Home | Artikel

Nelson Mandela

Melawan Apartheid dengan Rekonsiliasi

Nelson MandelaNelson Mandela, presiden pertama Afrika Selatan yang terpilih melalui pemilu demokratis tahun 1994, mengajarkan pengampunan kepada dunia. Negeri itu sebelumnya koyak-moyak oleh apartheid, dan ia sendiri mesti meringkuk di penjara selama 27 tahun akibat politik rasial itu. Kini ia bertekad untuk membangun Afrika Selatan yang baru. Ia mengawalinya dengan cara yang amat khas: ia meminta sipir penjaranya ikut naik ke panggung pada saat pelantikannya.

Selama memimpin negeri itu, ia antara lain membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (TRC), dengan ketua Uskup Agung Desmond Tutu. Mandela berusaha mengelakkan pola balas dendam yang dilihatnya di sekian banyak negara, yang terjadi sewaktu ras atau suku yang semula tertindas mengambil alih pemerintahan.

Selama dua setengah tahun berikutnya, penduduk Afrika Selatan menyimak berbagai laporan kekejaman melalui pemeriksaan TRC. Peraturannya sederhana: bila seorang polisi atau perwira kulit putih secara sukarela menemui pendakwanya, mengakui kejahatannya, dan mengakui sepenuhnya kesalahannya, ia tidak akan diadili dan dihukum untuk kejahatan tersebut. Penganut garis keras mencela pendekatan ini dan menganggapnya tidak adil karena melepaskan si penjahat begitu saja. Namun, Mandela bersikukuh bahwa negeri itu jauh lebih memerlukan kesembuhan daripada keadilan.

Sebuah kisah mengharukan dituturkan Philip Yancey dalam buku Rumours of Another World (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2003). Pada sebuah pemeriksaan, seorang polisi bernama van der Broek mengakui perilaku kejinya. Ia dan beberapa perwira lain menembak seorang anak laki-laki delapan tahun dan membakar tubuh anak itu seperti sate untuk menghilangkan bukti. Delapan tahun kemudian van de Broek kembali ke rumah yang sama dan menangkap ayah si anak. Isterinya dipaksa menyaksikan para polisi mengikat suaminya pada tumpukan kayu, mengguyurkan bensin ke tubuhnya, dan menyalakannya.

Ruang pemeriksaan menjadi hening saat seorang perempuan lansia, yang telah kehilangan anak dan kemudian suaminya, diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan. "Apa yang Anda inginkan dari Tn. van de Broek?" tanya hakim. Ibu itu menjawab, ia ingin van der Broek pergi ke tempat mereka dulu membakar tubuh suaminya dan mengumpulkan abunya, agar ia dapat melakukan pemakaman yang layak. Dengan kepala tertunduk, polisi itu mengangguk.

Kemudian ibu itu mengajukan permintaan tambahan, "Tn. van der Broek telah mengambil seluruh keluarga saya, dan saya masih memiliki banyak kasih yang ingin saya bagikan. Dua kali sebulan, saya ingin dia datang ke kampung saya dan menghabiskan waktu satu hari bersama saya, agar saya dapat menjadi ibu baginya. Dan saya ingin Tn. van der Broek tahu bahwa ia telah diampuni oleh Tuhan, dan bahwa saya juga mengampuninya. Saya ingin memeluknya, sehingga ia dapat mengetahui bahwa pengampunan saya ini sungguh-sungguh."

Secara spontan, beberapa orang di ruang itu mulai menyanyikan Amazing Grace saat perempuan lansia itu melangkah menuju tempat saksi, namun van der Broek tidak mendengarkan nyanyian itu. Ia terjatuh tak sadarkan diri.

Nelson Mandela menyadari bahwa sewaktu kejahatan terjadi, hanya satu tanggapan yang dapat mengalahkannya. Pembalasan dendam hanya akan melanggengkan kejahatan itu. Keadilan hanya akan menghukumnya. Kejahatan hanya akan dikalahkan oleh kebaikan bila pihak yang disakiti bersedia menyerapnya, mengampuninya, dan menolak untuk membiarkannya menyebar lebih jauh.

Itulah yang diajarkan Mandela kepada bangsanya, dan kepada dunia.

***

Rolihlahla Mandela dilahirkan di Transkei, 18 Juli 1918. Rolihlahla sebenarnya berarti menarik cabang dari pohonnya, namun kemudian dipelesetkan orang menjadi "si pembuat onar". Ayahnya, Gadla Henry Mphakanyiswa, kepala desa Mvezo dan keluarganya termasuk klan Madiba, yang masih keturunan bangsawan suku Thembu. Dari tradisinya inilah ia mewarisi konsep Ubuntu, persaudaraan, yang menyiratkan belas kasihan dan keterbukaan.

Di sisi lain, ibunya Nosekeni Fanny menjadi orang Kristen yang saleh dan mengirimnya ke sekolah dasar misi (di situ dia mendapatkan nama Inggris, Nelson). Dialah orang pertama dalam keluarganya yang mengikuti sekolah Metodis.

