Info Acheh Thoen 1971.

 

UMAR MELAYANG-LAYANG DIATAS JAKARTA

 


PESAWAT ROMBONGAN RENDRA BERSAMA SYAHNURAN UMAR KEPALA PERWAKILAN GUBERNUR ACEH DI JAKARTA MENUJU ACEH HARUS KEMBALI DI KEMAYORAN. SELAMAT SETELAH MELAYANG-LAYANG DIATAS JAKARTA SELAMA 2 JAM. RU PT ED 18/01 TA 710703 HA 34 SU UMAR, SYAHNURAN SS KEPALA PERWAKIAN GUB ACEH


SEWAKTU mengikuti rombongan teater Rendra ke Atjeh dengan Convair Seulawah berlambang Golkar, pramugari tiba-tiba mengumumkan bahwa pesawat harus kembali mendarat ke Kemayoran. Terbang baru setengah djam dan tiba-tiba sebuah dari propelernja rusak. Pesawat terpaksa harus melajang-lajang dulu diatas Djakarta selama satu setengah djam karena bensin harus dibuang. Penumpang-penumpang sudah membajangkan "nah, beginilah rasanja mati". Suasana tegang. Salah seorang penumpang adalah Sjahnoeran Oemar. Dia adalah Kepala Perwakilann Gubernur Djendral Istimewa Propinsi Atjeh di Djakarta. Dari tempat duduknja dibelakang Sjahnoerah pergi kedepan. Dibopongnja seorang gadis tjilik, anaknja. Dengan lembut berkata mari duduk bersama bapak". Anak itu dipangkunja dan di pegangnja erat-erat. Mulut sang ajah komat-kamit berdoa sementara pramugari menerangkan bagaimana sebaiknja posisi duduk untuk mendarat darurat. Tetapi achirnja semua dapat mendarat dengan selamat. Sjahnocran jang mulutnja masih terkunci memberi tanda mengadjak ke cafe. Ia mendjamu makan-minum sekenjang-kenjangnja dan seorang anggota rombongan berdiri tanpa disuruh untuk mengatakan "Teman kita semua belum siap untuk mati. Terus terang sadja tadi kita semua takut sekali". Dan muka-muka putjatpun sudah pulih memerah kembali.

Sjahhoeran sitjukong tidak berkata apa-apa selain manggut-manggut orangnja, kalau tidak digolongkan alim, adalah pendiam dan ramah hanja pada mendjawab pertanjaan-pertanjaan. Tidak terasa kalau hadir, tapi kalau absen, orang pun akan bertanja dimana Pak Noem?" Tubuhnja tampak angker. Besar tinggi, gemuk dan bulat mukanja. Si pendiam ini ternjata bisa mengatasi selama keadaan darurat.

Di Sabang Hill. hotel jang paling elite dipulau Weh, Atjeb, pada malam pesta terachir perpisahan ada atjara melantai. Tanpa bisa menolak lagi, tangan Sjahnoeran ditarik oleh Rahaju Effendi, untuk diadjak mengikuti irama band pemuda-pemuda dari Sabang. Jajuk jang telah basah oleh keringat menjeret si tubuh gede jang rupanja sedang mengantuk. Diapun dengan terpaksa melenggang sekena-kenanja. "Potret, potret" kata hadirin kepada dua tiga fotografer amatiran. Dan anak dari serambi Mekah inipun dipotret-lah: djepret. Kena.

 

 

GARASUI MEKAH YANG BEROBAH


HASIL PEMILU 1971 DI ACEH DARI 9 KURSI DPR, 5 UNTUK GOLKAR DAN 4 UNTUK PPP. MASYARAKAT ACEH SECARA POLITIS SUDAH BERPALING DARI ISLAM. TOKOH ACEH TIDAK MELUPAKAN GOLKAR YANG DI DALAM KITA JUGA. RU NAS ED 25/01 TA 710821 HA 11 SU ACEH ; PEMILIHAN UMUM 1971 ; PARTAI ISLAM SS KURSI DPR ; ACEH (DI)


DARI Pemilu jang baru lalu ternjata dalam Daerah Istimewa Atjeh hanja ada dua golongan poli sadja lagi jang berkuasa: Islam Golkar. Pari 9 kursi DPR jang sedia untuk daelah itu, 5 djuta; ketangan Golkar dan 4 selebihnja terbagi rata kepada 4 Partai Islam jang ada. Adakah stand 5-4 untuk Golkar disana boleh diartikan bahwa masjarakat Atjeh setjara politis sudah berpaling dari Islam? Tidak dengan sendirinja begitu akhirnja.

Wartawan TEMPO Sju'bah Asa jang berkundjung kesana selama bebe-rapa minggu sebelum Pemilu jang lalu melaporkan kesannja: "Daerah jalu sedjak 1959 ditetapkan berhak sjariat Islam disamping berlakunja otonomi dalam pendidikan dan adat itu, sekarang ini lebih kurang lebih tampak sebagai negerinja orang Islam dimana person-person para pedjabat dan pemimpin-pemimpin politiknja terdiri dari orang-orang muslim jang shalih. Tjiri-tjiri masing-masing golongan kurang menjolok". Dan orang tokoh Golkar disana berkata "Disini jang ada adalah Golkara bukan Golkar". Golkara maksudnjal Golkar Atjeh. Dan Golkar jang berdjenis Atjeh jang disana ditulis sebagai Djama'ah Amaliah artinja Kelompok Amal, dengan huruf Arab, memang ternjata besar adanja. Tengku Abdullah Udjong Rimba -- ulama jang dianggap setaraf Tengku Daud Beureueh dengan pengaruh sedikit dibawahnja -- adalah Ketua Umum GUPPI jang Golkar. O)rang-orang GUPPI sendiri, terutama dosen-dosen IAIN jang penting dan lulusan Kairo biasa terlihat sehari-hari dikantor HMI. Seorang anggota DPRD dari Parmusi memperkuat kesan ini: "Kita tidak boleh melupakan Golkar djustru karena didalam Golkar adalah kita djuga", katanja. Tengku Abu.

"Kita" jang dimaksudnja adalah orang-orang Islam djuga. Dan jang "kita" itu di Atjeh pada mulanja berasal dari kandang jang sama bulan bintangnja Masjumi jang ke mudian diambil oper Parmusi. Ada pun merek itu selama ini terlaku pada satu tokoh jang dipandang bapak oleh semua: Tengku Daud Beureueh jang djuga biasa dipanggil Abu Beureueh. Kartosuwirjo di Djawa Barat, Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan atau Ibnu Hadjar di Kalimantan Selatan jang konon adalah djuga berdjuang untuk tjita-tjita politik Islam ternjata lenjap tak bersisa pengaruhnja. Tapi Tengku Abu di Atjeh, dalam usianja jang sudah 74 tahun sekarang masih tokoh jang amat diperhitungkan. Bukan tanpa faedah bagi Golkara dalam mendapatkan suara ketika Tengku Abu mendjelang Pemilu diberi kesempatan meninggalkan Atjeh keluar negeri. Sebab tentang tokoh ini seorang pemuka di Banda Atjeh berkata: "Saudara akan merasa terlindung seperti anak-anak didepan dia". Sang pelindung sendiri barangkali bukan tanpa berat hati meningalkan anak-anak dan daerahnja djusru mendjelang Pemilu -- meskipun itu "untuk bero-bat" seperti jang dikatakan oleh pemerintah di Djakarta atau "untuk melihat negeri-negeri madju" seperti jang dikatakan Tengku sendiri kepada pers. Ia seorang ajah jang keliwat tjinta daerah dan rakjat dimana ia tinggal begitulah kata hampir semua pemuka di Atjeh jang ditanjai tentang diri Tengku ini. Konfrontasi bersendjatanja dulu terhadap pemerintah memang tidak meninggal kan gambaran akan daerah jang hantjur hangus terbakar -- ketjuali mungkin oleh TNI sendiri. Abu Beureueh sendiri agaknja sedang melupakan kepahtian itu dari ingatannja. "Sebagai orang Islam, saja tidak suka bitjara soal itu. Dan saja tidak harus men-djawab", katanja. "Naik gunung ataupun turun dari gunung itu berdasarkan idjtihad pada waktu masing-masing".

