Maimunah bintu Al Harits
Ummul
Mukminin Yang Terakhir
(Tim Nailufar, TN)
Berita kemenangan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam di medan Khaibar segera
merebak ke seluruh penjuru, baik di kalangan kaum Muslimin maupun musyrikin. Tak
terkecuali di kota Makkah. Seorang wanita mulia yang dikenal dengan keutamaan,
nasab dan derajatnya yang tinggi tampak berseri-seri tatkala mendengar berita
ini, ketika itu ia berada di rumah Ummu Fadl Lubabah bintu Al Harits saudara
perempuannya, istri Abbas bin Abdul Muththalib.
Dialah Maimunah bintu Al Harits bin Hazn bin
Bajir bin Hazm bin Ruwaibah bin Abdillah bin Hilal bin Amir bin Sha�shaah Al
Hilaliyah, bibinya Abdullah bin Abbas dan Khalid bin Walid radliyallahu
�anhuma. Maimunah sering bolak-balik ke rumah Ummu Fadl. Dari Ummu Fadl
inilah ia banyak mendengar tentang Islam, baik ajaran-ajarannya, hijrahnya kaum
Muslimin, perang Badr maupun perang Uhud. Semua itu meninggalkan kesan yang
mendalam di hatinya, tak heran bila ia sangat suka cita dengan berita kemenangan
kaum Muslimin di Khaibar.
Dengan kebahagiaan yang memenuhi hatinya,
Maimunah kembali ke rumahnya. Namun perasaan serupa tidak ia jumpai pada diri
suaminya, Mas�ud bin Amr Ats Tsaqafi tampak sang suami sedang bermuram durja tak
terpancar di wajahnya sedikitpun kegembiraan atas kemenangan kaum Muslimin.
Keadaan ini menyebabkan keduanya berselisih dan akhirnya menghantarkan pada
perpisahan. Semenjak perceraian itu Maimunah keluar dari rumah suaminya dan
tinggal di rumah Abbas.
Ketika tiba hari Umrah sebagaimana yang
tercantum dalam perjanjian Hudaibiyah,
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam dan kaum Muslimin
memasuki kota Makkah dengan aman untuk menunaikan Ibadah Umrah. Suara talbiyah
berkumandang membahana ke segala penjuru.
Kedatangan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam ke Makkah bersama
kafilahnya yang terang-terangan itu membawa kekuatan dan sebuah nuansa keagungan
yang membuat ciut nyali kaum musyrikin. Mereka segera berlarian ke gunung-gunung
dan ke bukit-bukit sehingga bumi Makkah seakan bergoncang oleh telapak kaki
mereka.
Sementara itu tetap tinggal di Makkah
sejumlah orang dari kalangan laki-laki dan perempuan yang menyembunyikan
keimanan mereka. Mereka yakin bahwa kemenangan dan pertolongan Allah itu dekat.
Maimunah adalah salah seorang dari mereka ini. Betapa kemuliaan Islam telah
memenuhi relung hatinya dan mendorongnya untuk menyatakan keimanannya. Lebih
dari itu ia berharap dapat bernaung di bawah atap kenabian sebagai pendamping
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam. Sehingga ia bisa
menyirami kalbunya dengan bimbingan langsung dari gurunya para guru tersebut.
Demikian akhirnya Maimunah mengungkapkan kata
hatinya kepada Ummu Fadl. Ummu Fadl pun menyambungkan kepada suaminya dan
menyerahkan urusan ini kepadanya.
Tanpa menunggu lebih lama lagi bersegera
Abbas menemui Al Mustafa Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam dan menawarkan kepada
beliau agar mau menikahi Maimunah bintu Al Harits.
Sungguh suatu hal yang amat menggembirakan
bagi Maimunah tatkala Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam menerima tawaran Abbas
dan meminang Maimunah dengan mahar sebesar 400 dirham.
Asanya yang selama ini ia impikan akhirnya terwujud dengan izin Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
Dikisahkan pula bahwa Maimunah menghibahkan
dirinya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam maka Allah Ta�ala
menurunkan wahyu :
� � dan wanita Mukminah yang menyerahkan
dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya sebagai pengkhususan bagimu
bukan untuk semua orang Mukmin � .�
(QS. Al Ahzab : 50)
Tiga hari di Makkah berlalu sudah. Kaum
Muslimin harus segera kembali sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian
Hudaibiyah. Orang-orang Quraisy mengirim utusan kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam untuk memberitahukan
kepada beliau : �Telah habis masamu maka keluarlah kamu dari daerah kami.�
Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam bersabda kepada mereka
dengan lemah lembut :
�Bagaimana pendapatmu jika kalian biarkan
aku untuk mengadakan pesta pernikahan? Kami akan membuat makanan dan
menyuguhkannya kepada kalian.�
Mengetahui hal ini dengan kata-kata pedas
mereka menjawab : �Kami tidak butuh makananmu maka keluarlah kamu dari daerah
kami.�
Orang-orang musyrik amat khawatir dengan
keberadaan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam. Karena mereka tahu
kunjungan beliau meninggalkan pengaruh yang kuat pada diri penduduk Makkah.
Sebagaimana yang terjadi pada Maimunah bintu Al Harits, ia tidak hanya sekedar
mengumumkan keislamannya bahkan lebih dari itu ia menyerahkan dirinya kepada
beliau Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam.
Melihat gelagat ini akhirnya Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
membatalkan diri untuk tinggal lebih lama di Makkah, beliau lalu mengajak
kafilah kaum Muslimin untuk kembali ke Madinah. Di tengah perjalanan tepatnya di
Sarf yang berjarak 10 mil dari Makkah, beliau Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam melangsungkan
pernikahannya dengan Maimunah. Pernikahan mubarak itu terjadi sekitar
tahun ketujuh hijriyah.
Maimunah bintu Al Harits yang semula bernama
Barrah itu kini menjadi Ummul Mukminin. Dengan penuh ketaatan, wanita mulia ini
mendampingi guru seluruh ummat manusia Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam.
Sepeninggal sang kekasih Allah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam,
Maimunah terus menghabiskan hidupnya dalam kebajikan dan takwa hingga ajal
menjemputnya. Ia meninggal di Sarf dan dimakamkan di tempat itu juga.
Atha� (salah seorang tabi�in)
mengisahkan bahwa pada hari meninggalnya Maimunah ia keluar bersama Ibnu Abbas
radliyallahu 'anhuma, keponakan Maimunah. Selanjutnya Ibnu Abbas berkata
:
�Jika kalian angkat kerandanya maka jangan
kalian goncangkan dengan keras. Tetapi hati-hatilah dan pelan-pelan karena dia
itu ibu kalian.�
Kaum Muslimin berkabung atas kepergiannya.
Aisyah radliyallahu 'anha berkata :
�Sungguh Maimunah telah pergi, demi Allah,
dia termasuk wanita yang paling takwa di antara kami dan paling suka menyambung
silaturahmi.�
Salam bagimu wahai Ummul Mukminin Maimunah �
. Semoga Allah meridlaimu � .
Maraji�
:
1. |
Al Ishabah fi
Tamyiz Ash Shahabah, Al
Hafidh Ibnu Hajar Al Atsqalani. |
2. |
Nisa�u Haula Ar
Rasul, Syaikh Mahmud Mahdi
Al Istambuli dan Asy Syaikh Mushthafa Abu An Nasr Asy Syalbi. |
3. |
Usdul Ghabah fi
Ma�rifati Ash Shahabah,
Syaikh Al Allamah Ibnul Atsir. |
4. |
Thabaqat Ibnu
Sa�ad. |
|