Home | Artikel

Christi Himmelfahrt

Sejak abad IV, gereja merayakan Kenaikan Kristus secara terpisah pada Kamis ke-6 atau hari ke-40 setelah Paskah. Sebelumnya, Kenaikan termasuk dalam rangkaian perayaan Paskah yang berlangsung mulai dari Kebangkitan sampai Pentakosta.

Kenaikan, menurut St. Agustinus, "adalah perayaan yang meneguhkan kesemarakan seluruh perayaan Kristen lainnya. Tanpa kenaikan Kristus, perayaan-perayaan itu akan kehilangan maknanya."

Beberapa negara memperlakukan perayaan ini secara berbeda. Di Jerman, misalnya, hari ini merupakan libur resmi sekolah. Mereka menyebutnya perayaan Christi Himmelfahrt (perjalanan Kristus menuju surga). Di Indonesia, Kenaikan Kristus termasuk hari besar keagamaan yang dijadikan libur nasional. Sebaliknya, dalam budaya Amerika Utara, meskipun di sana banyak penganut Kekristenan, minggu ini biasanya akan berlalu begitu saja tanpa ada pembicaraan tentang peristiwa kenaikan, khususnya di antara kaum Prostestan.

Bagaimanapun, kenaikan Kristus adalah salah satu unsur utama dalam tradisi Kristen. Peristiwa ini disebut-sebut dalam dua kredo klasik. Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Nicea meneguhkan bahwa Yesus "naik ke surga."

Kenaikan menandai permulaan gereja dan penantian akan kedatangan Kristus yang kedua. Perayaan ini mendorong kita merenungkan Tritunggal. Kristus nasik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa, dan di sana menjadi Imam Besar kita, serta menjanjikan pencurahan Roh Kudus bagi gereja-Nya. Paulus mengatakan, Kristus naik ke surga "untuk memenuhkan segala sesuatu" (Ef. 4:10).

Kenaikan, dengan demikian, bukanlah peristiwa menyedihkan, melainkan justru menyediakan berkat yang lebih baik. Dalam kata-kata Gerard Manley Hopkins, "Kristus sendiri hanyalah satu, dan hidup serta mati hanya satu kali; tetapi Roh Kudus membuat setiap orang Kristen menjadi Kristus yang lain, seorang pasca-Kristus; hidup dalam jutaan kehidupan di setiap zaman." ***

Dimuat: Renungan Malam, Mei 2003

© 2003 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1