Apakah idjtihad Abu Beureueh waktu ini? Ia sendiri tidak mengata- kannja, tapi orang mengatakan untuknja: pembangunan daerahnja. Dan itu ditundjukkan dengan bukti: dimana pengikutnja banjak dan aktif, disitu daerah madju. Alasannja, bekas Gubernur dan sekarang dekan Fakultas Dakwah dan Publisistik Djami'ah Ar-Raniry Darussalam bertjerita: "Saluran air jang sekian meter pandjang- nja, kalau dikerdjakan orang-orang Djepang mungkin akan memakan waktu berbulan-bulan. Tapi dibawah pimpinannja, pekerdjaan bisa selesai hanja dalam 21 hari". Karena itu tidak heran dari orang-orang di Atjeh Development Board (ADB) sampai kepada pimpinan Perti jang dianggap kolot dan tak suka padanja ("Abu Beureueh itu Parmusi", kata tengku pemilik pesantren di Biruen), menjebut namanja dengan hormat.

MU vs ADB

Perdjuangan Islam jang ada sangkut pautnja dengan politik jang boleh dibilang berhasil adalah diberlakukannja sjari'at Islam untuk daerah itu, jang dalam struktur pemerintahan daerah terdjelma dalam Madjelis Ulama. Sampai berapa djauhkah MU ini telah berhasil melaksanakan tugasnja? Tengku M.Amin, pengurus GUPPI Propinsi mendjawab: "Pajah" Itu sampai sekarang hanja ada diatas kertas". Tengku Daud Beureueh sangat hati-hati memberikan penilaiannja mengenai hal ini. "Disana ada orang pintar-pintar", katanja. "ada Tengku Udjong Rimba, ada Hasjmy. Ja, tinggal bagaimana mereka berusaha". Dan bagaimana mereka berusaha, tergambar dalam keluhan seorang anggota DPRD dari Parmusi: "Kami ini siap melaksanakan apa jang digariskan Madjelis Ulama, apa konsepsi mereka. Tapi konsepsi itu tidak ada".

Kekurangan kwalitas bekerdja orang-orang dalam MU nampaknja lebih menondjol dengan adanja badan untuk pembangunan, organ pemerintah daerah djuga jang diberi nama bukan bahasa Arab tapi bahasa Inggeris, Atjeh Development Board. Benar bahwa semua orang di Atjeh mengerdjakan shalat, sipil maupun militer. Kota-kota seperti Banda Atjeh, Sigli, Biruen dan Langsa djam sembilan malam sudah sepi. Tamu-tamu luar daerah dan asing di Hotel Sabang mengeluh karena sukarnja mendapatkan perempuan untuk di adjak ketempat tidur dan diseluruh Atjeh minuman seperti bir tak di-djual setjara terbuka. Tapi keadaan jang seperti itu tidak bisa dikatakan hasil kerdjanja MU, melainkan karena memang sudah kebiasaan rakjat disana dari dulu.

Maka dimata orang-orang ABD, MU tak bisa diharapkan perannja. "Untuk hanja menundjukkan sadja berapa djumlah mesdjid ditiap daerah untuk kemudian direntjanakan bersama mana-mana jang perlu diberi fasilitas lebih dulu, mereka tak bisa", kata Ibrahim Hasan MBA, Wakil Ketua ADB diatas ferry jang berlajar ke Sabang dari Heelheue. Katanja lagi: "Menjuruh orang sembahjang sadja, semua bisa. Tapi jang kita tunggu-tunggu apa konsep Islam dari Madjelis Ulama untuk pembangunan dan modernisasi daerah ini". Akan kritik sematjam ini, pembelaan diberikan oleh Drs Ismuha Wakil Ketua Madjelis Ulama dan Rektor IAIN: "Soalnja, pembangunan materiil memang djelas nampak dan bisa dinilai. Tapi pembangunan spirituil? Lagi pula soal spirituil ini lebih sukar karena menjangkut perasaan rakjat dibawah".

Bagaimanapun tak dapat dielakkan kesan adanja djurang antara ADB dan MU. Jang pertama ditjap sekuler, jang kedua ditjap kolot --suatu tjap jang mungkin tidak 100% benar. Sampai batas-batas tertentu, ABD memang: telah merubah wadjah Atjeh. Dan difihaknja, MU maupun ulama-ulama jang diluarnja sedikitnja berfungsi sebagai pengerem dari kemungkinan terdjadinja ekses jang berlebihan dari usaha pembangunan jang terlalu di paksa-paksakan. Dalam hal pendirian casino dan tempat-tempat hiburan dipelabuhan-bebas Sabang, Tengku Daud Beureueh misalnja memberikan sedikit nasihatnja: "Saja mengharap jang bebas itu pelabuhannja sadja, dan bukan jang lain-lainnja".

Dan bagi orang ADB, jang menurut kesan Sju'bah Asa, 9 dari 10 diantara mereka akan menafsirkan ajat-ajat seperti "Shiratal mustaqiem " sebagai "djalan jang paling efisien" (karena lurus) dan bukannja "djalan jang benar" -- suatu penafsiran jang bisa menjinggung tombol fanatisme dikalangan rakjat -- nasihat-nasihat para ulama itu penting adanja. Karena di belakang para ulama kenjataannja adalah rakjat, dan tangan para ulama itu masih amat diperlukan untuk menggerakkan mereka. Apalagi sementara itu dibelakangnja lagi masih berdiri Perti, jang dianggap anti pembaharuan (misalnja terhadap koordinasi zakat jang pernah diputuskan MU dan ingin dilaksanakan Pemerintah Daerah) berdasarkan alasan-alasan tradisionil. Dan disamping Perti, masih satu lagi; meskipun ketjil tapi mewakili suatu sikap djuga: NU.

 

 

RESUME MUZAKKIR WALAD


GUBERNUR ACEH MUZAKKIR WALAD MENYUMBANGKAN UANG KEPADA MASYARAKAT DI SEBUAH DESA MISKIN DI ACEH, UNTUK MEMBANGUN IRIGASI. RIBUAN DESA DI ACEH MENDAPAT SUBSIDI YANG DIGUNAKAN JUGA UNTUK PROYEK JALAN RAYA. RU DH ED 02/01 TA 710313 HA 14 SU ACEH ; IRIGASI SS PEMBANGUNAN DESA ; ACEH (DI)


"PAK Gubernur kami minta uang", begitu permohonan sekelompok orang disebuah desa miskin dipedalaman Atjeh. "Kami tidak punja mesdjid Pak. Uang itu akan kami gunakan untuk membangun satu mesdjid jang tjantik". Gubernur Muzakkir Walad menghela nafas. Bagaimana ia harus mendjawab permohonan jang tidak seirama dengan Repelita ini? Satu desa jang sama sekali terpentjil dari dunia luar, satu desa jang tidak pernah tahu bahwa manusia sudah melantjong dibulan; satu desa jang kekurangan bahan makanan tapi djustru memadjukan permintaan jang sama sekali tidak ada sangkutpautnja dengan makanan apalagi dengan kemakmuran. Tapi Muzakkir Walad tidak putus akal. Setjara sangat halus ia mengadjak pemuka dan tetua desa itu bertukarflkiran. Dikatakannja bahwa mesdjid memang penting dan harus dibangun. Tapi Tuhan Jang Maha Besar tidak pernah mengharuskan orang-orang mendjalankan ibadah dalam mesdjid jang indah sementara perut mereka lapar dan badju mereka tjompang-tjamping. Tuhan menerima ibadah manusia walaupun ibadah itu dilakukan ditempat jang sangat sederhana. Dan Allah s.w.t. sangatlah menghargai orang jang tidak menjia-njiakan pemberian alam padanja, dan mau bekerdja keras untuk memperbaiki nasibnja sendiri.

