HOME

SALAFY

MUSLIMAH

DOWNLOAD

LINKS

ABOUT ME

بسم الله الرحمن الرحيم

Ideul Qurban, Iedul Wala' wal Bara'

 

Tanggal 10 Dzulhijjah sering diistilahkan orang sebagai hari raya besar atau hari raya Qurban. Sebenarnya inilah istilah yang benar. Hari raya ini dirayakan dengan takbir dan tahmid sejak tanggal 9 Dzulhijjah sampai dengan tanggal 13 Dzulhijah. Pada tanggal 10 Dzulhijjah pagi dirayakan dengan melaksanakan shalat Ied di lapangan dan dilanjutkan dengan penyembelihan hewan Qurban sampai dengan tanggal 13 Dzulhijjah.

Hari raya ini mengandung pendidikan Al Wala’ dan Al Bara’ bagi kaum muslimin. Ini dapat diambil dari sejarah Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salam dan Ismail ‘alaihis salam yang notabene berkaitan dengan adanya hari raya ini. Juga ini dapat dipahami dengan adanya pelaksanaan ibadah yang berkaitan dengan hari raya ini pula.

Makna Iedul Adha dan makna Al Wala’ wal Bara’

Iedul Adhha secara bahasa artinya ialah hari raya Qurban. Yaitu hari dimana kaum muslimin dianjurkan menyembelih Qurban. Hal ini telah diterangkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:

 

"Bulan puasa itu ialah ketika kalian berpuasa dan Hari Raya Fitri adalah hari dimana kalian berbuka/yakni tidak puasa lagi, dan Iedul Adhha adalah hari dimana kalian menyembelih Qurban."  ( HR. Tirmidzi, Abu Daud, Baihaqi, Ibnu Majah dalam sunannya 1/1660 dan dishahihkan oleh syeikh Al Albani dalam silsilah Ahadits Asshahihah juz 1 no.224).


Sedangkan makna Al Wala’ wal Al bara’ ialah:


Al Wala’ secara bahasa berarti loyalitas dan kecintaan. Al bara’ arti bahasanya adalah kebencian dan pemutusan hubungan persahabatan dan lain-lainnya.

Al Wala’ harus diberikan kepada tauhid dan orang-orang yang bertauhid. Juga Al Wala’ diberikan kepada Sunnah ( ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ) dan kepada Ahlus Sunnah. Contoh yang paling indah dari Al Wala’ dalam kehidupan kaum mukminin yang ada di masyarakat shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surat Al Hasyr ayat 9 yang isinya memuji Al Wala’ yang ada di kalangan mereka ( shahabat ):

 

"Dan orang-orang yang telah menempati negeri itu ( yakni orang-orang Anshar penduduk Madinah ) dan telah beriman sebelum kedatangan orang-orang muhajirin yang hijrah ke negeri mereka dan orang-orang Anshar itu tidak mendapati pamrih di hati mereka dari apa-apa yang mereka berikan. Dan mereka bahkan mengutamakan orang-orang muhajirin atas diri mereka walaupun yang demikian itu menyulitkan diri mereka. Dan barang siapa yang dibebaskan jiwanya dari kebakhilan maka mereka itulah orang-orang yang bahagia."  ( Al Hasyr:9 )

Sedangkan sikap Al Bara’ ditegaskan oleh Allah subhanahu wata’ala sebagai sifat kaum mukminin.