Masa kecil dijalaninya dengan tenang, menggembalakan ternak dan berbagai kesibukan khas anak desa. Ketika ayahnya meninggal, ia diasuh kerabatnya, pimpinan adat suku Thembu. Baru ketika kuliah di Kolese Fort Hare, di mana ia terlibat dalam protes mahasiswa terhadap pemerintahan orang kulit putih di institusi tersebut, ia mulai menempuh perjalanan panjang menuju pembebasan pribadi dan bangsanya.

Karena dipaksa menikah oleh walinya, ia kabur ke Johannesburg dan bekerja sebagai juru tulis di sebuah kantor pengacara. Ia melanjutkan kuliahnya secara korespondensi di Universitas Afrika Selatan, dan tahun 1941 meraih gelar sarjana muda. Ia lalu belajar hukum di Universitas Witwatersrand.

Ia bergabung dengan African National Congress (ANC) tahun 1944 dan menikah dengan Evelyn Mase. Namun, aktivitas politiknya membuat pernikahan pertama ini akhirnya berantakan.

Ia terlibat dalam perlawanan terhadap kebijakan apartheid National Party yang berkuasa sesudah 1948. Bersama sejumlah anggota ANC, ia diadili dengan tuduhan "konspirasi nasional dengan kekerasan untuk menjatuhkan pemerintahan dan menggantikannya dengan komunisme" dan masuk-keluar tahanan sepanjang 1956-1961. Pada masa-masa inilah ia bertemu dan menikah dengan Winnie Nomzano Mdikizela, tahun 1958. Winnie, yang memberinya dua anak, mendampingi Mandela pada masa-masa sulit ini.

Tahun 1960 ANC dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan harus beroperasi di bawah tanah. Nelson Mandela mengusulkan pembentukan sayap militan ANC. Pada Juni 1961, petinggi ANC mempertimbangkan usulannya tentang penggunaan taktik kekerasan ini dan mempersilakan anggota-anggota yang ingin terlibat dalam pergerakan Mandela. Tebentuklah Umkhonto we Sizwe (Tombak Bangsa).

Mandela harus sering bersembunyi dan menggunakan berbagai samaran. Namun, akhirnya ia tertangkap tahun 1963 dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup di Robben Island. Ia antara lain didakwa melakukan sabotasi serta mempersiapkan gerilyawan dan senjata untuk memerangi Afrika Selatan. Pidato pembelaannya terkenal ke seluruh dunia dan sampai sekarang tetap relevan. "Seluruh hidup saya dedikasikan untuk rakyat Afrika. Saya telah berjuang melawan dominasi kulit putih dan kulit hitam. Saya selalu percaya, demokrasi yang ideal adalah membiarkan masyarakat berkehendak bebas, hidup berdampingan dalam harmoni, dan dengan kesempatan yang sama. Untuk itulah saya akan selalu berjuang, untuk itu pula saya siap mati."

Selama di penjara, reputasi Nelson Mandela kian menanjak. Ia diterima secara luas sebagai pemimpin kulit hitam paling menonjol di Afrika Selatan dan sekaligus menjadi simbol kuat perlawanan saat pergerakan anti-apartheid kian gencar. Ia secara konsisten menolak untuk mengkompromikan kedudukan politisnya demi memperoleh kemerdekaannya.

Didorong desakan internasional, Nelson Mandela dibebaskan pada 18 Februari 1990. Ia pun dengan segenap hati melanjutkan panggilan hidupnya, berjuang mencapai cita-cita yang telah dicanangkannya bersama teman-teman dekatnya hampir empat dekade sebelumnya.

***

Tahun 1991, Mandela terpilih sebagai Presiden ANC. Tahun 1993, bersama-sama dengan Presiden Frederik Willem de Klerk, ia dianugerahi Nobel Perdamaian atas perjuangan mereka untuk menghentikan secara damai rezim apartheid, serta meletakkan dasar yang baru dan demokratis bagi Afrika Selatan. Tahun 1994, ANC memenangkan pemilu demokratis pertama di Afrika Selatan, dan Nelson Mandela menjadi presiden sampai tahun 1999. Salah satu langkahnya yang akan tetap dikenang adalah pembentukan TCR tadi.

Akhir Mei 2004, Nelson Mandela mengumumkan pengunduran dirinya dari kegiatan publik untuk menyepi di rumahnya di sebuah pedesaan Afrika Selatan. Namun, ia terus berkiprah dalam pelayanan kemanusiaan melalui Nelson Mandela Foundation. Lembaga yang didirikan tahun 1999 ini membuka klinik AIDS, menyediakan obat gratis, konseling dan tes HIV. Lembaga ini juga membangun sekolah-sekolah di berbagai pelosok Afrika Selatan.

Juli lalu ia merayakan ulang tahun ke-68 bersama keluarga besarnya di Qunu, Eastern Cape. Semua anak dan cucunya hadir, termasuk mantan istrinya, Winnie (bercerai 1992), yang begitu tiba langsung memeluk Graca Machel (dinikahi 1998). "Selamat ulang tahun. Semoga engkau akan setua gunung," begitu doa rakyatnya. *** (dari berbagai sumber)

Dimuat di Bahana, Februari 2005.

© 2005 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1