AKSI TEROR DALAM ISLAM

oleh Jalal Al-Alam

Pengamat hubungan internasional, khususnya yang mengamati hubungan antara negara Barat dan negara islam,telah menemukan suatau rasa kebencian yang tidak masuk akal dalam jiwa bangsa Barat. Rasa benci ini disertai pula dengan ketakutan yang amat sangat dalam jiwa peradapan Eropa terhadap islam.

Sesungguhnya rasa benci yang disertai ketakutan tanpa dasar ini, tidak akan ada pengaruhnya, jika rasa benci tersebut hanya terbatas pada spikisnya. Namun kenyataannya perasaan itu tidak hanya sebatas spikis saja, tapi telah mengkristal, membeku dalam hati masyarakat Barat, sehingga cukup berpengaruh baik secara politis maupun ekonomi. lantaran itu, posisi islam saat ini--harus diakui--menjadi sangat memprihatinkan.

Umat islam tidak akan pernah lupa pada berbagai pernyataan dari para pemimpin Barat yang terdahulu. Dimana pernyataan mereka itu begitu sarat dengan fanatisme buta. Fanatisme dalam usaha melenyapkan islam--tanpa rasa bersalah sedikitpun--sepanjang masa.

Usaha mereka untuk melenyapkan islam nyaris tak mengenal rasa berhenti. Berbagai macam cara mereka tempuh dengan penuh perhitungan, yang antara lain: mengobarkan kembali Perang Salib. Yang kemudian ternyata gagal dalam menundukkan negara-negara islam. Lantas, mereka pun bangkit kembali dengan cara-cara baru, siasat baru, pasukan baru dan segudang rencana baru dengan tujuan yang sama sekali tidak baru yakni; melenyapkan islam.

Maka tidaklah aneh jika seorang prajurit Perang Salib, ketika mengnakan pakaian perang, berseru kapada ibunya dengan suara lantang:

Ibu.........tenangkan hatimu

Berbahagialah....nanakmu pergi ka tripoli

Siap menumpahkan darah

Demi melumatkan bangsa yang terkutuk

 

Dengan segala kekuatan yang aku miliki

Aku akan melenyapkan islam

Aku akan bakar Al Quran

 

Dan ketika akhirnya prajurit yang telah diliputi rasa dendam kesumat itu, dapat memenangkan pertempuran. lantaran mereka dipimpin oleh para perwira terkejam yang pernah dikenal dalam sejarah. maka mereka pun berbuet seenak perutnya. mareka melakukan penyembelihan manusia secara besar-besaran. membumi hanguskan tempat-tempat ibadah kaum muslimin. menggantinya dengan gereja-gereja. kemudian melakukan pembakaran buku-buku dan perpustakaan-perpustakaan islam, yang pada klimaksnya, mereka juga membakar umat islamnya.

Mari kita simak sejenak berbagai ulasan dari para penulis tentang apa yang telah dan akan mereka perbuat terhadap umat islam. Dalam hal ini, tidak akan dibahas secara panjang lebar, kecuali hanya beberapa contoh kecil dari kekejaman yang mereka lakukan, yang jelas-jelas telah melanggar prikemnusiaan.

1.TEROR DI SPANYOL

    "Pada tanggal 2 Februari 1492, Kardinal "De BIRD" naik keatas Al-Hamra (istana karajaan keluarga nasr) untuk mengumumkan kekalahan pemerintahan islam Spanyol. Maka sejak itu, lenyaplah apa yang disebut dan dikenal dengan pemerintahan islam di Spanyol, yang pernah begitu kondang ke seantero penjuru dunia, dan wilayahnya pernah membentang luas sampai kedaratan Eropa.

    Pada awalnya memang, para Tentara Perang Salib itu mau menghormati hasil konsorsium yang telah disepakati bersama umat islam. Namun nyatanya, mereka malah mengabikan hasil konsorsium tersebut, bahkan nyaris menginjak-injaknya. Lantas dimulailah penjegalan terhadap islam dan umatnya, dengan tujuan memusnahkan peradaban islam sampai keakar-akarnya.

