PERAN
KAPITALISME PENDIDIKAN
DALAM
ERA GLOBALISASI
Oleh:
Dr. H. Endang
Komara, M.Si. (Lektor Kepala pada STKIP Pasundan)
I. Abstrak
Kapitalisme adalah salah satu
ideologi yang saat ini mendominasi dunia. Dominasi kapitalisme sebagai ideologi
ini bukan karena kehandalannya untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidup
manusia termasuk dunia pendidikan, tetapi lebih karena berbagai manipulasi yang
digunakan untuk menutupi kelemahannya. Ketika kaum kapitalis menghadapi
serangan para penganut sosialis akibat ketimpangan sosial yang ditimbulkan,
ideologi ini segera mengadopsi gagasan
keadilan sosial (social justice)
untuk menutupi kebobrokannya.
Dewasa ini umat manusia
tengah memasuki suatu zaman baru yang ditandai dengan menguatnya paham Pasar
bebas, yang dikenal dengan zaman Globalisasi. Tradisi umat manusia untuk
mempertahankan eksistensi mereka melalui pendidikan mendapat tantangan, karena
pendidikan ternyata bagi sebagian manusia dapat digunakan untuk mengakumulasi
kapital dan mendapatkan keuntungan. Bagaimana mungkin tradisi manusia tentang
visi pendidikan sebagai strategi untuk eksistensi manusia yang telah
direproduksi berabad-abad selama ini, diganti oleh suatu visi yang meletakkan
pendidikan sebagai komoditi.
Pendidikan diperlakukan sebagai
komoditi diperkuat sejak dikembangkannya ditandatanganinya kesepakatan GATT, di
mana dunia secara global telah memihak pada kepentingan pasar. Hal ini
dilakukan demi membuka peluang bagi Trans
National Corporations (TNCs)
untuk ekspansi. Salah satu usaha strategis mereka adalah mempengaruhi kebijakan
negara-negara Selatan untuk melicinkan jalan bagi TNCs untuk beroperasi.
Mekanisme dan proses globalisasi yang diperjuangkan oleh para aktor utama,
globalisasi yakni TNCs, Bank Dunia atau IMF melalui kesepakatan yang dibuat di
WTO, sesungguhnya dilandaskan pada suatu ideologi yang berangkat dari
kepercayaan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya dapat dicapai sebagai hasil normal
dari kompetisi bebas. Kompetisi Pasar Bebas merupakan suatu kompetisi yang
agresif akibat dari terjaganya makanisme pasar bebas. Kesemua keyakinan ini
berangkat dari suatu pendirian bahwa pasar bebas itu efisien. Pasar bebas
diyakini sebagai cara yang tepat untuk mengalokasikan sumber daya alam yang
langka, demi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Harga barang dan jasa
selanjutnya menjadi indikator apakah sumber daya telah habis atau masih banyak.
Kalau harga murah itu berarti persediaan memadai. Harga mahal artinya produknya
mulai langka. Harga tinggi maka orang akan menanam modal kesana. Oleh sebab itu
harga menjadi tanda apa yang harus diproduksi. Itulah alasan mengapa
Neo-Liberal ekonomi tidak ingin pemerintah itu ikut campur, serahkan saja pada
mekanisme dan hukum pasar untuk bekerja.
II. Pendahuluan
Kapitalisme dibangun dengan
berdasarkan prinsip pemisahan total antara Allah SWT dengan sistem yang
mengatur berbagai interaksi dalam kehidupan. Ide ini merupakan akidah
kapitalisme, yang sekaligus merupakan kepemimpinan dan akidah berfikirnya.
