Namaku Sita. Seorang gadis kecil, kurus bagai tak berdaging,
berkacamata tebal yang berdiri di bawah pohon ranting. Selalu melewati
hari-hari dengan penuh pengalaman dan mengukir hari-hari dengan penuh
prestasi yang membanggakan. Inilah aku yang hidup apa adanya dengan segala
kekurangan yang kumiliki tetapi tidak untuk keluarga . Keluarga yang lengkap
dan sempurna.
Siang hari dibawah panasnya matahari mulai menyinari dunia
tempat manusia tinggal ketika aku pulang sekolah. Keringat pun bercucuran di
tubuhku terlebih lebih seorang lelaki tua yang memboncengku, keringat
bercucuran seperti air terjun yang membasahi baju kaosnya. Perjuangan nya
untuk menghidupi keluarga sangatlah besar.Modal percaya diri dan
semangat,tidak pernah mengeluh dengan keadaan yang menghadapinya, itulah
ayah.
Setiap hari mengendarai sepeda tua yang reot menjemput dan
mengantarkan aku pergi ke sekolah . Dibalik semua itu, ayah tidak lupa
dengan keluarga dirumah. Ayah banting tulang bekerja untuk mencukupi
kebutuhan keluarganya sehari-hari . Seorang buruh harian lepas yang
sehari-harinya hanya menyadap karet milik orang lain dengan hasil yang tidak
seberapa besar, tetapi ayah tetap bersemangat demi keluarganya.
Hari senin pun tiba dimana aku harus upacara
disekolah.Peralatan sekolah yang sudah kusiapkan dari kemarin beserta
pakaian yang sudah rapi disetrika ibu serta Makanan seadanya dari ibuku
tidak membuat aku patah semangat untuk meraih cita-citaku demi mengubah
nasib orang tua ku. Seperti halnya seorang ibu, ayah telah siap dengan tas
dukungnya dan sepeda reotnya untuk pergi bekerja . Sebelum pergi bekerja ,
ayah selalu mengantarkan aku ke sekolah setiap harinya. Sialnya hari itu
hujan turun disaat kami tengah diperjalanan menuju sekolah.tanpa berpikir
lama , Ayah segera memberikan jaketnya yang shampir tidak layak pakai itu
kepadaku. Meskipun aku melarangnya.
“Nak pakailah
jaket ayahmu ini” ujar ayah
“ bagaimana dengan ayah? nanti ayah sakit” ujarku setelah
ayah bicara
“ lebih baik ayah yang sakit daripada kamu yang sakit,nak” .
Walaupun hujan, ayah tetap mengantarkan aku kesekolah dalam
keadaan basah kuyup tanpa menghiraukan keadaannya. Tetapi untunglah tidak
lama kemudian hujan pun reda dan kami bisa melanjutkan perjalanan tanpa
basah-bahasan karena hujan.
Teng..teng..teng..
lonceng pun berdentang. Untungnya saya datang tepat waktu ke
sekolah. Sembari saat upacara, aku pun teringat sama wajah ayahku yang sudah
tua renta itu. Oleh karena itu, akupun menjatuhkan air mataku. Tanpa
kusadari setelah upacara selesai , ternyata ayah masih ada di depan gerbang.
Sungguh baiknya ayahku.
Siang pun kembali lagi seperti hari-hari biasanya.Dengan
senyum yang indah ini aku pancarkan rasa bahagiaku terhadap apa yang
kudapatkan hari ini. Tidak lain prestasi yang membanggakan. Yaitu pidato
Bahasa Indonesia. Tak kalah dengan semangatku siang hari. Wajahnya yang
bersinar bak matahari menyinari dunia penuh dengan keikhlasan diatas
wajahnya yang keriput itu bersama sepedanya yang reot dan butut ayah
datang menjemputku di depan gerbang sekolah.
Dengan niat untuk memberi tahu berita bahagia ini ke rumah,
aku semangat sekali untuk segera tiba di rumah. Diperjalanan aku berjanji
pada ayahku bahwa
“Ayah, kelak jika aku besar nanti, aku akan membahagiakan
ayah dan ibu serta aku akan membawa kalian pergi ke Makkah melihat ka’bah”.
