Home | Resensi Film

Shine

Keterpurukan dan Kebangkitan Seorang Jenius

Ini kisah tentang anak dan ayah. Ini kisah tentang batas tipis antara kejeniusan dan kegilaan. Namun, ini juga kisah tentang bagaimana kepedulian dan cinta memungut dan mengangkat kita dari keterpurukan.

Shine menuturkan kisah nyata David Helfgott sejak masa kecil (diperankan Alex Rafalowicz), masa remaja (Noah Taylor) hingga dewasa (Geoffrey Rush, aktor panggung terhormat di Australia).

Sejak kecil David sudah menunjukkan kemahirannya bermain piano. Ayahnya sendiri, yang sangat bangga, namun sekaligus sangat keras terhadap anaknya, yang melatihnya. Ia mendesak David untuk selalu menang dalam kompetisi. Menurutnya, "Hanya yang kuat yang bertahan. Yang lemah akan diinjak seperti serangga."

Agar tidak salah paham, dan mengira sang ayah adalah sesosok monster, kita perlu menengok masa lalunya. Peter Helfgott (diperankan dengan sangat bagus oleh Armin Mueller-Stahl) adalah orang Yahudi Polandia yang tinggal di Australia setelah lolos dari kekejian Hitler. Ayah dan iparnya tewas dalam Holocaust. Ia sendiri dibesarkan secara keras oleh ayahnya, yang memecahkan biola kesayangannya. Hantu masa lalu ini menjadikannya sesosok ayah yang terbelah jiwanya. Ia sangat mencintai anaknya, namun ungkapan cintanya sulit ditebak: sekali waktu berupa pelukan hangat, sekali waktu berupa cekikan mental.

Adalah seorang guru piano, Ben Rosen (Nicholas Bell), yang pertama muncul, mencoba jadi penengah. Melihat bakat cemerlang David, ia menawarkan diri melatihnya, dan mengantarkan David memenangi sejumlah kompetisi. Ketika kemudian David ditawari beasiswa ke Amerika Serikat, Peter melarangnya mentah-mentah. Alasannya amat posesif, "Kau akan menghancurkan keluarga ini!"

Tanpa pelatihan memadai, karier musiknya jadi mendatar. Ketika ada tawaran beasiswa lagi, kali ini dari Royal College of Music di London, seorang penulis perempuan (Googie Withers), mendorongnya untuk pergi. Dengan itu David melepaskan diri dari cengkeraman ayahnya. Namun, siksaan yang telah menggerogoti jiwanya tak mudah ditepiskan.

Di London ia mendapatkan mentor yang simpatik, Cecil Parkes (John Gielgud), dan akhirnya mampu memainkan karya mahasulit, Rachmaninoff Piano Concerto No. 3. Ayahnya pernah memaksanya memainkannya pada usia tujuh tahun, padahal seorang maestro pun belum tentu mampu menaklukkan karya ini secara mulus.

Konser di Royal College itu menjadi episentrum film. Kerja sama cinematographer Geoffrey Simpson dan editor Philippa Karmel menghasilkan sebuah adegan yang amat emosional. Cahaya menerangi dari belakang kepala David, rambutnya terjurai-jurai dan keringat bepercikan ke sana kemari, menyedot penonton ikut merasakan keletihan David. Sebuah adegan yang setara dengan adegan-adegan tinju dalam Raging Bull.

Namun, dalam puncak permainannya, akumulasi tekanan yang ditanggungnya selama ini membuat dawai saraf otak David putus. Dan kita menemuinya sekitar sepuluh tahun tahun kemudian dalam keadaan amat mengenaskan, luntang-lantung di Australia, suka ngomong sendiri entah apa yang diucapkannya. Sampai ia duduk di depan piano di sebuah restoran, dan memukau hadirin dengan kepiawaiannya memainkan karya-karya klasik yang indah dan rumit.

Di restoran kecil di Perth itulah ia mengalami dua hal terbaik dalam hidupnya. Pertama, ia bertemu dengan Gillian (Lynn Redgrave), seorang astrolog, yang dengan "petunjuk bintang" menerima David sebagai suaminya. Dengan penuh pengertian Gillian mendampingi David keluar dari kegelapan, membangun kembali kehidupannya, dan mengejar panggilan jiwanya sebagai musisi.

Kedua, ia bertemu dengan Scott Hicks, yang tertarik dengan kisahnya dan bertekad menuangkannya ke layar perak, yang akhirnya membuahkan film yang bersaksi tentang pengharapan ini. Film ini meneguhkan bahwa kita masing-masing memiliki emas di dalam diri kita, namun untuk menggalinya keluar dari kepengapan tambang, memurnikannya di tungku peleburan, dan membentuknya menjadi perhiasan mulia, kita memerlukan rahmat Tuhan (Helfgott berarti Tuhan menolong) serta sentuhan kepedulian dan cinta sesama. Bagi seorang jenius seperti David pun pepatah ini tetap berlaku: No man is an island.

Shine meraih 9 penghargaan dari Australian Film Institute, antara lain untuk Film Terbaik, Aktor Terbaik (Geoffrey Rush), dan Aktor Pendukung Terbaik (Armin Mueller-Stahl). Seperti judulnya, film ini bercahaya. *** (11/03/2005)

SHINE. Sutradara: Scott Hicks. Skenario: Jan Sardi, berdasarkan cerita Scott Hicks. Pemain: Geoffrey Rush, Armin Mueller-Stahl, Noah Taylor, Lynn Redgrave, Googie Withers, John Gielgud, Sonia Todd, Alex Rafalowicz, Nicholas Bell. Asal/Tahun: Australia, 1996.

Home | Film Favorit | Email

© 2005 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1