Abdul Hakim bin Amir Abdat
Dalam masalah ini, kami tunjukkan sejumlah hadits-hadits shahih, tentang ancaman yang sangat berat dan adzab yang sangat mengerikan kepada para pendusta dan pemalsu hadits atas Nabi SAW.
Hadits-hadist tersebut ialah :
........... "Man kadzaba a'laiya muta'ammidan palyatabawwa maq'adahu minannaar".
Artinya : Dari Abi Hurairah, ia berkata. Telah bersabda
Rasulullah SAW "Barang siapa yang berdusta atasku (yakni atas namaku) dengan
sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya (yakni tempat tinggalnya)
di neraka".
(Hadits shahih dikeluarkan oleh Imam Bukhari (1/36) dan Muslim
(1/8) dll)
Artinya : Dari Abi Hurairah, ia berkata. Telah bersabda
Rasulullah SAW, "Barangsiapa yang membuat-buat perkataan atas (nama)ku yang
(sama sekali) tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat
duduknya di neraka".
(Hadits shahih dikeluarkan oleh Ibnu Majah (No. 34) dan
Imam Ahmad bin Hambal (2/321))
Artinya : Dari Salamah bin Akwa, ia berkata. Aku telah
mendengar Nabi SAW bersabda : "Barangsiapa yang mengatakan atas (nama)ku apa-apa
(perkataan) yang tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat
duduknya di neraka".
(Hadits shahih riwayat Imam Bukhari (1/35) dll, hadits
ini diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad (4/47) dengan lafadz yang sama dengan
hadits No. 1,4,5,6 & 8)
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkan lagi (4/50) dengan lafadz.
Artinya : "Tidak seorangpun yang berkata atas (nama)ku
dengan batil, atau (ia mengucapkan) apa saja (perkataan) yang tidak pernah aku
ucapkan, melainkan tempat duduknya di neraka".
Sanad ini shahih atas syarat
Bukhari dan Muslim.
Artinya : Dari Anas bin Malik, ia berkata. Sesungguhnya
yang mencegahku menceritakan hadist yang banyak kepada kamu, (ialah) karena
Rasulullah SAW telah bersabda : "Barangsiapa yang sengaja berdusta atasku (yakni
atas namaku), maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka".
Hadits
shahih dikeluarkan oleh Bukhari (1/35) dan Muslim (1/7) dll.
Artinya : Dari Amir bin Abdullah bin Zubair dari bapaknya
(Abdullah bin Zubair), ia berkata. Aku bertanya kepada Zubair bin 'Awwam :
"Mengapakah aku tidak pernah mendengar engkau menceritakan (hadits) dari
Rasulullah SAW sebagaimana aku mendengar Ibnu Mas'ud dan si fulan dan si
fulan..? Jawabnya : Adapun aku tidak pernah berpisah dari Rasulullah sejak aku
(masuk) Islam, akan tetapi aku telah mendengar dari beliau satu kalimat, beliau
bersabda : "Barangsiapa yang berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka
hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka".
Hadits shahih, dikeluarkan
Bukhari (1/35), Abu dawud (No. 3651) dan Ibnu Majah (No. 36 dan ini lafadznya)
dll.
Dua riwayat di atas dari dua orang sahabat besar Anas bin Malik dan Zubair bin 'Awwam, menunjukkan betapa sangat hati-hatinya para sahabat radliyallahu 'anhum dalam meriwayatkan hadits Nabi SAW.
Artinya : Dari Abdullah bin Amr, ia berkata. Sesungguhnya
Nabi SAW telah bersabda : "Sampaikanlah dariku meskipun satu ayat, dan
ceritakanlah tentang Bani Israil dan tidak ada keberatan (yakni berdosa), dan
barangsiapa yang berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka hendaklah ia
mengambil tempat duduknya (yakni tempat tinggalnya) di neraka".
Hadits
shahih, dikeluarkan oleh Bukhari (4/145) dan Tirmidzi (4/147 di Kitab Ilmu) dan
Ahmad (2/159), 202 & 214) dll.
Sabda Nabi SAW. " Ceritakanlah tentang Bani Israil dan tidak ada keberatan", yakni tidak berdosa selama itu baik menurut Syara'.