Musjawarah jang sifatnja seperti kuliah itu berlangsung agak lama djuga tapi hasilnja tjukup memuaskan. Penduduk desa memperoleh apa jang mereka tuntut, uang sebesar Rp 180.000 dengan satu sjarat: uang itu digunakan untuk membangun satu irigasi sederhana dan bukan untuk membangun mesdjid. Satu tahun lewat, Muzakkir Walad menerima seputjuk surat terimakasih dari satu desa jang ia sudah lupa apa namanja. Dalam surat itu bukan sadja terkirim rasa terimakasih jang tiada hingganja tapi djuga rasa bangga jang besar. Bangga karena sawah mereka panennja melimpah berkat irigasi itu. Bahwa mereka tidak kekurangan makanan lagi. Dan bahwa penduduk desa sudah mulai membangun satu mesdjid jang indah dengan uang mereka sendiri jang dikumpulkan berdikit-dikit. Dengan ini peladjaran pertama dari Modernisasi Desa di Atjeh sudah menundjukkan hasilnja.

Surat terimakasih seperti ini bukan sekali itu sadja diterima oleh Gubernur Atjeh. Banjak desa-desa jang tersebar dipedalaman Atjeh tidak lupa mengirimkan surat terimakasih kepada Gubernur jang mereka anggap orang satu-satunja didunia jang pernah memperhatikan nasib rakjat ketjil. "Di Geumpang, betul-betul kaki saja hampir disembah. Begitu betul mereka menundjukkan rasa terima kasih", kata Muzakkir Walad. Adapun Geumpang adalah satu desa ketjil jang sedjak dulu kala tidak punja komunikasi dengan dunia luar. Dari desa Itu kedesa lain jang ada garam dan ikan asin, tidak pernah ada djalan tjukup pantas untuk dilalui manusia apalagi kendaraan. Untuk pertama kali dibikinkanlah djalan sepandjang 58 km. djalan sederhana tanpa beton tanpa aspal tapi lewat djalan itu rakjat Geumpang bisa melihat dunia luar.

Amanah. Ada 5.342 desa di Atjeh. semuanja sudah mendapat subsidi. Tapi setiap desa tidak mendapat Rp 100.000 seperti jang ditetapkan Pemerintah Pusat. Berdasarkan alasan-alasan setempat, subsidi itu susut mendjadi Rp 46.000. Menurut Muzakkir Walad desa-desa di Atjeh semuanja sangat ketjil dengan penduduk rata-rata dibawah 50 orang. Supaja subsidi bisa lebih dimanfaatkan maka separo daripadanja digunakan untuk membiajai projek-projek jang lebih besar dan lebih besar penggunaannja. Projek utama untuk Atjeh adalah djalan raja, karena propinsi ini tidak menerima warisan djalan beraspal seperti jang diberikan Daendels untuk pulau Djawa.

Sebagian besar dari subsidi jang ketjil itu digunakan untuk pembuatan djalan dan irigasi ketjil-ketjilan. "Apalah jang bisa dibuat dengan uang sebegitu", kata Muzakkir Walad. "Tapi efek moral jang ditimbulkannja besar sekali. Saja berani katakan bahwa prestasi jang ditjapai lebih besar dari bantuan jang diberikan. Karena penggunaan subsidi itu diserahkan sepenuhnja pada mereka, rakjat memperoleh kepertjajaan diri jang besar. Rakjat mendjadi dinamis dan sangat bangga diikutsertakan dalam pembangunan. Inilah jang saja maksud prestasi jang lebih besar".

Dibanjak propinsi, penggunaan subsidi Rp 100.000 sering menimbulkan pusing kepala karena djumlah uang sebegitu serba tanggung, bahkan kurang. Sampai ada satu daerah jang tidak membagi-bagikan subsidi itu langsung ketiap desa, tapi mengambil kebidjaksanaan mendirikan satu projek pengairan jang tjukup besar dan manfaatnja bisa dirasakan oleh semua. Tapi untuk Atjeh subsidi jang sudah dibabat djadi 46.000 toch masih bisa dimanfaatkan. Diapakan uang itu? Semua keutjik-keutjik (kepala kampung) dengan pengerahan dari tjamat masing-masing membangun djalan kampung sepandjang beberapa meter. Atau mendirikan pintu-pintu air. ' Saja pesankan uang subsidi tidak boleh bikin madrasah. Uang itu adalah amanah dari Presiden, dimaksudkan untuk pembangunan desa. Karena ini amanah, berarti tidak boleh dimain-mainkan". Gubernur Atjeh itu dengan pasti menjatakan bahwa 99% dari subsidi berhasil baik sekali, satu prestasi jang mungkin terlalu gagah kedengarannja bagi daerah lain. Seperti dimanapun djuga, di Atjeh tentu ada penjelewengan tapi orang jang menjalahgunakan amanah Presiden sudah diberi hukuman setimpal.

Menggebu-gebu. Bersamaan dengan menggebu-gebunja semangat membangun, menggebu-gebu pula air bah dari setiap sungai di Atjeh, mendjadikan bandjir paling dahsjat sedjak tahun 1953. "Seluruh Atjeh bandjir. Bagi kami sudah bentjana nasional", kata kepala daerah jang bertemu dengan Dirdjen Bentjana Alam Pasila ditengah air jang sedang marah. Selama dua tahun terachir bandjir diudjung Sumatera itu membawa bentjana dan kerugian besar. Sebelumnja hampir tiap tahun tetap bandjir tapi tjuma rutin. "Bila tidak terdjadi bandjir dua sampai tiga kali setahun itu belum rutin namanja. Bandjir ketjil-ketjilan malah dianggap rahmat karena menghantjurkan tikus-tikus, sedang batang padi masih selamat", kata Muzakkir.

Bandjir belakangan ini dimulai dengan meluapnja sungai Teripa di Atjeh Selatan medio Desember tahun lalu. Kemudian bandjir pindah ke Atjeh Timur, Atjeh Utara dan terachir sekali Atjeh Besar menerima giliran. Ditempat-tempat jang paling parah air mentjapai atap rumah, melanda djembatan darurat dan membongkar rel keretaapi. Tanggul-tanggul banjak ludes baik jang lama maupun jang baru. Bantalan-bantalan kereta api bagaimanapun harus disusun lagi, hingga perhubungan antara Banda Atjeh dan Langsa bisa diselamatkan walaupun harus ditempuh dalam tempo 24 djam. Menurut Muzakkir Walad keretaapi Atjeh jang tergolong kuno didunia, tidak bisa diremadjakan karena ukuran relnja terlalu ketjil untuk lok-lok kereta produksi mutachir. Karena itu bagaimanapun parah dan memelasnja, keretaapi tua renta itu sedapat mungkin akan dipertahankan.

Sebab-sebab bandjir Atjeh tidak berbeda dari bandjir Sumatera Utara: sungai-sungai jang mendjadi dangkal karena erosi dan muara jang tidak pernah dikeruk. Bantuan Rp 100.000.000, perhatian chusus dari Presiden, kehadiran Menteri PUTL Sutami langsung datang menindjau situasi, sangat mengobat hati penduduk jang selama ini merasa dilupakan.