Berdasar hal di atas, kaidah berfikir sistem kapitalis Dr. Mahmud Al Khalidi (
Maka sangat tepat jika
ideologi dunia ini disebut ideologi Kapitalisme. Pada dasarnya, lahirnya
ideologi ini terjadi ketika para Kaisar dan raja di Eropa dan Rusia ketika itu
telah menggunakan agama sebagai sarana untuk mengeksploitasi, menzalimi dan
menghisap darah rakyat. Mereka juga menggunakan para pemuka agama sebagai kuda
tunggangan untuk tujuan itu, dari sanalah kemudian terjadi pertarungan dahsyat
yang di tengah pertarungan tersebut muncul para filsuf dan pemikir, yang
mengingkari agama secara mutlak, serta munculnya mereka yang mengakui agama
tetapi tetap menyerukan pemisahan agama tersebut dari kehidupan, sehingga
mayoritas filsuf dan pemikir menetapkan suatu ide, yaitu pemisahan agama dari
realitas kehidupan; dari sana wajar jika kemudian lahir ide pemisahan agama
dari negara.
Akidah kapitalisme dengan
memisahkan agama dari kehidupan berarti secara implisit telah mengakui, bahwa
ada sesuatu yang bernama agama. Artinya, bahwa alam, manusia dan kehidupan ini
mempunyai sang Pencipta yang menciptakannya, dan ada hari di mana manusia akan
dibangkitkan di sana pasca kematiannya, karena agama menuntut adanya semuanya
tadi, dilihat dari substansi agama sebagai agama. Ketika akidah Kapitalisme
melontarkan ide pemisahan agama dari kehidupan, ia mengakui dan menetapkan ide
bahwa agama merupakan interaksi dan hubungan antara individu dengan Penciptanya
saja; agama juga tidak mempunyai hubungan dengan sistem kehidupan.
Kapitalisme
pendidikan adalah
ideologi individualisme, yang memandang bahwa masyarakat terdiri dari individu,
dan hanya memandang komunitas dengan pandangahn skunder, sembari mencurahkan
pemikiran dan seluruh potensinya kepada indiividu sebagai individu. Dengan
demikian, kapitalisme telah menjamin kebebasan yang terlepas dari berbagai
ikatan, agama, sistem, adat, nilai, tujuan tertinggi (high goal) ataupun hal-hal lain.
Pendidikan memang tidak
murah meskipun bermuka dari niat yang mulia. Awalnya demi untuk mencerdasrkan
dan menjadi cerdas selalu butuh biaya. Tentu jika ada biaya disitu bicara soal
kemampuan untuk membayar dan meraup laba. Biaya kadang membuat pendidikan
berlaku bak perusahaan yang mengubah siswa tidak saja bijak tapi juga asset
yang membawa untung. Soalnya lagi biaya menjadi sebuah spiral tempat banyak
pihak berebut pengaruh dan yang lain, saling sibuk untuk melakukan korupsi.
Berbicara mengenai
perebutan pengaruh tentunya di sana ada pelaku dan agenda tersembunyikan.
Pelaku dan agenda tersembunyikan membangun suatu sistem. Ada sistem pasar, ada
sistem komando, dan ada pula sistem humanis populis atau sistem yang menaruh
manusia sebagai tujuan namun tidak bersifat eksklusif melainkan menjangkau
semua lapisan termasuk yang masih terpinggirkan. Kalau arah pendidikan
ditentukan oleh sistem pasar, maka yang menang di arena pasar itulah yang
menentukan arah, hitam putihnya, pendidikan. Sebaliknya kalau arah pendidikan
ditentukan oleh komando negara, maka yang berkuasa di negara itulah yang
menentukan warna pendidikan. Kemungkinan ketiga adalah arah pendidikan
ditentukan oleh rakyat dan untuk tujuan memanusiakan manusia. Sistem ini akan
menjadikan pendidikan alat pemanusiaan, sehingga kegunaan, kurikulum dan
penyelenggaraan pendidikan diukur dari kemampuan rakyat dan kebutuhan
pemanusiaan, diisi dengan hal-hal yang
mengangkat derajat manusia dan memberdayakan rakyat, diarahkan sehingga
memenuhi kebutuhan dasar manusia hidup dan cita-cita ekonomi sosial rakyat
jelata. Bagaimana masing-masing sistem beroperasi.