“ Amiin” . Ayah menjawab
“Aku takkan membiarkan impian ayah dan ibu untuk pergi ke
Makkah menjadi sirna” .
Ayah pun masih menjawab dengan kata yang sama.Baru saja aku
bermimpi dengan hal tersebut tetapi mimpi itu sirna ditelan waktu yang
melenyapkan seluruh keluargaku.
Ternyata apakah yang terjadi, Rumahku kebakaran yang ketika
sore itu kami semua di dalam rumah. Semua ini menghabiskan seluruh
angan-anganku yang indah dimasa depan. Semua anggota keluargaku hangus
dimakan si jago merah itu. Kecuali seorang laki-laki tua yang pada saat itu
memeluk dan membawa aku pergi keluar dari kejadian tersebut.
Dialah ayahku. Akupun terdiam dan menangis melihat kejadian
yang menimpaku ini. Tidak ada tempat tinggal yang pantas melainkan sebuah
gubuk kecil dimana ayah dan aku tinggal.Aku tak bisa membayangkan jika
hidupku tanpa ayah.Sekarang hari-hariku kulalui hanya bersama ayah. Tetapi,
semenjak kejadian itu aku merasakan aneh dari sikap ayahku,begitupun
tanggapan teman-temanku terhadapku bahkan mereka mengucilkan aku .
Ayah yang biasanya rajin bekerja, suka berbicara dan rajin
beribadah, sekarang malah kebalikannya.Hari itu pun aku dan ayah pergi ke
masjid. Setibanya disana, aku mau masuk tetapi aku terkejut melihat ayah
yang tidak masuk kedalam masjid. “Ayah, kenapa ayah tidak sholat ?” Tanyaku.
Ayahku hanya membalasnya dengan senyuman tanpa berkata apapun.
Tidak hanya itu, seperti hari-hari biasanya ayah
mengantarkankan aku ke sekolah, teman-temanku terheran melihat tingkah
lakuku. Aku pun tak tau apa yang terjadi padaku . Seakan akan aku terdiam
terpaku layaknya sebuah patung, Karena kejadian itulah teman-temanku
menjauhiku.
Waktu pun terus berputar seiring berubahnya zaman. Aku pun
makin resah dengan apa yang terjadi pada diriku. Detik demi detik, hari demi
hari hal itupun terungkap jelas . Seorang temanku bercerita tentangku. Orang
yang baik hati, ramah dan mudah bergaul. Ya , itulah Gita. Siang itu kami
sedang makan siang di kantin , dengan tidak sengaja dia menyinggung hal ini.
“Sita, Apakah kamu merasakan aneh akhir-akhir ini?” tanya
Gita.
“Aku rasa sih iya, baik itu pada ayahku, ataupun
teman-temanku”
“Akhir-akhir ini kenapa kamu sering bersepeda sendirian dan
duduk di belakang seakan-akan ada orang yang memboncengmu “
“Iya, itu ayahku yang setiap hari memnngantarkan dan
menjemputku ke sekolah”
“Kamu Yakin Sit ?”
“Iya beneran”
Aku pun bingung apa yang Gita katakan, mungkin hal inilah
yang selama ini tersembunyikan dan membuat teman-temanku menjauh dariku.
“Sebenarnya, itu bukan ayahmu Sit”
“Dia ayahku, yang sudah tua renta”
“Tetapi kenapa aku tidak pernah melihatnya ketika kau
dibonceng ayahmu”
Aku terdiam lagi dengan kenyataan ini, aku sedih dan
menangis, aku rasa ini hanyalah sebuah mimpi belaka yang menimpaku.Aku pun
semakin penasaran apa yang sebenarnya terjadi selama ini, kepada setiap
orang pun aku bertanya tetapi jawaban mereka semua sama persis seperti apa
yang dikatakan Gita kepadaku. Hal ini membuatku semakin bimbang seperti
diatas gelombang besar yang menghanyutkan orang diatas keraguan. Langit pun
menangis diatas keraguan yang amat dalam ini. Air hujan pun membasahi
tubuhku ketika aku berjalan menuju gubuk tempat tinggalku.Kebetulan saat itu
ayah tidak menjemputku. Putus asa yang menghantuiku membuat aku semakin
frustasi . Berharap sebuah keajaiban datang mengahmpiriku .