Bitjara soal dilupakan, segolongan ketjil anak daerah itu jang berfikir djernih mengakui bahwa pada taraf pertama rakjat Atjeh lah jang melupakan kepentingan daerahnja, jaitu kepentingan pembangunan. Kekeliruan ini berusaha ditebus oleh orang orang muda dari Universitas Sjah Kuala jang tergabung dalam Badan Perentjana Pembangunan Atjeh (Atjeh Development Board Mereka mengadakan penelitian, mempeladjari kemungkinan-kemungkinan, merentjanakan sampai detail, menentukan prioritas pembangunan dan mengawasi agar semuanja berdjalan seperti jang direntjanakan. Pola Dasar Rentjana Pembangunan Lima Tahun Daerah istimewa Atjeh diresmikan beberapa bulan lebih dulu dari Repelita Tahun 1. Hasilnja terlalu pagi untuk ditanjakan apalagi kalau diingat dana dan skill daerah ini sangat terbatas. Hanja kalau seorang pedjabat penting datang dari Djakarta, ia tidak lagi akan menemukan djalan bobrok dengan lobang-lobang sebesar kerbau. Djalan sudah rata menjebar sampai kepelosok walaupun tanpa aspal. "Sekarang mereka sedang menjiapkan statistik income percapita" kata Gubernur Muzakkir Waiad mendjelaskan kesibukan Atjeh Development Board dewasa ini.

 

 

KAMPANYE RENDRA DI SANA


PERTUNJUKAN KASIDAH BARZANJI; OEDIPUS REX DI 6 KOTA DI ACEH, SUATU PENGHARGAAN YANG UNIK BUAT RENDRA MENURUT IBRAHIM HASSAN WAKIL KETUA ACEH DEVELOPMENT BOARD, RENDRA MERUPAKAN INVESMENT JANGKA PANJANG. RU SN ED 14/01 TA 710605 HA 24 SU RENDRA, WS SS SENIMAN


ALKISAH Rendra bagai ketiban pulung. Kedjatuhan bintang pembawa untung. Tak djelas mimpi apa jang dilihat dalam tidurnja, tapi diantara segudang seniman ditanah-air baru dia seorang jang mendapat apa jang boleh dianggap penghargaan jang unik djuga selama tiga minggu sedjak penutup April sampai achir Mei jang lalu Pemerintah Daerah Istimewa Propinsi Atjeh menawarkan kepadanja bersama 26 anggota bengkelnja untuk mengadakan tour pertundjukan dienam buah kota, termasuk Sabang dan masjarakat Atjeh di Medan -- delapan kali Kasidah Barzandji, empat kali Oedipus Rex plus lima kali tjeramah budaja.

Apa gerangan jang mendorong pemerintah di Emper Mekah untuk membelandjakan sekitar tiga djuta rupiah guna memandjakan segerombol muda-mudi saddle king berambut gondrong? Setelah sedikit prasangka dan bau-bau Golkar jang segera lenjap, sekian utjapan dan sikap-sikap para pedjabat sendiri mentjerminkan satu itikad jang boleh dipegang. Sjahdan begitulah kisahnja, sudah sekian lama Atjeh tenggelam dalam isolasi: baik geografis maupun keterkutjilan alam pikiran berkat perang jang lama jang konkrit baru berhenti sepuluhan tahun jang silam. Sekarang, chususnja diibukota propinsi jang tua dan tenteram dimana lampu-lampu djalan mulai dipasang dan listrik mulai menjala dengan teratur, memang terasa gairah pembangunan jang kuat dikalangan para pedjabat jang umumnja para teknokrat muda jang menjala-njala, bebas, efisien dan takdjub pada pembaharuan.

Wali. Karena itu tak salah kiranja kata-kata Ibrahim Hassan MBA, Wakil Ketua ADB atau Atjeh Development Board, salah satu tangan kanan Pemerintah, jang menilai undangan kepada grup kesenian bermutu jang dalam hal ini adalah Rendra sebagai "merupakan satu investment djangka pandjang". Sebab seperti dikatakan Gubernur Muzakkir Walad, "Tidak menguntungkan untuk menutup daerah ini dari dunia luar, malah tidak mungkin menghindarkan diri dari berbagai pengaruh jang ditinggalkan oleh kontak-kontak kebudajaan jang teramat luas dan tjepat dalam kehidupan modern sekarang ini". Diutjapkan dalam pidato perpisahan, alasan dilandjutkan: "Kita bukan hanja mengundang para ahli ekonomi dan politik sadja, tetapi djuga mereka jang bergerak dalam bidang kulturil, karena kita memandang bidang ini tjukup penting".

Baiklah. Tetapi sekarang, mengapa Rendra? Tentu bukan lantaran dia satu-satunja Wali pembuka pintu, namun, disamping ia mampu mengadakan pertundjukan-pertundjukan menarik, tak ajal lagi dialah orangnja jang disohor-sohorkan sebagai machluk pemberontak dan prototip kontroversi. Dengan menjorongkan orang model begini untuk bitjara udjung keudjung dihadapan para ulama dan tengku-tengku madrasah, tak salah harapan untuk mendapat satu tjontoh bandingan. Meskipun bandingan ini njaris tak memantjing diskusi penting -- bila pertanjaan-pertanjaan tjuma meminta informasi dan bukan menjangkal pendapat unik. Tak silap: untuk sebagian, orang kagum dan tak paham kompleksitas masalah jang diantarkannja dan untuk selebihnja, ia sedjenis tamu djauh jang dihormati.

Nonsens. Jang terachir misalnja terasa bila sang seniman menjinggung soal agama. Seperti djuga bagian-bagian tjeramahnja jang menjangkut pandangan sosiologis kesedjarahan, jang -- tanpa pretensi kesardjanaan -- menarik untuk diterima, dari pembitjaraannja tentang Islam umumnja diperoleh kesan tentang keinginan-keinginan seorang seniman, didukung oleh ketjerdasannja menangkap soal jang umum, jang lebih besar dari bahan dan data-data keislaman jang dikuasainja. Tentu sadja tengku-tengku madrasah -- jang diberinja kuliah emansipasi sex dan orgasmus dan sematjam itu -- ada paham akan hal itu, tapi seperti kata Rendra: "Sebagian dari mereka memang orthodoks, tapi bahwa mereka fanatik, nonsens", katanja.

Dan nonsens-lah fanatisme bila Madjlis Ulama (dimana duduk djuga A. Hasjmy ex Gubernur dan pengarang Pudjangga Baru) melalui hanja sedikit perbedaan pendapat menjetudjui Gubernur menjuruh mendirikan panggung Kasidah Barzandji diemper Masdjid Raja Baitur Rahman, warisan para Sultan -- jang oleh Cliff Wilmoth, dosen merangkap mahasiswa Sjah Kuala dinilai sebagai "hal jang kurang dapat dianggap sopan oleh saja punja nurani. Sebab orang menari-nari dihadapan rumah Allah", katanja. Tentu sadja nurani ini sangat berbeda dari jang mendekam dalam dada sang Rektor: "Itu satu kemadjuan tjara berfikir jang sama sekali menggembirakan", kata Prof. Madjid Ibrahim.

Frekwensi. Memang, pertundjukan rombongan sendiri, tidak semuanja terlalu mengagumkan. Dirasakan tenggelam dalam semangat rutin dan keinginan jang sangat beragam, tidak heran bila penilaian datang, misalnja dari Ibrahim Hasan jang konon merupakan penonton semi langganan Taman Ismail: "Kita memang mengontrak mereka untuk main sekian kali. Tapi kita tidak mengontrak stabilitas mutu". Namun, selain bagi djubelan orang-orang dialun-alun menonton Rendra bagaikan sebuah rahmat, bisa dipertjaja kedatangan merupakan sjarat bagus bagi para seniman daerah jang selama dua tahun terachir ini -- seperti ditjatat pembantu TEMPO di Banda Atjeh E. Bachri Sikum -- kelihatan kembali bergerak-gerak. Setidaknja, suasana kebersamaan dengan grup profesional dan latihan bersama dibawah Rendra dipantai Lho' Nga misalnja, boleh mendjadikan frekwensi gerakan semakin tjepat. Apa pula pintu-pintu sudah dibuka.

