Pengertian
Jual Beli
Menjual adalah memindahkan hak
milik kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu
menerimanya.
Allah telah menjelaskan dalam kitab-Nya yang mulia demikian pula Nabi
shalallahu 'alaihi wasallam dalam sunnahnya yang suci beberapa hukum
muamalah, karena butuhnya manusia akan hal itu, dan karena butuhnya
manusia kepada makanan yang dengannya akan menguatkan tubuh, demikian
pula butuhnya kepada pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan sebagainya
dari berbagai kepentingan hidup serta kesempurnaanya.
Hukum Jual Beli
Jual beli adalah perkara yang diperbolehkan berdasarkan al Kitab, as
Sunnah, ijma serta qiyas :
Allah Ta'ala berfirman : " Dan Allah menghalalkan jual beli Al
Baqarah"
Allah Ta'ala berfirman : " tidaklah dosa bagi kalian untuk
mencari keutaman (rizki) dari Rabbmu " (Al
Baqarah : 198, ayat ini berkaitan dengan jual beli di musim haji)
Dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda "Dua orang yang
saling berjual beli punya hak untuk saling memilih selama mereka tidak
saling berpisah, maka jika keduianya saling jujur dalam jual beli dan
menerangkan keadaan barang-barangnya (dari aib dan cacat), maka akan
diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan apabila keduanya saling
berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan dicabut barokah
jual beli dari keduanya" (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
Nasa'i, dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam shahih Jami no. 2886)
Dan para ulama telah ijma (sepakat) atas perkara (bolehnya) jual beli,
adapun qiyas yaitu dari satu sisi bahwa kebutuhan manusia mendorong
kepada perkara jual beli, karena kebutuhan manusia berkaitan dengan
apa yang ada pada orang lain baik berupa harga atau sesuaitu yang
dihargai (barang dan jasa) dan dia tidak dapat mendapatkannya kecuali
dengan menggantinya dengan sesuatu yang lain, maka jelaslah hikmah itu
menuntut dibolehkannya jual beli untuik sampai kepada tujuan yang
dikehendaki. .
Akad Jual Beli :
Akad jual beli bisa dengan bentuk perkataan maupun perbuatan :
-
Bentuk
perkataan terdiri dari Ijab yaitu kata yang keluar dari penjual
seperti ucapan " saya jual" dan Qobul yaitu ucapan yang
keluar dari pembeli dengan ucapan "saya beli "
-
Bentuk
perbuatan yaitu muaathoh (saling memberi) yang terdiri dari
perbuatan mengambil dan memberi seperti penjual memberikan barang
dagangan kepadanya (pembeli) dan (pembeli) memberikan harga yang
wajar (telah ditentukan).
Dan
kadang bentuk akad terdiri dari ucapan dan perbuatan sekaligus :
Berkata Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah rahimahullah : jual beli
Muathoh ada beberapa gambaran
-
Penjual
hanya melakukan ijab lafadz saja, dan pembeli mengambilnya seperti
ucapan " ambilah baju ini dengan satu dinar, maka kemudian
diambil, demikian pula kalau harga itu dengan sesuatu tertentu
seperti mengucapkan "ambilah baju ini dengan bajumu",
maka kemudian dia mengambilnya.
-
Pembeli
mengucapkan suatu lafadz sedang dari penjual hanya memberi, sama
saja apakah harga barang tersebut sudah pasti atau dalam bentuk
suatu jaminan dalam perjanjian.(dihutangkan)
-
Keduanya
tidak mengucapkan lapadz apapun, bahkan ada kebiasaan yaitu
meletakkan uang (suatu harga) dan mengambil sesuatu yang telah
dihargai.
Syarat
Sah Jual Beli
Sahnya suatu jual beli bila ada dua unsur pokok yaitu bagi yang
beraqad dan (barang) yang diaqadi, apabila salah satu dari syarat
tersebut hilang atau gugur maka tidak sah jual belinya. Adapun syarat
tersebut adalah sbb :
Bagi yang beraqad :
-
Adanya
saling ridha keduanya (penjual dan pembeli), tidak sah bagi suatu
jual beli apabila salah satu dari keduanya ada unsur terpaksa
tanpa haq (sesuatu yang diperbolehkan) berdasarkan firman Allah
Ta'ala " kecuali jika jual beli yang saling ridha diantara
kalian ", dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda
"hanya saja jual beli itu terjadi dengan asas keridhan"
(HR. Ibnu Hiban, Ibnu Majah, dan selain keduanya), adapun apabila
keterpaksaan itu adalah perkara yang haq (dibanarkan syariah),
maka sah jual belinya. Sebagaimana seandainya seorang hakim
memaksa seseorang untuk menjual barangnya guna membayar hutangnya,
maka meskipun itu terpaksa maka sah jual belinya.
