Home | Artikel

Bila Kemesraan Meranggas

Seorang pengkhotbah menggambarkan dinamika kemesraan suami-istri melalui lagu. Saat masih pacaran, lagu favorit mereka: Kuingin tetap di sini. Pada masa bulan madu, More, more, more, I want more, more, more menjadi lagu wajib. Namun selang beberapa bulan kemudian, sang istri datang ke pastori gereja meminta konseling. Sambil menangis ia menyanyi: Banyak perkara di dalam kehidupan ini.

Menggelikan, namun ironis. Kemesraan kerap meranggas di tempat seharusnya ia bertumbuh dengan subur: rumah tangga. Banyak faktor yang bisa menjadi penghambat, dan tiap-tiap pasangan menghadapi tantangan yang berbeda-beda. Apa yang kualami ini paling tidak bisa dijadikan bahan bandingan.

Celah Komunikasi

Dalam pernikahan yang baru memasuki tahun kelima, aku menemukan faktor yang krusial bagi kedekatan kami adalah komunikasi. Komunikasi melibatkan pembicaraan, penyimakan dan pemahaman. Pemahaman ini diharapkan mendatangkan perubahan yang diperlukan.

Istriku cukup mudah mengungkapkan perasaannya, termasuk kalau dia tidak suka atau marah. Dan bila "ganjalan" itu telah ditanggapi, ia memaafkan dan tidak mengungkit-ungkit lagi. Sebaliknya, aku cenderung menyimpan perasaan. Raut mukaku bisa mendadak mendung, namun aku sulit membeberkan duduk perkaranya, sehingga muncul ketegangan yang sebenarnya tak perlu. Kadang-kadang istriku sampai harus memaksaku membuka mulut. Rupanya aku mesti melatih diri berkata-kata selancar menulis.

Kecanggungan Budaya

Aku dibesarkan dalam budaya Jawa. Mirip dengan lelucon di awal tadi, mesra-mesraan identik dengan gejolak orang pacaran. Kemesraan suami-istri bukanlah pemandangan publik. Belum pernah aku melihat Bapakku memeluk sayang Ibuku, apalagi ber-I love you -- bahkan saat pesta perak pernikahan mereka.

Nyatanya aku pun canggung untuk menunjukkan kemesraan secara terbuka. Memang aku membaca buku-buku tentang lima bahasa cinta dan sejenisnya. Namun, seperti biasa, membaca jauh lebih mudah daripada mempraktikkannya.

Romantisme Melambung

Di luar keluarga, contoh yang tampil di media massa menawarkan jenis kemesraan yang aduhai romantis. Ini juga membikin gagap, lantaran sulit didaratkan pada realitas. Seorang aktor Hollywood suatu ketika diwawancarai dalam acara televisi. "Tolong ceritakan," kata David Letterman, si pembawa acara. "Anda seorang simbol seks yang memainkan berbagai macam peran yang menggairahkan dengan wanita-wanita cantik. Bagaimana perbandingannya dengan kehidupan nyata Anda, di luar layar?"

Aktor itu mengingatkan Letterman bahwa ia telah menikah dengan bahagia selama dua puluh tahun. Kemudian ia berkata, "Beginilah perbedaannya secara ringkas. Di film, kehidupan itu sebagian besar tentang seks dan kadang-kadang tentang anak-anak. Kehidupan pernikahan itu sebagian besar tentang anak-anak dan kadang-kadang tentang seks."

Kesimpulannya, aku mesti menemukan jalan tengah di antara kecanggungan budaya dan romantisme melambung tadi. Ekspresi kemesraan yang tidak vulgar, namun sekaligus bisa ditampilkan tanpa malu-malu di luar kamar. ***

© 2005 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1