Itu semua, kalau memang maksud pemerintah daerah bisa dipenuhi: disamping keterbukaan berfikir jang luas dan penuh elan, djuga segi chusus seni-menjeni.

 

BUYA HAMKA SAKIT


BUYA HAMKA DENGAN ALASAN SAKIT MENOLAK AJAKAN BERANJANGSANA KE ACEH DAN SUMBAR, SERTA SUDAH 3 KALI LEBIH DIAJAK BERNAUNG DIBAWAH GOLKAR. KEMUNGKINAN TINGGAL DI RSPAD SAMPAI SELESAI PEMILU. RU PT ED 17/01 TA 710626 HA 24 SU HAMKA, BUYA SS DIAJAK MASUK GOLKAR


ORANG Scott mempunjai pepatah: better bend than break. Dan pendapat lebih baik menjingkir dari pada ketubruk inipun kiranja sekarang jng di pakai Hadji Abdul Malik Karim Amrullah alias Hamka. Sudah terang ini bukan suatu intimidasi bagi sang buja, tetapi Hamka sebagai orang Timur, menolak sesuatu jang harus, tidak ada didalam kamus. Konon kjai jang radjin memberi kuliah subuh dimasdjid Al Azhar dan mempunjai pendengar jang besar setiap chotbah Djum'at, telah tiga kali lebih diadjak bernaung dibawah Pohon Beringin-nja Golkar. Buja jang gaek itupun berkata kepada TEMPO "Dikiranja gampang sadja menjuruh kita", dan kita-nja Hamka berarti es-nja jaitu K.H. Sutan Mansur dan beberapa tokoh agama lainnja. "Tetapi mereka mengadjaknja dengan sopan jang berarti harus didjawab dengan sistim jang sama jaitu "usia jang sudah tua dan sakit".

Entah siapa jang kena sial. Tetapi penjakit gulanja mempunjai unsur jang menguntungkan pula. Timingnja tepat, karena ketika Hamka diadjak untuk berandjangsana ke Atjeh dan Sumatera Barat, dia tolak "karenal alasan sakit". Bujapun kini sudah lebih sebulan mendekam di RSPAD, dan ini dirasanja sebagai tempat mengaso jang paling tenang. Karena jang mengadjakpun berhenti tidak memintanja lagi, sedang "adjakan jang bersifat tekanan pun tidak ada". Sampai kapan dia akan sakit dan tinggal di RSPAD'? Rusjdi, putera sulungnja berkata: "mungkin ajah akan tinggal di rumah sakit sampai pemilu selesai". Tahankah ? Kiranja tidak. Ketika Opy Sofjar melangsungkan akad nikahnja. Hamka pun telah datang untuk sekadar memberikan amanat, doa restu bila bagi Iwan dan Oppy. "Bagi kami buja Hamka adalah tua-tua kami". kata njo- nja Sofjan. Bukan keluarga bukan apa; "tetapi beliau dekat dengan kami dan setelah dari sini, beliau kembali lagi kerumah sakit. Buja memang sakit. Faktor lain jang membuatnja betah dirumah sakit? Ada buah hatinja disana. Dalam kamar VIP jang hanja untuk dua orang itu sadja. Buja mendapat teman tidur. Djangan tjuriga, karena teman sekamar itu tak lain isterinja sendiri, jang kambuh darah tingginja. Tentu bukan untuk mengulang tokoh-tokoh seperti Hajati dan Zainudin seperti buku roman jang ditulisnja dengan djudul "Tenggelamnja kapal van der Wijck" Hamka akan keluar dari rumah sakit dan ini "tergantung pada perkembangan kesehatan ibu", katanja. Dan walaupun Hamka belum atau tidak mau memploklamirkan dirinja Golkal, bagi sang kjai, golongan ini bukanlah kaum jang djahat. Karena "mereka adalah individui jang baik, bahkan mau membantu dalam perawatan saja ini......."

 

 

BANDA ACEH: PUSTAKA FARABY, 1970 RU BK ED 16/01 TA 710619 HA 39 SU HASJMY, A. (BK) SS YAHUDI BANGSA TERKUTUK


YAHUDI BANGSA TERKUTUK A.Hasjmy, 140 halaman, Pustaka Faraby, Banda Atjeh, 1970.

"DALAM pusara tidak dikenal tidur njenjak pembangun negara Israel Baru". Ini dikatakan Alfred Lilienthal diplomat Amerika berdarah dan beragama Jahudi, terhadap pengarang Mazmur XXXVII jang mengobarkan kembali semangat kebangsaan Israel. "Andaikata tak ada sang penjair jang anonim itu, tak mungkin berdiri negara Jahudi sekarang ini".

Tak djelas abad berada mazmur ditulis. Jang djelas adalah masa jang di tandai sang diplomat jang turut membentuk PBB itu sebagai titik-mula berkembangnja tjita-tjita tanahair Jahudi sekitar masa pembojongan ke Babilonia, 586 sM. Masa itulah jang konon menandai seluruh keritjuhan dalam tubuh bangsa jang datang sesudah Beni Yahudza -- jang kemudian disebut bangsa Jahudi: pertentangan antara kepertjajaan murni agama disatu fihak dan pembangunan satu negara dan bangsa pilihan dipihak sebelah. Adapun Nabi-Nabi Jahudi tentulah berdiri dipihak pertama, karena, walaupun Asjiya mendjandjikan "tahun depan kita akan berada di Jerusalem", namun "dengan itu tidak di maksud satu bangsa tertentu, tapi satu Keradjaan Allah jang akan merupakan bibit masjarakat baik jang didiami orang baik-baik", kata Lilienthal.

Dengan kesimpulan matjam itu pengarang What Price Israel ini tampil sebagai penentang ide negara rasialis Jahudi di Palestina, seperti djuga Lembaga Jahudi Amerika pada 1897 menampik keras gerakan Zionisme Dr Theodore Herzl. Dan dalam barisan itu pula A. Hasjmy d/h pengarang Pudjangga Baru20menulis bukunja dengan menukil satu pasal tulisan Lilienthal diatas dan satu fasal bernada sama dari karangan Sadek Shaad Falasthein baina Machalibil Isti'mar. Apa dimaksud dengan nukilan-nukilan itu?

Dengan gambar wadjah Musa Daiyan bagai setan bermata satu dikulit muka buku. Hasjmy berniat memberikan "lukisan kedjahatan mereka (Jahudi) dalam sedjarah". Dan lukisan memang boleh sugestip sepandjang pengertian Jahudi dipaham sebagai segerombolan Zionis jang bergerak pada periode terachir -- tapi tidak bila Jahudi dipaham sebagaai ras turunan Jakub alias Israil. Sikap rewel terhadap adjaran sampai pembunuhan terhadap nabi-nabi memang mewarnai sedjarah bangsa ini, setidaknja demikianlah menurut kitab-kitab sutji ketiga agama. Namun kenjataan bahwa djustru dikalangan merekalah lahir seluruh nabi Torat dan Bible atau sebagai Nabi Qur'an, dan bahwa bangsa ini -- berbeda dengan Kopti maupun India -- berhasil mempertahankan eksistensinja liwat fanatisme matjam apapun dan selamat dari sekian pendjarahan dan penindasan dari bangsa-bangsa jang dengki kepada "tukang-tukang salib Kristus" itu, dari segi lain bukan tidak boleh mendjadi alasan buat berbangga. Karena itu, seperti diduga, predikat "bangsa terkutuk" pada20titel buku lebih masuk aksi diberikan oleh seorang mudjahid jang amat bersemangat.

