Definisi
Zakat
I.
Menurut Bahasa (lughoh)
Dari asal kata "zakkaa - yuzakkii - tazkiyatan -
zakaatan" yang berarti:
Thoharoh (membersihkan/mensucikan)
Firman Allah Ta'ala : "Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka." (At-Taubah:103)
2. Namaa' (tumbuh /berkembang)
Firman Allah Ta'ala : "Allah memusnahkan ribaa'
dan menyuburkan sedekah" (Al-Baqarah:276)
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari hadits
Abu Rabsyah Al-An Maary : "Harta tidak akan berkurang dengan
dishodaqohkan" (HR. Tirmidzi, kitab Az Zuhd jilid 4 hal. 487
no. 2325, kata Imam Tirmidzi "Hadits ini hasan shohih")
Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqolani : "Tanaman itu telah
Zakka, yakni berkembang & tumbuh" (Fathul Baari,
kitab zakat jilid 3 hal. 262)
3. Al-Barokah
Firman Allah Ta'ala : "Dan barang apa saja yang
kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya." (Saba' : 39)
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari hadits Abu
Hurairoh radhiallohu anhu : Allah Ta'ala berfirman dalam
hadits qudsi: "Hai anak Adam berinfaklah niscaya Aku akan berinfak
untukmu" (HR. Bukhori, Kitab Tafsir surat Hud 8 : 352 (4684);
Muslim, Kitab Zakat 7:81 no. 2305)
4. Al-Madh (Pujian)
Dalam hadits Abu Hurairoh tentang kisah Zainab Ummul
Mukminin: ". . .
Bahwa Zainab namanya adalah Barroh maka dikatakan 'Dia memuji dirinya'
maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menamainya Zainab." (HR.
Muslim, Kitab Al Azab Juz 14, hal. 346 no. 5572)
5. Amal Sholeh
Firman Allah Ta'ala : "Dan kami menghendaki supaya
tuhan mereka mengganti mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya
dari anaknya itu"
Imam Al-Farro' mengatakan: arti 'yang lebih baik
kesuciannya' adalah yang lebih baik amal sholehnya (lihat An
Nihayah karya Ibnu Al Atsir jilid 2 hal. 307; Lisanul Arab karya Ibnul
Mandzur jilid 6 hal 64-65)
II. Menurut
Hukum (Istilah syara')
1. Pendapatnya Al-Hafidz Ibnu Hajar :
"Memberikan sebagian dari harta yang sejenis yang
sudah sampai nashob selama setahun dan diberikan kepada orang fakir dan
semisalnya yang bukan dari Bani Hasyim dan Bani Mutholib."
(Al-Fath
3:262)
2. Pendapat Ibnu Taimiyah :
"Memberikan bagian tertentu dari harta yang
berkembang jika sudah sampai nishob untuk keperluan tertentu."
(Mausu'ah
Fiqh Ibnu Taimiyah 2 : 876; Fatawa 25:8)
3. Pendapat Syaikh Abdullah Al-Bassaam :
"Hak wajib dari harta tertentu, untuk golongan
tertentu pada waktu tertentu."
(Taudhihul
Ahkam 3:5)
III. Zakat
Dalam Bahasa Al-Qur'an
Sedangkan Al-Qur'an Al-Karim telah menyebutkan tentang zakat dengan
berbagai ungkapan, terkadang dengan ungkapan zakat, shodaqoh, infaq/nafaqoh
dan Al-'afwu.
1. Zakat
Ungkapan ini paling banyak disebutkan bahkan sering
digabungkan dengan perintah shalat sampai diulang dalam 82 ayat
(lihat
Taudih al akham 3:5).
Firman Allah Ta'ala : "Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah
zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku" (Al
Baqoroh : 43)
2. Shodaqoh
Firman Allah Ta'ala : "Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu …" (At Taubah
: 103)
3. Infaq/Nafaqoh
Firman Allah Ta'ala : "Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu."
(Al Baqoroh:267)
4. Al-'Afwu
Firman Allah Ta'ala : "Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: yang lebih dari keperluan"
(Al Baqoroh:219)
Hukum Menunaikan Zakat
Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima dan
termasuk dari pondasi Islam yang agung. Maka hukumnya adalah wajib bagi
setiap muslim yang telah memenuhi persyaratan. Dasarnya adalah dari Al
Qur'an, As Sunnah dan Ijma'.
Firman Allah Ta'ala: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan)
agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan
zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus." (Al-Bayyinah
:5)
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Islam
dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang berhak
disembah kecuali Allah dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
hamba dan utusanNya, menegakkan sholat, menunaikan zakat, menunaikan haji
ke Baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan." [lihat
Bukhari Kitabul Iman 1:49 (8) dari hadits Ibnu Umar, Muslim, Kitabul Iman
2:130 (113)]
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika mengutus Muadz bin
Jabbal ra. ke negeri Yaman : "Terangkanlah kepada mereka bahwa
Allah telah mewajibkan kepada mereka untuk mengeluarkan zakat yang
dipungut dari orang-orang kaya diantara mereka untuk diberikan kepada
orang-orang fakir dari mereka" (HR. Muslim Kitabul Iman
1:147 (121))
Adapun Ijma', maka kaum muslimin disetiap masa telah ijma' akan wajibnya
zakat. Juga para sahabat telah sepakat untuk memerangi orang-orang yang
tidak mau membayarnya dan menghalalkan darah dan harta mereka karena zakat
termasuk dari syi'ar Islam yang agung. (Mughni, karya Ibnu Qudamah 4:5)
Syaikh Abdullah Albassam menerangkan (Taudihul ahkam:3/12):
Para ulama berselisih kapan diwajibkannya zakat, akan tetapi pendapat
yang paling kuat adalah bahwa kewajiban zakat di tetapkan dalam tiga fase:
Zakat
diwajibkan secara mutlak tidak ada batasan atau rincian akan tetapi hanya
perintah untuk memberi, memberi makan dan berbuat baik, ini berlangsung
ketika sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hijrah. Allah
berfirman:
"Pada
harta-harta mereka ada hak orang yang meminta dan …"
Di
dalam surat Fushilat Allah mengancam yang tidak mengeluarkan zakat:
"Orang-orang
yang tidak mengeluarkan zakat”
Dalam
surat Al-Mudatsir Allah memasukkan orang-orang yang tidak memberi makan
orang miskin sebagai Al-Mujrimin (orang yang berdosa)
“
... dan Tidak memberi makan orang miskin." (Al-Mudatsir : 44)
Tahun
kedua Hijriyah diterangkanlah hukum zakat dengan rinci, diterangkan harta
yang wajib dizakati dan kadar nishabnya serta jumlah yang harus
dikeluarkan sebagai zakat.