Pasar adalah sesuatu yang
anonim dan ideologis. Dibalik pasar bukan sekedar para pelaku pasar, penawaran
dan permintaan, tetapi siapa yang kuat mengontrol sarana ekonomi dan
alokasinya. Bagi pelaku kapitalis liberal, seperti pengusaha lintas negara,
maupun kapitalis feodalis, seperti pengusaha-pengusaha, gerak ekonomi diarahkan
ke pelebaran dan penguasaan pasar untuk
akumulasi kapital lebih banyak lagi. Arah pendidikan dibuat sedemikian rupa
sehingga pendidikan menjadi pabrik tenaga kerja yang cocok untuk tujuan ekonomi
kapitalis tersebut. Kurikulum juga diisi dengan pengetahuan dan keahlian untuk
industrialisasi, baik manufaktur maupun agroindustri.
Era globalisasi menurut Dr.
Mochtar Buchori (
III. Pembahasan
A. Peran Kapitalisme Pendidikan
Kapitalisme pendidikan menurut
Francis Wahono
(
Akhirnya upah, gaji dan
karier bagi anak bangsa paling menggiurkan tersedia pada sektor yang berkaitan
dengan globalisasi dan akar ke bawahnya. Gulanya ada di sana, maka semut-semut
pendidikan, termasuk program penelitian, semua larinya ke sana pula. Kalau hal
demikian yang terjadi, maka pembatasan perans ekolah pada pengajaran, sementara
pendidikan diserahkan kepada masyarakat (J.I.G.M. Drost,
Kemungkinan yang
kedua adalah pelaku
yang mengarahkan pendidikan adalah negara. Itulah yang terjadi di negara-negara
otoriter termasuknegara diktator proletariat pada sistem komunisme penguasaan
oleh partai, negara Uni Soviet dulu, Cuba dan Cina daratan. Pemerintah atau
partai berkuasa tahu yang terbaik bagi rakyatnya. Yang terjadi adalah teror dan
penyeragaman di mana-mana. Ideologi yang melestarikan status quo dindoktrinasikan, dipompakan, melalui antara lain
upacara bendera sampai kuis cerdas cermat. Suasana itu pula kita rasakan selama
Orde Baru. Nilai pelajaran dapat dipesan, seragama bukan hanya dalam hal
berpakaian, tetapi kurikulum, pengkatrolan nilai (social enginering), bahkan muatan lokal yang seragam untuk seluruh
Nusantara yang beranekaragam. Pendekatan dari atas ke bawah menjadi panutan di
mana-mana. Gaji guru dipatok rendah agar posisi tawar menawar hidupnya lemah,
sehingga pilihan hidup ditukar dengan pilihan sebuah partai pemerintah. Sikap
kritis dipasung, hasil penelitian direkayasa, laporan kertas bertumpuk-tumpuk,
semuanya tidak lain untuk membuat langgeng birokrasi yang boros. Akhirnya
pendidikan menjadi pembodohan dan pembohongan generasi. Dan kita semua diajar
untuk otoriter, serba juklak (petunjuk pelaksanaan), mendungukan diri atau
didungukan, jauh dari demokratis dan cinta damai, karena yang ditanamkan setiap
hari adalah hukum kekuasaan bukan hukum adil dan hormat pada orang lain,
akhirnya manakala kehendak tidak terpenuhi seperti anak-anak kecil yang manja
atau yang tertekan, mudah meledak, beramuk dan suka mempergunakan kekerasan. Di
era globalisasi, di mana komunikasi menyatukan dunia menjadi satu desa raksasa,
di mana kemenangan ditentukan oleh kepintaran otak dan pengelolaan harta, kita
cenderung tidak beradab dan semakin tertinggal kereta, karena amuk, marah,
nekad, merasa kuasa menjadi jalan penyelesai persoalan (Bdk. Drost,
Kemungkinan yang
ketiga adalah pelaku
yang mengarahkan pendidikan adalah rakyat yang mencari jati diri kemanusiaannya
dan menuntut kedailan sosial yakni hak mendapatkan pendidikan yang sama. Dalam hal
ini, negara dapat bercampur tangan, tetapi tidak lebih dari sekedar menjadi
fasilitator. Kafasilitatoran negara ini perlu ditekankan, sebab
kecenderungannya adalah yang mengontrol uang, mengontrol pula manusianya.