    Islam bahkan kemudian dinyatakan haram oleh mereka.Umatnya dipaksa keluar dari agama islam. Dilarang keras berbahasa Arab, dilarang pula memanggil nama anak-anaknya dengan nama Arab, serta tidak diizinkan mengenakan pakaian islam. Dan bagi siapa saja yang melanggar aturan yang telahditetapkan itu, maka sebagai hukumannya, akan dibakar hidup-hidup (Al-Qoumiyyah Wal Ghozul Fikri, halaman 174).

    Demikianlah, karena umat islam mendapat tekanan yang begitu bertubi-tubi, maka yang tadinya jutaan, makin hari junlahnyapun makin menyusut secara drastis. Bahkan kemudian tak seorang pun dari mereka yang berani mengaku beragama islam.

    Bagaimana bentuk penyiksaan yang mereka lakukan terhadap umat islam yang menjadi tahanan paksa mereka?Mungkin sebagian orang pernah mendengar apa yang dinamakan Majelis Taftisy, yaitu suatu mahkamah yang dipersiapkan untuk mengadili orang-orang yang tak bersalah.Ini sepenggalan cerita tentang Majelis Taftisy yang mereka miliki:

    Empat abad setelah Spanyol runtuh, Napoleon mengirim pasukannya ke Spanyol untuk meninjau kembali keberadaan Majelis Taftisy yang ada disana sejak tahun 1808.

    Diriwayatkan bahwa seorang perwira Perancis menyatakan sebagai berikut:

    "Bersama dengan satu pasukan lengkap, kami pergi memeriksa suatu biara Nasrani Yang kami dengar pernah memiliki Majelis Taftisy. Usaha kami waktu itu nyaris tanpa hasil. Walau kami telah berusaha keras memeriksa dengan teliti setiap jengkal tanah di biara tersebut. Bahkan seluruh kamar yang ada didalam biara itu pun tak luput dari perhatian kami. Namun hasilnya nol!! Bahkantanda-tanda bahwa disana pernah memiliki majelis taftisy sebagai tempat atau ruang penyikasaan pun hampir tak ada. Hal itu membuat kami hampir putus asa. Sehingga pada akhirnya, kami memutuskan untuk kembali pulang saja. Sementara, baik Ketua Biaranya maupun para pendeta disana bersumpah dengan sungguh-sungguh dihadapan kami bahwa tuduhan memiliki majelis taftisy pada mereka itu hanya fitnah belaka, bahkan isapan jempol!

    Lantaran hal itu,--dan rasanya tak ada urusanlagi--aku pun memeritahkan seluruh anggota pasukan untuk bersiap-siap meninggalkan biara. Nemun tiba-tiba saja, seorang anak buahku--De Leile--yang berpangkat Letnan menyela:

    "Kolonel, nampaknya urusan kita belum berakhir sampai disini saja". Saya menjawab: "Letnan, apa lagi yang harus kita lakukan? Seluruh penjuru ruangan yang ada didalam biara ini sudah kita masuki dan periksa. Bahkan tiap jengkal tanah dari biara ini pun telah sama-sama kita teliti. Hasilnya, kita semua tahu, tak sepotong pun tanda-tanda bahwa mereka pernah memiliki apa yang selama ini kita cari. Lantas apa lagi yang akan kau lakukan?"

    "Sebentar Kolonel! Saya rasa kita harus periksa ulang, lanti ruangan ini. Firasat saya membisikkan, ada sesuatu yang mencurigakan dibawah lantai ruangan ini!"

    Sesaat aku terdiam, berpikir karas.Dan dalam waktu yang singkat itu, aku masih mampu menangkap beberapa isyarat yang mencurigakan. Mereka--para pendeta itu--saling pandang satu sama lain, dengan pandangan mata yang begitu gelisah. Melihat gelagat itu, kau pun akhirnya mengizinkan Letnan De Leile--menyuruh anak buahnya--untuk mengangkat permadani yang digelar dilantai, lantas memerintahkan pula mengambil air sebanyak-banyaknya untuk disiramkan kelantai. Sekilas, aku menangkap maksud sang Letnan. Dan aku munggut-munggut mengakui kecerdasan anak buahku itu.

