بسم الله الرحمن الرحيم
Perintah
Bershadaqah |
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kalian mengeluarkan shadaqah. Beliau memisalkan orang yang mengeluarkan shadaqah seperti orang yang ditawan musuh. Tangan hingga lehernya dibelenggu. Ketika didatangkan untuk dipenggal lehernya, maka dia berkata : "Aku akan menyerahkan tebusan kepada kalian, dengan nilai yang sedikit atau banyak” Maka diapun menyerahkan tebusan untuk dirinya kepada mereka. Ini
adalah termasuk perkataan yang penjelasannya adalah wujudnya, dalilnya
adalah kejadiannya. Shadaqah mempunyai pengaruh yang sangat aneh dalam
menyingkirkan berbagai macam musibah, sekalipun ini dilakukan orang
yang buruk dan zalim. bahkan juga orang kafir. Dengan shadaqah itu
Allah menyingkirkan berbagai macam musibah, yang semua orang sudah
mengetahuinya, yang umum maupun yang khusus dan semua penduduk bumi
mengakuinya, karena mereka pernah mengalaminya. “Sesungguhnya
shadaqah itu memadamkan murka Rabb dan menolak kematian yang buruk”
(HR Tirmidzi, Ibnu Hiban dan lainnya) Sebagaimana fungsi shadaqah yang memadamkan kemarahan Allah, maka ia juga memadamkan dosa dan kesalahan, sebagaimana air yang memadamkan api. Dari Mu’adz bin Jabal dia berkata : “Aku bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam suatu perjalan. Suatu hari aku dekat sekali dengan beliau ketika kami sama-sama berjalan, lalu beliau bersabda (artinya) : 'Maukah engkau kutunjukan pintu-pintu kebaikan? Puasa itu merupakan prisai, dan shadaqah itu memadamkan kesalahan sebagaimana air yang memadamkan api, dan shalat seseorang pada tengah malam itu merupakan syi’ar orang-orang shaleh.' Kemudian beliau membaca ayat (artinya) : 'Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Rabb
mereka dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan dari
sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka'
" (as Sajadah : 16) Permisalan yang disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di atas dengan orang yang akan dipenggal lehernya, lalu dia menebus dirinya dengan hartanya, sudah cukup jelas. Dengan kata lain shadaqah itu menebus hamba dari azab Allah. Dosa dan kesalahan-kesalahan akan mengakibatkan kehancuran bagi dirinya. Tapi kemudian datang shadaqah yang menebus dirinya dari azab itu serta menghindarkannya. Karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda di dalam sebuah hadits shahih, tatkala berseru kepada para wanita saat shalat ied (artinya) : ”Wahai para wanita keluarkanlah shadaqah sekalipun dari perhiasan kalian, karena aku melihat kalian sebagai penghuni neraka yang paling banyak” (HR. At TIrmidzi dan Al Hakim). Seakan-akan
beliau menganjurkan mereka untuk menebus diri-diri mereka dari api
neraka. “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : 'Tidaklah ada seseorang di
antara kalian melainkan Rabbnya akan berbicara dengannya, yang antara
kalian dengan-Nya tidak ada penerjemah. Dia memandang ke arah kanan,
tidaklah dia melihat kecuali apa yang disodorkan kepadanya, dan dia
melihat ke sebelah kiri maka tidaklah dia melihat kecuali apa yang di
sodorkan kepadanya. Dan dia memandang kearah depan maka tidaklah dia
melihat kecuali api neraka di hadapannya, maka takutlah kalian kepada
api neraka sekalipun hanya dengan shadaqah sebuah biji kurma' ”
(HR. Bukhari Muslim) “Aku
pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, 'Apa
yang menyelamatkan hamba dari api neraka?' Beliau menjawab : 'Iman
kepada Allah', 'Wahai nabi Allah, apakah ada amal yang menyertai amal
itu', beliau menjawab : 'Hendaklah engkau memberikan sebagian dari
yang dikaruniakan Allah kepadamu atau engkau memberikan sebagian dari
apa yang dirizkikan kepadamu.' 'Wahai Nabi Allah bagaimana jika
seorang fakir dan tidak bisa mendapatkan apa yang dia berikan?' Beliau