Apalagi kini negara mulai hendak melepas pendidikan pada swasta, yang negeri
diberi kesempatan untuk otonom, artinya untuk berswasta; yang swasta dibiarkan
mencari rekanan kerja perusahaan-perusahaan. Negara sebagai fasilitator artinya
juga sebagai penjaga nilai-nilai kemanusiaan, sebab moderator keadilan sosial, namun tetap membiarkan
pelaku didik berkreasi menurut kebutuhan anak didik dan konteks regionalnya.
Perebutan jelajah antara di satu pihak
pendidikan yang dikehendaki oleh rakyat dan di lain pihak pendidikan yang
dimaui oleh perusahaan swasta, di mana negara lebih condong ke yang terakhir
adalah wilayah dari kajian ekonomi dan pendidikan. Dari sudut pandang
pendidikan sebagai alat, perebutan tersebut dapat dirumuskan sebagai pendidikan
itu diusahakan untuk membuat orang menang berkompetisi yang dilawankan dengan
pendidikan untuk menyiapkan orang sehingga mampu mandiri? Kita dihadapkan pada
pilihan antara pendidikan kompetisi ekonomi yang mencari kemenangan diri dan
pendidikan keadilan sosial yang menjamin kemandirian. Pilihan pertama akan
menciptakan korban yakni mereka yang kalah berkompetisi, tetapi boleh jadi
cepat membuahkan keuntungan finansial bagi yang menang. Pilihan kedua akan
menuntut biaya yang tidak tentu membuahkan bunga uang atau keuntungan finansial
langsung, namun akan lebih dapat mengangkat harkat bagi sebanyak mungkin orang:
mampu menentukan dirinya sendiri. Yang pertama adalah pendidikan elitis yang
meminggirkan yang miskin dan tak produktif. Yang kedua adalah pendidikan yang
memebaskan, memberdayakan semua orang menurut bakat dan keterbatasnnya sehingga
menjadi orang realis dan kreatif.
Kedua pilihan yang saling
bertentangan ditentukan oleh contoh acuan hidup dan bekarja, atau paradigma.
Dari paradigma itulah diturunkan visi dan missi, yang secara operasional
disebut sistem ekonomi politik. Paradigma pertama adalah paradigma kapitalis
liberalis untyuk tingkat internasional atau kapitalis feodalis sebagaimana
dipraktekan di Indonesia selama Orde Baru. Paradigma kedua adalah paradigma
populis demokrartis humanis sebagaimana ditunjukkan oleh UUD
Di negara-negara
terbelakang dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan, seperti Indonesia, sistem
ekonomi akan lebih merupakan determinan dari pendidikan daripada sebaliknya.
Menurut Todaro (
Dasar-dasar sistem
kapitalis dalam dunia pendidikan dijelaskan oleh Dr. Mahmud Al Khalidi (
Mengenai barang dan jasa
dianggap sebagai alat pemuas kenutuhan dalam ekonomi politik Kapitalis, maka
barang menurut konsepsi mereka adalah alat pemuas kebutuhan yang dapat diindra
dan dirasakan. Sedangkan jasa adalah alat pemuas kebutuhan yang dapat dirasakan
tetapi tidak dapat diindera. Sementara aspek yang akan dipuaskan (dipenuhi)
dengan barang dan jasa tersebut adalah manfaat (utility) yang ada di dalamnya. Manfaat(utility) ini bersifat spesifik; jika barang memenuhi spesifikasi
ini, maka ia layak untuk memenuhi kebutuhan, di samping bahwa kebutuhan secara
ekonomi bermakna keinginan (want),
sehingga sesuatu yang bermanfaat (utility)
secara ekonomi adalah apa saja yang diinginkan, baik yang mendesak (primer) ataupun tidak.
