Home | Artikel

Philip dan Janet Yancey

Berkah di Balik Perbedaan

Philip Yancey, penulis yang telah diganjar sejumlah penghargaan bergengsi, menikah dengan Janet, seorang pekerja sosial. Kegiatan rutin mereka, belum lagi kepribadian mereka, berbeda jalur. Philip memaparkan salah satu sisi dinamika hubungan mereka dalam artikel "Yang Hanya Duduk dan Menekan Tombol Juga Melayani" di buku Menemukan Tuhan di Tempat yang Tidak Terduga (alih bahasa: Esther S. Mandjani, Interaksara, 2000).

Ia menggambarkan istrinya sebagai "riang, ramah, pandai bergaul…. Hari-harinya dipenuhi petualangan, dan bertemu banyak orang: seringkali ia menyajikan makanan untuk tujuh puluh orang sekaligus, dan hampir setiap hari ia menghadapi beberapa puluh klien."

Kontras dengan istrinya, ia lebih banyak menghabiskan waktu di kantor pribadi yang terletak di ruang bawah tanah rumah mereka, "memandangi layar komputer yang menyala sambil mencari kata yang sempurna."

Semula perbedaan ini sempat membuatnya minder. Ia merasa pekerjaannya sebagai penulis kurang berharga karena tidak bisa menyentuh dan memberkati orang lain secara langsung. Sebaliknya, istrinya "bisa benar-benar menyaksikan perubahan raut wajah orang lapar yang diberi makan, tunawisma yang mendapat tempat berteduh, dan orang berduka yang dihibur."

Bila Janet menuturkan kisah-kisah yang penuh sentuhan insani, ia kerap berandai-andai. "Kalau saja aku bisa bekerja seperti Janet, pasti aku tidak akan pernah kehabisan ide untuk menulis." Namun, segera pula ia disadarkan, "Kalau aku bekerja seperti Janet, pasti aku akan kelelahan. Dan aku tidak akan sempat menulis lagi."

Ia pun tergugah untuk menemukan berkah di balik perbedaan watak, cara pandang dan rutinitas mereka itu. Akhirnya ia menyimpulkan, "Janet memberi saya sepasang mata baru ke dunia yang nyaris tidak saya ketahui. Saya menemukan tantangan di sana, juga rangsangan. Iman saya sendiri diuji ketika saya mendengar usaha-usahanya untuk membangkitkan harapan dalam kehidupan orang-orang yang hanya memiliki begitu sedikit. Kadang-kadang, seperti sekarang, pengalamannya bahkan menyelinap ke dalam tulisan saya.

Di pihak lain, saya bisa memberi Janet ketenangan, perenungan, dan keseimbangan. Saya berusaha menjadikan rumah kami sebagai pelabuhan: tempat baginya untuk menyembuhkan diri, mendapatkan kembali perspektifnya, memulihkan diri untuk perjuangan esok hari."

Perbedaan memang tak jarang membangkitkan kecurigaan, kecemburuan, dan bisa pula memancing orang untuk pasang kuda-kuda. Namun, bila dikelola secara dewasa dan disinergikan, perbedaan justru mengandung potensi kekuatan yang sangat besar.

Prinsip ini sangat cocok bagi kehidupan pernikahan. Pernikahan adalah perpaduan dua pribadi yang berbeda, dan Tuhan menghendaki keduanya menjadi "satu daging". Suami dan istri ditetapkan untuk menjadi "teman pewaris dari kasih karunia". Dengan kata lain, pernikahan adalah sebuah perjalanan panjang mengelola perbedaan "sampai maut memisahkan kita". ***

© 2005 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1