Home | Renungan

Kayu Lapis

… sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. - Markus 10:8

"Kesatuan antara suami dan isteri itu," kata seorang hamba Tuhan, "kalau mau diibaratkan, bukan mirip dengan kue lapis, melainkan mirip dengan kayu lapis (tripleks). Saudara tahu apa perbedaannya? Kue lapis bisa dikelupas lapisan demi lapisannya, dan kita bisa mendapatkan selapis kue yang mulus. Namun, cobalah mengelupas tripleks. Pasti amburadul. Kedua sisinya akan sama-sama tercabik-cabik."

Alkitab menggambarkan pernikahan dengan ungkapan yang misterius, namun sangat mendalam maknanya: keduanya itu menjadi satu. Agar menyatu seperti kayu lapis, bukannya sekadar menempel ala kue lapis, diperlukan kesediaan masing-masing pihak untuk saling melebur. Diperlukan kesediaan masing-masing pihak untuk "mati" terhadap diri sendiri, dan hidup untuk melayani pasangannya.

Hubungan pernikahan, dengan demikian, menuntut kepercayaan dan komitmen penuh satu sama lain. Pernikahan bukanlah kontrak yang yang dengan gampang dibatalkan bila keadaan berkembang tidak sesuai dengan harapan, melainkan kesetiaan baik dalam suka maupun duka. Tekanan yang muncul pun akan didayagunakan untuk memperkuat hubungan, bukannya dibiarkan melemahkannya.

Dalam pernikahanlah pendekatan win-win dapat dipraktekkan seutuhnya. Bila ada pihak yang maunya menang sendiri, kekalahan justru mengancam pernikahan itu. Sebaliknya, ketika masing-masing pihak bersedia saling mengalah dan merendahkan diri, suami-isteri sebagai "satu daging" akan mengecap kemenangan bersama-sama. ***

-- Dimuat di Blessing, November 2005.

© 2005 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1