"Tidak akan kamu dapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat berkasih sayang terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan RasulNya walaupun mereka ( para musuh Allah dan RasulNya ) adalah bapak ibu mereka, atau anak-anak mereka atau saudara-saudara kandung mereka, atau keluarga mereka. Kaum itu ( yang bersih hatinya dari mencintai musuh Allah dan RasulNya ) adalah orang-orang yang telah Allah tetapkan di hati mereka keimanan dan Allah tolong mereka dengan dari padaNya dan Allah masukkan mereka ke surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sehingga ia kekal padanya. Allah ridha pada mereka dan mereka ridha terhadap Allah. Mereka inilah hizbullah ( golongan atau tentara Allah ), bukankah hizbullah itu yang menang."
( Al Mujadalah:22 )

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam Imamul Hunafa’

Berkenaan dengan Iedul Adhha, ketokohan Nabi Ibrahim alaihis salam tidak bisa dilewatkan, apalagi diabaikan, karena memang Iedul Adhha dan segenap pelaksanaan haji di Makkah disyari’atkan oleh Allah untuk menegaskan Imamah ( ketauladanan ) Ibrahim atas segenap muwahhidin ( orang-orang yang bertauhid ). Syaikh Abdurrahman bin Al Hasan Alus Syeikh menjelaskan :

Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
"Sesungguhnya Ibrahim itu adalah ummah, qanith, hanif. Dan tidaklah ia tergolong kaum musyrikin."
( An Nahl:120 )


Di dalam ayat ini Ibrahim diterangkan sifatnya dengan sifat-sifat yang sempurna dalam menunaikan tauhid. Sifat-sifat tersebut adalah :

1.      Ibrahim adalah ummah, artinya ialah panutan, pimpinan dan orang yang mengajarkan kebaikan. Dan tidaklah mencapai kedudukan demikian kecuali karena kesempurnaan kesabaran dan keyakinan yang kedua sifat tersebut seseorang mencapai kepemimpinan dalam agama.

2.      Ibrahim adalah qanith. Syiekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Al Qunuth artinya ialah terus menerus dalam ketaatan, orang yang shalat yang lama berdirinya, lama ruku’nya, dan lama sujudnya. Maka orang yang demikian dinamakan orang yang qanith. Makna ini bisa dilihat pada surat Az Zumar: 9

3.      Ibrahim adalah hanif. Ibnul Qayyim bahwa pengertian Al Hanif ialah menghadapkan hati hanya kepada Allah dan memalingkannya dari yang selainnya.

4.      Ibrahim bukan dari golongan orang musyrikin sama sekali, karena benarnya keikhlasannya dan sempurnanya kebenaran imannya dan jauhnya ia dari syirik. Demikianlah Syeikh Abdurrahman Alu Syeikh menereangkannya dalam Fathul Majid bab man haqqaqat tauhid dakhalal jannah dibagian pertama.


Kemulian Nabi Ibrahim ‘alaihis salam sebagaimana diterangkan diatas ialah inti kemuliaan beliau dan dengan itu Allah subhanahu wata’ala mengangkat beliau sebagai imamul hunafa’ ( orang-orang yang hati dan niatnya murni hanya untuk Allah ). Allah subhanahu wata’ala berfirman :

 

"Dan ingatlah ketika ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan dibebankan padanya syari’atNya. Maka ia menunaikannya dengan sempurna. Allah berfirman : “ Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi manusia.’ Ia menyatakan : ‘ dan juga dari anak keturunanku. ’Allah berfirman:’ tidak akan mencapai janjiku orang-orang yang dhalim." ( Al Baqarah:124 )

 

Wala’-nya Ibrahim kepada Allah dan Bara’-nya Demi Sesembahan yang Selain-Nya

 

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam sangat sempurna wala’nya ( kecintaan dan kesetiaannya ) kepada Allah dan sangat sempurna pula bara’nya ( kebencian dan permusuhannya ) kepada sesembahan selain Allah subhanahu wata’ala menceritakan kepada kita dialog Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salam dengan bapaknya dan kaumnya. Dialog ini menerangkan kepada kita sikab Al Wala’ wal Bara’ yang sesungguhnya. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

 

"Dan ingatlah ketika berkata Ibrahim kepada bapaknya yang bernama Azar, apakah pantas kalian menjadikan berhala-berhala itu sebagai sesembahan, sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata."  (Al An’am : 74)


Allah  subhaanahu wa ta’ala  berfirman :