Berkata Imam Malik. "Yang dikehendaki boleh menceritakan tentang mereka (Bani Israil) ialah dari urusan yang baik, adapun apa-apa yang telah diketahui dustanya tidak boleh". Demikian juga keterangan Imam Syafi'iy, hampir sama. (baca Al-Fathul Bari 7/309 syarah Bukhari).
Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Bahwa cerita-cerita tentang Bani Israil itu ada tiga macam :
Artinya : Dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata. telah
bersabda Rasulullah SAW. "Janganlah kamu berdusta atas (nama)ku.! Karena,
sesungguhnya barangsiapa yang berdusta atasku, maka hendaklah ia memasuki
neraka".
Hadist shahih, riwayat Bukhari (1/35), Muslim (1/7), Tirmidzi (4/142
Kitabul Ilmi), Ibnu Majah (No. 3) dan Ahmad.
Artinya : Dari Mughirah (bin Syu'bah) radliyallahu 'anhu,
ia berkata, Aku telah mendengar Nabi SAW bersabda : "Sesungguhnya berdusta
atasku tidaklah sama berdusta kepada orang lain (selainku), maka barangsiapa
yang berdusta atas (nama)ku dengan sengaja, hendaklah ia mengambil tempat
tinggalnya di neraka".
Hadist shahih riwayat Bukhari (2/81), Muslim (1/8) dan
Ahmad (4/252).
Artinya : Dari Watsilah bin Asqa', ia berkata. telah bersabda Rasulullah SAW. "Sesungguhnya dari sebesar-besar dusta adalah, seorang menda'wahkan/mengaku (berbapak) kepada yang bukan bapaknya (yakni menasabkan diri kepada orang lain yang bukan bapaknya), atau (ia mengatakan) telah diperlihatkan kepada matanya apa yang (sebenarnya) matanya tidak pernah melihat (yakni ia mengaku telah bermimpi dan melihat sesuatu tetapi sebenarnya bohong).
Dalam riwayat yang lain di jelaskan, atau (ia mengatakan),
telah diperlihatkan kepada kedua matanya dalam tidur mimpi) apa yang tidak
dilihat oleh kedua matanya (yakni ia mengaku telah bermimpi sesuatu padahal
dusta), atau ia mengatakan atas (nama) Rasulullah SAW apa yang beliau tidak
pernah sabdakan".
Hadits shahih, riwayat Bukhari (4/157) dan Ahmad (4/106)
dan riwayat yang kedua, dari jalannya.
Artinya : Dari Abi Bakar bin Salim dari bapaknya (yaitu Salim bin Abdullah bin Umar) dari kakeknya (yaitu Abdullah bin Umar), ia berkata. Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda. "Sesungguhnya orang yang berdusta atas (nama)ku akan dibangunkan untuknya satu rumah di neraka". Hadist shahih, dikeluarkan oleh Imam Ahmad bin Hambal di musnadnya (2/22, 103 & 144) dan sanadnya shahih atas syarat Bukahri dan Muslim.
TAKHRIJUL HADITS
Hadits "man
kadzaba a'laiya" dan yang semakna dengannya tentang ancaman berdusta atas
Rasullah SAW, derajadnya MUTAWATIR. Telah diriwayatkan oleh berpuluh-puluh
sahabat, sehingga dikatakan sampai dua ratus orang sahabat meriwayatkannya. Dan
tidak satupun hadits mutawatir yang derajadnya lebih tinggi dari hadits "man
kadzaba a'laiya".
(baca : Syarah Muslim (1/68) An-Nawawi, Fathul Bari (1/213)
Ibnu Hajar. Tuhfatul Ahwadziy syarah tirmidzi (7/418-420).
Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Bahwa banyaknya sahabat yang meriwayatkan hadits di atas memberikan beberapa faedah yang menunjukan :
LUGHOTUL HADITS
Sabda Nabi
Saw : ....palyatabawaa... = hendaklah ia mengambil
Artinya : Maka hendaklah ia mengambil untuk dirinya satu
tempat tinggal (yakni di neraka). Dikatakan : Seorang mengambil tempat, (yakni)
apabila ia mengambilnya sebagai tempat tinggalnya (tempat menetap atau
rumahnya). Maka sabda Nabi SAW. "Hendaklah ia mengambil tempat tinggalnya di
neraka". bentuk perintah yang maknanya kabar, atau bermakna mengancam, atau
maknanya mengejek dan marah, atau mendo'akan pelakunya yakni semoga Allah
menempatkannya di neraka".