Teori Nilai (Theory of Value). Nilai barang yangb
diproduksi dalam pandangan kaum Kapitalis adalah tingkat urgensinya, adakalanya
menurut orang tertentu, dan adakalanya dengan barang lain. Pada kondisi pertama
disebut Nilai Guna (Utility Value),
dan pada kondisi kedua disebut Nilai tukar. Nilai guna barang (utility value) dapat disimpulkan, bahwa
nilai guna adalah satuan dari sesuatu yang diukur berdasarkan manfaat yang
paling akhir, yaitu manfaat satuan tersebut ketika memuaskan kebutuhan yang
paling rendah. Nilai yang oleh kaum Kapitalis disebut dengan Theory of Marginal Stratisfaction (Teori
Kepuasan Batas) ; artinya manfaat tersebut tidak diukur berdasarkan pandangan
produsen, sehingga akan diukur menurut beban produksinya, karena ketika itu
nilai tersebut hanya memeperhatikan pandangan supply (penawaran) dengan mengesampingkan demand (permintaan), juga tidak diukur berdasarkan pandangan
konsumen, sehingga akan diukur berdasarkan kadar kegunaan (utility) dan rasa butuh pada utility
dengan memperhatikan faktor kelangkaan, karena ketika itu nilai tersebut
hanya memperhatikan pandangan demand, minussupply. Kaum Kapitalis berpendapat,
bahwa pertukaran tersebut hanya sempurna jika ada alat pengganti barang atau
jasa yang setara atau hampir setara nilainya. Dari sinilah, maka menurut Kaum
Kapitalis nilai (value) harus
dibahas, karena nilai tersebut merupakan asas pertukaran, dan karena ia juga
merupakan sifat yang dapat dinilai, juga karena ia merupakan standar yang
menjadi standar barang dan jasa, yang dengan nilai itu juga aktivitas produktif
dan non-produktif dapat diklasifikasikan.
Sebab, produksi adalah
menciptakan atau menambah kegunaan (utility).
Produksi tidak akan sempurna kecuali dengan adanya usaha, sementara aktivitas
produtif dan non produktif, serta mana yang tingkat produktifitasnya lebih
tinggi dibanding yang lain bisa diklasifikasikan, semuanya memerlukan standar
yang detail untuk mengukur berbagai produk dan jasa yang beragam. Standar yang
detail inilah nilai sosial bagi produk dan jasa, atau dengan kata lain itulah
penilaian komunal yterhadap usaha (aktivitas)
yang dicurahkan atau jasa yang diberikan.
Teori Harga (Theory of Price). Struktur harga (structure of price) dan peran yang
dimainkannya dalam produksi, konsumsi dan distribusi adalah batu fondasi sistem
ekonomi Kapitalis. Karena nilai tukar (exchange
vaue) di zaman modern ini telah dispesifikasikan dengan satuan penghitung (unit of account) nilainya sehingga
menjadi dominan dibanding dengannya, maka nilai barang tidak disandarkan kepada
barang lain. Karena seluruh barang tersebut di seluruh penjuru dunia
disandarkan kepada satu barang saja yang disebut (money). Struktur harga dan pengaruhnya dalam kehidupan ekonomi
dijelaskan oleh Dr. Mahmud Al Khalidi antara lain: (
B. Era Globalisasi
Globalisasi adalah proses pertumbuhan
negara-negara maju, yaitu Amerika, Eropa dan Jepang melakukan ekspansi
besar-besaran; kemudian berusaha mendominir dunia dengan kekuatan teknologi,
ilmu pengetahuan, politik, budaya, militer dan ekonomi. Pengaruh mereka di
segala bidang terhadap negara-negara berkembang yang baru terlepas dari
belenggu penjajahan berdampak positif dan negatif sekaligus. Berdampak
positif, karena pada
beberapa segi ikut mendorong negara-negara baru berkembang untuk maju secara
teknis, serta menjadi lebih sejahtera secara material. Sedangkan dampak
negatifnya antara
lain berupa: (
Ternyata kini bahwa ilmu
pengetahuan, mesin-mesin, pesawat hiper modern dan persenjataan itu sering
disalahgunakan; yaitu dijadikan mekanisme operasionalistik yang menjarah dan
menghancurkan. Sebagai akibatnya timbul banyak perang, penderitaan dan
malapetaka di dunia. Negara-negara maju itu pada banyak segi, terutama di
bidang teknis, ilmu pengetahuan dan manajerial memiliki segugus besar kelebihan
dan kelimpahan, berupa: science, teknik
canggih, industri dan produksi yang berlimpah. Karena itu semua kelimpahan tadi
perlu didistribusikan keluar, dan dijadikan barang dagangan yang menguntungkan.