Tahun
kesembilan Hijriyah ketika manusia masuk Islam dengan berbondong-bondong
dan semakin luas daerah Islam Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim
petugas-petugas untuk mengambil zakat .
Hikmah
Disyariatkannya Zakat
Diantara hikmah disyari'atkannya zakat adalah :
1.
Menguatkan
rasa kasih sayang antara si kaya dengan si miskin. Hal ini dikarenakan
fitrahnya jiwa manusia adalah senang terhadap orang yang berbuat kebaikan
(berjasa kepadanya).
2.
Mensucikan
dan membersihkan jiwa serta menjauhkan jiwa dari sifat kikir dan bakhil.
3.
Membiasakan
seorang muslim untuk memiliki sifat belas kasihan.
4.
Memperoleh
keberkahan, tambahan dan ganti yang lebih baik dari Allah Ta'ala.
5. Sebagai ibadah kepada
Allah Ta'ala (lihat Risalah Fi Zakat oleh Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz)
Anjuran
Menunaikan Zakat
Firman Allah Ta'ala : "Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka" (At Taubah : 103)
Ayat ini mengajarkan untuk mengambil sedekah dari hartanya kaum mu'minin,
baik itu shodaqoh yang ditentukan (zakat) ataupun yang tidak ditentukan (tathowa)
demi untuk membersihkan mereka dari kotornya kebakhilan dan rakus. Juga
mensucikan mereka dari kehinaan dan kerendahan dari mengambil dan makan
haknya orang fakir. Dan juga untuk menumbuh kembangkan harta mereka dan
mengangkatnya dengan kebaikan dan keberkahan akhlak dan mu'amalah sampai
mengantarkan mereka menjadi orang yang berhak mendapatkan kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
Firman Allah Ta'ala: "Dan pada harta mereka ada
hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat
bagian." (Adz-Dzariyat : 19)
Dalam ayat ini Allah Ta'ala telah mengkhususkan sifat-sifat yang mulia
dengan berbuat baik. Dan kebaikan mereka nampak jelas dari menegakkan
shalat malam, memohon ampun di waktu malam dengan beribadah dan
mendekatkan diri kepada Allah sebagaimana kebaikan mereka yang nampak
jelas dalam memberi dan menunaikan haknya orang-orang fakir demi kasih
sayang dan rohmah bagi mereka.
Firman Allah Ta'ala : "(Yaitu) orang-orang yang
jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat." (Al Hajj:41)
Allah telah menjanjikan dengan menunaikan zakat merupakan
tujuan untuk bisa tegak dan kokoh di muka bumi ini. Sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam : "Tiga perkara yang aku bersumpah
atas tiga perkara tersebut dan menceritakan kepada kalian maka jagalah :
Tidak akan berkurang harta yang dishodaqohkan dan tidak seorang hamba
dianiaya dengan satu kedholiman kemudian dia bersabar (atas kedholiman)
kecuali Allah akan menambahkan baginya dengan kemuliaan. Dan tidaklah
seorang hamba membuka pintu meminta-minta kecuali Allah akan membaginya
pintu kefakiran." (Turmudzi Kitab Az-Zuhd 4:487(2325) dari
hadits Abi Habsyah)
Dari masih banyak hadits-hadits tentang anjuran untuk menunaikan zakat
serta keutamaan-keutamaannya.
Ancaman
Bagi yang Tidak Menunaikan Zakat
:
Telah banyak dalil-dalil baik itu dari Al-Kitab ataupun
As-Sunnah tentang ancaman keras bagi orang yang bakhil dengan zakat dan
enggan untuk mengeluarkannya.
Firman Allah Ta'ala : "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah maka beritahukanlah kepada
mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan
emas dan perak itu dalam neraka jahanam lalu dibakar dengannya dahi mereka
lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka : ‘Inilah
harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah
sekarang akibat dari apa yang kamu simpan itu’ " (At Taubah
: 34-35)
Firman Allah Ta'ala : "Sekali-sekali janganlah orang yang bakhil
dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka
bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah
buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu kelak akan dikalungkan
di lehernya di hari kiamat." (Ali Imron : 180)
Oleh karenanya harta yang tidak ditunaikan zakatnya maka itu termasuk
harta simpanan yang pemiliknya akan disiksa dengannya pada hari kiamat,
sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Tidaklah
seseorang yang memiliki emas atau perak kemudian tidak ditunaikan haknya,
apabila datang hari kiamat dibentangkan baginya batu-batu yang lebar dari
neraka kemudian dia akan dipanggang di atas batu-batu itu di dalam neraka
jahannam kemudian disetrika perut, dahi dan punggungnya. Setiap kali sudah
dingin maka akan dikembalikan seperti semula yang satu hari adalah sama
dengan 50.000 tahun sampai diputuskan perkaranya diantara manusia maka dia
akan melihat jalannya, apakah ke surga atau neraka." (HR.
Muslim Kitab Zakat 7:67 no. 2287 dari hadits Abu Hurairah)
Kemudian lanjutan hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menyebutkan orang yang memiliki onta, sapi dan kambing yang tidak
ditunaikan zakatnya akan mengalami nasib yang sama pula dari siksa di hari
kiamat.
Juga sabda Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain : "Barang
siapa yang Allah telah berikan harta kepadanya kemudian dia tidak
menunaikan zakatnya maka pada hari kiamat nanti hartanya akan berujud ular
yang botak yang mempunyai dua titik hitam diatas kepalanya yang
mengalunginya kemudian mengambil dengan kedua sisi mulutnya sambil berkata:
"Aku adalah simpananmu, aku adalah hartamu". Kemudian beliau
membaca ayat: "Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan
harta yang telah Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya, menyangka
bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka, sebenarnya bahwa kebakhilan itu
adalah buruk bagi mereka, harta-harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan di lehernya kelak di hari kiamat."
(HR.
Bukhori Kitab Zakat 3:268 no.1403 dari hadits abu Hurairah; Muslim Kitab
Zakat 7:74 no. 2294)
Hukum
Bagi yang Tidak Mau Bayar Zakat
Dalam hal ini ada beberapa kriteria dari orang-orang yang
tidak mau membayar zakat :
1. Seorang yang tidak mau membayar zakat tapi masih meyakini akan
wajibnya.
Para ulama menghukumi bahwa pelakunya berdosa dan tidak mengeluarkannya
dari keislamannya. Kepada penguasa (hakim) agar memaksa pelakunya supaya
mau membayar zakat serta memberikan hukuman pelajaran kepadanya (tahdzir).