 

"Dan ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Qur’an, sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi ketika kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun. Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka kepada Allah yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan kena adzab dzri Allah yang Maha Pemurah, sehingga kamu menjadi kekasih setan. Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhan sesembahanku, hai Ibrahim ?jika kamu tidak berhenti, niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku untuk masa yang panjang"  Berkata Ibrahim: "Semoga keselamatan dilimpahkan padamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdo’a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo’a kepada Tuhanku." ( Maryam: 41-48 )
 

Di ayat ini kita melihat Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salam terputus hubungannya dengan bapaknya yang dicintainya karena bapaknya lebih mencintai berhala-berhala/sembahan selain Allah daripada ajakan putranya kepada tauhid. Beliau lebih memilih Allah daripada ayahnya, demikianlah sikap Al Wala’ wal Al Bara’ .

Maka setelah berbagai upaya dakwah beliau kepada ayahnya dan kaumnya, beliau mempunyai keputusan yang dibimbing oleh Allah dan kemudian Allah memujinya.


"Dan permintaan ampun Ibrahim ( kepada Allah ) untuk ayahnya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seseorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun."
( At Taubah:114 )


Ibrahim ‘alaihis salam memohonkan ampunan kepada Allah bagi bapaknya sampai bapaknya mati dalam kekafiran. Barulah dia berlepas diri ( bara’ ) darinya.

Juga Allah memuji sikap Bara’Nabiyullah Ibrahim terhadap kaumnya yang musyrikin, sebagaimana firmanNya :

 

"Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang besertanya, ketika mereka berkata kepada kaumnya: 'Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari kamu dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Sesungguhnya saya akan memohonkan ampun bagimu dan aku tidak dapat menolak sesuatupun yang menimpa kamu dari adzab Allah', Ibrahim berkata : 'Wahai Tuhan kami, hanya kepada engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada engkaulah kami kembali.' "  (Al Mumtahanah:4)


Permintaan ampun Ibrahim bagi bapaknya kepada Allah adalah perkara yang khusus bagi Ibrahim dan tidak boleh dicontoh oleh kaum muslimin.

Al Imam Al Bukhari dalam kitab shahihnya ( lihat fathul baari 6 kitabul anbiya’ hadits no.3350 ha.387 ) membawakan riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

 

"Ibrahim menemui bapaknya Azar di hari kiamat dan pada wajah Azar penuh dengan debu. Maka Ibrahim menyatakan kepadanya : 'Bukankah aku pernah mengatakan kepadamu, jangan engkau membangkang kepada ajakanku ?'. Maka ayah beliau mengatakan padanya : 'Maka hari ini aku tidak lagi membangkang kepadamu'. Ibrahim mengatakan: 'Wahai Tuhanku, Engkau telah berjanji kepadaku, bahwa engkau tidak akan menghinakan aku dihari kebangkitan. Dan kehinaan apa yang lebih hina dari pada bapaknya Al ‘Ab’ad '. ( Ibnu Hajar Asqolani dalam faathul baari jilid 8 kitab tafsir hal.500, keterangan hadits 4768-4769 bab la tahziini yauma yub’atsuun membawakan keterangan bahwa Ibrahim menamakan dirinya Al ‘Ab’ad karena syafaatnya tentang bapaknya tidak diterima oleh Allah ).

 

Maka Allah berfirman : " ‘Sesungguhnya Aku mengharamkan syurga bagi orang-orang kafir.’ Kemudian setelah itu dikatakan: ‘ Wahai Ibrahim, apakah yang ada dibawah kedua kakimu? Maka ketika beliau melihatnya, yang ada adalah serigala yang wajahnya berlumuran kotorannya, kemudian diseret pada ubun-ubunnya dan dilemparkan ke neraka"  Ibnu Hajar menerangkan riwayat Ibrahim bin Thahman mengatakan bahwa Allah subhanahu wata’ala merubah wajah ayah Ibrahim menjadi serigala yang sangat kotor dan berbau busuk sehingga Ibrahim mengatakan bahwa ia bukanlah ayahnya dan berlepas diri daripadanya. Kemudian ayah Ibrahim dilemparkan ke dalam api neraka."