Maka orangpun diharuskan melihat kitab ini. Penafsiran jang dilakukan, meskipun lahir dari perbandingan dengan para mussafir sedjak Maraghy sampai Abduh, bukan tak mungkin ditjari kemungkinannja, jang lain lagi. Ajat-ajat sematjam Ali Imron 112 dan Al Baqarah 61 jang mengabarkan kehinaan jang kan menimpa kaum Jahudi (disebut dalam teks asli sebagai "mereka") bukan tak ada imbangannja: Al Baqarah 122, di mana tempat kalimat: "Benarlah Aku telah melebihkan kamu di atas segala bangsa" -- jang, bersama ajat-ajat tersebut terdahulu paling-paling hanja menundjuk tjiri jang unik satu anak ras dalam sedjarah.

Dari segi lain, pemakaian ajat-ajat kitab sutji sebagai pembanding sedjarah atau sebaliknja, jang memang lazim dipakai sekian sardjana jang bitjara tentang Timur Tengah, dilakukan dengan tidak menguntungkan dalam buku ini. Maksud melukis kejahatan Jahudi dalam sejarah tidak tertjapai dengan menukilkan bulat-bulat surah Jusuf dan Shifrut Tak Kawin ayau The Book of Genesis Kitab Torat, jang memakan hampir separoh karangan Pembabakan sedjarah Jahudi kedalam enam bagian jang diletakkan di muka berikut keterangan masing-masing beberapa alinea, tak sempat dijelaskan manakala di bagian belakang pengarang berpindah kepada situasi mutachir jang lebih sensitif, jang djuga sekedar merupakan gambaran umum.

Walaupun Yahudi Bangsa Terkutuk ditulis dengan bahasa jang dipelihara oleh seorang Dekan Fakultas Da'wah IAIN Ar-Raniry, boleh sadja didjadikan bahan para mahasiswanja -- dengan memisahkan bagian bagian II dan III buat peladjaran tafsir Qur'an, dan dengan memperdjelas lagi bagian I dan IV dalam kuliah. Tentu sadja dengan mengganti djudulnja berikut tjara berfikir jang menggandul di situ.

 

DARI SABANG SAMPAI MEDAN


TH 1952 TENTARA-TNTARA ACEH MEMILIKI PENGALAMAN SANDIWARA MEMBENTUK GRUP SINAR DESA YANG SANGGUP BERKELILING DARI SABANG-MEDAN. KINI KESENIAN TERSEBUT MEMBENTUK GRUP BERNAMA SINAR JEUMPA. DIKONTRAK OLEH GOLKAR. RU HB ED 20/01 TA 710717 HA 22 SU SINAR JEUMPA SS SANDIWARA ACEH


SEBUAH padang pasir, bukan main panasnja. Seakan-akan padang mahsjat dihari kiamat. Wadjar apabila orang berebutan berlindung mentjari teduh. Disaat jang genting itu terlihat pajung-pajung penolong entah dari mana asalnja. Orang pun berkerumun mentjari selamat dibawah benda-benda tersebut. Namun apa latjur angin jang senantiasa bertiup, senantiasa merobekkan pajung. Lalu disitu muntjul pohon beringin. Muntjul ulama-ulama jang mengandjurkan orang-orang untuk berlindung dibawahnja. Maka berlindunglah mereka jang dibakar panas, sementara pajung-pajung peneduh lenjap entah kemana.

Begitulah salah satu pertundjukan rombongan "Sinar Djeumpa" jang telah dikontrak oleh Golkar. Setiap malam rombongan sandiwara jang berasal dari Bireuen, ibukota perwakilan kabupaten Atjeh Utara itu menerima tidak kurang dari Rp 20 ribu bersih. Golkar tingkat Propinsi telah menurunkan perintahnja kepada Golkar tingkat II dan III untuk menerima rombongan ini. Sebagai imbalan-nja, Abdullah Banson pendiri dan pimpinan Sinar Djeumpa menjelip-kan sisipan "kegolkaran" dalam bentuk pertundjukan ekstra dalam setiap memainkan tjerita. Sedang tjerita-tjerita rakjat jang mendjadi sasaran Sinar Djeumpt, (misalnja Leburnja Kraon Atjeh), pun tjerita-tjerita badutan tentang perdjudian atau tjerita Malim Dewa, dimainkan terus tanpa kesrempet angka 20 ribu.

Demobilisasi. Pada tahun 1952 beberapa orang tentara jang terkena demobilisasi bersekutu dalam sebuah grup jang bernama "Sinar Desa". Kemudian tak dinjana grup itu mendjadi kuat, sanggup untuk keliling dari Sabang sampai ke Medan. Dengan pertumbuhannja ini nama semula ikut dirubah mendjadi Sinar Djeumpa jang artinja Sinar Tjempaka.

Bekas-bekas tentara itu adalah orang jang pernah sedikit dua dikit punja pengalaman dalam sandiwara-sandiwara di djaman Djepang dahulu. Anggota-anggota baru dipungut dari penjanji-penjanji atau orang-orang kebetulan. Djumlahnja sampai dewasa ini 23 orang pria dan 7 orang wanita. Sebagian ada jang sudah kawin, sebagian masih perawan-perawan. Sedangkan sampai sebegitu djauh, tentara-tentara jang mendjadi barisan pertama sandiwara ini, dewasa ini hanja tinggal 5 atau 6 orang sadja lagi.

Abdullah Banson jang bertubuh kekar dengan topi militer dan pakaian jang mewah berikut skulernja, memberikan keterangan pemasukan rombongan termasuk mendingan. Di Atjeh Timur mereka mendapat rata-rata kotor Rp 70 ribu per malam. Di Atjeh Besar bahkan sampai Rp 150 ribu per malam. Apabila semua hasil itu sudah dipotong biaja pengeluaran untuk penjelenggaraan, seperti sewa tempat, padjak berikut segala tetek bengeknja, akan tersi-salah sekitar 15-30 ribu permalam. Dari djumlah ini disisihkan Rp. 5.000 untuk kas dan persediaan tak terduga, lalu sisanja dikerojok bersama. Menurut standar tiap-tiar pemain berhak menerima antara Rp 200 - Rp 1.000 per malam. Bagi jang tidak main, kata Banson, tetap ada uang makan dihitung berdasar kemahalan daerah. Untuk Langsa misalnja sehari Rp 100 per orang. Djuga diberikan hadiah-hadiah berupa tjuti bergilir untuk mendjenguk keluarga, dengan perongkosan bolak-balik ditanggung oleh rombongan. Selain itu pada bulan-bulan Oktober sampai Desember seluruh rombongan memasuki liburan besar. Semua pulang kandang, nanti kembali lagi berdjumpa dipos pusat di Bireuen. Liburan besar ini dikarenakan bulan-bulan tersebut sudah ditetap-kan sebagai bulan-bulan jang basah kujup. Djadi pertjuma sadja untuk menjelenggarakan pertundjukan-pertundjukan teknis. Karena tjerita-tjerita jang dimainkan banjak jang menggapai langit seperti umpamanja tjerita Malim Dewa logisnja kan diperlukan peralatan jang lengkap untuk menggambarkan adegan-adegan itu dengan memuaskan. Ternjata tidak. Panggung jang dipakai Sinar Djeumpa ternjata panggung miskin. Memang benar rombongan memiliki peralatan musik seperti terompet, akordeon, drum, biola, gitar, bas, marakas, tamborin untuk menjeling babak-babak dengan njanjian-njanjian Melaju atau India. Namun panggung sendiri, agak kepinggir mudah terajun-ajun apabila tidak hati-hati mengindjak-nja, sebab dibuat dengan tidak sip dari bahan kaju murahan serta kasar. Kain dan gambar-gambar jang digantungkan disitu djuga tua dan dekil. Demikianlah untuk menggambarkan Malim Dewa naik pohon pinang jang setinggi langit dalam rangka meminang Putroe Aluh, didirikanlah didepan panggung sebatang pohon pinang. Lalu si-pemeran naik pinang betul-betulan, dan terdjath-djatuh beberapa kali. Demikian pula untuk adegan djatuh dari langit kelaut: tali direntangkan dari "situ" sampai "kesana", lalu orangnja meluntjur ditali -- keluar daerah panggung, kemudian kembali lagi keatas panggung. Adegan-adegan jang sukar seperti perang, atau Malim Dewa jang naik didukung oleh rajap-rajap tjukup ditjeritakan dengan "mulut". Ditjeritakan pula oleh Banson hahwa pernah ada anggota rombongan jang berdinas sebagai seekor burung. Tetapi dengan menjesal sekali dikabarkan siburung elang telah mati. tanpa ada pengganti, meskipun tjerita tetap djalan. Apakah penonton tidak ketawa melihat penjederhanaan-penjederhanaan semacam itu? "Tentu sadja, mereka tertawa", djawab Banson, "Tetapi memang itulah, kita ini kan menghibur mereka. Jang penting kan mereka tahu tjeritanja".