-
Yang
beraqad adalah orang yang diperkenankan (secara syariat) untuk
melakukan transaksi, yaitu orang yang merdeka, mukallaf dan orang
yang sehat akalnya, maka tidak sah jual beli dari anak kecil,
bodoh, gila, hamba sahaya dengan tanpa izin tuannya.
(catatan : jual beli yang tidak boleh anak kecil melakukannya
transaksi adalah jual beli yang biasa dilakukan oleh orang dewasa
seperti jual beli rumah, kendaraan dsb, bukan jual beli yang
sifatnya sepele seperti jual beli jajanan anak kecil, ini
berdasarkan pendapat sebagian dari para ulama pent)
-
Yang
beraqad memiliki penuh atas barang yang diaqadkan atau menempati
posisi sebagai orang yang memiliki (mewakili), berdasarkan sabda
Nabi kepada Hakim bin Hazam " Janganlah kau jual apa yang
bukan milikmu" (diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Tirmidzi dan
dishahihkan olehnya). Artinya jangan engkau menjual seseuatu yang
tidak ada dalam kepemilikanmu.
Berkata Al Wazir Ibnu Mughirah Mereka (para ulama) telah sepakat bahwa
tidak boleh menjual sesuatu yang bukan miliknya, dan tidak juga dalam
kekuasaanya, kemudian setelah dijual dia beli barang yang lain lagi
(yang semisal) dan diberikan kepada pemiliknya, maka jual beli ini
bathil
Bagi (Barang) yang diaqadi :
-
Barang
tersebut adalah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya secara
mutlaq, maka tidak sah menjual sesuatu yang diharamkan mengambil
manfaatnya seperti khomer, alat-alat musik, bangkai berdasarkan
sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam " Sesungguhnya Allah
mengharamkan menjual bangkai, khomer, dan patung (Mutafaq alaihi).
Dalam riwayat Abu Dawud dikatakan " mengharamkan khomer dan
harganya, mengharamkan bangkai dan harganya, mengharamkan babi dan
harganya", Tidak sah pula menjual minyak najis atau yang
terkena najis, berdasarkan sabda Nabi " Sesungguhnya Allah
jika mengharamkan sesuatu (barang) mengharamkan juga harganya
", dan di dalam hadits mutafaq alaihi: disebutkan "
bagaimana pendapat engkau tentang lemak bangkai, sesungguhnya
lemak itu dipakai untuk memoles perahu, meminyaki (menyamak kulit)
dan untuk dijadikan penerangan", maka beliau berata, "
tidak karena sesungggnya itu adalah haram.".
-
Yang
diaqadi baik berupa harga atau sesuatu yang dihargai mampu untuk
didapatkan (dikuasai), karena sesuatu yang tidak dapat didapatkan
(dikuasai) menyerupai sesuatu yang tidak ada, maka tidak sah jual
belinya, seperti tidak sah membeli seorang hamba yang melarikan
diri, seekor unta yang kabur, dan seekor burung yang terbang di
udara, dan tidak sah juga membeli barang curian dari orang yang
bukan pencurinya, atau tidak mampu untuk mengambilnya dari pencuri
karena yang menguasai barang curian adalah pencurinya sendiri... .
-
Barang
yang diaqadi tersebut diketahui ketika terjadi aqad oleh yang
beraqad, karena ketidaktahuan terhadap barang tersebut merupakan
suatu bentuk penipuan, sedangkan penipuan terlarang, maka tidak
sah membeli sesuatu yang dia tidak melihatnya, atau dia melihatnya
akan tetapi dia tidak mengetahui (hakikat) nya. Dengan demikian
tidak boleh membeli unta yang masih dalam perut, susu dalam
kantonggnya. Dan tidak sah juga membeli sesuatu yang hanya sebab
menyentuh seperti mengatakan "pakaian mana yang telah engkau
pegang, maka itu harus engkau beli dengan (harga) sekian "
Dan tidak boleh juga membeli dengam melempar seperti mengatakan
"pakaian mana yang engaku lemparkan kepadaku, maka itu
(harganya0 sekian. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah
radiallahu anhu bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam melarang
jual beli dengan hasil memegang dan melempar" (mutafaq
alaihi). Dan tidak sah menjual dengan mengundi (dengan krikil)
seperti ucapan " lemparkan (kerikil) undian ini, maka apabila
mengenai suatu baju, maka bagimu harganya adalah sekian."
|