Home | Refleksi Sinema

Out of Africa (1985)

Hope is a Dangerous Thing

Menonton film garapan Sydney Pollack ini kita terhibur dengan pemandangan alamnya. Afrika ternyata tak selalu panas, hitam dan gersang. Ada tempat-tempat yang menarik di sana. Film ini mengangkat setting kehidupan masyarakat di Bukit Ngong, Kenya, di awal abad ke-20.

Penjajahan sedang terjadi pada saat itu. Jerman dan Inggris berebut kekuasaan. Suasana politik ini saya anggap sebagai hal sampingan yang disuguhkan sutradara. Saya menangkap sesuatu yang lebih esensial dan penting untuk ditelusuri lewat film ini. Itu adalah harapan.

Seorang pria, Denys (Robert Redford), yang suka bertualang dan berburu bertemu dengan seorang janda, Karen(Meryl Streep). Benih-benih cinta mulai bersemi di antara mereka berdua karena beberapa pertemuan. Namun, ketika Karen meminta agar Denys selalu tinggal dengannya, Denys menolak. Selembar surat pernikahan tak membuat cintanya jadi lebih besar buat Karen, kata Denys. Karen mengidap penyakit sipilis yang ditularkan oleh mantan suaminya yang suka melacur. Namun, alasan lain yang tampaknya lebih kuat, yang membuat Denys tak mau selalu bersama Karen bukan (hanya) penyakit itu, namun kesukaannya bertualang, sendiri.

Karen sempat berpikir bahwa Denys adalah seseorang yang tak mempunyai harapan untuk memiliki yang umumnya diharapkan oleh kebanyakan orang setelah jatuh cinta: membangun hubungan lebih jauh, menikah, berkeluarga - kebersamaan. Karen memiliki harapan itu. Dan harapan itu tampak kuat.

Mengapa harapan itu tampak kuat?

Karena Denys memberinya harapan!

Kepalsuan dan kebenaran kadang sangat tipis. Ada orang yang beranggapan bahwa kehidupan bebas seperti seorang Denys adalah sesuatu yang mereka idam-idamkan. Namun kenyataannya, saat mereka hidup di sana, mereka kerap resah menghadapi kesepian yang mencekam. Di relung mereka, mereka menjerit untuk mendapatkan teman ngobrol. Denys mengalami hal ini. Ia membawa Karen ke sebuah hutan di pedalaman Afrika untuk menunjukkan kehidupan bebasnya. Ia berburu dan berkemah bersama Karen di sana.

Ketika Karen menanyakan mengapa Denys membawanya ke sana, Denys mengatakan agar Karen tahu kehidupannya. Namun ketika Karen meminta agar Denys tinggal bersamanya, Denys selalu ingin lekas pergi.

Bukankah ada kepalsuan yang tersirat di dalam diri Denys? Benar, apa yang dikatakan Karen kemudian bahwa ia telah salah menilai Denys: yang dulunya dipikir tak mengharapkan apa pun; ternyata mengharapkan segalanya! Denys mengharapkan kebebasan dalam dunianya; dan ia juga mengharapkan agar orang lain masuk ke dunianya. Ketika Karen memintanya untuk selalu bersama, Denys menolak. Amarah mereka terpadu dalam adegan yang cukup menegangkan ketika Karen ingin membetulkan baju Denys yang rusak dan Denys mengatakan kalau Karen tak perlu melakukannya. Ya, seolah-olah Denys ingin berkata, "Jangan kaulakukan apa pun untukku. Biar aku lakukan apa yang terbaik untukmu."

Para pria, apalagi yang megalomania, ingin selalu tampil jadi pahlawan, serba bisa, sempurna dalam mengerjakan segala sesuatu dan akhirnya menyuarakan, seperti yang dinyatakan sebuah iklan: Bisa! Namun di balik teriakan itu, justru ada teriakan kecil yang walaupun sunyi namun mampu menembus kekelaman kala malam menjemput, yang terdengar berulang-ulang. Teriakan yang memanggil-manggil seorang wanita tercinta dan kemudian baru hilang gaungnya ketika wanita itu berhasil didekap dan... pria itu juga didekap si wanita tentunya! Umumnya manusia, pria atau wanita, berharap bisa mendekape rat yang ia cintai, dan didekap.

Entah siapa yang salah. Denys atau Karen?

Karen tak mungkin salah tafsir dengan semua kebaikan Denys yang memberinya perhatian - dari pena yang mahal, kompas, alat pemutar piringan hitam, hingga petualangan di udara Afrika dengan pesawat milik Denys yang tertuang begitu memukau di film ini. (Siapa pun yang menontona degan petualangan di udara itu, mungkin akan jadi pengin ke Afrika.) Tampak jelas, Denys menyukai Karen.

Denys seorang petualang dan pemburu yang memang hidupnya akan sulit bila ditambatkan kepada seseorang. Ia tahu itu. Tapi, umumya manusia ingin bersama dan berbagi. Ia pun melakukannya bersama Karen. Karena kesepiannya, ia memberikan banyak hal kepada Karen.

Denys terlalu bersikap manis dan romantis kepada seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya yang brengsek dalam keadaan tertular penyakit kelamin sehingga tak bisa memiliki anak yang ia sangat harapkan, kesepian dan mengalami kebangkrutan di usahanya. Denys dengan sesuka hati datang dan pergi dari Karen.

Kembali kepada pertanyaan tadi: siapa yang salah? Para wanita mungkin akan menyatakan Denys pengecut karena tak berani berkomitmen terhadap Karen padahal sudah tampak jelas Denys mencintainya. Para pria mungkin akan berpikir kalau sia-sia menikahi wanita yang berpenyakitan parah sedangkan kehidupan bertualang menuntutnya untuk lebih baik hidup sendiri dan tak terikat.

Saya tak menyatakan diri sebagai pihak penengah atau yang benar. Saya hanya berpendapat. Menurut saya, yang salah adalah harapan. Denys salah telah memberinya. Karen salah telah memilikinya. Harapan dari manusia sulit diuji kepastian dan kebenarannya.

Yap, hope is a dangerous thing. *** (Sidik Nugroho, 04/02/2006)

Home | Film Favorit | Email

© 2006 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1