Home | Buku

Sindrom Manis Getir

Mary Higgins Clark. "Sindrom Anastasia" dalam Sindrom Anastasia dan Kisah-kisah lainnya (a.b. Ade Dina Sigarlaki). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Catatan: Kalau Anda belum membaca novelnya, dan ingin membacanya, sebaiknya jangan membaca ulasan ini dulu. Ulasan ini akan membeberkan ending-nya.

Membaca ending Sindrom Anastasia (AS), sisi-sisi melodramatis diri saya mengeluh tak puas. Bukannya saya menuntut suatu kisah mesti ditutup dengan and they lived happily ever after. Entah bagaimana, saya merasa ada yang tidak beres dengan ending yang tragis itu.

Beberapa waktu kemudian, eureka! Saya mendapatkan "pencerahan" itu. Pertanyaan yang patut diajukan untuk novel ini adalah: Siapa sebenarnya sang tokoh utama? Apa yang hendak diceritakan novel pendek ini?

Judith Chase? Memang betul dia berkelebat dari halaman pertama hingga halaman terakhir. Namun, tidak. Kalau novel ini tentang ziarah pencarian Judith Chase untuk mengetahui asal-usulnya, AS sangat "tidak adil". Tidak adil terhadap Judith sendiri (ia sudah berhasil menemukan saudara kembarnya, namun belum memperkenalkan diri), tidak adil pula bagi Stephen Hallet. Dengan kata lain, pengarang masih "berutang" pada pembaca, karena banyak ujung plot yang belum disimpulkannya.

Lady Margaret Carew? Wah, kalau begitu AS hanyalah kisah pembalasan dendam yang manipulatif. Kenapa mesti membelitkannya dengan kisah pencarian Judith?

Semula saya sempat curiga, mematikan Judith Chase/Lady Margaret Carew hanyalah suatu pilihan yang lebih gampang bagi sang pengarang. Bisa dibayangkan betapa ruwetnya plot bila Judith Chase/Lady Margaret Carew tetap hidup dan mendampingi Stephen Hallet?

Semuanya alternatif yang membuat AS mengecewakan. Untuk itu, pertanyaan siapa tokoh utamanya jadi vital untuk dijawab. Ya, novel ini baru memuaskan bila tokoh utamanya adalah....

Dr. Reza Patel!

Dengan tokoh utama Reza Patel, AS bukanlah kisah kasih tak sampai, bukan pencarian yang terpenggal di taraf nyaris, bukan pula pembalasan dendam manipulatif. AS, dengan demikian, harus dimasukkan dalam rak yang sama dengan Frankenstein dan Dr. Jekyll and Mr. Hyde.

Novel ini memaparkan kegatalan Reza Patel mencoba litencum, obat bius yang konon mampu menembus bendungan kejiwaan  pada kasus-kasus yang sangat berat dan diyakininya dapat membuat orang mengalami Sindrom Anastasia. Dengan obat bius ini, orang bisa kembali ke masa lampau, dan menjadi sarana penjelmaan kembali tokoh-tokoh masa lalu yang mati secara tidak wajar.

Ketika Judith Chase meminta pertolongan, memberi diri dihipnotis untuk mundur ke masa lalu guna menelusuri asal-usulnya, Patel pun mendapatkan kelinci percobaannya. Ternyata benar. Judith bukan hanya mundur ke masa kanak-kanaknya, namun tersedot hingga ke abad ke-17. Di situ ia dirasuki oleh roh Lady Margaret Carew, seorang wanita yang menjalani hukuman gantung pada masa pemerintahan Charles II. Di satu sisi, Judith nyaris bisa memastikan asal-usulnya. Namun, di sisi lain, ia menjadi "kendaraan" bagi Lady Margaret Carew yang hendak menumpahkan dendamnya terhadap Charles II dan Simon Hallet, pria yang mengirimnya ke tiang gantungan.

Dan bencana demi bencana pun tak terelakkan: "monster" itu kembali menelan "penciptanya."

Dengan memilih ending yang tragis, saya rasa Mary Higgins Clark hendak menegaskan sikap dan pendiriannya. Sekali lagi, ia mengingatkan kita bahwa "pisau" ilmu pengetahuan dan teknologi bagaimanapun memang menyandang dua sisi tajam, yang manis dan yang getir. Untuk itu, kita perlu arif dalam meniti batas halus antara apa yang patut dan apa yang dapat dilakukan dengan "pisau" tersebut. ***

Dimuat: 8 Juli 2003

© 2003 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1