    Selanjutnya, kami semua memperhatikan arah tujuan air. Karena hampir dapat dipastikan, jika ada pintu kebawah lantai, tentunya air akan merembes kearah itu. Dan ternyata memang benar!! Air nampak mengalir ke satu arah, karena ada lubang. Letnan De Leile berseru saking girangnya: "Nah, ini dia pintunya!!!"

    Berikutnya kami perhatikan dengan cermat arah rembesan air yang ternyata bermuara kesebuah pintu ruang bawah tanah. Maka sekarang pintu ruang bawah tanah dapat kami buka. Bahkan sebagian dari lantai ruangan pun dapat kami buka hanya dengan menekan tombol dekat meja Ketua Biara.

    Maka para prajurit kami segera menorong pintu tersebut dengan laras senjatamereka. Dan nampak dengan seketika, wajah para pendeta berubah--pucat pasi--seperti mayat.

Selang beberapa saat, pintu pun berhasil dibuka. Nampak oleh kami sebuah tangga yang menurun, menuju ruang bawah tanah. Dan dengan sigap, kami meraih obor besar yang terletak di dinding ruangan--yang panjangnya lebih dari satu meter--yang mungkin semula diperuntukkan menerangi potret ukuran besar dari salah seorang Ketua Mahkamah Pengadilan Majelis Taftisy terdahulu.

Lantas, ketika aku hendak menuruni tangga, seorang pendeta Yasu'i menempelkan tangannya kebahuku sambil berkata lirih: "Bung, ini obor suci. Jangan coba sentuh obor ini dengan tanganmu yang telah berlumuran darah!"

"Hei pendeta tolol! Justru sebenarnya tak pantas tanganku menyentuh obor yang kotor ini. KIta buktikan nanti! Siapa diantara kita yang sebenarnya najis. Dan siapa sebenarnya yang layak mendapat sebutan pembunuh berdarah dingin", makiku dengan gemas.

Kemudian akupun menuruni tangga dengan hati-hati, diikuti para perwira yang lain bersama belasan prajurit, hingga sampai kedasar lantai bawah tanah.

Kami semua kemuadian berada disebuah ruangan yang berbentuk persegi empat. Nampak oleh kami ruangan mahkamah, yang ditengahnya terpacang sebuah tonggak besar, terbuat dari marmer. Dan sebuah lantai besi terikat pada tonggak tersebut. Nampaknya, semua ini khusus dipersiapkan unutk mengikat para tahanan. Di depannya ada bidang datar yang dibuat agak tinggi menyerupai bangku tempat duduk ketua pengadilan dan para hakim yang mengadili para tahanan.

Selanjutnya aku menuju keruang penyiksaan tempat berbagai anak manusia dikuliti. Ruangannya terlihat begitu luas. Dan tanpa sengaja kami menyaksikan sebuah pemandangan yang sangat mengerikan--yang selama hidup--baru kali ini aku melihatnya dengan mata kepala sendiri, sebuah ruangan yang dipersiapkan khusus untuk menghimpit rangka manusia. Yang satu berbentuk panjang mendatar dan yang lain dibuat memanjang tegak. Rupanya alat ini dirancang khusus untuk menyiksa tubuh manusia denga cara menjepitnya, dalam ruangan yang sempit hanya selebar tubuh. Manusia yang dimasukkan kedalam alat tersebut, pastilah tak akan mampu bergerak sedikitpun, bahkan mungkin bernapaspun tak akan bisa. Dia akan mati dengan berdiri atau terlentang. Mayat-mayatnya pun kelak, mungkin dibiarkan tergeletak, terhimpit, terlantar sampai membusuk.Nampak jelas, sisa daging-daging para korban yang terkelupas dari kulitnya, yang menjadi santapan empuk cacing-cacing tanah. Lantas, agar ruangan ini tak terlalu pengap dan bau, kami lihat ada ventilasi kecil untuk keluar masuk udara segar. Namun rasanya ventilasi kecil itu tak cukup membantu, karena hawa dalam ruangan itu tetap saja pengap dan bau. Atau karena memang sedang kami saksikan beberapa mayat, korban dari kekejaman mereka, yang sekarang telah berubah menjadi kerangka manusia, lengkap dengan belenggu-belenggu nesi ditangan dan di sekujur tubuhnya.

