بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum Allah Adalah Rahmat Bagi Manusia Oleh : Al Ustadz Muhammad Umar As Sewwed |
Jika yang diinginkan oleh manusia itu adalah rahmat dan hikmah Allah Subhanahu Wa Ta'ala maka hendaklah menghukumi diantara mereka dengan syariat dan wahyu-Nya. Karena Allah suci dari apa yang dimiliki manusia, yaitu suci dari kelemahan, hawa nafsu, dan kebodohan. Dia adalah Hakim Yang Maha Mengetahui, Maha Lembut dan Maha Waspada. Dia mengetahui kondisi hamba-hamba-Nya, mengetahui apa yang dapat memperbaiki kondisi mereka dan yang baik bagi mereka untuk masa sekarang dan yang akan dating. Dan merupakan kesempurnaan rahmat Allah jika menjadikan putusan diantara manusia dengan hukum Allah, yaitu memutuskan pertentangan, permusuhan, dan segala kepentingan hidup demi merelaisasikan keadilan, kebaikan, kebahagiaan bahkan keridhaan, ketentraman jiwa dan ketenangan hati. Oleh karena itu, apabila seorang hamba mengetahui bahwa hukum yang timbul dalam suatu masalah sementara hukum Allah, Al Khaliq
Yang Maha Tahu dan Maha Waspada menyelesihinya, maka hendaklah ia menerima, meridhai dan pasrah terhadap hukum Allah sekalipun menyelisihi keinginannya. Dan apabila seorang hamba mengetahui bahwa hukuj buatan manusia itu tidak terlepas dari hawa nafsu dan syahwat mereka, maka hendaklah ia menyelisihinya. Sebab, hukum tersebut tidak diridhai dan terus menerus berada dalam tuntutan dan perselisihan…, dan dengan itu tidak akan pernah berakhir pertikaian dan
pertentangan. Karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala mewajibkan bagi hamba-hamba-Nya
untuk berhukum kepada wahyu-Nya sebagai rahmat dan kebaikan bagi mereka. Allah
Subhanahu Wa Ta'ala telah menerangkan jalan secara umum, sehingga sempurnalah
bayan (keterangan) dan untuk mempertegas, adalah firman Allah Subhanahu Wa
Ta'ala :
"Sesungguhnya Allah menyuruh menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum diantara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat. Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan
ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul-Nya (As Sunnah), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
(QS. An Nisa': 58-59)
Jika ayat diatas mengandung taujih (pengarahan) yang umum
bagi hakim (penegak hukum) dan mahkum (yang dihukum), pemimpin dan rakyat, maka
sesungguhnya disamping itu ada juga taujih bagi para hakim dan pemerintah agar
menghukumi dengan adil. Karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah memerintahkan
mereka agar menghukumi dengan adil dan Dia memerintah orang-orang mukmin supaya
menerima hukum itu, yang ia merupakan tuntutan dari apa-apa yang disyariatkan
Allah, yang diturunkan bagi Rasul-Nya. Dan hendaklah mereka mengembalikan segala
perkara kepada Allah dan Rasul-Nya dalam kondisi bertentangan dan berselisih.
"Dan telah kami tetapkan terhadap mereka didalamnya (Taurat) bahwasannya
jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung d3engan hidung, telinga
dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-lukapun ada qisasnya., maka
melepaskan hak itu menjadi penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan
perkara menurut apa yang ditirunkan Allah, maka mereka itu adalah oraang-orang
yang zhalim." (QS.
Al Maidah: 45)
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan
berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebagian apa yang diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum
yang telah diturnkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
mengehendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa
mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang fasiq. Apakah
hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik
daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS.
Al Maidah: 49-50)
Sesungguhnya orang
yang membaca serta merenungi ayat ini, maka akan jelaslah baginya bahwa urusan
berhukum kepada apa yang diturunkan Allah dikuatkan dengan delapan penguat,
yaitu:
Kedelapan: Sesungguhnya tuntutan keyakinan adalah ilmu, karena hukum Allah
adalah sebaik-baik hukum, sesempurna-sempurna hukum serta seadil-adil hukum,
maka menjadi kewajiban tunduk, ridho dan menyerah kepada-Nya, firman-Nya:
Dan firman-Nya:
Firman-Nya juga:
Dan diriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu 'Alihi Wa Sallam
bahwasannya beliau bersabda:
An
Nawawi berkata: "Hadits ini shahih, dengan sanad yang shahih."
