Home | Renungan

Curdie dan Ibunya

Minggu ini saya membaca The Princess and the Goblin, dongeng anak-anak karangan George MacDonald. Pendeta, novelis dan penyair Skotlandia ini bisa disebut "bapa rohani"-nya C.S. Lewis. Karya-karyanya yang memancarkan cheerful goodness 'kebaikan yang menyenangkan hati', khususnya Phantastes, telah memukau imajinasi Lewis dan meyakinkannya, bahwa kebenaran itu bukan sesuatu yang menjemukan.

Dalam salah satu bagian dongeng ini, dikisahkan hubungan Curdie, anak seorang penambang, dan Ibunya. Nyonya Peterson adalah lbu yang sangat baik dan manis. Ibu-­ibu yang lain memang baik dan manis, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, namun Nyonya Peterson benar-benar baik dan manis, serba lebih dan tanpa kekurangan. Rumah sederhana di lereng bukit telah dijadikannya surga kecil bagi suami dan anaknya – tempat peristirahatan yang nyaman bagi mereka sepulang dari tambang yang redup dan berdebu. Tangannya memberikan kehangatan, namun kasar, tebal dan besar karena tekun bekerja bagi mereka; karena itu, di mata para malaikat, tangannya tampak sangat indah.

Suatu ketika, Curdie kerja lembur di tambang selama sekian malarn. Itu dilakukannya antara lain agar dapat membelikan rok merah baru bagi ibunya sebelum musim dingin tiba. Namun, sekalipun Curdie bekerja keras, kenyamanan yang dihasilkan oleh kerja keras Ibunya jauh lebih dirindukan Curdie bila dibandingkan dengan kerinduan ibunya akan rok baru, sekalipun pada musim dingin. Ini bukan berarti Curdie dan Ibunya menghitung-hitung seberapa besar yang telah mereka lakukan bagi yang lain: perhitungan itu justru akan merusakkan segala-galanya.

Dan ini bukan cerita tentang kasih Ibu sepanjang jalan, kasih anak sepenggalah. Lebih dalam dari itu. Penggalan dongeng ini menggambarkan dengan bagus kesimpulan Yohanes tentang mengasihi Allah, "Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat" (I Yohanes 5:3).

Perintah-perintah-Nya tidak berat kalau kita mengasihi Dia. Kalau kita tidak berhitung-hitung dalam memberi diri dan melayani Dia – kalaupun benar-benar dihitung, akan jomplang-lah timbangan kita: karena Tuhan serba baik dan tanpa kekurangan. Karena itulah Paulus menasihati kita "demi kemurahan Allah" (Roma 12:1). Dari sini kita bisa melayani Dia dengan sukacita dan dengan gembira hati.

Dan dalam kisah Curdie tadi, bukan lagi perintah Ibunya saja yang dilakukannya. Ia hendak memberikan pula apa yang menjadi kerinduan hati ibunya. *** (9/6/1996)

© 2003 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1