Home | Renungan

Allah dan Ayah

Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. -- Efesus 6:4

Mengapa Ramses, Firaun Mesir, mengeraskan hatinya dan menolak untuk tunduk pada perintah Allah, agar membiarkan umat Israel pergi? The Prince of Egypt menawarkan sebuah "teori" menarik.

Saat masih pangeran, Ramses bertumbuh sebagai pemuda yang sembrono. Ayahnya menegurnya. Bila sikap semacam itu dibiarkan, ia akan menjadi mata rantai yang lemah dalam dinasti penguasa Mesir. Bukannya mengubah sikap, ia malah marah.

Ketika ia sudah menjadi firaun dan Musa mendatanginya, Ramses melihatnya sebagai kesempatan untuk menunjukkan bahwa dirinya bukan mata rantai yang lemah. Ia justru akan membuktikan kalau ia bisa bersikap lebih kejam daripada ayahnya. Karena itulah ia secara mentah-mentah menolak perintah Tuhan.

Alkitab banyak menggambarkan Allah sebagai sosok seorang bapa. Tidaklah mengherankan bila hubungan seorang anak dengan ayahnya mempengaruhi pandangan anak tersebut terhadap Allah.

Saya sendiri sempat mengalami "sindroma Ramses" tadi. Dalam waktu yang cukup lama saya bergumul untuk menyapa Allah sebagai Bapa dalam berdoa. Rupanya saya terpengaruh oleh hubungan saya dengan ayah, yang memang lumayan berjarak - sangat jarang kami bercakap-cakap secara akrab. Saat hubungan dengan ayah membaik, saya juga merasa lebih leluasa dalam berdoa.

Tuhan menginginkan keluarga sebagai ruang pertama bagi anak-anak untuk mengalami dan mengenal kasih-Nya. Anak-anak yang dibesarkan dengan didikan yang penuh kasih dari orang tuanya tentunya akan lebih mudah pula menyambut kasih Tuhan. *** (01/01/2005)

© 2005 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1