Dan sabda beliau terhadap Adi bin Hatim:
"Bukankah mereka mengahalalkan apa yang diharamkan Allah dan kalian ikut
menghalalkannya, dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah dan kalian pun ikut
mengaharamkannya?" Adi bin Hatim berkata: "Benar", kemudian
beliau bersabda: "Demikianlah peribadatan (penyembahan) mereka." Wahai kaum muslimin, dari uraian diawal menjelaskan kepada anda bahwa berhukum kepada syariat Allah dan berhakim kepada-Nya merupakan kewajiban dari Allah dan Rasul-Nya dan merupakan tuntutan Ubudiyah kepada Allah dan syahadah (pengakuan) terhadap risalah Nabi-Nya, Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wa sallam. Dan menolak hal itu walaupun sedikit darinya, maka akan mendapat adzab dan hukuman-Nya. Dalam penisbahannya disamakan bagi apa yang diurus negara terhadap rakyatnya atau urusan jama'atul muslimin dimana saja dan kapan saja. Demikian juga ketika dalam kondisi berselisih dan bertentangan baik secara khusus ataupun umum antara negara satu dengan negara lain, antara jama'ah satu dengan jama'ah lain atau antara muslim satu dengan muslim yang lain. Mereka semua disamakan di dalam hukum. Karena mencipta dan memerintah adalah hak Allah, Dialah Hakim yang seadil-adilnya.
Dan tidak ada iman bagi orang yang meyakini bahwa hukum buatan manusia dan hasil pemikiran mereka lebih baik dari hukum Allah dan Rasul-Nya, atau menyamakan dan menyerupakan, atau meninggalkan dan meninggalakannya, dengan hukum buatan manusia. Dan kalau telah diyakini bahwa hukum Allah itu lebih baik, lebih sempurna, dan lebih adil maka wajib bagi kaum muslimin, pemimpin-pemimpin mereka, hakim-hakim mereka serta Ahlul Ahli wal Aqdi (yakni mereka yang memiliki otoritas atas urusan Ad Dien dan dunia dikalanganan ummat) mereka untuk bertaqwa (takut) kepada Allah Azza wa Jalla dan berhukum kepada syariat-Nya dinegara-negara mereka, serta menjaga diri mereka dari adzab Allah di dunia dan di Akhirat. Dan hendaklah mereka mengambil pelajaran dari segala hal yang telah menimpa berbagai negara yang menolak hukum Allah dan mengekor kepada orang-orang bara, mengikuti system hidup mereka dalam pertikaian dan perpecahan, dalam membuat berbagai fitnah dan sedikitnya kebaikan sehingga mereka saling membunuh satu sama lain.
Urusan ini berhukum kepada hukum Allah
senantiasa menjadi kewajiban bagi mereka (kaum muslimin), karena sekali-kali
tidak akan baik keadaan mreka dan musuh akan menguasai mereka secara politik dan
pemikiran, kecuali mereka kembali kepada Allah dan menempuh jalan-Nya yang lurus,
jalan yang diridhai bagi hamba-hamban-Nya dan mereka diperintah untuk
menempuhnya serta dengan itu Allah menjanjikan Jannatun Na'im (surga yang penuh
kenikmatan) bagi mereka. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
Dan
alangkah bodohnya cara berfikir seseorang yang dihadapan-Nya ada kalam Allah (Al
Qur'an) untuk menerangkan yang haq, memutuskan berbagai perkara, menerangkan
jalan dan menunjukkan suatu kesesatan kemudian ia membuangnya dengan mengambil
ganti perkataan seseorang dari manusia, atau mengambil (menerima) undang-undang
negara dari berbagai negara. Apakah merka tidak mengetahui bahwasannya mereka
telah merugi di dunia dan di akherat, mereka tidak akan merauh keberuntungan dan
kebahagiaan di dunia, serta tidak akan selamat dari hukuman dan adzab Alah di
hari kiamat. |