Rabu Abu sebagai Awal Lent
Rabu
Abu menandai permulaan Masa Pra-Paskah (Lent), salah satu
perayaan paling kuno dalam sejarah gereja. Meskipun telah mengalami
sejumlah perubahan, tujuan dasarnya tetap sama. Lent adalah masa
pertobatan, pemeriksaan batin dan berpantang guna mempersiapkan diri
untuk Kebangkitan Kristus dan Penebusan dosa kita. Tradisi ini masih
terus dijalankan di kalangan gereja Katolik Roma, Anglikan, Episkopalian
dan beberapa gereja lain. Menurut
catatan Irenaus dari Lyons, Lent semula hanya berlangsung selama
dua atau tiga hari. Baru dalam Konsili Nicea tahun 325, dibahas masa
puasa pra-Paskah selama 40 hari. Sampai
tahun 600-an, Lent dimulai pada Minggu Quadragesima
(Ke-40). Paus Gregorius Agung mengubahnya menjadi hari Rabu. Ini untuk
memastikan bahwa masa pra-Paskah berlangsung 40 hari – tidak termasuk
hari Minggu. Saat umat memasuki gereja untuk mendapatkan pengampunan,
Gregrorius akan membubuhkan abu pada dahi mereka sambil berkata: "Engkau
debu dan engkau akan kembali menjadi debu" (Kej. 3:19). Dalam
upacara kuno, orang-orang Kristen yang melakukan dosa berat diwajibkan
untuk menyatakan tobat mereka di muka umum. Mereka diusir dari gereja
dan baru diperkenankan masuk lagi pada Hari Kamis Putih. Pada 1911, Paus
Celestine III menetapkan penggunaannya bagi seluruh jemaat. Sejak
berabad-abad sebelum Kristus, abu telah menjadi tanda tobat. Ketika Raja
Niniwe mendengar nubuat Yunus bahwa Niniwe akan ditunggangbalikkan, maka
turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya,
diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu (Yun. 3:6). Pada
masa Ester, orang-orang Yahudi membentangkan kain kabung dengan abu
sebagai lapik tidurnya (Est. 4:1-3). Dimuat: Renungan Malam, Maret 2003 © 2003 Denmas Marto |