal yang dapat dibeli oleh uang untuk kita; karena itu, kita selalu harus membeli “barang-barang” semakin banyak jumlahnya dan semakin besar harganya. Hanya dengan berbuat demikian kita akan tetap bahagia.
Namun Tuhan Yesus memperingatkan:
 
“Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaan itu.” (Lukas 12:15).

Memang kalau uang menjadi majikan kita, nasib kita pastilah tidak bahagia. Mengapa? Karena kita tak pernah merasa puas. Karena kita selalu kuatir akan kehilangan milik kita.
Seperti dengan tegas diamati oleh raja Salomo:
 
“Kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur” (Pengkhotbah 5:11 ).
 
Juga kalau kita mengizinkan diri kita mengabdi kepada uang kita condong untuk melupakan Tuhan; kita memuji diri kita untuk semua hal yang telah kita capai.
 
Perhatikanlah pernyataan kitab Ulangan:

“Dan engkau akan makan dan akan kenyang ... hatihatilah, supaya jangan engkau melupakan Tuhan, Allahmu, dengan tidak berpegang pada perintah, peraturan dan ketetapanNya ... dan supaya, apabila engkau sudah makan dan kenyang, mendirikan rumah-rumah yang baik serta mendiaminya, dan apabila lembu sapimu dan kambing dombamu bertambah banyak, dan emas serta perakmu bertambah banyak, dan segala yang ada padamu bertambah banyak, jangan engkau tinggi hati, sehingga engkau melupakan Tuhan, Allahmu ... Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: “Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini”. Tetapi haruslah engkau ingat kepada Tuhan, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan” (Ulangan 8:1018).

Akhirnya ketika uang menjadi majikan perniagaan kita maka menjadi sangat sukar untuk masuk ke dalam kerajaan surga, seperti dengan jelas dilukiskan dalam Matius 19:16-24.
Di dalam ayat-ayat ini dikisahkan seorang pria datang kepada Yesus menanyakan cara untuk memperoleh hidup kekal. Ketika Yesus mengatakan kepadanya supaya mematuhi perintah-perintah Allah, ia menjawab:
 
“Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?” (Matius 19:20).
 
Yesus segera menjawab:
 
 “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.” ( 19:21 ).

Tetapi ketika pemuda ini mendengar ucapan tersebut,
 
“pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya” ( 19:22 ).
 
Kekayaannya telah menjadi lebih penting baginya daripada melayani Tuhan.
Kisah itu diakhiri dengan Tuhan memberikan sebuah pernyataan tegas mengenai bahayanya mempercayai uang dan kekayaan:

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (19:23-24).

“Lobang jarum” ialah sebuah gerbang kecil yang terletak pada tembok yang mengelilingi Yerusalem. Untuk dapat melalui gerbang itu, seekor unta harus berlutut dan muatan apapun yang dipikulnya harus diturunkan. Sesudahnya barulah binatang beban itu dapat merangkak dengan lambat menembusi gerbang “Lobang Jarum” itu.
Jadi Tuhan Yesus mengatakan sukarnya seorang kaya masuk surga seperti sulitnya seekor unta menembusi gerbang itu. Karena seperti sang unta, orang kaya itu harus rela merendahkan dirinya dan menanggalkan “muatan” kekayaannya; ia harus menjadikan Allah, dan bukannya kekayaan, sebagai Majikan dan Penguasanya.
 
Akibat Mengutamakan Allah Dalam Usaha Anda

Pada bagian awal dari pembahasan ini telah kita ketahui bahwa Tuhan Yesus bersabda manusia tak dapat mengabdi atau melayani Allah dan uang sekaligus kedua-duanya (Matius
6:24 ). Sungguh menarik untuk dicatat bahwa dalam pembicaraan yang sama la juga berfirman:
 
 “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai” (Matius 6:25 ).-------- ada Firman Tuhan tentang hal ini, saya siarkan pada Sesi I

Bukankah itu mengagumkan? Tuhan Yesus mengatakan bahwa kita tak dapat mengabdi kepada Allah dan uang secara serempak atau sekaligus. Dan sekalipun demikian, kita tak perlu kuatir mengenai hidup kita dengan semua kebutuhan pokoknya. Sungguh suatu ironi! Banyak orang menjadikan uang sebagai prioritas utama dalam hidup mereka karena mereka kuatir akan kebutuhan-kebutuhan lahiriah mereka. Dan mereka menyangka bahwa memiliki uang merupakan cara untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan itu.
Tetapi Tuhan Yesus bersabda di sini bahwa jika kita melayani atau mengabdi kepada Allah dan bukannya uang, kita tak perlu menguatiri hal-hal semacam itu. Bukankah gagasan ini sangat bertentangan dengan paham yang biasanya kita percayai, setidak-tidaknya dalam praktek hidup sehari-hari?
Empat kali dalam pembahasan ini Tuhan Yesus meyakinkan kita bahwa jika kita telah menempatkan Allah pada kedudukan pertama dalam hidup kita maka kita tak perlu kuatir akan kebutuhan lahiriah:
Siapakah di antara kamu yang oleh kuatirnya dapat menambah hidupnya barang sejam saja? (Matius 6: 27).