Dan mengambil hak zakat dari orang tersebut sesuai dengan kewajibannya,
tidak boleh lebih. Kecuali pendapatnya Imam Ahmad dan Imam Syafi'i (pendapat
lama) maka mengambilnya separuh dari hartanya sebagai hukuman baginya.
Sebagaimana hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "…
Dan barang siapa yang tidak mau menunaikannya (zakat) maka kami akan
mengambilnya dan separuh hartanya adalah hak dari hak-hak wajib bagi Tuhan
kami, tidak halal bagi keluarga Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
darinya sedikitpun." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa'i, Hakim,
Baihaqi dari Bahz bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya)
Adapun Ibnu Taimiyah menghukumi orang yang seperti itu adalah kafir dalam
batinnya, walaupun secara dzahir tidak dikafirkan, akan tetapi disikapi
seperti sikapnya orang-orang murtad yang diberi kesempatan bertaubat tiga
kali, kalau tidak mau bertaubat maka hukumnya dibunuh.
(Lihat Fatawa 7:611, Mausu'ah Fiqh Ibnu Taimiyah 2:877;
Mughni 4:67; majalah Buhuts Islamiyah Darul Ifta' edisi 58 tahun 1420H hal.
11; Fiqh Sunnah 1:403)
2. Kalau yang tidak mau membayar zakat itu sekelompok orang yang
mereka memiliki kekuatan tapi masih berkeyakinan akan wajibnya.
Para ulama menghukumi agar diperangi sampai mereka mau membayar zakat
sebagaimana kisahnya Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam memerangi orang-orang
yang tidak mau membayar zakat. (HR. Jama'ah dari Abu Hurairah)
Juga haditsnya Ibnu Umar ra. bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda : "Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia
supaya mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain
Allah dan (bersaksi) bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mereka menegakkan
sholat dan menunaikan zakat, maka kalau mereka telah mengerjakannya
terjagalah dari darah dan harta mereka kecuali haknya Islam dan hisab
mereka di sisi Allah." (HR. Bukhari & Muslim)
3. Tidak mau membayar zakat dengan mengingkari akan
wajibnya.
Berkata Ibnu Qudamah : "Barang siapa yang mengingkari karena jahil (tidak
tahu) atau dia termasuk orang yang tidak tahu karena baru masuk Islam atau
dia tinggal di daerah terpencil yang jauh dari daerah yang mengetahui akan
wajibnya maka tidak dikafirkan. Adapun kalau dia seorang muslim yang
tinggal di negeri Islam di tengah-tengah ahli ilmu maka hukumnya murtad."
(Mughni 4:6-7)
Macam-macam
Zakat
1. Zakat Fithr (Fitrah)
Berkata Ibnul Atsir : "Zakat fitrah (fithr) adalah
untuk mensucikan badan" (An Nihayah 2:307)
Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqolani menukil perkataannya Abu Nu'aim:
"Disandarkan shodaqoh kepada fithr (berbuka) disebabkan karena
wajibnya untuk berbuka dari bulan Ramadhan."
Adapun pendapatnya Ibnu Qutaibah:
"Yang dimaksud zakat Fitrah adalah zakat jiwa,
istilah itu di ambil dari kata fitrah yang merupakan asal dari kejadian."
Pendapat ini dilemahkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dan yang benar adalah
pendapat yang pertama. (lihat Fathul Baari 3:367)
Sabda Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah
mewajibkan zakat Fithr (fitrah) satu sha' dari kurma atau satu sha' dari
gandum kepada budak atau yang merdeka, laki-laki atau perempuan anak kecil
ataupun dewasa dari kaum muslimin dan Beliau menyuruh untuk dibayar
sebelum manusia keluar untuk shalat ('ied)."
(HR. Bukhari Kitab Zakat 3:367 no. 1503 dari hadits
Ibnu Umar)
Hukum zakat fithr
Zakat
fitri itu wajib berdasarkan hadits (dari) Ibnu Umar radhiallahu'anhuma :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan
zakat fitri kepada manusia pada bulan Ramadhan."(Riwayat
Bukhari (3/291) dan Muslim (984) dan tambahan pada Muslim)
Dan berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah
mewajibkan zakat fitri."
(Riwayat
Abu Dawud (1622) dan An Nasaai (5/50) padanya ada Al-Hasan yang
ber'an-'anah. Dan hadits sebelumnya sebagai penguat)
Sebagian ahlul ilmi menyatakan bahwa zakat fitri telah mansukh oleh hadits
Qais bin Sa'ad bin Ubadah ra., beliau berkata: "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami dengan shadaqah fitri
sebelum diturunkannya (kewajiban) zakat dan tatkala diturunkan (kewajiban)
zakat beliau tidak memerintahkan kami dan tidak pula melarang kami, tapi
kami mengerjakannya.(mengeluarkan zakat fitri)."
Al-Hafidz rahimahullah menjawab sangkaan tersebut dengan perkataannya
(3/368): "Bahwa pada sanadnya ada seorang periwayat yang tidak
dikenal, (Akan tetapi hadits tersebut memiliki penguat, dan dikeluarkan
oleh An-Nasaai (5/49) dan Ibnu Majah (1/585) dan Ahmad (6/6) dan Ibnu
Khuzaimah (4/81) dan Al-Hakim (1/410) dan Al-Baihaqi (4/159) dari beberapa
jalan. Dan sanadnya SHAHIH) Dan kalaupun dianggap shahih tidak ada dalil
yang menunjukkan atas naskh-nya (hadits Qais yang menunjukkan wajibnya
zakat fitr) karena mungkin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
mencukupkan dengan perintah yang pertama, karena turunnya suatu kewajban
tidaklah menggugurkan kewajiban yang lain."
Imam Al-Khathib rahimahullah berkata pada Ma'alimus - Sunan (2/214):
"Ini tidak menunjukkan hilangnya kewajiban zakat fitrah, tapi
hanya menunjukkan tambahan dalam jenis ibadah, tidak mengharuskan
dimansukhnya hukum sebelumnya, namun zakat harta, tempat zakat fithr
berkaitan dengan riqah (=orang per orang)”
Siapa yang diwajibkan?
