Home | Artikel

Batu Uji Kerohanian Sejati

Doa dan Firman -- orang Kristen tidak jarang menganggap kedua hal ini terpisah, padahal sebenarnya berkaitan erat. Mempelajari dan memahami Alkitab dengan semestinya merupakan dasar dari kehidupan doa yang sehat.

Simaklah uraian dari John MacArthur berikut ini:

Ada dua ujian kerohanian sejati: yang satu adalah pemahaman Firman Allah, dan yang lain adalah doa. Menurut saya, Alkitab meneguhkan bahwa pemahaman Firman Allah harus didahulukan, karena kita tidak akan tahu bagaimana mesti berdoa sebelum kita tahu apa yang Alkitab ajarkan tentang Allah, kehendak-Nya, kehidupan kita dan masalah kita. Pengetahuan yang diperoleh dari mempelajari Alkitab inilah yang akan melahirkan kehidupan doa yang bermakna. Anda tidak dapat berdoa dalam keadaan kosong (tanpa pengertian yang memadai tentang Firman Allah). Orang yang tidak pernah punya waktu untuk mempelajari Alkitab karena ia terus-menerus berdoa perlu menghentikan dahulu kefasihan doanya itu. Yang penting bukanlah panjang-pendeknya doa; yang penting apakah doa itu mengandung unsur-unsur yang semestinya. Anda bisa berdoa secara singkat atau bisa juga berdoa semalam suntuk - yang terpenting doa Anda itu mencakup unsur-unsur yang semestinya.

Kita harus mengenal Firman Allah untuk dapat berdoa secara efektif. Sebagai contoh, ada orang yang memohon agar Allah memberi mereka Roh Kudus, padahal mereka sudah memiliki-Nya (Rm. 8:9; 1 Kor. 12:13). Ada orang yang berdoa untuk kekuatan, padahal Alkitab mengatakan bahwa Anda dapat melakukan segala sesuatu melalui Kristus, yang menguatkan Anda (Fil. 4:13). Ada orang berdoa, "Tuhan, sertailah kami," padahal Alkitab berkata, "Aku menyertai kamu senantiasa" (Mat. 28:20). Ada orang yang meminta Allah mebantu mereka mengasihi orang lain, padahal Roma 5:5 mengatakan, "Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita." Orang berdoa untuk hal-hal yang telah mereka miliki, padahal seharusnya mereka menggunakan hal-hal yang sudah Allah berikan itu. Kalau kita tidak mengetahui kebenaran Alkitab, kita tidak akan tahu bagaimana harus berdoa. Doa dituntun oleh pengertian akan Firman Tuhan. Ketika kita mempelajari Firman-Nya, kita menemukan kondisi sesungguhnya kehidupan rohani kita, dan itu akan mendorong kita untuk membuka hati kepada Tuhan.

Doa, dengan demikian, adalah buah dari pengertian akan Firman Tuhan. Namun, tidak jarang kita membayangkan doa sebagai suatu pengalaman rohani yang tersendiri, suatu perjumpaan mistis dengan Tuhan, dan di situ kita dapat berkomunikasi secara langsung dengan Dia di dalam hadirat-Nya. Apakah pengalaman rohani semacam ini mungkin tanpa landasan Firman Tuhan yang memadai?

Dalam 2 Petrus 1:16-18, Petrus mengingat kembali pengalamannya di Gunung Transfigurasi. Pengalaman ini tentunya dapat disejajarkan dengan pengalaman doa yang luar biasa. Namun, apakah Petrus mengandalkan pengalamannya itu, dan melandasi pengajarannya dengan pengalaman itu? Apakah ia mendorong para pembacanya untuk mengejar pengalaman rohani serupa? Tidak!

Apa yang diperolehnya dari pengalaman itu? Di ayat 19a ia mengatakan, "Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi." Ia makin diteguhkan dalam Firman Tuhan. Lalu, apa yang dianjurkannya pada para pembaca? "Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu" (19b). Ia mendorong pembacanya untuk menekuni Firman Tuhan. Dengan kata lain, Petrus lebih mengutamakan pemahaman Firman Allah daripada pengalaman!

Mengejar pengalaman rohani ("perjumpaan" dengan Tuhan, "hadirat" Tuhan) tanpa landasan Firman yang memadai justru berbahaya. Arthur J. Clement memaparkan, "Sejarah gereja mencatat banyak orang atau kelompok yang mengklaim pewahyuan dari Roh Kudus secara pribadi, langsung dan bersifat batiniah. Mereka juga menyebutnya sebagai firman 'internal.' Tidak jarang, orang-orang yang mengklaim menerima pewahyuan 'langsung' dari Allah ini juga menyangkal Kitab Suci sebagai perantara Roh Kudus. Pengajaran golongan Euchit atau Mesalian, sebuah sekte di Mesopotamia dan Siria pada abad keempat, adalah salah satu contoh doktrin sesat ini. Anggota sekte ini berusaha mengenal Allah dan berkomunikasi dengan Dia melalui terang internal. Mereka mengharapkan pekerjaan anugerah Allah tanpa sarana anugerah yang eksternal (Kitab Suci). Mereka menganggap Kitab Suci kecil saja artinya. Aliran-aliran mistis juga terus-menerus mengklaim hal ini."

Mengamati fenomena semacam ini, Jay Adams berkomentar, "Karena orang Kristen menginginkan sesuatu yang lebih atau sesuatu yang berbeda... tidak jarang mereka tergelincir ke dalam pengajaran sesat. Salah satu alasan mereka lapar dan menginginkan lebih banyak adalah karena yang mereka miliki sangat sedikit. Bukan karena hanya sedikit yang ada dalam Alkitab, namun karena hanya begitu sedikit Alkitab di dalam diri mereka. Mereka tidak mempelajari Kitab Suci secara sungguh-sungguh. Roh Allah tidak perlu menyampaikan kebenaran lain pada Anda karena kebenaran itu telah dinyatakan-Nya dalam Alkitab! Ia akan menjelaskan pada Anda makna dan penerapan Kitab Suci kalau Anda bersedia meluangkan waktu dalam doa untuk menggali maknanya dalam-dalam."

Kehidupan doa, dengan demikian, perlu kita padukan dengan pendalaman Alkitab. ***

Dalam versi yang lebih singkat, dimuat di Renungan Malam, Juli 2004.

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1