Beranda / Buku Terbaru / Review Critical Eleven

Review Critical Eleven

Ika Natassa

Rp. 79.000

Ada beberapa hal yang mengganjal ketika membaca jalan cerita dalam buku ini. Ale kan dideskripsikan lumayan taat beragama, beberapa kali dijabarkan dia mengerjakan solat, tapi kenapa memelihara anjing dan membiarkan Anya minum wine? Sebenarnya kalau mau dibuat novel metropop yang rasa kehidupan urban sekalian seperti novel-novel yang ditulis aliaZalea, saya lebih suka. Ini novelnya masuk urban tapi kok nanggung gitu.Kemudian hubungan Ale dan adik-adiknya kan dekat. Kalau permasalahan Ale dan Anya bisa dikatakan lumayan kritis, minimal Ale membagi bebannya dengan bercerita kepada adiknya. Siapa tahu bisa memberikan solusi. Biasanya sih kakak adik akan berbagi cerita, nggak hanya dalam suka, tapi juga duka. Lagi pula, saudara akan menjaga rahasia aib saudara lainnya. Biasanya sih gitu.Dari sekian banyak tokoh yang ada, paling suka ama karakter Ayah Ale meski dideskripsikan galak dan tegas karena memang memiliki latar belakang di bidang militer. Dari semua keluarga yang dekat dengan Ale, yang paling peka terhadap permasalahan yang dihadapi Ale dan Anya justru ayahnya. Ya, sebagian besar di dunia ini merasakan bahwa kasih sayang ayah akan jauh berbeda dibandingkan kasih sayang seorang ibu. Cueknya seorang ayah, tegasnya seorang ayah, dan marahnya seorang ayah terhadap anaknya terkadang justru itu adalah wujud nyata betapa sayangnya sang ayah kepada darah dagingnya.“Kalau kita sudah memilih yang terbaik, seperti Ayah memilih Ibu dan kamu memilih istri kamu, seperti kita memilih biji kopi yang terbaik, bukan salah mereka kalau rasanya kurang enak. Salah kita yang belum bisa melakukan yang terbaik sehingga mereka juga menunjukkan yang terbaik buat kita.” (hlm. 56) “Membuat kopi itu ritual laki-laki. Buat Ayah, semua langkah mulai dari memilih beans, grinding, sampai kopinya siap diseduh, prosesnya seperti hidup seorang laki-laki. Sebagai laki-laki, tugas utama kita adalah mengambil pilihan terbaik untuk diri kita sendiri dan orang-orang yang dekat dan tergantung pada kita. Sering proses mengambil pilihan ini nggak bisa sebentar, harus sabar. Sama seperti Ayah sabar memilih-milih biji kopi terbaik, sabar juga menjalani proses membuatnya sampai jadi secangkir kopi yang pantas dibanggakan karena enak banget. Hidup ini jangan dibiasakan menikmati yang instan-instan, jangan mau gampangnya saja. Hal-hal terbaik dalam hidup justru seringnya harus memulai usaha yang lama dan menguji kesabaran dulu.” (hlm. 31).Permasalahan yang dihadapi Anya dan Ale dalam buku ini menjadi pembelajaran bagi pasangan muda, bahwa akan banyak kerikil kehidupan yang harus dihadapi. Pilihannya mau melewati jalan lain yang lebih jauh untuk menuju tujuan utama atau tetap melewatinya meski terasa sakit.