Dan ketika kami saksikan dengan seksama, nampak bahwa para tahanan mahkamah itu terdiri dari laki-laki dan wanita. Usia mereka bervariasi--kami perkirakan--antara 14 sampai 70 tahun. Dan untungnya, masih dapat kami temukan yang hidup, walau jumlahnya tak seberapa. Dan mesti sudah dalam keadaan yang sangat kritis, kami masih mencoba menyelamatkan mereka. Kami lepaskan belenggu-belenggu yang mengikat mereka dengan hati-hati.

Begitu menyedihkan keadaannya! Bahkan sebagian dari mereka ada yang sakit ingatan atau gila! Mungkin karena tak kuat menahan siksaan yang dialaminya. Kami temukan mereka dalam keadaan telanjang bulat. Sehingga--dengan terpaksa--para anggota pasukan kami melepaskan pakaiannya untuk menutupi tubuh mereka.

Kami papah mereka dari ruangan yang pengap, gelap dan bau itu menuju ruangan yang ada cahayanya. Kami lakukan semua ini bertahap dan berangsur-angsur, agar mereka tak kaget mengalami perubahan situasi yang mendadak ini. Nampak oleh kami betapa bahagianya mereka. Dan sebagai ungkapan terimakasih yang tulus dari hati mereka yang paling dalam, mereka bersimpuh menciumi tangan dan kaki kami tanpa sungkan, sebagai orang-orang yang telah menyelamatkan dan akan mengembalikan mereka ke kehidupan yang normal seperti sediakala.

Setelah membebaskan mereka, kami pun menuju keruangan lain. Dan disana, kami melihat  suatu pemandangan yang sungguh luar biasa! Betapa tidak! Dihadapan kami nampak beberapa alat penyiksa yang tak kurang sadisnya dengan alat sebelumnya, bahkan mungkin lebih sadis lagi. Suatu alat yang nempaknya telah dirancang khusus, untuk meremukkan tulang-tulang manusia sekaligus mencabik-cabik dagingnya. Dan ketika kami memperhatikan cara kerja dari alat ini, kesimpulan kami, alat ini bekerja mulai dari tulang kaki bagian bawah, terus naik menuju ke tulang dada, kepala sampai kedua belah tangan, dan secara berlahan-lahan namun pasti, seluruh tubuh akan hancur menjadi serpihan-serpihan kecil yang tak akan berbentuk lagi. Di bagian lain dari alat ini, ada sebuah lubang yang nampaknya khusus untuk tempat keluarnya darah segar yang akan bencampur dengan serpihan daging. Oh Tuhan! Alangkah terkutuknya mereka. Sementara semua ini, mereka lakukan terhadap orang-orang yang tak bersalah.

Lantas,kami temukan pula sebuah kotak yang terbuat dari besi baja--sebesar kepala manuasia--yang di bagian atasnya terdapat lubang kecil sebagai tempat meneteskan air ke kepala. Nampaknya alat ini khusus pula dibuat unutk menghimpit kepala orang yang disiksa, yang setelah calon korban diikat dengan rantai besi agar terbelenggu dan tak dapat bergerak lagi, air dingin pun diteteskan ke kepalanya untuk beberapa lama, sebelum kepalanya dihimpit kotak besi. Terkutuklah mereka! Dan pantas saja jika para tahanan yang disiksa tak kuat menahan siksaan mereka, sehingga menjadi gila.