(Al-Fath 1/211 dan syarah Muslim 1/68).
Saya berpandangan : Bahwa tempat tinggal yang dimaksud telah dijelaskan di hadits nomor 10, yaitu Allah SWT telah disediakan untuknya satu rumah di neraka. Wallahu 'Alam.
SYARAH HADITS
Menurut Imam
Nawawi (rahimahullahu) hadits ini meliputi beberapa faedah dan sejumlah
qawaa'id, diantaranya :
Diringkas dari syarah Muslim 1/69-71 dan baca juga Al-Fath 1/210-214 & 7/310.
Dibawah ini akan saya jelaskan lebih luas lagi :
1. MAKNA DUSTA
Berkata Imam Nawawi di kitabnya Al-Adzkar (halaman 326) :
"Ketahuilah ! Sesungguhnya menurut madzhab Ahlus Sunnah bahwa dusta itu ialah :
Mengkabarkan tentang sesuatu yang berlainan (berbeda/menyalahi) keadaannya. Sama
saja apakah engkau lakukan (dusta itu) dengan sengaja atau karena kebodohanmu
(tidak sengaja), akan tetapi tidak berdosa kalau karena kebodohan (tidak
sengaja) dan berdosa kalau dilakukan dengan sengaja".
(baca juga syarah
Muslim 1/69).
Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar di Al-Fath (1/211): Artinya : "Sesungguhnya dusta itu ialah : Mengkabarkan tentang sesuatu yang berlainan dengan keadaannya".
2. MAKNA BERDUSTA ATAS NAMA NABI SAW
Berdusta atas nama Nabi SAW ialah : menyandarkan sesuatu kepada beliau SAW baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi'il) atau taqriri (persetujuan beliau atas perbuatan atau perkataan sahabat) dan segala sesuatu yang disandarkan kepada beliau SAW dengan cara berbohong/berdusta atas namanya SAW. Sama saja, apakah masalah-masalah hukum atau targhib dan tarhib dan nasehat-nasehat atau tarikh/sejarah dan lain sebagainya. Semuanya adalah haram dan termasuk berbohong atas nama Nabi SAW, sebagaimana penjelasan Imam Nawawi di atas (semoga Allah merahmatinya).
Hadits atau riwayat dusta itu, Ulama kita menamakannya
dengan "HADITS/RIWAYAT MAUDLU'/PALSU" yaitu : "Hadist yang
dibuat-buat/diada-adakan/diciptakan orang secara dusta atas nama Nabi SAW, baik
dengan sengaja atau tidak sengaja". Tidak sengaja itu bisa dengan sebab
kebodohan atau kekeliruan atau kesalahannya. Meskipun ia tidak secara langsung
berdusta, tetapi tetap saja kabarnya dinamakan kabar maudlu' (palsu/bohong).
Karena itu hadits-hadits tidak boleh diambil dari orang-orang jahil dan bukan
ahlinya dan cacat lainnya sebagaimana telah diterangkan oleh Ulama-ulama ahli
Hadits. (lebih lanjut bacalah Muqaddimah Imam Muslim di kitab
sahihnya).
(Baca : Muqaddimah Ibnu Shalah (halaman 47). Syarah Nukhbatul Fikr
(halaman 80) Ibnu Hajar, Al Wadlu' fil Hadist (1/107), Taujihunnadazar ila
Ushulil A-tsar (halaman 252).
3. HUKUMNYA
Hadits-hadits diatas merupakan ancaman yang sangat berat
dan mengerikan sekali terhadap para pemalsu dan pendusta-pendusta besar atas
nama Rasulullah SAW. Untuk mereka Allah Jalla Jalaa Luhu telah menyediakan
tempat tinggal berupa satu rumah di neraka, yang disitu mereka akan diadzab
dengan adzab yang besar.