Zakat fithr wajib atas kaum muslimin, anak kecil, besar,
lelaki, perempuan, merdeka, dan hamba. Berdasarkan hadits Abdullah bin
Umar radhiallahu'anhuma: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
mewajibkan zakat fithr sebanyak satu shaa' korma atau satu shaa' gandum
atas hamba dan orang merdeka, kecil dan besar dari kalangan muslimin"
(Riwayat Bukhari (3/291) dan Muslim (984))
Sebagian ahlul ilmi mewajibkannya pada hamba yang kafir karena hadits Abu
Hurairah radhiallahu 'anhu: "Hamba tidak ada zakatnya kecuali
zakat fithr" (Riwayat Muslim (982))
Hadits ini umum sedangkan hadits Ibnu Umar khusus, sudah maklum hadits
khusus jadi penentu hadits umum. Yang lain berkata: Tidak wajib atas
orang puasa karena hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma: "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithr pensuci bagi yang
puasa dari perbuatan sia-sia, jelek dan makanan bagi kaum miskin."
(Telah lewat takhrijnya)
Al-Khathabi rahimahullah (Ma'alimus Sunan 3/214) menegaskan: "Zakat
fitri wajib juga atas orang puasa yang kaya atau fakir yang mendapatkannya
dari makanan dia, jika 'illat (alasan-pent) diwajibkannya karena pensucian,
seluruh yang puasa butuh akan itu, jika berserikat dalam 'illat berserikat
juga dalam hukum". Al-Hafidz menjawab (3/369): "Penyebutan
pensucian disebutkan untuk menghukumi yang dominan, zakat fithr diwajibkan
pula atas orang yang tidak berpuasa (berdosa) seperti yang diketahui
keshalihannya atau orang yang masuk Islam sesaat sebelum terbenamnya
matahari."
Sebagian lagi berpendapat bahwa zakat fithr wajib juga atas janin, tapi
kami tidak menemukan dalil akan hal itu, karena janin tidak bisa disebut
kecil atau besar, baik menurut masyarakat ataupun istilah.
Macam jenis zakat fithr
Zakat
fitri dikeluarkan berupa satu shaa' gandum, satu shaa' korma, satu shaa'
susu, satu shaa' anggur kering atau salt, karena hadits Abu Said Al-Khudri
ra.: "Kami mengeluarkan zakat pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam satu shaa' makanan, satu shaa' gandum, satu shaa' korma, satu
shaa' susu kering, satu shaa' anggur kering" (Riwayat Bukhari
(3/294) dan Muslim (985))
Dan hadits Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma : “Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam mewajibkan satu shaa' gandum, satu shaa' korma, satu shaa'
salt."
(Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah (4/80) dan Al-Hakim (1/408-410))
Telah berikhtilaf dalam tafsir lafadz makanan dalam hadits Abi Said Al-Khudri
ra., ada yang bilang artinya gandum bagus, ada yang bilang yang lainnya,
yang membuat hati ini tenang lafadz masalah di atas mencakup seluruh yang
dimakan termasuk hinthah dan jenis lainnya, dilebatkan dan dihaluskan,
semua dilakukan oleh para shahabat, berdasarkan hadits Ibnu Abbas
radhiallahu'anhuma : Rasulullah menyuruh kami mengeluarkan zakat dari
anak kecil, besar, budak dan merdeka, barangsiapa yang belum jadi ... akan
menjawab: "Barangsiapa yang mengeluarkan berupa tepung diterima,
barangsiapa yang menerima berupa adonan diterima." (Dikeluarkan
oleh Ibnu Khuzaimah (4/80), sanadnya SHAHIH)
Dari beliau juga Rasulullah bersabda: "Zakat fithr satu shaa'
makanan, barangsiapa yang membawa gandum diterima, yang membawa korma
diterima, yang membawa salt diterima, yang membawa anggur kering diterima,
aku kira beliau berkata pula: yang membawa adonan diterima" (Dikeluarkan
oleh Ibnu Khuzaimah (4/80), sanadnya SHAHIH. Oleh karena itu Ibnu
Khuzaimah menguraikan biografinya dengan bab (Ikhrajul Jami'ul fi
shadaqatul Fithr.))
Adapun hadits-hadits yang menafikan adanya gandum (hinthah) atau
bahwasanya Muawiyah radhiallahu'anhu berpendapat untuk mengeluarkan dua
mud dari smara (gandum) Syam, dan bahwa zamud hinthah sebanding dengan
satu shaa', ini dimungkinkan karena jarangnya dan banyaknya jenis yang
lain, atau karena jenis-jenis hinthah itu melebihi yang ada di sini. Ini
dikuatkan oleh perkataan Abu Said: "Dulu makanan kami gandum,
anggur kering, susu dan korma" (Telah lewat takhrijnya)
Yang memutuskan perbekalan muallif, pembahasan yang akan datang dalam
penjelasan ukuran/jumlah zakat fithr, menurut hadits-hadits shahih yang
menegaskan adanya hinthah bahwa dua mud hinthah sama dengan satu shaa'
anggur, agar kaum muslimin mendudukkan shahabat sesuai dengan kedudukan
mereka, bahwa pendapat Muawiyah bukanlah ijtihad yang dia pikirkan, tapi
berdasarkan hadits marfu' sampai kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Ukuran Zakat Fithr
Seorang
Muslim dibolehkan mengeluarkan zakat fithr sesuai dengan jenis yang
disebutkan tadi, mereka ikhtilaf tentang takaran gandum, ada yang
mengatakan: setengah shaa' ini yang rajih dan paling shahih, berdasarkan
sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Tunaikanlah satu
shaa' gandum atau korma, untuk dua orang satu shaa', dari gandum atas
orang merdeka, hamba, kecil atau besar" (Dikeluarkan oleh
Ahmad (5/432) dari Tsa'labah bin Shuair sanad rawinya seluruhnya tsiqoh,
ada syahid oleh Daraqutni (2/151) dari Ibnu Abi dengan sanad shahih)
Shaa' yang teranggap adalah shaa'-nya penduduk Madinah, berdasarkan hadits
Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma: "Timbangan-timbangan pedagang
gandum memakai takaran orang Madinah." (Riwayat Abu Dawud
(2340), Nawawi (7/281),Baihaqi (6/31) dari Ibnu Umar....... diriwayatkan
pula oleh Baihaqi (2/161) dari jalan lain dari Ali. Hadits Ali, munqathi
juga ada jalan lagi mauquf dari Ibnu Umar, dalam Ibnu Abi Syaibah "Mushannaf"
(4/37) dengan sanad shahih, hingga dengan - jalan-jalan ini - jadi hasan)
Siapa yang harus dikeluarkan zakatnya
Seorang
muslim mengeluarkan untuk dirinya dan seluruh orang yang mempersiapkannya
bagi anak kecil dan orang tua, lelaki dan wanita, orang merdeka dan budak "Kami
diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (mengeluarkan)
shadaqah fitri atas anak kecil dan orang tua, orang merdeka dan seorang
hamba dari orang-orang yang membekalinya." (Dikeluarkan oleh
Ad-Daraqutni (2/141) dan Al-Baihaqi (4/161) dari Ibnu Umar dengan sanad
yang lemah. Dan dikeluarkan oleh Al-Baihaqi (4/161) dari jalan lain dari
Ali, dan (sanadnya) terputus. Tetapi punya jalan yang sampai kepada Ibnu
Umar, pada Ibnu Abi Syaibah di dalam "Al-Mushannaf" (4/37)
dengan sanad yang SHAHIH maka hadits tersebut dengan beberapa jalan (menjadi)
HASAN)
Kepada siapa disalurkannya
Dan
zakat tidak boleh diberikan kecuali kepada orang yang berhak menerimanya
dan mereka adalah orang-orang miskin berdasarkan hadits Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhuma: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
telah mewajibkan zakat fitri sebagai pembersih (diri) bagi yang berpuasa
dari perbuatan sia-sia dan perbuatan kotor dan sebagi makanan bagi
orang-orang miskin." (Telah lewat takhrijnya)
Dan pendapat inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam di dalam Majmu Al-Fatawa
(25/71-78) serta murid beliau Ibnul Qayyim pada kitabnya yang qayyim (tegak)
Zaadul Ma'ad (2/44)
Dan sebagian Ahlul Ilmi berpendapat bahwa zakat fitri diberikan kepada
delapan golongan dan (pendapat) ini tidak ada dalilnya. Dan Syaikhul Islam
telah membantahnya pada kitab yang telah disebutkan baru saja, maka
lihatlah ia, karena hal tersebut sangata penting.