menawab : 'Hendaklah dia menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang mungkar.' ' Bagaimana jika dia tidak sanggup menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar?' Beliau menjawab :
'Hendaklah dia menolong (mengajari) orang yang bodoh', 'Wahai
Rasulullah apa pendapat engkau jika dia tidak bisa melakukannya,
beliau menjawab : 'Hendaklah dia menolong orang yang dizalimi.' '
Wahai Rasulullah apa pendapatmu jika dia lemah dan tidak sanggup
menolong orang yang dizalimi?' Beliau menjawab : 'Rupanya engkau tidak
membiarkan ada satu kebaikanpun pada temanmu, hendaklah dia tidak
menggangu manusia.' Wahai Rasulullah apa pendapatmu jika dia berbuat
seperti itu, maka dia akan masuk sorga?' ' Beliau menjawab : 'Tidaklah
seorang mukmin mengerjakan satu dari berbagai amalan ini melainkan
tangannya akan dituntun hingga dia dimasukan ke dalam surga' "
(HR. Bukhari) “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengumpamakan orang yang bakhil dan
orang yang bershadaqah, seperti dua orang yang masing-masing
mengenakan prisai dari besi atau baju besi, sementara tangan mereka
dalam keadaan terbelenggu di dalam baju besi. Setiap kali orang yang
bershadaqah mengeluarkan shadaqahnya , maka dia melonggarkan
bagian-bagian baju besi di badannya, hingga dia menjadi leluasa.
Sedangkan orang bakhil, setiap kali hendak mengeluarkan shadaqahnya,
maka setiap bagian dari baju besi itu mengencang." Abu
Hurairah berkata, “Kulihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, sedang jari-jari beliau berada di dalam saku
bajunya, Jika kulihat beliau memekarkannya, maka saku itupun tidak
menjadi mekar" (HR.
Bukhari Muslim). Karena
orang bakhil itu terhalang dari kebaikan, tidak mau berbuat yang baik
dan bajik, maka balasannya seperti jenis pekerjaanya yaitu dada yang
terasa sumpeg, muram, murung dan sedih tidak pernah gembira,
hampir-hampir kebutuhannya tidak pernah habis dan dan tuntutannya
seakan tidak pernah terpenuhi. Dia seperti orang yang mengenakan baju
besi, tangannya terbelenggu ke leher sehingga dia tidak bisa bergerak
atau mengeluarkannya. Jika dia hendak mengeluarkannya atau melapangkan
baju besi itu , maka dia justru merasa dibelenggu baju besi itu.
Begitulah keadaan orang bakhil setiap kali akan mengeluarkan shadaqah,
yang akhirnya dia tidak jadi mengeluarkannya karena dihalangi
bakhilnya, sehingga hatinya tetap terbelenggu di dalam penjaranya “Dan
siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah
orang-orang yang beruntung"
(Al Hasyr : 9) Rabbi qiny Syuhha nafsi, Rabbi qiny Syuhha nafsi (Rabbku jagalah aku dari kekikiran diriku, Rabbku jagalah aku dari kekikiran diriku). Lalu
ada seorang bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak berdoa
dengan doa selain itu?”. Dia menjawab, “Karena jika aku
telah terjaga dari kekikiran diriku, maka aku akan beruntung.” Bakhil
merupakan buah dari kikir dan kikir mengajak kepada bakhil. Kikir
terpendam dalam jiwa. Siapa yang bakhil berarti menuruti kekikirannya
dan siapa yang tidak bakhil berarti membangkang kekikirannya dan dapat
menjaga diri dari kejahatannya. Maka orang seperti inilah yang
beruntung. Orang
yang dermawan akan dekat dengan Allah, dengan makluk-Nya, keluarga,
dekat dengan surga, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang bakhil jauh
dari Allah, jauh dari makhluk-Nya, jauh dari surga, dan dekat dengan
neraka. Orang yang dermawan akan dicintai, sekalipun oleh musuhnya,
dan orang yang bakhil akan dibenci sekalipun oleh anaknya sendiri “Aib
seorang tampak di tengah manusia karena bakhilnya Karena kedermawanan dan kemurahan hati itu terpuji, maka siapa yang berbuat menurut batasannya, maka dia disebut orang yang murah hati sehingga layak dipuji. Siapa yang tidak seperti itu berarti dia orang bakhil, sehingga dia layak dicela. Telah diriwayatkan dalam sebuah atsar : “Sesungguhnya
Allah telah bersumpah dengan kemulian-Nya bahwa dia tidak mau
berdampingan dengan orang yang bakhil.”