Kami temukan pula beberapa alat penyiksa, yang bentuknya begitu beragam di berbagai ruangan, antara lain:

Demikianlah berbagai bentuk kekejaman yang telah mereka lakukan terhadap manusia yang tidak berdosa. Begitu sadis! Melebihi batas perikemanusiaan.Hak-hak azasi manusia pun telah di injak-injak oleh mereka. Dan sudah sepantasnyalah jika mereka mendapat julukan "PEMBUNUH BERDARAH DINGIN", karena mereka memang seperti sekumpulan binatang buas yang liar bak "PEMBUNUH BIADAP".

2. MAJELIS TAFTISY DI NEGARA-NEGARA ISLAM

Belakangan, ternyata dapat kita temukan pula beberapa majelis taftisy yang berada di berbagai negara islam. Mahkamah ini, biasanya dikuasai oleh oknum-oknum hakim yang berhati busuk yang berniat merusak dan menghancurkan rakyat jelata.

Mati kita ikuti penuturan dari seorang saksi hidup yang pernah menyaksikan sendiri, bahkan mengalami sendiri berbagai bentuk penyiksaan, bersama-sama dengan Ulama dan para Pejuang Muslim lainnya:

" Suatu ketika--setelah kami menjalani berbagai siksaan--para algojo menggiring kami dengan menggunakan cambuk ke sel kami masing-masing. Kami di paksa untuk menunggu hari esok, untuk menerima siksaan yang lebih berat lagi. Dan pada keesokan harinya, kami semua di seret keluar sel, dalam keadaan lemah lunglai tanpa daya. Sehingga untuk dapat memenuhi perintah algojo itu, kami harus berusaha keras mengumpulkan sisa-sisa kekuatan yang ada pada kami. Jika tidak, tentu kami akan menerima cambukan dari tangan para algojo, yang datangnya begitu bertubi-tubi. Sementara jumlah mereka pun melebihi jumlah kami.

Mereka menyeret kami ke sebuah gurun tandus yang datar. Kami semua diseret di bawah panas terik matahari yang begitu menyengat menuju ke sebuah onggokan batu bara yang menyala-nyala. Wajah mereka sangat bersemangat ketika menggiring kami dengan cambuk. Bak menggiring sekawanan hewan liar.

Di dekat bara api, telah terpacang sebuah tonggak kayu yang tersusun dari tiga tiang. Sementara, tumpukan batu bara yang di bakar tersebut nyalanya berkobar-kobar, dan saking panasnya, warnanya pun berubah merah membara. Waktu itu, sekoyong-koyong kami mendengar suara makian dan sumpah serapah. Dan dengan amat lemah, kami coba palingkan muka ke arah datangnya suara tersebut. Ternyata, ada 5 algojo sedang menggiring seorang pemuda yang kami tidak kenal namanya. Belakangan barulah kami ketahui bahwa pamuda itu bernama JAWED KHAN AMAMI. Maka dengan terpaksa, mulailah kami meyaksikan suatu bentuk penyiksaan dan kekejaman dari para algojo terkutuk tersebut. Dan kalau saja bisa bicara, padang tandus pun--yang penuh dengan hiruk pikuk gonggongan kawanan anjing liar--nampaknya mereka terpaksa menjadi saksi bisu dalam peristiwa pembantaian dan penyiksaan ratusan anak manusia.

Selanjutnya, nampak oleh kami 2 algojo yang menggiring 2 ekor anjing yang luar biasa besar. Tingginya mungkin tidak kurang dari 1 meter. Yang kami ketahui kemuadian bahwa kedua anjing tersebut sudah 2 hari tak diberi makan. Lantas, terlihat jelas oleh kami, salah seorang dari algojo menyeret pemuda Jawed Khan menuju onggokan batu bara yang sedang membara. Kedua matanya di balut dengan plester yang kuat. Dan tragisnya, peristiwa busuk ini di saksikan oleh kami--yang berjumlah tak kurang dari 100 orang tahanan--dengan mata telanjang. Sementara jumlah para algojo yang menyaksikan pun tak kurang dari 150 orang dengan senjata lengkap ditangan. Tiba-tiba saja, 10 orang algojo mendekati Jawed. Mereka mencampakkan Jawed ketanah. Kemudian salah seorang dari mereka mengambil kayu berbentuk segitiga dan mengikat Jawed kuat-kuat sehingga Jawed pun tak dapat lagi berdiri tegak. Selanjutnya. para algojo mendudukkan pemuda itu di atas tumpukan api batu bara yang merah membara. Maka yang kami dengar kemuadian adalah sangat menyayat hati. Jawed mengeluarkan lengkingan seperti lengkingan hewan ternak yang sedang di sembelih. Nada dan iramanya sangat memilukan hati. Meraung, meronta, melengking, lantaran dipaksa dipanggang hidup-hidup.