Demikianlah Al Wala’ wal Bara’ Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salam di dunia dan di akhirat.

Ujian terhadap Wala’nya Ibrahim kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

Allah Maha Tahu akan kadar wala’ hambaNya kepadaNya dan Dia berkehendak menguji hambanya dengan berbagai cobaan, sebagaimana juga Allah Maha Tahu Bara’ hambaNya yang sangat dicintaiNya ini dari kekafiran dan dari musuh-musuhNya. Allah telah mengetahui qadarnya. Tetapi Allah berkehendak menguji hambaNya dengan berbagai cobaan. Bara’nya Ibrahim ‘alaihis salam dinyatakan oleh Allah sebagai tauladan bagi kaum mukminin. Karena beliau bara’ dari kekafiran yang dilakukan oleh orang yang paling dekat dengannya dan paling dicintainya yaitu ayahnya yang kafir dan kemudian kaumnya yang musyrikin. Sehingga beliau terpaksa hijrah dari negerinya dan terpaksa tinggal di Palestina ( Harran ) yang penduduknya menyembah bintang-bintang dan patung-patung.

Adapun ujian Allah subhanahu wata’ala terhadap wala’nya Ibrahim ‘alaihis salam kepadaNya ialah dengan peristiwa yang terjadi pada anak dan istrinya. Anaknya yang dijadikan cobaan oleh Allah terhadap kemurnian wala’nya Ibrahim kepadaNya ialah Ismail ‘alaihis salam. Ibnu katsir dalam kitab Al Bidayah wan Nihayah juz 2 hal 144 dan 145 menerangkan bahwa Nabiyullah Ismail ‘alahis salam lahir di Palestina. Dalam keadaan masih bayi Ismail dan ibunya ini dibawa pindah ke Makkah yang pada waktu itu masih berupa padang pasir dan perbukitan batu yang tidak berpenduduk dan tidak ada kehidupan sama sekali. Demikianlah Nabiyullah Ibrahim memindahkan anak dan istrinya dengan perintah Allah. Al Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya ( Fathul Baari jilid 6 hadits no.3364 ) dalam kitabul anbiya bab Jaziffuman Naslam fil Masyayi dari riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menerangkan bahwa Nabiyullah Ibrahim berdo’a kepada Allah ketika melepaskan anak dan istrinya di Makkah dengan do’a :

 

"Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat Rumah Mu ( Baitullah ) yang dihormati. Ya Tuhan kami, semogalah dengan itu mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizki mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur."  ( Ibrahim:37 )


Dalam ujian ini Ibrahim lulus, walaupun dengan sangat berat melepaskan anak istrinya di tempat yang tidak mungkin ( secara manusia ) adanya kehidupan. Tetapi karena perintah Allah, beliau tunaikan juga.

Ujian berikutnya yaitu perintah menyembelih putranya Ismail. Allah menceritakan peristiwa agung ini :

"Maka Kami beri dia kabar gembira dengan lahirnya seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai ( pada umur sanggup ) berusaha bersama-sama Ibrahim , Ibrahim berkata : "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu. Ia menjawab :’ Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kamu akan mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar’. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya dan Kami panggillah dia"  Hai Ibrahim sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demkianlah kami memberikan balasan kepada orang-ornag yang berbuat baik, sesungguhnya ia benar-benar suatu ujian yang nyata"  ( Ash-Shaffat : 101-106)


Puncak ujian Ibrahim dalam masalah Al Bara’ ialah dilemparkannya Ia ke dalam api, dan puncak ujian beliau dalam masalah Al Wala’ ialah perintah menyembelih putranya. Kedua ujian itu adalah pembuktian dari Allah untuk ummat manusia bahwa Ibrahim adalah Imamul Hunafa’. Dan kemudian anak cucu Beliau Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi syari’at oleh Allah untuk menjalankan Qurban yang Allah pernah syari’atkan kepada kekasihNya dan NabiNya, Ibrahim dan Ismail Alaihimu salam.

"Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar, dan Kami abadikan untuk Ibrahim itu pujian yang baik dikalangan orang-orang yang datang kemudian, yaitu kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. Demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman."
 ( Ash Shaffat: 107-111 )


Maka sesungguhnya amalan Qurban di hari raya Qurban adalah amalan ibadah yang mempunyai sejarah agung dari hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

 

"Apabila kalian melihat hilal tanggal satu Dzulhijjah dan ingin menyembelih Qurban, maka hendaknya ia menahan diri dari memotong ( atau mencabut ) rambutnya dan kukunya." ( HR. Muslim dari Ummu Salamah hadits no,1977 )


Dalam riwayat lain di shahih Muslim juga : "Maka janganlah mengambil sedikitpun dari rambutnya dan jangan pula dari kukunya sehingga ia telah menyembelih Qurbannya"

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan dalam menafsirkan firman Allah : "Maka shalatlah kamu bagi Allah dan berQurbanlah ."

Beliau menerangkan : "Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk mengumpulkan antara dua ibadah, yaitu shalat dan qurban yang keduanya itu menunjukkan sikap taqarrub kepada Allah dan sikap tawadhu’ dan sikap butuh kepada Allah dan baik sangka kepadaNya, serta kekuatan keyakinan, serta ketentraman hati bersandar kepada Allah dan janjiNya. Sebaliknya, keadaan orang-orang yang sombong dan ingkar, dan orang-orang yang merasa tidak butuh kepada Allah, yang mereka itu dalam shalatnya merasa tidak butuh kepada Allah, dan juga termasuk mereka ialah orang-orang yang tidak menyembelih qurban karena takut miskin”. Oleh karena itu Allah mengumpulkan penyebutan dua ibadah ini dalam firmanNya : "Katakanlah : Sesungguhnya shalatku dan qurbanku."


Maka sembelihan disini ialah sembelihan qurban untuk Allah ta’ala semata-mata untuk mengharapkan bertemu/melihat wajah Allah. Maka sesungguhnya kedua ibadah ini termasuk yang paling mulia dari amalan mendekatkan diri kepada Allah. Karena Allah memerintahkan RasulNya dengan dua ibadah ini sebagai balasan atas nikmat pemberian Allah kepada RasulNya telaga Al Kautsar di akherat nanti.

Oleh karena itu semulia-mulia ibadah badani adalah shalat, dan semulia-mulia ibadah dengan harta ialah menyembelih qurban. Dan tidaklah berkumpul kebaikan bagi setiap hamba dalam ibadah lainnya sebanyak apa yang didapati dalam shalatnya, sebagaimana hal ini diketahui oleh orang-orang yang memiliki hati yang hidup. Dan kebaikan yang terkumpul bagi hamba Allah dalam ibadah qurban yang disertai iman an ikhlas, adalah perkara yang menakjubkan yaitu kekuatan, keyakinan dan huznudzan. Itulah sebabnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam banyak-banyak melakukan shalat dan menyembelih qurban.

Demikian keterangan Ibn Taimiyah yang dinukil oleh Syaikh Abdurrahman Alu Syaikh dalam kitab Fathul Majid bab Ma Ja-a Fidz Dzabhi Lighairillah. Dengan hikmah yang dikandung pada Iedul Adhha sebagaimana yang diuraikan diatas. Janganlah kita merayakannya tanpa memahami pelajaran agung padanya. Semoga Allah menerima ibadah qurban kita. Aaamiiin.

 

HOME

SALAFY

MUSLIMAH

DOWNLOAD

LINKS

ABOUT ME

Hosted by www.Geocities.ws

1