Home | Renungan

Telanjur Melukai

Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia. -- Efesus 4:29

Ketika Mazanga bermain bola dengan adik sepupunya, mereka bertengkar. Dalam kemarahan, ia melontarkan kata-kata kasar. Adiknya menangis dan menghindar. Sang kakak tersadar, lalu meminta maaf.

Neneknya muncul, menanyakan apa yang terjadi. Ia mengelak bercerita. Setelah didesak, baru ia mau menceritakannya dan menjelaskan bahwa ia sudah meminta maaf. Neneknya pergi, mengambil susu di kulkas, lalu memberikannya kepadanya. Mazanga tentu saja keheranan.

Lalu nenek mengajaknya ke kebun dan menyuruhnya menumpahkan susu itu ke tanah. Sesudahnya, nenek memintanya mengumpulkan kembali susu itu ke dalam gelas. Tentu saja tidak bisa, susu itu telah tercampur dengan tanah.

Di situlah nenek memberinya nasihat. Kata-kata yang kita ucapkan juga seperti itu: kalau sudah diucapkan tidak bisa ditarik lagi. Meskipun kita meminta maaf, kata-kata yang menyakitkan telanjur mengakibatkan luka.

Kita semua tentunya juga pernah mengalami efek buruk perkataan yang sembrono atau penuh amarah. Luka yang ditimbulkannya jauh lebih menyakitkan daripada pukulan tinju atau tikaman pisau. Perkataan tajam itu terus terngiang-ngiang dan sulit untuk ditepiskan dari ingatan. Kita berusaha untuk mengampuni, namun sulit untuk melupakan.

Karena itulah, di berbagai tempat firman Tuhan mengingatkan agar kita berhati-hati dalam berkata-kata. Sekalipun Anda pernah dilukai dengan perkataan, Anda dapat memilih untuk tidak menularkan luka tersebut, dengan belajar untuk menggunakan kata-kata yang membangun. ***

-- Dimuat di Blessing, Agustus 2005.

© 2005 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1