Home | Artikel

Kontroversi The Passion:
Menyulut Anti-Semitisme?

Sebelum filmnya sendiri secara resmi beredar, The Passion telah menyulut kontroversi sengit. Film garapan Mel Gibson ini berdasarkan dua belas jam terakhir kehidupan Yesus seperti yang diuraikan dalam Perjanjian Baru. Dikhawatirkan film ini akan menyulut kembali anti-Semitisme.

Rabbi Marvin Hier, pendiri Simon Wiesenthal Center, meminta Gibson "memastikan bahwa film barunya... tidak menggambarkan orang Yahudi secara kolektif bertanggung jawab atas penyaliban Yesus." Lebih lanjut Rabbi Hier mengatakan, "Kalau film baru ini mengingkari (konsili) Vatikan II... akan mengobarkan lagi tuduhan terhadap orang Yahudi sebagai pembunuh Tuhan. Gereja Katolik sendiri memerlukan waktu 20 abad untuk akhirnya menanggalkan pandangan tersebut."

Kekhawatiran serupa dilontarkan oleh Rabbi Eugene Korn, direktur Anti-Defamation League's Office of Interfaith Affairs. Menurutnya, film ini bisa "merusak dialog Kristen-Yahudi dan memutar balik jarum jam kemajuan positif hubungan antariman."

Mel Gibson sendiri, sutradara peraih Oscar lewat Braveheart, menyadari bahwa membuat film tentang Yesus memang berisiko tinggi dan cenderung provokatif. "Karena hal ini sangat personal bagi setiap orang," jelasnya. "Maksud saya, tidak ada seorang pun yang tidak terpengaruh. Sungguh, setiap orang. Setiap bangsa dan setiap kepercayaan terpengaruh oleh Kristus dalam satu atau lain cara, dan setiap orang memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang siapa Dia, apakah Dia dan mengapa, atau apakah mereka mempercayai-Nya. Dan itulah sebenarnya maksud film saya, menunjukkan berbagai gejolak di seputar diri-Nya secara politis dan dengan pemimpin agama dan orang banyak, semuanya karena siapa Dia sesungguhnya."

Dalam wawancara dengan Bill O'Reilly dari Fox News, sutradara dan aktor Katholik ini bercerita lebih jauh tentang latar belakang pembuatan The Passion (baca: "Saya Ingin Bersikap Sejujur Mungkin").

Menarik pula dicatat, pemeran dan awak film ini justru berasal dari berbagai bangsa, antara lain Rumania, Aljazair, Tunisia, Bulgaria, Israel, Italia dan AS. Gibson bangga menyaksikan keharmonisman mereka.

"Pemeran dan awak film ini dari berbagai ras dan agama - Muslim, Yahudi, Kristen, Budha, bahkan Agnostik. Dan semua bekerja sama secara harmonis dan nyatanya, mereka semua mendapatkan sesuatu dari sini. Orang tersentuh dan bahkan berubah melalui pengalaman semacam ini," tuturnya.

"Mereka seharusnya meminta kami menjalankan PBB," tambahnya setengah bergurau.

Pertengahan Juli lalu film ini diputar untuk kalangan terbatas. Debat pun kian memanas dengan munculnya berbagai ulasan, baik yang positif maupun yang negatif.

Cal Thomas dari Washington Times mengatakan, "Sebagai orang yang telah menonton hampir seluruh epik Alkitab modern - dari The Ten Commandments-nya Cecil B. DeMille sampai miniseri Yesus di CBS tiga tahun lalu - saya dapat mengatakan The Passion adalah penggambaran [kisah Yesus] yang paling indah, mendalam, akurat, mencekam, realistis dan penuh darah."

Joseph Farah dari WorldNetDaily menyanjung, "[Film ini] menggugah saya, mengubah saya, mengilhami dan menguatkan iman saya.... Sulit memang menyaksikan gambaran penderitaan dan kematian yang begitu gamblang - sekalipun kita mengetahui hasil akhirnya. Kita semua perlu melihat dan memahami kengerian ini."

Ia menambahkan, "Saya ingin mengatakan pada sahabat-sahabat saya orang Yahudi: Tidak ada yang perlu kalian khawatirkan dari film ini. Buanglah kekhawatiran itu. Lupakanlah. Ini film Kristen yang indah dan inspirasional, yang sama sekali tidak memojokkan orang Yahudi."