Tak begitu lama, suara Jawed pun melemah dan tubuhnya diam tak sadarkan diri. Dan tak sedikit diantara kami yang ikut tak sadarkan diri pula, tak kuat hati menyaksikan peristiwa biaap yang baru saja terjadi itu. Tiba-tiba, bau daging bakar pun menyengat hidung semua orang. Begitu sengit! Daging bakar dari seorang anak manusia tanpa daya. Dan rasanya semua orang hukuman disana merasa begitu menyesal. Lantaran kami tak mampu berbuat apa-apa, kecuali hanya dapat mengungkapkan keprihatinan kami, dengan saling bertangis-tangisan. Tangis yang pahit. Dan aku sndiri merasa bersyukur, karena tak sampai ikut pingsan seperti yang lain. Sehingga bisa menyaksikan kelanjutan dari perisiwa keji yang tak terperikan selama hidup itu. Jadi sejak awal sampai akhir, saya terpaksa harus melihat ulah manusia biadab terhadap sesamanya.

Jawed, boleh jadi termasuk pemuda yang kuat dan boleh dibilang cukup perkasa. Lantaran, meskipun sudah menerima siksa yang begitu dahsyat, pemuda itu tampak belum juga menemuai ajalnya. Sementara kami lihat, dagingnya sudah meleleh terkelupas dari tulang tubuhnya. Dan ketika Jawed masih belum sadarkan diri, ikatannya dilepaskan untuk diikat kembali pada sebuah palang salib. Selanjutnya, pemandangan yang ada dihadapan kami pun semakin mengerikan, lantaran algojo yang membawa 2 ekor anjing yang nampak buas karena lapar itu dengan berlahan tapi pasti mulai mendekati Jawed. Kedua mulut anjing yang semula di berangus itu pun sudah di lepaskan. Lantas,--dengan tertawa-tawa--mereka biarkan kedua anjing tersebut menerkam dan mencomol daging bakar dari pemuda Jawed. Maka tak perlu waktu lama, daging tubuh Jawed pun tercabik-cabik. Persis seperti pemandangan 2 ekor harimau yang sedang menikmati seekor kambing hasil buruannya. Untuk sesaat, tubuh Jawed nampak berkelojotan. Dan selanjutnya, secara berangsur-angsur, diam dan tak bergerak. Karena pemuda Jawed mati secara mengenaskan.

Tak ada yang dapat kami perbuat, untuk bisa menyelamatkan nyawa pemuda itu, kecuali hanya suara kami yang meraung-raung histeris. Dan bagai dikomando, kami menjerit secara serentak tanpa sadar. Tak ubahnya seperti orang gila yang kesetanan, berteriak-teriak tak karuan dengan wajah terangkat menghadap langit.

Didalam sel, kawan-kawan membalut kepala dan mulutku dengan berbagai balutan. Yang belakangan aku sadari bahwa balutan-balutan tersebut telah menyelamatkan aku. Lantaran para algojo, tak mendengar jeritanku lagi. Hatiku makin bergidik ngeri membanyangkan peristiwa dami peristiwa yang telah, sedang dan akan aku terima nanti. Mungkinkah akan kuterima juga siksaan yang dialami oleh pemuda Jawed? Ataukah nasibku akan sama dengan nasib SYAHAN KHAN yang disksa karena jeritan histeris, melolong-lolong menangisi kepergian Jawed?