Hutang Menurut Banson, rombongan Sinar Djeumpa diterima dimana-mana dengan gegap gempita. Besar dugaan, ini lantaran kurangnja hiburan. "Tapi di Kota Bindjai misalnja, disana tak ada kesenian, disana kami tak bisa masuk" kata Banson, meskipun soalnja barangkali bukan karena Bindjai kurang kesenian, melainkan kurang kesepaim Hal jang sama terdjadi pula di Simpang Ulin. "Meskipun begitu kami selalu laku karena sikap-sikap kami baik dengan rakjat" kata Banson. "Saja selalu bersikap tegas kedalam, tetapi tidak keluar. Sehabis pertundjukan dan kami akan meninggalkan sebuah kota, selalu kami umumkan siapa-siapa diantara penonton jang mungkin memindjamkan utang makan atau apa sadja kepada para pemain jang belum dibajar, supaja lapor. Nanti kami jang bajar". Banson djuga menjatakan, bahwa pemain-pemain jang main perempuan dengan penduduk setempat, sampai menimbulkan keonaran, dipetjat kontan malam itu djuga. "Kami beri gadji penuh, kami beri uang djalan dan sebagainja lalu kami suruh pergi malam itu djuga" kata Banson jang parlente itu. Tindakan anti keonaran itu tentunja dimaksudkan supaja rombongan selalu diterima dengan kegegap gempitaan, sematjam service.

Toch Sinar Djeumpa disamping mendapat sambutan gegap gempita ternjata djuga punja saingan. Di Banda Atjeh ada grup-grup jang djuga berkeliling, bernama Djeumpa Atjeh dan Mutiara Atjeh. Grup Pantai Barat ada di Meulaboh. Semuanja tentunja saling meng-antjam. "Tetapi sampai saat ini alhamdulillah kami masih tetap dapat menghadapi setiap antjaman", kata Banson jang kekar seperti bison. Maksudnja antjaman disitu tentu bukan intimidasi, tapi kometisi .


 

PENGUSAHA RAMAL


HARJADI HARTOWARDOJO DAN TEUKU SJAHRIAR MAHJOEDIN, 2 ASTROLOG INDONESIA. KEDUANYA MEMBUKA KESEMPATAN BERKONSULTASI LEWAT MAJALAH & HARIAN IBUKOTA. SJAHRIAR JUGA KETUA PERSATUAN KEBATINAN RENCONG ACEH. RU ILS ED 02/01 TA 710313 HA 16 SU ASTROLOGI ; HARTOWARDOYO, HARYADI ; MAHYUDIN, TEUKU SYAHRIAR SS KONSULTASI LEWAT MEDIA ; ASTROLOG


The future's not ours to see Que sera sera

-- Doris Day

QUE sera sera, apa jang akan terdjadi terdjadilah. Bukan hak kita untuk meramalkan masa depan. Suara empuk Doris Day mengalunkan kata-kata abadi itu jang kemudian didjadikan lagu tema untuk film serial TV Doris Day Show. Dilajar kita lihat senjum anak-anak setjerah matahari dan bunga-bunga mekar segembira matahari. Lalu tampak Doris Day mengemudikan mobil menudju ketempat kerdja. Segar bersemangat, penuh gairah hidup. Alam bagaikan berbanda. Kaki-kaki melangkah tergesa sesekali melompat-lompat. Sampai sequence ini Que sera sera bukanlah sekedar lagu. Ia lebih merupakan satu filsafat manis sederhana jang mengatakan kepada anda: hidupilah hidup ini dengan senjum, semangat dan kerdja; hidup adalah sekarang dan hari ini, genggamlah dan beri bentuk. Masa depan tidak bisa didjamah. Dan djangan diramalkan. Apa jang akan terdjadi terdjadilah.

Siapakah akan mengatakan itu kepada anak-anak Indonesia? Bu Kasur, Nj. Suharto atau Professor Widjojo Nitisastro? Atau siapa? Mungkin satu Repelita jang sukses akan bisa mendjawab pertanjaan ini. Jang pasti buat sebagian besar anak Indonesia, hidup bukan sadja tidak bisa digenggam tapi bagai asap ia lepas dari sela-sela djari. Asap itu ditangkap lalu diukir oleh dukun dan tukang ramal untuk kemudian diserahkan kembali pada mereka sebagai ramalan nasib atau gambaran masa depan. Mengukir asap begitu biasa dilakukan oleh tukang nudjum gelatik dan selalu menimbulkan hal jang lutju-lutju, seperti dikatakan Chatim kepada TEMPO, Chatim, 20 tahun, seorang lulusan SMA senang mengikuti berbagai ramalan, termasuk ramalan bintang. Dia senang jang terachir ini karena dibuat berdasarkan ilmu falak tapi dia heran mengapa jang dibualkan ramalan itu umumnja hal-hal jang menjenangkan sadja.

Tuan astrolog. Di Indonesia orang tjenderung meramalkan nasib karena hidup telah lepas dari genggaman. Di Amerika orang membatja ramalan bintang djustru karena takut hidup akan lepas dari genggamannja. Tudjuhpuluh persen dari suratkabar Amerika memuat ramalan bintang dan diperkirakan 40 djuta orang membatjanja. "Apa kata tuan astrolog" begitu pertanjaan jang timbul sebelum para pengusaha mengambil keputusan-keputusan penting. Ini hampir tidak masuk akal tapi bukanlah suatu hal baru dibenua jang kaja raja itu kalau satu perusahaan mempekerdjakan seorang astrolog full time. Banjak dua sedjoli menunda hari perkawinan karena horoskop menghendaki demikian. Bahkan seorang anggota Bursa Saham New York lebih senang mengadakan transaksi sesudah djam 15.00 sore mengingat hasil konsultasi dengan astrolognja.

Konsultasi pribadi seperti itu djuga banjak dilakukun oleh pedjabat-pedjabat penting, pedagang, pengusaha ataupun orang biasa dengan astrolog Teuku M A. Sjahriar Mahjoeddin M.Sc. Astrologi ini membuka kesempatan berkonsultasi seperti itu melalui beberapa madjalah ibukota. Ian setiap minggu siang konsultasi jang sama bisa didengar melalui stasiun tjinta Radio El Shinta. Sementara itu ramalan bintang bukan sadja tersebar dibanjak madjalah dan koran minggu, tapi djuga disiarkan melalui tjorong radio amatir. Untuk melajani peminat jang serius bahkan ada mass-media jang memuat ramalan untuk tiap hari.