Don Hodel, presiden Focus on the Family, berkomentar, "Saya sangat terkesan. Ini adalah gambaran sengsara Kristus paling mencekam yang pernah saya lihat atau saya dengar. Film ini akurat secara historis dan secara theologis."

Sebaliknya, Paula Fredricksen dari The New Republic menggambarkan The Passion sebagai "film yang anti-sejarah, anti-intelektual dan anti-Semit."

Jadi, bagaimana? Lebih baik kita tunggu saja filmnya yang secara resmi akan beredar Paskah 2004. Sementara itu, ada pertanyaan yang menarik untuk ditelaah lebih lanjut: Benarkah teks kitab Injil - yang juga melandasi The Passion - "berbau" anti-Semitisme? *** (dari berbagai sumber)

 

Mel Gibson:
"Saya Ingin Bersikap Sejujur Mungkin"

Berikut ini kutipan wawancara Bill O'Reilly dari Fox News dengan Mel Gibson, sutradara The Passion.

Tn. Gibson, menurut saya film yang tengah Anda buat tentang kematian Yesus dari Nazaret ini sangat mirip dengan kejadian sebenarnya, sangat eksplisit.

Memang, ya. Saya belum pernah melihat penggambaran yang serealistis ini. Biasanya ada - versi-versi yang pernah saya lihat jelek tata riasnya, sejarahnya tidak akurat, atau kurang riil. Dan karena itu, saya merasa berjarak dengan kisah itu. Rasanya lebih mirip dongeng. Padahal ini benar-benar terjadi. Peristiwa nyata. Saya mencoba cara ini, saya rasa, untuk memperlihatkan suatu pengurbanan yang dilakukan secara sukarela.

Anda membuat film ini dalam bahasa Aram dan Latin, sehingga tidak ada orang yang tahu kata-kata dialognya. Gambar-gambarnya yang akan sangat jelas dan tajam. Apa maksudnya?

Yah, maksudnya, saya rasa, gambar bisa lebih kuat dalam menyampaikan pesan daripada bahasa. Dan saya sangat senang melihat hasilnya.

Apakah ini akan membuat gusar orang Yahudi?

Mungkin saja. Namun, maksudnya tidak seperti itu.

Saya rasa tujuan film ini hanyalah menyampaikan kebenaran. Saya ingin bersikap sejujur mungkin. Namun, kalau Anda melihat alasan kedatangan Kristus, kenapa Dia disalib, ia mati bagi semua umat manusia dan menderita bagi semua umat manusia, jadi, sungguh, setiap orang yang telah melakukan pelanggaran perlu menyadari aib atau kesalahannya sendiri.

Ini saat untuk kembali ke pesan pokoknya, pesan yang disampaikan. Saat ini, dunia tengah mengjadi gila, saya rasa. Dan film ini berbicara - yah, Kristus berbicara tentang iman, pengharapan, kasih dan pengampunan. Ini hal-hal yang saya rasa kita perlu diingatkan kembali. Ia mengampuni saat disiksa dan dibunuh....

Namun, menariknya, kalau Anda menyentuh persoalan ini, hal ini benar-benar mengundang banyak musuh... saya tahu ada orang-orang yang dikirim oleh penerbitan terkenal yang - mereka, saat Anda sibuk melakukan ini, mereka mulai membongkar-bongkar kehidupan pribadi Anda.... Dan mereka mulai mengganggu teman-teman dan rekan bisnis Anda, serta melecehkan keluarga Anda, termasuk ayah saya yang berusia 85 tahun. Dan saya rasa itu - lumayan menyeramkan.

Menurut Anda itu memang karena Anda membuat film tentang Yesus ini?

Saya rasa memang, ya. Saya rasa ia disuruh. Ya, begitulah....

Namun, hei, seperti saya katakan tadi, ini film yang berbicara tentang iman, harapan, kasih dan pengampunan. Itu pesan dasarnya. Dan itu yang perlu kita cermati, saya rasa. Dan kalau setiap orang mempraktikkan sedikit hal-hal itu, akan jauh lebih sedikit perselisihan di dunia ini.

Jadi, kalau orang ini menuliskan hal yang buruk tentang Anda dan ayah Anda dan keluarga, Anda akan mengampuninya.

Ya. Anda harus mengampuni. Saya sudah mengampuninya. Namun, hal itu memang membingungkan. *** (Fox News)

 Dimuat di Bahana, Desember 2003

© 2003 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1