Dan termasuk dari (amalan) sunnah jika ada seseorang yang mengumpulkan
zakat tersebut (untuk dibagikan kepada yang berhak, pent). Sungguh Nabi
telah mewakilkan kepada Abu Hurairah radhiallahu'anhu berkata: "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam mengkhabarkan kepada aku agar aku menjaga
zakat Ramadhan." (Dikeluarkan oleh Bukhari (4/396))
”Dan sungguh dahulu pernah Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma mengeluarkan
zakat kepada orang-orang yang menangani zakat dan mereka adalah panitia
yang dibentuk oleh Imam (pemerintahan, pent) untuk mengumpulkannya dan hal
tersebut (dilakukan) satu hari atau dua hari sebelum 'Iedul fitri.''
Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah (4/83) dari jalan Abdul Warits dari
Ayyub: "Aku katakan: Kapankah Ibnu Umar mengeluarkan satu shaa'
? berkata Ayyub: "Apabila petugas telah duduk (bertugas), aku katakan:
Kapankah petugas itu mulai bertugas? beliau menjawab: Satu hari atau dua
hari sebelum 'Iedul fitri."
Waktu Penunaian zakat
Zakat
fitri ditunaikan sebelum orang-orang keluar (rumah) menuju shalat "ied
dan tidak boleh diakhirkan (setelah) shalat atau dimajukan penunaiannya
kecuali satu hari atau dua hari (sebelum 'Ied) berdasarkan riwayat
perbuatan Ibnu Umar radhiallahu 'anhu berdasarkan kaidah rawi hadits
diketahui dengan makna riawayat - dan apabila penunaian zakat itu
diakhirkan (setelah) shalat maka zakat tu (berubah menjadi) suatu shadaqah
dari beberapa (jenis) shadaqah berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma:
"......Barangsiapa yang menunaikan zakatnya sebelum shalat maka
dia adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa yang menunaikannya setelah
shalat maka dia adalah merupakan suatu shadaqah dari beberapa shadaqah
(yang ada)."
(Lihat pada kitab "Ahkamul Iedain fis Sunnah Al Muthaharah"
karya, Ali Hasan Ali Abdul Hamid, cet. Maktabah Al-Islamiyah)
Hikmah zakat fithr :
Allah Ta'ala mewajibkan zakat fithr sebagai pensucian diri
bagi orang-orang yang berpuasa dari (perbuatan) sia-sia dan kotor serta
sebagai makanan bagi orang-orang miskin untuk mencukupi (kehidupan) mereka
pada hari yang bagus tersebut berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma
yang telah lalu. (Lihat Sifat Puasa Nabi karya syaikh Salim Al-Hilali
hal:101- 107)
2. Zakat Maal
Zakat maal (harta) adalah untuk mensucikan harta dari hal-hal yang haram (harta
haram) dan menjaga harta dari haknya orang-orang fakir dan yang lainnya.
Firman Allah Ta'ala : "Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di
jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari
apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih
yang buruk-buruk kemudian kamu nafkahkan dari padanya padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha terpuji."
(Al-Baqarah
: 267)
Syarat-syarat
yang Wajib Mengeluarkan Zakat
1. Muslim
Karena zakat merupakan salah satu rukun Islam maka tidak
diwajibkan kepada orang kafir.
Firman Allah Ta'ala : "Dan kami hadapi segala amal yang mereka
kerjakan lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan."
(Al-Furqon : 23)
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Muadz ra. sewaktu
mengutusnya ke negeri Yaman : "Beritakan kepada mereka bahwa Allah
telah mewajibkan atas mereka shodaqoh dari "harta mereka" yang
diambil dari orang-orang kaya dari mereka dan diberikan kepada orang-orang
fakir dari mereka." (HR. Bukhari, Kitab Zakat 3:261 no. 1395
dari hadits Ibnu Abbas ra.)
2. Merdeka
Zakat tidak diwajibkan kepada budak dan hamba sahaya
karena hartanya adalah milik tuannya maka tuannyalah yang menzakatinya.
3. Dewasa (baligh)
Zakat hanya diwajibkan kepada orang dewasa tidak kepada
anak-anak yang belum baligh. Akan tetapi jika anak-anak itu memiliki harta
yang sudah sampai nishob dan satu tahun maka walinya atau orang yang
mengurusinya wajib untuk mengeluarkan zakat dengan niat untuk mereka. Hal
ini karena keumuman hadits Muadz di atas (lihat Risalah Zakat oleh
Syaikh bin Baz hal 13-14)
4. Berakal
Orang yang tidak berakal kedudukannya sama dengan anak-anak, maka walinya
yang dibebani untuk membayar zakat (lihat Risalah Zakat oleh
Syaikh bin Baz hal 13-14)
Syarat-syarat
Harta yang Wajib Dizakati
1. Milik Penuh (Al-Milhuttaan)
Yaitu harta tersebut berada dalam pengawasan dan kekuasaan
secara khusus dimana pemiliknya berkuasa untuk mengusahakan dan mengambil
manfaat daripadanya. Oleh karenanya tidak diwajibkan atas zakat yang
diwaqafkan ke pihak masyarakat umum, harta yang dicuri, harta yang
dirampas sampai bisa kembali ke tangannya, harta yang dibelinya tapi belum
mampu mengambilnya dari penjual, juga harta mukatabah yakni harta budak
yang mau membeli dirinya karena seorang Mukatab mampu untuk mengurusi
dirinya (lihat majalah Buhuts hal. 13).