Mistik. Semua ini belumlah tjukup bila nama Harijadi S. Hartowardojo tidak diikutsertakan. Itu nama timbul tiba-tiba ditengah hiruk-pikuk perpetjahan Parmusi dan PWI. Harijadi membuka kolom horoskop baru diharian KAMI lengkap dengan ambar zodiak dan kode-kodenja jang rumit. Satu kolom jang tidak sadja meramal tapi sekaligus menganalisa perkembangan poleksos dinegara RI. Horoskop djenis ini mungkin hanja bisa ditemukan di lndonesia. Bila para teknorat dinegara madju berani membuat analisa dan perhitungan masa depan berdasarkan data-data, statistik, dokumentasi dan literatur setinggi gunung, maka apa jang dilakukan Harijadi mengingatkan kita pada Djajabaja. "Karangan-karangan saja kurang mendapat response jang sewadjarnja", kata Harijadi. Karena itu saja harus membuat tjara pendekatan lain. Dan tjara pendekatan itu ialah tjara pendekatan mistik. Tjara ini saja pilih karena pemimpin-pemimpin Indonesia dan masjarakat Indonesia umumnja suka pada mistik, atau hal-hal jang bersifat mistik". Harijadi mendjeIaskan pandjanglebar mengapa ia melibatkan diri dalam ramal-meramal. Sedang kegiatannja sedjak sepuluh tahun jang lalu sebagai penjair wartawan dan esseis bukan tidak mejakinkan.

Tapi seperti dikatakannja, masalahnja adalah response jang tidak wadjar. Dengan pendekatan mistik ia berusaha membuatnja mendjadi wadjar. Untuk apa? Dan benarkah bahwa semua pemimpin dan masjarakat Indonesia gandrung mistik? Pendjelasan Harijadi mengenai mistik seumpama filter, bisa membuat segalanja mendjadi kelihatan kuno. Dari Djajabaja sampai Harijadi terentang djarak 10 abad. Berarti 10 abad tjampurtangan ahli-ahli ramal dalam kehidupan poleksos di Indonesia. Ini sudah seperti satu rekor dunia jang tidak terpetjahkan. Dengan rekor ini akan sulit bagi mereka jang berpoleksos untuk menilai kehidupan dan dirinja diluar konteks ramalan dukun atau ramalan bintang.

Tudjuh llmu. Mengenai ramalan dukun tidak banjak bisa dikemukakan ketjuali bahwa tjara meramal jang dilakukan sangatlah bervariasi, sangat chusus dan bersifat kebatinan. Demikian djuga ramalan jang dilakukan ahli-ahli nudjum kelenteng. Ramalan bintang tentulah berdasar astrologi dan inilah sekarang jang paling populer, paling murah dan tidak kelihatan kuno. Dari begitu banjak ramalan jang tersebar dimadjalah dan koran-koran minggu mungkin hanja ramalan dari Teuku M.A. Sjahriar Mahjoeddin M.Sc. jang bisa dikatakan sebagai ramalan jang baik. Baik karena tidak atjak-atjakan dan tidak mempermainkan pembatja.

Untuk bisa menampilkan satu ramatan jang baik. Teuku melengkapi dirinja dengan tudjuh ilmu jaitu astrologi, grafologi, kebatinan dalam arti luas, numorologi, mannerism, typologi dan psychologi. Bila ahli nudjum memerlukan bola kristal sebagai medium maka Teuku menurut keterangannja, tidak memakai medium apapun. Seperti soorang dukun, konon tjerita orang, Teuku Sjahriar bisa langsung mengatakan seluk beluk seorang hanja dengan sekali tatap sadja. Seorang anak muda berniat konsultasi, soal djodoh. Belum sempat ia tjerita sudah didjawab: "Itu bukan djodoh saudara.

Sangatlah tepertjaja ramalan Teuku Sjahriar hingga untuk melajani orang-orang jang ingin berkonsultasi ia mempekerdjakan delapan orang sekretaris jang antara lain bertugas membalas surat jang djumlahnja paling sedikit 2.100 lembar tiap minggu. Dengan lancar ahli ramal jang merangkap sebagai Ketua Persatuan Kebatinan Rentjong Pusaka Atjeh, mengatakan bahwa ia membuat ramalan untuk 5 madjalah dan 5 koran dalam negeri disamping 6 madjalah luar negeri jang namanja dirahasiakan. Untuk konsultasi langsung Teuku sering menerima hadiah sebagai balas djasa dan terimakasih. Daripada pedjabat jang ditolongnja Sjahriar dengan bangga mengatakan bahwa ia tidak pernah menerima kurang dari Rp 25.000. Keberuntungan finansiil jang diperolehnja itu selalu dibagi-bagikan pada orang-orang jang memerlukan— Soalnja saja tjepat sekali terharu", kata Teuku.

Sjahriar jang pernah patah hati tapi sekarang hidup bahagia dengan isterinja, seorang wanita Djepang, mempunjai kejakinan tebal bahwa ia termasuk anak luarbiasa. Dari kakeknja jang sekarang berusia 108 tahun, Sjahriar mempeladjari ilmu kebatinan dan agama Islam setjara mendalam. Baru berusia 36 tahun, Sjahriar berperawakan tegap dengan rambut dipotong pendek. Prestasinja dibidang seni bela diri karate telah membuat orang Djepang kagum. Ia dianggap pantas mendapat ban merah dan gelar Profesor. Apakah dia bangga dengan semua itu? "Saja tidak merasa bangga atau apapun. Karena itu semua berkat bantuan Tuhan".

Otodidak & Opsus. Harijadi S Hartowardojo satu tahun lebih tua dari Sjahriar sedjak tahun '50-an sudah dikenal sebagai penjair, wartawan dan eseis. Dengan profesinja jang terachir sebagai astrolog (Harijadi tidak punja keberatan apa-apa untuk gelar ini) ia merasa lebih bebas dalam pengertian jang luas. Harijadi tidak terikat djam kerdja, tidak terikat disiplin, tidak terikat pada tempat walaupun ia berkantor disebuah biro konsultan. Pengetahuannja sebagai astrolog tidak diwariskan oleh siapapun tapi dipeladjarinja sendiri sedjak lama. Untuk bidang itu ia seorang otodidak. Horoskopnja mengambil dasar formalitas-formalitas perhitungan horoskop jang ephemeris horoskop dan rumus-rumus goneometri Dia djuga mempeladjari rumus-rumus dua ahli ramal terkenal yaitu Nostradamus dan Djajabaja. Rumus Nostradamus berlaku sampai abad XVIII sedang rumus Djajabaja jang mengalami banjak perubahan berlaku sampai Presiden ke Vll dari negara Republik Indonesia. Chazanah astrologinja meliputi paling sedikit 7 buku horoskop kelahiran dan 4 horoskop dunia.

Membatja ramalan Harijadi orang selalu terseret pada fikiran bahwa ia diperalat oleh seorang penguasa atau organisasi tertentu untuk mentjapai tudjuan mereka. Banjak orang berperasaan bahwa ramalannja punja latarbelakang politik. "Nggak benar itu", Harijadi membantah keras matanja bersinar-sinar tadjam. "Ada jang mengatakan saja ini dari Opsus". Ini nggak benar. Katanja saja dapat uang untuk itu. Kalau saja tjuma dapat lima, enam ratus ribu djadi orang Opsus, wah terlalu rendah harga saja. Paling tidak kalau djadi orang Opsus saja harus minta satu rumah dan satu mobil".

Harijadi menegaskan bahwa horoskop jang ditulisnja adalah horoskop jang serius, merupakan perpaduan 60% horoskop dan 40% interpretasi peristiwa. Horoskop itu tidak mengada-ada dan tudjuannja hanja dua jaitu melakukan pendekatan mistik dan berusaha membuktikan astrologi itu sebagai ilmu pengetahuan. Maka diharap-waspada.

www.tempo.co.id

 

Hosted by www.Geocities.ws

1