Flight of the Phoenix (2004)

Harapan yang Memberdayakan

Pesawat yang mengangkut minyak dari sebuah lokasi terpencil di Mongolia itu diterpa badai pasir dahsyat, jatuh ratusan mil dari jalur penerbangan. Dua penumpang tewas, radio rusak, dan badan pesawat pun berantakan. Dengan catu yang terbatas di tengah lingkungan yang tak ramah, masih adakah harapan bagi mereka yang bertahan hidup?

Kecelakaan pesawat menjadi metafora mengena tentang "kecelakaan" tak terduga yang menyambangi kehidupan kita. Ada kesulitan pelik yang tiba-tiba mengepung, dan kita serasa berada dalam kegelapan, gagap meraba-raba jalan keluar. Sebuah adegan dalam Flight of the Phoenix menawarkan perspektif menarik.

Seorang penumpang mengusulkan untuk merakit kembali pesawat baru dari rongsokan yang ada. Siapa tahu nanti mereka bisa meloloskan diri dari gurun itu. Sang pilot, Frank Towns (Dennis Quaid), menepiskan ide itu, menganggapnya mustahil dan menggelikan.

James, penumpang lain yang putus asa, nekat melintasi padang pasir. Towns mengejarnya. Mereka lalu berdebat tentang apa manfaat merakit kembali pesawat.

"Menurutku, orang cuma perlu satu hal dalam hidup ini," kata James. "Ia hanya perlu seseorang untuk dikasihi. Kalau kau tidak bisa memberikan itu, berilah mereka sesuatu untuk mereka harapkan. Dan kalau kau juga tak bisa memberikan itu, berilah sesuatu yang bisa mereka kerjakan."

Towns pun menyadari, yang penting bukan apakah mereka akan berhasil merakit kembali pesawat itu dan kemudian terbang meninggalkan gurun. Kalaupun rencana itu gagal, paling tidak hal itu telah menyuntikkan pengharapan untuk tetap bertahan hidup bagi mereka bersama.

Tanpa harapan, kita akan tercekik oleh keputusasaan. Banyak orang yang menyatakan tahun ini kondisi kehidupan akan kian pelik, namun Tuhan mengingatkan agar kita tidak melepaskan pengharapan dan iman kita. Di dalam Kristus, pengharapan kita tidak mengecewakan. ***