Maka barang siapa yang memiliki harta dalam kepemilikan penuh maka wajib
atasnya zakat. Kepemilikan itu bisa berupa hasil usahanya, sewaan,
pemberian negara, pinjaman atau waqaf untuk dirinya. (Fatawa 25:52)
Harta yang ada dalam kekuasaan seseorang dan tidak diketahui pemiliknya
secara tertentu maka hukumnya adalah seperti milik penuh yang wajib
dizakati. Seperti harta yang ada di tangan para perampas. (Fatawa
30:325)
2. Harta yang tercampur (Khulatha)
Kalau harta milik masing-masing bisa dibedakan maka
membayar zakat secara masing-masing, akan tetapi kalau tidak bisa
dibedakan maka membayar zakatnya secara bersama-sama. (Fatawa 25:38)
3. Harta Gabungan (Syurokaa')
Maka zakatnya adalah wajib bagi yang bagiannya sudah
sampai nishob. Seperti dalam muzaro'ah misalkan, maka yang punya tanah
wajib membayar zakat dari bagian hasil tanamannya sebagaimana yang
mengerjakannyapun wajib membayar zakat dari bagiannya. (Fatawa 25:23;
30:149)
4. Cukup Nishob
Nishob artinya : harta yang telah mencapai jumlah tertentu
sesuai dengan ketentuan syari'at. Maka harta yang belum mencapai jumlah
tertentu tersebut terbebas dari kewajiban membayar zakat. Dan As-Sunnah
telah menjelaskan dan merinci batas nishob dari macam harta yang ada.
Kalau memiliki berbagai macam harta yang terkumpul dalam satu jenis dan
masing-masing dari macam-macam harta itu belum sampai nishob maka untuk
menyempurnakan nishobnya adalah dengan menggabungkan macam-macam harta
yang satu jenis tersebut. Misalkan Wamh dengan sya'ir (jenis gandum),
kerbau dengan sapi, kambing kacang dengan biri-biri, dinar dengan dirham,
mata uang dengan harta perniagaan. (Fatawa 25:13,15,24)
Tidak disyaratkan sampainya nishob di satu negeri saja, bahkan kalau
nishobnya ada di berbagai negeri maka wajib dizakati. Kalau hilangnya
nishob sebelum mengeluarkan zakat bukan karena keteledoran pemiliknya maka
tidak wajib membayar zakat.
Untuk menyempurnakan nishob harta syuroka' (harta gabungan) tidak boleh
digabung bahkan wajib membayar zakat atas masing-masing yang berserikat
kalau bagiannya sudah sampai nishob kalau bagiannya belum sampai nishob
maka tidak wajib zakat. (Fatawa : 23).
5. Berkembang (namaa')
Zakat hanya diwajibkan pada harta yang berkembang yakni
bisa bertambah dengan diusahakan. Dan harta yang berkembang ini dibagi
menjadi dua macam :
1. Yang berkembang dengan sendirinya seperti
binatang ternak dan
tanaman
2. Yang berkembang dengan berubah dzatnya dan
diusahakan seperti
mata uang yang berkembang dengan diniagakan dan yang
semisalnya. (Fatawa 25:8).
Syaikh Abdullah Al-Bassam berkata: "Al-Wazir berkata: "Telah
ijma' para ulama bahwa tidak ada zakat pada rumah yang ditempati, pakaian
yang digunakan, perabot rumah tangga, hamba sahaya, senjata yang biasa
digunakan, berdasarkan hadits yang terdapat falam shahihain: "Tidak
wajib atas seorang muslim mengeluarkan zakat atas hamba dan kudanya"
Saya katakan: "Ini adalah contoh batasan zakat yakni harta itu tidak
wajib dikeluarkan zakatnya kecuali yang dipersiapkan untuk berkembang,
adapun yang tetap yang tidak mungkin berkembang karena hanya untuk
digunakan pemiliknya tidaklah wajib zakat" (Taudihul ahkam:3/28)
6. Berlaku satu tahun (haul)
Disyaratkan berlakunya satu tahun sudah mencapai nishob
jika harta berupa mata uang atau binatang ternak, dalam artian semua harta
dihitung hasilnya kecuali apa yang keluar dari bumi. Berdasarkan haditsnya
Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang
siapa yang memanfaatkan harta maka tidak ada zakat baginya sampai genap
satu tahun pada pemiliknya." (HR. Tirmidzi, Kitab zakat 3:26
no. 631)
Adapun yang keluar dari bumi seperti biji-bijian, buah-buahan maka
zakatnya ketika panen dan tidak disyari'atkan menunggu haul (satu tahun).
Firman Allah Ta'ala : "Dan tunaikanlah haknya di hari memetik
hasilnya dengan membayar zakatnya." (Al An'aam : 14)
Maka barang siapa memiliki emas yang sudah sampai nishob dan telah berlalu
selama satu tahun maka wajib zakat. Jika memiliki harta yang belum sampai
nishob kemudian memiliki yang bisa menyempurnakan nishob maka haulnya
dimulai dari memiliki harta yang menyempurnakan nishob. Jika sampai nishob
kemudian beruntung maka keuntungannya itu dihitung dengan modal dasarnya,
tidak perlu dengan haul yang baru. Jika modal dasarnya tidak sampai nishob
kemudian ketika genap satu tahun (haul) mencapai nishob dengan
keuntungannya maka menurut pendapatnya Imam Malik wajib untuk dizakati.
Perlu diketahui bahwa haul (satu tahun) disini adalah tahun hijriyah
sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi.
Masalah: Boleh membayar zakat sebelum waktunya, kalau ada
sebabnya.
Misalkan memiliki nishob dan membayar zakat sebelum berlalu satu tahun,
membayar zakat tanaman setelah tumbuh sebelum bijinya siap dipanen dan
zakat buah-buahan setelah tampak buahnya sebelum masak.