Seorang disebut murah hati, walaupun sebenarnya dia tidak memberikan apapun kepada mereka, karena dia tidak ingin memilkiki apa yang ada di tangan mereka. Inilah makna perkataan sebagian diantara mereka : “Kemurahan hati ialah jika engkau merasa cukup dengan haratamu dan menahan diri dari harta orang lain.” Disebutkan dalam sebuah hadits shahih : ”Allah itu Maha Pemurah dan menyukai orang-orang yang murah hati. Dia menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang. Allah itu penutup dan menyukai orang-orang yang menutupi aib hamba-hamba-Nya. Allah itu Maha Pengampun dan menyukai orang-orang yang mengampuni mereka. Allah itu pemaaf dan menyukai orang-orang pemberi maaf. Allah itu lembut dan menyukai orang-orang yang lembut kepada mereka.” Sebaliknya
Allah membenci orang-orang yang kasar, keras hati dan keras kepala.
Allah Maha Lembut dan menyukai kelemahlembutan. Allah Maha Adil dan
menyukai keadilan. Allah memberikan balasan berdasarkan sifat-sifat
ini. ”Barangsiapa
menutupi aib seorang muslim, maka Allah menutupi aibnya di dunia dan
akhirat. Siapa yang mengenyahkan kesusahan dari berbagai macam
kesusahan di dunia dari orang mukmin, maka Allah akan menghilangkan
kesusahan dari berbagai macam kesusahan pada hari kiamat. Siapa yang
memudahkan orang yang kesulitan, maka Allah memudahkan hisabnya"
(HR. Muslim) Begitu pula hadits riwayat Tirmidzi dan lainnya dari Nabi shallallahu ‘alali wasallam. Dalam suatu khotbanya : ”Wahai
semua orang yang beriman dengan lidahnya, namun iman tidak bisa masuk
ke dalam hatinya, janganlah kalian menyakiti orang-orang mukmin dan
janganlah mencari-cari aibnya, karena siapa yang mencari-cari aib
saudaranya maka Allah akan mencari-cari aibnya, dan siapa yang Allah
cari aibnya maka Allah akan membukakan aibnya sekalipun dia berada di
dalam rumahnya” Karena
orang munafik hanya memperlihatkan keislamannya, sementara mereka
tetap menyimpan kekufuran di dalam hatinya. Maka pada hari kiamat
kelak Allah akan memperlihatkan cahaya yang menyinari jembatan, lalu
merekapun diperintahkan untuk menyebranginya. Namun mereka justru
menghendaki agar cahaya itu dipadamkan. Maka merekapun terhadang oleh
amal mereka sendiri. Begitupula orang yang memperlihatkan suatu akhlak yang berbeda dengan apa yang diajarkan Allah kepadanya, maka Allah akan memperlihatkan kepadanya sebab-sebab keberuntungan, kebahagiaan dan keberhasilan, namun dia sendiri menyimpan kebalikannya. Dalam sebuah hadits disebutkan : ”Barangsiapa
ria maka Allah akan memperlihatkan amalannya, dan barangsiapa berbuatu
sum’ah maka Allah akan memperdengarkan perbuatan sum’ahnya kepada
orang lain” (HR. Bukhari dan Muslim). a) Shahibul Wabilus Shayyib minal Kalimatit Thoyib. Ibnul Qoyyim Al Jauziyah. b) Kalimat Thayyibah, Kumpulan Dzikir dan Doa. Edisi Indonesia, penerbit Pustaka Al Kautsar. |