Karena baru saja terjadi lagi, penyiksaan terhadap Syahan Khan--yang tertangkap basah sedang meratapi kematian Jawed--oleh para algojo. Syahan Khan diseret keluar selnya, disiksa dan dilemparkan ke dalam sebuah tong besar yang berisi pasir. Lantas, para algojo mengikat tubuhnya dengan kawat berduri dan menyeretnya kembali sampai ia menemui ajalnya. Nampak oleh kami semua beberapa sempalan daging tubuh Syahan Khan yang tertinggal dilantai seperti ayam goreng. Dan berikutnya, kami semua terkesima menyaksikan keimanan Syahan Khan pada Allah SWT. Lntaran beberapa saat menjelang maut menjemputnya, Syahan Khan masih sempat berteriak menyebut dan membesarkan nama Allah dengan seruan ; "Allahu Akbar.....Allahu Akbar......"

Kami semua hampir tak kuat menahan amarah yang meluap-luap. Hatikupun menjerit dan memaki para algojo itu; "Hai manusia yang tak beradab, manusia kejam, manusia durhaka, manusia terkutuk, tunggulah pembalasan dariku nanti. JIka ada kesem[atan, akan kuinjak-injak kalian sampai lumat".

Boleh jadi--pada akhirnya--mungkin aku tak sadarkan diri. Karena yang kuingat kemuadian, mataku terkatup. Badanku terasa dingin. Dan tiba-tiba aku merasa tengah berada di dunia lain. Belakangan aku sadari, ternyata aku sedang terbaring disebuah rumah sakit. Dan tanpa sepengatahuanku pula, dihadapanku telah berdiri seorang perwira duta besar dari negara asalku.

"Bagaimana keadaanmu??" Sapanya ramah.

"Insya Allah, akan sembuh dalam waktu dekat". Sambungnya.

"Namun sebelumnya, ceritakanlah padaku siapa Jawed, yang namanya selalu kau sebut-sebut itu?" tambah beliau.

Maka kuceritakan seluruh peristiwa yang telah kualami itu. Mendengar penuturanku, tampak muka beliau menjadi pucat pasi. Namun sayangnya, sebelum penuturanku selesai, kami kedatangan seorang perwira polisi yang menyampaikan sepucuk surat perintah untukku, agar meninggalkan negeri ini seketika itu juga. Maka duta besar yang menungguiku tadi--dengan sangat terpaksa--tidak dapat mendengarkan kisahku selanjutnya.

Para polisi membawaku ke dermaga. Dimana sebuah kapal akan membawaku pulang ke negara asalku. Namun sampai di dermaga, aku hanya terlongong-longong seperti orang tolol. Lantaran aku sadari, aku masih mengenakan pakaian seragam rumah sakit. Dan tak sepotong pun surat pengenal kumiliki, yang menerangkan identitasku. Maka langkah pertama yang segera kutempuh aalah menghubungi keluargaku di rumah lewat telpon, mengabarkan pada mereka aku akan segera kembali.

Tiba di rumah, mula-mula keluargaku tak lagi mengenali siapa diriku. Lantaran wajah dan bentuk tubuhku sudah tak karuan. Namun, pada akhirnya merekapun merangkulku dengan rasa penuh iba dan kasihan. Lantas, dengan segera mereka membawaku kerumah sakit terdekat. Setelah menjalani opname selama 3 bulan--yang aku habiskan dengan tangis karena selalu ingat pada berbagai peristiwa penyiksaan--pada akhirnya aku pun diberi kesembuhan oleh Allah SWT.

Namun, satu hal yang penting--yang harus kusampaikan--sebelum penuturan ini kuakhiri adalah: "Kepala penjara dimana aku menjalani siksaan tadi adalah orang Yahudi. Sedangkan algojo di bagian penyiksaan ditangani oleh seorang Nazi Jerman. Yang kita kenal dalam sejarah, berambisi menguasai seluruh negara di dunia di bawah kepemimpinan Hitler.

 

 

 

 

 

 

Hosted by www.Geocities.ws

1