Home | Artikel

Yang Penting Justru Bukan Mukjizatnya

Ketika diminta menulis sorotan kritis (!) tentang pencurahan manna ini, saya sedang membaca In Cold Blood. Selama enam tahun Truman Capote menggali data dan informasi untuk mendokumentasikan pembunuhan brutal atas sebuah keluarga di desa Holcomb, Kansas. Ketika diterbitkan, investigasi yang dituangkannya dalam bentuk novel nonfiksi ini mendapatkan sambutan luas dan dianggap sebagai pelopor new journalism (di Indonesia belakangan dikenal sebagai jurnalisme sastrawi).

Terpikir oleh saya, adakah  wartawan yang tergerak untuk menyusun laporan investigatif tentang suatu mukjizat? Terus terang saya agak penasaran. Bila ada mukjizat yang kontroversial dan sensasional, diskusi dan pertanyaan yang muncul masih berkisar pada topik itu-itu juga. Mulai dari yang skeptis-curiga "Apa benar itu mukjizat?" hingga yang berhikmat-menahan-diri "Lihat saja buahnya!"

Sikap pertama menimbulkan pertanyaan, "Apakah kita ini kekurangan ajaran sehat, sehingga orang Kristen terus-menerus bingung menentukan mana mukjizat yang benar dan mana yang palsu?" Sikap kedua – nah, ini dia yang perlu investigasi dari seorang pengamat buah yang gigih dan obyektif.

Seandainya ada yang mau melakukannya, investigasi itu paling tidak mesti melibatkan dua pihak: "orang luar" dan "orang dalam". "Orang luar" adalah mereka yang skeptis dan tidak percaya, atau paling tidak pengamat yang netral dan obyektif. Sebaliknya, "orang dalam" adalah mereka yang terlibat langsung dan jelas-jelas bersikap positif terhadap mukjizat tersebut.

Mukjizat-mukjizat tertentu justru perlu diteguhkan oleh "orang luar." Yesus sendiri berbuat demikian. Ketika menyembuhkan orang kusta, Ia menyuruh orang itu menghadap para imam – yang notabene menentang Yesus – untuk meneguhkan ketahirannya. Dalam fenomena manna, mukjizat kesembuhan yang mengiringinya dapat diuji dengan cara ini.

Tuhan antara lain memakai mukjizat untuk meneguhkan pemberitaan firman-Nya. Mukjizat semestinya mengarahkan orang kepada Yesus Kristus. Dalam catatan Perjanjian Baru, khususnya Kisah Para Rasul, sebagian besar mukjizat diikuti dengan kebangunan rohani dan pertobatan orang banyak. Dari mukjizat-mukjizat di tengah kita selama ini, berapa banyak "orang luar" yang menjadi percaya dan bertobat? Ataukah mukjizat itu hanya "untuk kalangan sendiri"?

Adapun pembuktian mukjizat dari sisi "orang dalam" semestinya lebih menekankan bagaimana dampak mukjizat tersebut bagi pertumbuhan rohani mereka. Mukjizat bagi orang percaya biasanya berkaitan dengan perlindungan, pemulihan, pemeliharaan atau penyelamatan dari krisis tertentu. Mukjizat menjadi ekspresi kasih dan kepedulian Allah.

Dalam kasus ini, yang penting bukan lagi mukjizat itu sendiri, melainkan bagaimana respon orang yang mengalaminya. Apakah kasihnya dipulihkan, imannya dibangkitkan, pengharapannya diteguhkan? Adakah ia semakin termotivasi untuk mengenal Tuhan lebih dalam lagi dan bersaksi tentang kebaikan-Nya? Kita dapat melihat contohnya dalam kehidupan Paulus, yang mengalami mukjizat demi mukjizat sejak pertobatan hingga selama perjalanan misinya.

Herannya, Alkitab juga menunjukkan tanggapan sebaliknya. Mukjizat tidak jarang justru menghambat pertumbuhan rohani. Alih-alih mendewasakan, mukjizat malah menelurkan "anak-anak manja." Mukjizat menjadi semacam "gula-gula" yang lebih diminati daripada "makanan keras."

Bayangkan saja bangsa Israel. Sejak di Mesir hingga di kaki Sinai, mereka bergelimang dengan mukjizat. Namun, mereka toh terputar-putar di padang gurun selama empat puluh tahun (masih terus bergelimang dengan mukjizat!) dan dijuluki sebagai bangsa yang tegar tengkuk.

Demikian pula dengan kerumunan orang yang hanya mengikuti Yesus tanpa mau menjadi murid-Nya. Yohanes mencatat, "Banyak orang percaya dalam nama-Nya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang diadakan-Nya. Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua." Ironis bukan?

Karena itu, kiranya pencurahan manna yang berlangsung belakangan ini benar-benar menuntun orang kepada Sang Manna Sejati. ***

Dimuat: Bahana, Maret 2003

© 2003 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1