Hal ini disebabkan karena :
Oleh karena kerusakannya demikian besar, maka Ulama-ulama kita telah berselisih pandangan dalam menghukuminya, menjadi dua madzhab :
Sebagian Ulama tersebut ialah Imam Al Juwaini (bapaknya Imam Haramaian). Demikian keterangan Nawawi di syarah Muslim (1/69) dan Al-Hafidz Ibnu Hajar di Fath (91/212-213 & 7/310), kemudian Syaikh Ahmad Syakir dalam syarahnya atas kitab Ibnu Katsir (halaman 79). Dan kelihatannya Imam Ibnu Abdil Bar condong berpendapat mengkafirkannya. Demikian menurut Ibnu Hajar. Pandangan Imam Al Juwaini yang sangat tegas mengkafirkannya dan beliau nyatakan terus menerus di majelis-majelisnya telah dibantah dan dilemahkan oleh anaknya sendiri yaitu Imam Haramain, kemudian Imam Nawawi dan kelihatannya Ibnu Hajar pun condong melemahkannya. Tetapi menurut Syaikh Ahmad Syakir (seorang Ulama Ahli Hadits besar pada abad ini) bahwa pendapat Imam Juwaini itulah yang benar. Wallahu a'lam.
Kemudian Ulama-ulama kita pun berselisih pendapat dalam menerima kembali riwayat-riwayat orang yang telah taubat dari memalsukan hadits Nabi SAW. Apakah diterima kembali atau ditolak selama-lamanya..? Dalam masalah inipun terdapat dua madzhab :
Menurut tahqik Syaikh Ahmad Syakir yang rajih (kuat) ialah
pendapat Imam Ahmad bin Hambal dan Ulama-ulama yang sefaham dengannya, sebagai
peringatan dan ancaman yang sangat keras berdusta atas nama Rasulullah SAW,
karena kerusakannya sangat besar dan akan menjadi syariat yang terus menerus
sampai hari qiamat. Berbeda dengan dusta kepada selainnya dan saksi (palsu),
karena kerusakan keduanya terbatas dan tidak umum. Maka tidak dapat
dikiaskan/diibaratkan berdusta dalam meriwayatkan hadits dengan berdusta dalam
saksi dan macam-macam maksiat yang lain. Wallahu a'lam.
(baca : Ikhtisar Ibnu
Katsir halaman 101-102).
4. SEBAB-SEBAB TERJADINYA PEMALSUAN HADITS
Adapun sebab-sebab yang membawa para pendusta untuk memalsukan hadits-hadits atas nama Rasulullah SAW banyak sekali, diantaranya :
A. Kaum Zindiq
Yakni mereka yang berpura-pura Islam tetapi sesungguhnya mereka adalah kafir dan munafiq yang sebenarnya. Mereka adalah kaum yang sangat hasad dan benci terhadap Islam dan bertujuan merusak Agama ini dari dalamnya dengan berbagai macam cara. Diantaranya membuat hadits-hadits palsu banyak sekali. Lalu mereka tampil ditengah-tengah umat menyerupai Ulama, kemudian mereka sebarkan hadits-hadits buatan mereka dengan memakai nama Nabi SAW. Tujuan mereka tidak lain untuk merusak syariat dan mempermainkan Agama Allah sekaligus menanamkan keraguan (tashqik) di hati kaum Muslimin khususnya masyarakat awam.
Berkata Hammad bin Zaid seorang Atba'ut Tabi'in besar wafat
tahun 190 H.
Artinya : "Kaum Zindiq telah memalsukan (hadits) atas (nama)
Rasulullah SAW sebanyak empat belas ribu hadits".
Ketika Abdul Karim bin Abi "Awjaa', salah seorang zindiq
ditangkap dan akan dipenggal kepalanya oleh Muhammad bin Sulaiman Al-Abbaasiy
(seorang pemimpin Basrah pada zaman khilafah Al-Mahdi, pada tahun 160 lebih),
maka tatkala Abdul Karim telah yakin akan dibunuh, ia berkata :
Artinya :
"Demi Allah ? Sesungguhnya aku telah memalsukan pada kamu sebanyak empat ribu
hadits palsu, aku haramkan padanya yang halal dan aku telah halalkan (perkara)
yang haram".