Oleh sebab itu mereka memerlukan lahan pasar lebih luas lagi untuk menjual
kelebihan hasil produksinya. Maka langkah niaga mereka yang semula bersifat
spontan, damai, ramah, humaniter dan fasifistis, kemudian berubah menjadi
agersif, ekspansif, eksploitatif, menjarah dan imperialistik. Tidak lama
kemudian mereka menjadi kekuatan neo-kolonialisme
(militer-politik-ekonomi) yang cepat mengembangkan sayap kekuasaannya ke negara-negara yang lemah
sistem perekonomiannya.
Sehubungan dengan nafsu
ekspansi mereka itu, teknik dan ilmu pengetahuan yang dijadikan alat politik
dan alat ekonomi perlu disamarkan. Misalnya dalam bentuk: misi bantuan
pengembangan, program pembangunan daerah miskin, misi perdamaian, dana
pampasan, tugas kemanusiaan, program kerjasama pendidikan, misi kebudayaan dan
lain-lain. Maka berkaitan dengan derasnya arus globalisasi yang ditunggangi
aksi-aksi kolonial tersembunyi perlu lebih meningkatkaqn kewaspadaan nasional,
di samping memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Menurut Kellner (
Meskipun ekonomi kapitalis
masih penting untuk mamahami globalisasi, teknosainslah (techno-science) yang memberikan infrastrukturnya. Jadi, kuncinya
terletak dalam hubungan dalektis antara tekno-sains dengan ekonomi kapitalis,
atau tekno-kapitalisme (techno-capitalism).
Kellner berusaha untuk menghindasri ekstremitas determinsime ekonomi dan
teknologi yang dianggap sebagai pemikiran dominan tentang globalisasi.
Yang merupakan hal penting
bagi Kellner, dan refleksi dari perspektif dialektikanya, adalah pemikirannya
tentang internet. Teknologi baru ini dipakai dengan berbagai macam cara untuk
mempromosikan globalisasi kapitalis. Akan tetapi, internet juga dipakai untuk
memobilisasi orang-orang yang menentang globalisasi. Jadi, Kellner melihat
potensi demokrasi utopian di dalam teknologi baru ini, tetapi pada tingkat
minimum teknologi baru ini mengubah globalisasi menjadi daerah persaingan.
Globalisasi dapat
dianalisa secara kultural, ekonomi, politik, dan atau instusional. Dalam masing-masing kasus, perbedaan kuncinya adalah apakah
seseorang melihat meningkatnya homogenitas atau heterogenitas. Pada titik
ekstrem, globalisasi kultur dapat dilihat sebagai ekspansi transnasional dari
kode dan praktik bersama (homogenitas), atau sebagai proses di mana banyak
input kultural lokal dan global saling berinteraksi untuk menciptakan semacam
perpaduan yang mengarah ke pencangkokan kultur (heterogenitas). Trend menuju
homogenitas sering kali diasosiasikan dengan imperialisme kultural atau dengan kata lain, bertambahnya pengaruh
internasional terhadap kultur tertentu. Ada banyak variasi imperialisme
kuktural termasuk yang menekankan peran yang dimainkan oleh kultur Amerika (Kuisel,
Teoritisi yang memfokuskan
pada faktor-faktor ekonomi cenderung menekankan arti penting ekonomi dan
efeknya yang bersifat homogenizing terhadap
dunia. Mereka umumnya melihat globalisasi sebagai penyebaran ekonomi pasar ke
seluruh kawasan dunia yang berbeda-beda. Misalnya, George Stiglitz (
Meski orang-orang yang
memfokuskan pada ekonomi cenderung menekankan homogenitis, namun ada yang
mengakui beberapa perbedaan (heterogenitas) di pinggiran ekonomi global.