Jika ragu-ragu apakah sudah berlalu satu tahun (haul) atau belum, maka
boleh membayar zakat dan boleh menunggu sampai benar-benar yakin kalau
sudah sampai hasil (Fatawa 25 : 100).
Masalah ini (bolehnya menyegerakan pengeluaran zakat) bedasarkan satu
riwayat:
“Dari Ali radiyallahuanhu bahwasanya Abbas bin Abdul
Muthalib minta ijin untuk menyegerakan pengeluaran zakatnya sebelum datang
haul maka Rasulullah memberinya keringanan untuk melakukannya"
(HR
Tirmidzi dan Hakim dan dihasankan oleh syaikh Albani)
Jika mengganti nishab satu jenis harta dengan harta yang lain
ditengah-tengah hitungan haul, maka tidak memutus (memotong) hitungan haul
tersebut, menurut salah satu pendapat ulama. Contohnya kalau membeli
dengan mata uang senishab dengan senishab dari binatang ternak, sementara
nishab yang pertama (mata uang) belum genap hasilnya, maka hitungan haul
binatang ternak didasarkan pada haul mata uang. (Fatawa 25 : 39)
Masalah: Apakah zakat maal hanya diberikan di bulan ramadhan saja atau
apakah telah ditetapkan waktunya, karena kebanyakan orang kebiasaannya
mengeluarkan zakat maal dibulan ramadhan
Syaikh Muqbil menyatakan ketika menjawab masalah yang hampir sama dengan
ini (Ijabatus Sail:121)
Allah Ta'ala berfirman: "Keluarkanlah haqnya (zakatnya)
ketika hari panen"
Ketika tanaman di panen maka wajib ketika itu mengeluarkan zakatnya.
Demikian juga emas dan perak yang telah sampai haulnya, jika haulnya
bertepatan dengan bulan Ramadhan disalurkan ketika itu tapi jika datangnya
haul tidak bulan Ramadhan dikeluarkan ketika itu juga (jangan menunggu
bulan Ramadhan-pent). “Telah diterangkan bahwa Rasulullah shallallahu
'alahi wa sallam pada suatu hari pernah terburu-buru masuk kerumahnya
ketika selesai shalat ketika keluar beliau melihat para shahabatnya sedang
terheran-heran maka beliau bersabda: "Aku meninggalkan sepotong emas
dirumah . . .”
Seyogyanya bagi seorang muslim bersegera menunaikan zakatnya karena
mungkin saja datang kepadanya kematian, atau akan tergambarkan berniat
jelek, atau tertimpa kebangkrutan, Demikianlah, maka harus lah ia
bersegera mengeluarkan zakat secepat-cepatnya karena mungki orang fakir
sedang membutuhkannya maka (kita tegaskan kembali-pent) waktu mengeluarkan
zakat adalah ketika sudah datang haul atau waktu panen.
Seyogyanya juga memilih orang yang dianggap bisa bermanfaat bagi Islam dan
muslimin seperti para penuntut ilmu syar'i. Ada seorang yang baik
mencari-cari para penuntut ilmu syar'i, mereka memang membutuhkan. Maka
hendaklah cari para penuntut ilmu syar'i. Aku kenal beberapa orang yang
telah selesai dari belajar mereka dan Insya Allah pahalanya besar tidak
akan terputus dan tidak akan disia-siakan Allah.
Hendaknya mencari para penuntut ilmu syar'i dan mendorong mereka untuk
tenang dalam menuntut ilmu.
Orang-orang
yang Berhak Menerima Zakat
Mustahiq zakat ada delapan golongan, Allah membatasinya
dalam ayat: "Sesungguhnya zakat itu bagi orang-orang fakir miskin
dan mengurusinya serta orang yang sedang ditundukkan hatinya, budak-budak
orang yang punya hutang dan yang yang berjuang dijalan Allah serta ibnu
sabil kewajiban dari Allah dan Allah Maha Tahu dan Bijaksana."
Adapun rincian mereka ini adalah sebagai berikut:
1. Fakir &
2. Miskin
Mereka adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu yang
mencukupi mereka. Ukuran orang itu cukup adalah ukuran yang lebih dari
kebutuhan pokoknya bersama istri dan anaknya berupa makan, minum, pakaian,
tempat tidur dan perkara primer lainnya.
Barang siapa yang tidak bisa mencukupi ukuran ini maka ia adalah faqir,
dalam hadits Muadz: "(Zakat) diambil dari orang kaya dan diberikan
kepada orang faqir", hadits ini menerangkan yang diambil zakatnya
adalah orang kaya yakni yang memiliki harta sampai nishab zakat, adapun
orang yang diberi adalah orang faqir yaitu yang tidak memiliki harta
semisal orang kaya.
Tidak ada perbedaan antara faqir dan miskin dalam masalah kebutuhan dan
kemiskinan serta dari sisi berhak menerima zakat.
Kadar harta yang disalurkan kepada faqir dan miskin
Diantara tujuan disyariatkannya zakat adalah mencukupi orang faqir dan
memenuhi kebutuhannya, maka keduanya diberi harta zakat (shadaqah) sekadar
mengeluarkan dia dari kefaqiran menjadi cukup.
3. Amil zakat (pengurus zakat)
Mereka adalah yang diangkat oleh imam atau naibnya, untuk
mengumpullkan zakat dari orang-orang kaya, mereka pengambil zakat dan
termasuk ini juga para penjaganya.
Mereka wajib orang Islam dan bukan yang diharamkan menerima shadaqah dari
keluarga Rasulullah yakni Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.
Dari Abu Said Alkhudri radihiallahuanhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: "Tidak halal shadaqah itu bagi orang kaya
kecuali orang kaya yang menjadi amil zakat, atau membelinya dari orang
miskin, atau ikut berperang dijalan Allah atau diberi hadiah oleh seorang
miskin yang mendapat bagian shadaqah"
4. Orang-orang yang sedang dilunakkan hatinya
Mereka adalah orang-orang yang diinginkan tunduk hatinya
menerima Islam atau memantapkan hatinya di atas Islam karena lemahnya iman
dia atau mencegah kerusakannya terhadap muslimin dan mengharapkan bantuan
darinya membela muslimin.
Mualaf itu ada dua golongan: dari kalangan muslimin dan kafir.
Mualaf dari kalangan muslimin ada empat macam:
1.
Tokoh-tokoh
muslimin, seperti perbuatan Abu Bakar ra. yang memberi bagian kepada Adhi
bin Hatim serta Zibarqon bin Badar padahal keduanya adalah bagus
keislamannya. Hal itu karena keduanya adalah pemimpin dikaumnya
masing-masing.