Demikian juga Muhammad bin Said Asy-Syamiy Al-Maslub (yang mati disalib karena zindiqnya oleh Abu Ja'far Al-Manshur). Zindiq yang satu inipun telah memalsukan hadits sebanyak empat ribu hadits. Telah berkata Imam Nasa'i di akhir kitabnya "Adl-Dlua'afa' wal Matrukiin" (halaman 310) : "Para pendusta yang terkenal telah memalsukan hadits Rasulullah SAW, ada empat orang : Ibnu Abi Yahya di Madinah, Al-Waqidiy di Baghdad, Muqotil bin Sulaiman di Al-Khurasan dan Muhammad bin Said di Syam yang terkenal dengan (sebutan) Al-Mashlub (orang yang mati di salib).
Saya berpandangan : Bahwa sepanjang penelitian saya hadits-hadits yang dipalsukan kaum zindiq itu terbagi kepada beberapa bagian :
B. Satu Kaum yang memalsukan Hadits karena mengikuti hawa nafsu
Mereka mengajak manusia mengikutinya untuk menyalahi Al-Kitab dan As-Sunnah. Seperti : Ta'ashub madzhabiyah, golongan/firqahnya, fahamnya, berlebihan terhadap Imam-imamnya, karena jenisnya, qabilah/sukunya, negerinya atau lughohnya/ bahasanya dan lain sebagainya.
Berkata Abdullah bin Yazid Al-Muqriy (seorang Atba'ut
Tabi'in besar gurunya Imam Malik, wafat tahun 148 H), "Sesungguhnya ada seorang
laki-laki dari ahli bid'ah (yang dimaksud bid'ah aqidah) yang telah ruju'
(kembali sadar) dari bid'ahnya, ia berkata :
Artinya : "Perhatikanlah hadits
itu dari siapa kamu mengambilnya ! Karena sesunggunya kami dahulu apabila
berpendapat dengan satu pendapat, maka kami jadikan ia (pendapat kami itu)
sebagai satu hadits (yakni kami palsukan mejadi hadits)".
Berkata Abdullah bin Lahai'ah (wafat tahun 174H): "Aku
telah mendengar seorang syaikh dari Khawarij yang telah taubat dan ruju', ia
berkata :
Artinya : "Sesungguhnya hadits-hadits ini adalah Agama, maka
perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agama kamu.! Karena sesungguhnya kami
dahulu apabila condong kepada satu urusan (maksudnya faham yang setuju dengan
bid'ahnya) niscaya kami jadikan ia sebagai satu hadits (kami palsukan menjadi
hadits)".
Berkata Hammad bin Salamah (Atba'ut Tabi'in wafat 167 H): "Telah mengabarkan kepadaku seorang syaikh dari Rafidhah (Syi'ah), sesungguhnya mereka berkumpul (sepakat) untuk memalsukan hadits-hadits"
C. Satu kaum yang memalsukan hadits-hadits untuk tujuan yang baik menurut persangkaan mereka
Mereka buat hadits-hadits palsu tentang targhib dan tarhib dan nasehat-nasehat dan lain-lain. Mereka tidak merasa keberatan bahkan membolehkan dengan mengharap ganjaran dari Allah Jalla Jalaa Luhu .!? Kemudian mereka berkata. Kami tidak berdusta untuk merusak (nama atau Syari'at) Nabi SAW tetapi untuk kebaikan beliau SAW..!?
Hujjah mereka di atas menurut Ibnu Katsir menunjukkan sempurnanya kebodohan mereka, sedikitnya akal mereka, banyaknya dosa dan kebohongan mereka, karena Nabi SAW tidak butuh kepada orang lain untuk kesempurnaan syariat dan keutamaannya. Mereka itu kaum yang menyandarkan diri mereka kepada zuhud dan sufi.
D. Qash-shaas (Tukang-tukang cerita)
Mereka yang memalsukan hadits-hadits dalam cerita-cerita mereka, untuk mencari uang dan supaya orang-orang awam (umum) takjub (terkesima).
