Home | Film Favorit

Martin Luther

Sutradara: Irving Pichel
Pemain: Niall MacGinnis, John Ruddock, Philip Leaver

31 Oktober 1517. Hari menjelang malam. Sebentar lagi pintu gereja Wittenberg akan dibuka untuk perayaan All-Saints Day. Martin Luther memakukan selembar kertas ke pintu gereja itu. Seseorang membacanya sekilas -- tidak sadar bahwa 95 tesis yang tertera di atas kertas tersebut akan segera menjadi salah satu dokumen yang paling banyak dibaca sepanjang sejarah.

Luther pun tidak menduganya. Semula ia hanya mengharapkan, tulisannya itu dapat menggugah suatu perdebatan yang jujur dan kritis tentang ketidaksetujuannya terhadap praktik dan doktrin yang dianggapnya menyimpang dalam Gereja Katholik Roma. Ternyata, tulisan itu kemudian menimbulkan perpecahan dalam tubuh Kristus, adapun dirinya dicap sebagai bidah dan musuh kekaisaran Romawi.

Kisah tokoh reformasi dari Jerman ini telah banyak diulas dalam buku-buku sejarah atau dituangkan dalam biografi. Namun, menyaksikannya dalam bentuk film memberikan pengalaman tersendiri.

Film produksi tahun 1953 ini berhasil menghidupkan kembali suasana abad ke-16, layaknya sebuah film dokumentasi. Mimbar gereja Wittenberg yang megah, interior biara, pandangan selayang pandang kota Roma, hingga ruang pengadilan di Worms -- semuanya tampil meyakinkan. Saya tidak tahu, apakah setting bagus ini hanyalah rekayasa penata artistik atau masyarakat Eropa memang cermat memelihara gedung-gedung bersejarah peninggalan leluhur mereka. Gaya dokumentasi juga ditampilkan melalui sisipan grafis-grafis kuno yang sering kita jumpai sebagai ilustrasi buku-buku sejarah gereja. Film ini meraih nominasi Oscar untuk tata artistik dan sinematografi.

Sosok Martin Luther diperankan dengan intens oleh aktor Inggris Niall MacGinnis. Luther tampil sebagai pribadi yang sangat mengasihi Tuhan dan tekun mendalami Alkitab. Ia mengambil risiko kehilangan jabatan, reputasi dan bahkan nyawanya untuk membela integritas Firman Allah. MacGinnis bukan hanya mengungkapkan keteguhan hati tokoh ini, namun juga konflik hebat yang bergejolak di dalam batinnya, saat ia mesti diperhadapkan pada pilihan untuk menaati Allah atau menaati pemimpin gerejanya. Perhatikan bagaimana ucapannya bergetar ketika ia membela keyakinannya di hadapan Charles V, kaisar Roma saat itu.

Benar, "hati raja seperti batang air di dalam tangan Tuhan, dialirkan-Nya ke mana Ia ingini." Intrik politik yang memanas saat itu justru menghindarkan Luther dari hukuman mati yang hendak ditimpakan oleh Paus Leo X. Selain itu, meskipun tidak disoroti secara langsung, kita juga dapat melihat peranan Guttenberg. Penemuan mesin cetaknya memungkinkan ide-ide reformasi dilipatgandakan dan disebarkan secara cepat.

Inti penolakan Luther tertuju pada penjualan surat pengampunan dosa. Imanlah, bukannya perbuatan atau uang, persyaratan utama untuk memperoleh keselamatan. Karena Yesus Kristus telah membayar harga penebusan bagi dosa kita, satu kali dan untuk selama-lamanya, penjualan surat pengampunan dosa merupakan praktik yang tidak bermakna.

Ia juga percaya bahwa Alkitablah otoritas final bagi kebenaran rohani. Untuk itu, ia menekankan perlunya menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa rakyat banyak. Saat ini kita bisa mengambil Alkitab dan membaca atau mempelajarinya kapan saja. Tidak demikian keadaan pada abad ke-16. Martin Luther berperan dalam mengubah keadaan ini, dan dengan demikian, ia telah mengubah dunia.

Di Indonesia, film ini didistribusikan dalam bentuk VCD oleh PT Mitra Tonari. Sayangnya, kualitas teks terjemahannya mengecewakan. Alih-alih memperjelas adegan yang berlangsung, subtitle yang tertayang tidak jarang justru membuat kening berkerut. Pada sinopsis pun tertera kekeliruan mencolok: "Film bernuansakan hitam-putih klasik yang dramatis ini mengisahkan tentang kehidupan Martin Luther pada tahun 1950-an" (huruf miring dari saya).

Saya juga tidak mengerti kenapa ada imbuhan subjudul "The King" pada cover-nya. Entah sejak kapan burung bulbul dari Wittenberg ini memperoleh gelar tersebut....

Betapapun, pilihan untuk mendistribusikan film langka ini patut disyukuri. Kiranya film-film berikutnya digarap secara lebih serius. ***

Dimuat: Bahana, Oktober 2003

Home | Film Favorit | Email

© 2003 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1