"Dan mengapa engkau kuatir mengenai pakaianmu?"(
6:27 )

Jadi janganlah kuatir dengan mengatakan: “apa yang akan kami makan?” atau “apa yang akan kami minum?” ataupun “apa yang akan kami pakai?” (
6:31 ) Karena semuanya itu dicari oleh orang kafir sedangkan Bapamu yang di surga tahu bahwa engkau memerlukannya ( 6:32 ).
Sudahkah anda menyerap maknanya? Tuhan Yesus sedang mengatakan bahwa kita tak perlu menguatiri hal-hal ini - halhal yang disangka banyak orang akan diperoleh jika uang diutamakan dalam hidup mereka. Allah sudah mengetahui dengan tepat kebutuhan kita itu!
Masih ingatkah anda akan Ted Baxter teman saya yang berkata: “Menurut anggapan saya, bisnis itu bisnis dan gereja itu gereja”? la tak setuju dengan gagasan memperpadu agama dan bisnis. Ingatkah anda betapa ia berprihatin mengusahakan pembayaran upah para karyawannya? Dapatkah anda menerkanya? Melalui serangkaian pernyataan yang didaftarkan di atas, Tuhan Yesus menunjukkan bahwa Allah mengetahui hal-hal yang dikuatirkan oleh para usahawan, la tahu caranya menjalankan suatu bisnis. Dan bukan saja ia mengetahui, la bahkan berjanji bahwa bila kita menjadikanNya Penguasa dan Majikan dari bisnis kita maka ia akan menyediakan segala sesuatu yang kita butuhkan.

Akhirnya, Tuhan Yesus memerintahkan kita untuk mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya maka semuanya itu akan diberikan kepada kita (Matius
6:33 ). Hal-hal apa sajakah yang akan diberikan kepada kita? Semua hal yang dicari oleh orang-orang kafir dengan menjadikan uang sebagai majikan mereka! Dan bagaimanakah caranya kita memperoleh semua hal ini? Dengan menempatkan Allah, bukannya uang, pada urutan pertama dalam bisnis kita.
Jadi kita melihat bahwa Allah sedang mengatakan kepada semua usahawan: “Kalian mempunyai sebuah pilihan. Kalian dapat mengabdi kepadaKu atau kepada uang, tetapi kalian tak dapat mengabdi kepada kami berdua sekaligus. Karena itu, kalian harus memilih di antara kami berdua.
 
Bila kalian memilih Aku, kalian tak usah kuatir mengenai cara kebutuhan bisnis kalian dapat dipenuhi; selama kalian menempatkan Aku dan kerajaanKu pada urutan pertama, Aku akan menyediakan bagi kalian semua hal yang berusaha dicari oleh para usahawan lain yang menempatkan uang pada urutan pertama.”

Kunci keberhasilan sejati dalam bisnis ialah menjadikan Allah sebagai penguasa bisnis kita.
 
Itu berarti kita harus mencari KerajaanNya dan kebenaranNya terlebih dahulu dalam bisnis dan hidup kita.
Iblis menipu sebagian besar usahawan untuk berpikir bahwa cara untuk mendatangkan sukses dalam bisnis ialah dengan menghasilkan uang; karena itu, uang telah menjadi majikan mereka. Bagi mereka, “pengertian bisnis yang baik” ialah melakukan hal-hal yang akan mendatangkan uang sebanyak-banyaknya. Dilihat sepintas lalu, memang ini tampaknya seperti cara yang paling masuk akal untuk menjalankan suatu bisnis --- ini tipu daya iblis!
 
( berlanjut )
 
Catatan :
 
Myron D.Rush ialah Presiden dari Management Traning Systems, sebuah perusahaan konsultan yang memberi training dan kunsultasi baik untuk organisasi2 Kristen maupun sekuler. Ia juga seorang pengarang buku Management : A Biblical Approach ( Victor ) yang berhasil memenangkan Evangelical Christian Publishers Association Gold Medallion Award pada tahun 1984.
 
Bambang Wiyono
HP : 0812 327 3886
 
 
1
Hosted by www.Geocities.ws