E. Satu kaum yang membolehkan memalsukan hadits untuk setiap perkataan yang baik
F. Satu kaum yang memalsukan hadits untuk kepuasan hawa nafsu para penguasa dan mendekatkan diri kepada mereka
G. Satu kaum yang memalsukan hadits pada waktu-waktu yang diperlukan
Seperti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, membela faham/pendapat, mencela atau marah kepada seseorang dan lain sebagainya.
[Baca : Al-Madkhal (halaman 51-59) Imam Hakim. Adl-Dlua'afaa' 91/62-66 & 85) Ibnu Hibban. Al-Maudlu'at (1/37-47) Ibnul Jauzi. Maj'mu Fatawa (18/46) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ikhtisar Ibnu Katsir (halaman 78-88). Syarah Nukhbatul Fikr (halaman 84-85). Mizanul I'tidal (2/644) Adz-Dzahabi].
5. PERKATAAN/LAFADZ-LAFADZ/YANG MEREKA GUNAKAN
Para pendusta itu dalam memalsukan hadits menggunakan beberapa perkataan, diantaranya :
[Baca : Mukaddimah Ibnu Shalah (halaman 47), Syarah Nuhbatul Fikr (halaman 83) Ibnu Hajar].
6. CIRI-CIRI/TANDA-TANDA HADITS MAUDLU'
Diantara tanda-tanda bahwa hadits itu maudlu'/palsu, ialah :
[Baca : Ikhtisar Ibnu Katsir dengan syarah Syaikh Ahmad Syakir (halaman 78) dan masalah ini telah dibahas dengan luas oleh Imam Ibnul Qoyim di kitabnya 'Al-Manaarul Munif Fish Shahih Wadlo'if]
Tidaklah mudah untuk mengetahui hadits itu maudlu', dan bukan sembarang orang yang dapat menentukannya, kecuali Imam-imam ahli Hadits dan ulama-ulama yang mahir dan luas pengetahuannya tentang Sunnah. Memiliki kemampuan yang khusus tentang Sunnah/Hadits, Jarh dan Ta'dil serta Tarikh Rawi dan lainnya yang berhubungan dengan Ilmu Hadits yang mulia ini.
Adapun mereka yang tidak punya ilmu hadits yang mulia ini (As-Sunnah/Hadits), mereka hanya mendlo'ifkan atau menentukan hadits maudlu' karena hawa nafsu dan ra'yu-ra'yu mereka yang bathil dan menyalahi Al-Kitab dan As-Sunnah, mereka yang sehari-hari menggugat Sunnah yang shahih, maka mereka yang zhalim, penentang-penentang sunnah shahihah ini, sama sekali perkataannya tidak boleh didengar dan wajib ditentang dan dibuka kelemahan mereka dan memberikan penjelasan kepada umat akan tipu daya mereka yang sangat berbahaya.
7. PEMELIHARAAN TERHADAP HADITS/SUNNAH
Meskipun hadits-hadits itu telah banyak dipalsukan orang
dan tidak sedikit hadits-hadits shahih didustakan, ditolak dan digugat, tetapi
Allah Azaa wa Jalla tetap memelihara dan menjaganya, karena Ia telah berfirman
:
Artinya : "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan peringatan ini (Al-Qur'an),
dan sesungguhnya Kamilah yang akan menjaganya". (Al-Hijr : 9).
Sewaktu Abdullah bin Mubarak (seorang Imam Mujahid besar dari Thabaqah Atba'ut Tabi'in, wafat tahun 181 H) ditanya tentang hadits-hadits maudlu' beliau menjawab bahwa nanti akan hidup orang-orang yang ahli dalam hadits yang akan membela (menjaga dan mempertahankannya), kemudian beliau membaca firman Allah di atas.
Pemeliharaan terhadap Hadits/Sunnah itu dimulai dari Thabaqah pertama, yaitu para Shahabat Radliyallahu 'Anhum. Thabaqah kedua dan ketiga yaitu : Tabi'in dan Atba'ut Tabi'in, kemudian datang Thabaqah keempat dan seterusnya. Maka bangkitlah Imam-imam Sunnah yang telah menyediakan hidup dan umur mereka untuk membela Sunnah Nabi SAW, Mereka itulah Salafus Shalih dan Tha'ifah Manshurah yang selalu akan ada dalam umat ini.
Jazaahumullahu 'Anil Islam Khairan.