Stiglitz menyatakan perlunya kebijakan yang tidak seragam (differentiated) di IMF dan organisasi global lainnya. Bentuk lain
dari heterogenitas dalam dunia ekonomi menyangkut, misalnya kodifikasi kultur
lokal dan eksistensi spesialisasi yang fleksibel yang bisa mengaitkan berbagai
produk dengan kebutuhan dari beragam spesifikasi lokal. Yang lebih umum, mereka
yang menekankan pada heterogenisasi akan mengatakan bahwa interaksi pasar
global dengan pasar lokal akan menciptakan pasar glocal yang unik, yang mengintegrasikan tuntutan pasar global
dengan realitas pasar lokal.
Globalitas berarti bahwa mulai
sekarang tak ada kejadian di planet kita yang hanya pada situasi lokal terbatas;
semua temuan, kemenangan dan bencana mempengaruhi seluruh dunia . Menurut Beck (
IV. Kesimpulan
Berdasarkan berbagai hal
tersebut di atas, maka dapat disimpulkan ke dalam hal-hal berikut ini:
1.
Pendidikan sebagai suatu media atau wahana untuk
menanamkan nilai-nilai moral dan ajaran keagamaan, alat pembentukan kesadaran
bangsa, alat meningkatkan taraf ekonomi, alat mengurangi kemiskinan, alat
mengangkat status sosial, alat menguasai teknologi, serta media untuk menguak
rahasia alam raya dan manusia.
2.
Kapitalisme pendidikan bertentangan dengan tradisi
manusia tentang visi pendidikan sebagai startegi untuk eksistensi manusia juga
untuk menciptakan keadilan sosial, wahana untuk memanusiakan manusia serta
wahana untuk pembebasan manusia, diganti oleh suatu visi yang meletakkan
pendidikan sebagai komoditi. Implikasi kapitalisme pendidikan antara lain: (
3. Akibat liberalisasi pendidikan ini, pendidikan akan hanya mampu dijangkau oleh mereka yang secara ekonomi diuntungkan oleh struktur dan sistem sosial yang ada. Sementara itu bagi mereka yang datang dari kelas yang dieksploitasi secara ekonomi tidak akan mampu menjangkau pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan telah menjadi suatu komoditi, bagi mereka yang memiliki uang dan mampu untuk membayarnya, akan menikmati pelayanan dan mutu pendidikan, sementara bagi mereka yang tidak mampu membayar pendidikan tidak akan mendapat akses dan pelayanan pendidikan.
4. Globalisme berpandangan bahwa dunia didominasi oleh perekonomian dan munculnya hegemoni pasar dunia kapitalis dan ideologi neoliberal yang menopangnya. Untuk mengimbangi derasnya arus globalisasi perlu dikembangkan dan ditanamkan karakter nasionalisme, yaitu dididikkan terus menerus lewat sistem pendidikan, dan secara sistematis untuk menghadapi dampak negatif dari arus globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Chossudovsky,
Michael.
Francis
Wahono.
Kartini
Kartono.
Mahmud Al
Khalidi.
Mochtar
Buchori.
Triwibowo
Budi Santoso. (ed.).
RIWAYAT HIDUP
PENULIS
Nama Lengkap : Dr. H. Endang Komara, M.Si.
Tempat tanggal lahir :
Purwakarta,
Alamat Rumah :
Jl Jati Indah IV/
Telpon
Kantor : Jl Permana No.
Pekerjaan : Dosen PNS Kopertis Wilayah IV dpk pada STKIP
Pasundan Cimahi
Pangkat/golongan : Pembina/IVa
Jabatan Fungsional : Lektor Kepala IVc
Pendidikan :
S
S
S
Bandung,
Dr. H. Endang Komara, M.Si.
NIP.