Ketika aku sampai di gubukku, aku masih melihat ayahku
dirumah, dia hanya diam tanpa satu ucapan yang diucapkannya. Aku pun
terdiam,merenung dan berfikir . Di tengah malam yang sunyi aku keluar dari
gubuk dan memandangi indahnya langit di malam hari seindah keluargaku
dahulu. Aku merindukan keluarga yang aku cintai itu . tetapi apa daya semua
sirna sudah . Air mata pun jatuh satu persatu di atas pipi ini. Bertanya
kepada langit , apa yang sedang menimpaku saat ini . Semua jadi berantakan .
Tibalah seorang ibu beserta anaknya datang menghampiriku .
Dia menceritakan tentang apa yang terjadi padaku selama ini .Namanya ibu
Rini. Ternyata benar apa yang dikatakan Gita kepadaku siang tadi .
“Sita, sedang apa kamu malam-malam diluar”
tanya ibu Rini.
“Saya bingung bu, kenapa sih ayah berubah?” Jawabku.
“Sita, ayahmu sudah meninggal beberapa waktu lalu ketika dia
hendak menyelamatkan kamu dari kebakaran itu .”
“Apaa? Ayah sudah meninggal ? Itu tak mungkin, ayahku masih
hidup, dia ada di dalam”
“Tidak ada siapa-siapa di dalam,nak kecuali kamu “
“Di dalam masih ada ayah , itu tidak mungkin . ibu berbohong
“
Tak lama kemudian si ibu pergi meninggalkan aku . aku pun
kembali menangis sekuat-kuatnya seperti gempa bumi yang melanda padang.Aku
tak menghiraukan lagi orang-orang disekitartku. Terlebih ketika aku masuk ke
gubuk lagi, dan melihat , memang ayah benar-benar sudah tiada . Melihat hal
ini, aku tambah terrpukul dan tambah mmembuatku depressi didalam kegelapan
dunia. Aku tak tahu lagi harus berkata apa setelah orang-orang berkata itu
kepadaku . Tentang kenyataan yang selama ini menghampiriku hanyalah sebuah
imajinasi yang mendalam dan mimpi belaka yang aku harapkan .
Aku tak percaya akan semua ini.Aku masih berkhayal jika
ayahku masih hidup. Aku tak bisa hidup tanpa ayah. Tetapi apalah daya ini ,
inilah sebuah kehidupan yang terkadang membuat aneh, membuat orang
menagis,terkadang juga membuat senang, gembira dan bahagia. Sekarang, aku
telah merasakan apa arti sebuah kehidupan yang sesungguhnya . Belajar daeri
sebuah pengalaman yangmembuatku jadi lebih baik dari sebelumnya.
Membangkitkan aku dari kegelapan dunia yang begitu kejam . Aku akan
memanfaatkan sisa hidupku dengan sebaik-baiknya sehingga aku bisa menjadi
orang yang sukses nantinya.
Hari-hari pun kulewati , hanya sendiri tanpa keluarga .
tetapi semua kejadian itu , membuatku bangkit untuk menjadi yang terbaik di
masa depan .Perlahan lahan aku mencoba untuk tetap hidup dengan bersemangat
dan senyum mempesona. Aku tak akan membiarkan masa depanku yang terang
benderang itu menjadi sirna dimakan waktu . Aku akan menjadikan semua ini
jadi pengalaman dan kenangan yang pastinya tak dimiliki orang lain .
Hingga aku besar saat ini, aku masih terus berdiri dengan
sendiri. Hanya sahabat dan Allah lah teman sejati dalam hidupku hingga aku
menemukan seorang pasangan di kemudian hari nanti . Pasang surut kehidupan
harus kujalani dengan hati yang tegar, penuh senyuman dan semangat di setiap
harinya. Sampai akhirnya, semua yang kuinginkan dan cita-citaku tercapai.
Walaupun orang tua ku telah tiada. Tetapi mereka akan selalu ku kenang
didalam hidupku sampai akhir aku menutup kedua mata ini .
Sebuah Mimpi