2.
Pemimpin-pemimpin
yang lemah imannya dari kalangan muslimin, yang ditaati kaumnya diberi
bagian dengan harapan semakin kokoh keislaman dan keimanannya serta
membantu dalam jihad seperti orang-orang yang Rasulullah beri bagian
ketika pembagian ghanimah perang hawazin. Mereka adalah orang-orang yang
bebas dari penduduk mekah dan masuk Islam diantara mereka ada munafiq,
yang lemah imannya setelah pembagian ghanimah itu sebagian besar mereka
mantap dan bagus keislamannya.
3.
Kaum
muslimin yang tinggal diperbatasan daerah muslimin dengan daerah musuh
diharapkan pembelaan mereka.
4. Orang-orang
yang diperbantukan pemerintah untuk mengambil zakat dengan paksa dari
orang yang tidak mau mengeluarkannya
Adapun muallaf dari kalangan kafir adalah orang yang diharapkan
keimanannya, seperti Shafwan bin Umayah yang diberi keimanan oleh nabi
shalalhu alaihiwasallam dan membiarkannya selama empat bulan untuk melihat
urusannya supaya ia memilih untuk dirinya. Ia pernah hadir dan ikut perang
Hunain sebelum Islamnya dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meminjam
pedangnya ketika menuju perang Hunain, Nabi memberinya seratus onta yang
gemuk yang ada di lembah, beliau berkata: "Ini adalah pemberian
orang yang tidak takut faqir,'' Dia berkata: "Demi Allah dia Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberiku, sungguh ia adalah orang
yang paling aku benci hingga terus menerus ia memberiku sampai menjadi
orang yang paling aku cintai.''
5.
Budak (Hamba sahaya)
Mencakup juga mukatib (yang mempunyai perjanjian damai
dengan tuannya setelah membayar dirinya), mukatib ditolong untuk
membebaskan dirinya dengan uang zakat (shadaqah)
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tiga
golongan haq atas Allah untuk menolongnya : mujahid yang berperang di
jalan Allah, mukatib yang ingin menunaikan perjanjiannya, orang yang
menikah mengharapkan menjaga kehormatannya."
6. Gharimun
Yaitu mereka yang menanggung hutang dan tidak mampu
membayarnya.
7. Orang yang berjihad dijalan Allah
Jumhur ulama menyatakan maksudnya adalah orang-orang yang
sedang berjihad, mereka yakni para mujahidin mendapatkan bagian zakat,
kaya ataupun miskin.
Dalam satu riwayat: "Zakat tidak halal bagi orang yang kaya
kecuali orang kaya yang ikut berjihad dijalan Allah.''
Keutamaan-keutamaan berinfak dijalan Allah : "Barang siapa yang
berinfaq di jalan Allah akan dicatat baginya tujuh ratus lipat"
"Barang siapa yang membantu persiapan oarang yang berjihad maka ia
telah berjihad, barang siapa yang mengurusi keuarga muahidin dengan baik
maka ia telah berjihad"
"Shadaqah yang paling afdhal adalah memberi naungan bagi yang
sedang berjihad, memberi pembantu untuk membantu mujahidin serta
meminjamkan onta pejantan"
8. Ibnu Sabil
Para
ulama telah sepakat bahwa seorang yang terputus perjalanan dari ngerinya
diberi bagian shadaqah (zakat), untuk membantu mewujudkan tujuannya. Para
ulama mensyaratkan safarnya adalah untuk untuk ketaatan bukan untuk
maksiat.
Masalah : Bolehkah memberikan zakat kepada golongan mustahik saja ?
Berkata pengarang Raudun Nadiyah: Adapun memberikan (menyalurkan zakat
kepada satu gongan mustahiq saja merupakan masalah yang paling pantas
untuk dibahas.
Kesimpulannya: Bahwasanya Allah Subhanahu waTa'ala telah mentapkan zakat
itu khusus untuk delapan golongan, tidak boleh diberikan kepada selain
mereka.
Pengkhususan bagi mereka itu tidak mengharuskan untuk membagi hasil zakat
kepada semua golongan mustahiq sama rata… .
Beliau
menyatakan juga: ". . . kalau seseorang wajib bayar zakat dan ia
mengeluarkannya untuk semua golongan mustahiq maka ia telah menjalankan
perintah Allah.''
Orang-orang
yang Diharamkan Menerima Zakat
Setelah kita ketahui mustahiq (penerima zakat/shadaqah)
yang telah ditetapkan Allah, sekarang akan kita sebutkan orang-orang yang
tidak boleh menerima zakat dan tidak boleh menerimanya, mereka adalah:
1. Orang-orang kafir dan mulhid.
Dalam hadits Muadz: "(Zakat) itu diambil dari
orang kaya mereka dan di bagikan kepada orang miskinnya" yakni:
diambil dari orang kaya muslimin dan diberikan kepada orang faqir yang
muslim.
Ibnul Mundzir berkata: "Telah ijma' ahlul ilmu
yang kami hafal ilmunya bahwa seorang kafir dzimmi tidak diberi zakat maal
sedikitpun."
2. Bani Hasyim
Yang dimaksud disini adalah keluarga Ali bin Abi Thalib,
keluarga 'Aqil, keluarga Ja'far, keluarga Abbas serta
keluarga Harits.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya
shadaqah itu tidak pantas untuk keluarga Muhammad, karena itu adalah
kotoran harta manusia."
Hasan radiallahu 'anhu mengambil korma shadaqah, maka Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam berkata: "Kuh, kuh (supaya Hasan membuangnya),
Tidakkah kau tahu bahwa kita tidak memakan shadaqah." (Muttafaq
alaih)
3. Bapak dan anak-anak sendiri
Telah sepakat fuqaha bahwasanya tiddak boleh memberikan
zakat kepada bapak, kakek, ibu, nenek, anak, cucu, karena orang yang
berzakat itu memang wajib menafkahi bapaknya, anaknya, kalaupun mereka
faqir mereka tetap kaya karena anaknya, bapaknya atau cucunya kaya. Maka
jika zakat disalurkan kepada mereka berarti telah mengambil manfaat
sendiri dan tidak mengeluarkan zakat.
4. Istri
Para
ulama telah ijma' bahwa seseorang tidak boleh memberikan zakat kepada
istrinya, hal ini dikarenakan dia wajib menafkahi istrinya, sehingga tidak
butuh lagi zakat, seperti dua orang tua, kecuali kalau dia terlilit hutang
maka diberi dari bagian gharimin untuk melunasi utangnya.
|