بسم
الله الرحمن
الرحيم
Petaka Perpecahan Umat
Oleh:
Muhammad Arifin bin Badri, Lc., M.A.
Persatuan dan kesatuan adalah salah satu
perkara yang diwajibkan oleh Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, sebagaimana firman
Allah:
]واعتصموا
بحبل الله
جميعا ولا
تفرقوا[
"Dan beregang teguhlah kamu dengan tali
(agama) Allah, dan jangan sekali-kali kamu bercerai berai". (QS Ali Imran
102).
Allah
Ta'ala juga berfirman :
]ولا
تكونوا
كالذين
تفرقوا
واختلفوا من
بعد ما جاءهم
البينات
وألئك لهم
عذاب عظيم يوم
تبيض وجوه
وتسود وجوه[
"Dan janganlah kamu menyerupai
orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang kepada mereka
keterangan yang jelas. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat
pada hari yang diwaktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang
hitam muram". (QS Ali Imran 104-105).
Sahabat Ibnu Abbas dan Ibnu Umar –radliallahu
'anhum- berkata: "Wajah-wajah Ahlis sunnah wal Jama'ahlah yang akan
menjadi putih berseri dan wajah-wajah ahli bid'ah dan perpecahanlah yang akan
hitam lagi muram".
Persatuan dan berpegang teguh dengan
tali (agama) Allah Ta'ala adalah salah satu prinsip terbesar dalam agama islam,
yang senantiasa diwasiatkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada seluruh manusia.
Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dalam banyak kesempatan
senantiasa mengingatkan ummatnya akan pentingnya hal ini, sebagaimana yang
beliau lakukan di saat khutbah hari arafah, tatkala beliau bersabda:
وقد تركت
فيكم ما إن
تمسكتم به لن
تضلوا بعده إن
اعتصمتم به
كتاب الله
"Sungguh aku telah meninggalkan
ditengah-tengah kalian, satu hal yang bila kalian berpegang teguh dengannya,
niscaya selama-lamanya kalian tidak akan tersesat, bila kalian benar-benar berpegang
teguh dengannya, yaitu kitab Allah (Al Qur'an).()
Dan diantara metode yang ditempuh Nabi
Shallallahu 'alaihi wa Sallam dalam memperingatkan umatnya dari
perpecahan adalah dengan cara menjelaskan kepada mereka fakta yang akan menimpa
mereka, yang berupa terjadinya petaka perpecahan dan perselisihan. Hingga
akhirnya ummat ini terpecah belah menjadi berbagai kelompok dan golongan. Dan
ini adalah taqdir dari Allah Ta'ala yang pasti terjadi, dan telah terjadi.
Bila kita membaca kitab-kitab hadits,
seperti kutubus sittah, niscaya kita akan dapatkan banyak hadits yang
menjadi bukti akan hal ini. Pada kesempatan ini akan saya sebutkan beberapa
hadits, sebagai contoh untuk kita semua:
Hadits
pertama :
عن أبي سعيد
الخدري t قال قال
رسول الله e: (لتتبعن
سنن الذين من
قبلكم شبرا
بشبر وذراعا
بذراع حتى لو
دخلوا في
حجر ضب
لاتبعتموهم.
قلنا: يا رسول
الله: آليهود
والنصارى؟
قال: فمن؟!
"Dari sahabat Abu Sa'id Al Khudri Radhiallahu
'anhu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Sunguh-sungguh kamu akan mengikuti/mencontoh tradisi
orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, dan sehasta demi sehasta,
hingga seandainya mereka masuk kedalam lubang dlob (biawak), niscaya
kamu akan meniru/mencontoh mereka. Kamipun bertanya: Apakah (yang engkau maksud
adalah) kaum Yahudi dan Nasrani? Beliau menjawab: Siapa lagi? (Muttafaqun
'Alaih).
Hadits
kedua:
عن أبي
هريرة t عن
النبي e
قال : (لا
تقوم الساعة
حتى تأخذ أمتي
مأخذ القرون
قبلها شبرا
بشبر وذراعا
بذراع. فقيل:
يا رسول الله،
كفارس والروم؟ فقال:
ومن الناس إلا
أولئك؟!
"Dari sahabat Abu Hurairah Radhiallahu
'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam beliau bersabda:
"Tidaklah kiamat akan tegak/datang, hingga ummatku benar-benar telah
meniru perilaku umat-umat sebelum mereka, sejengkal demi sejengkal, sehasta
demi sehasta. Maka dikatakan kepada beliau: (maksudmu) Seperti orang-orang Persia dan Romawi? Maka beliaupun menjawab: Apakah ada orang lain selain
mereka? (HR Al Bukhory).
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah-
berkata: "Beliau mengkabarkan bahwa akan ada dari umatnya orang-orang yang
meniru orang-orang Yahudi dan Nasrani, yang mereka adalah ahlul kitab, dan
diantara mereka ada yang meniru bangsa Persia dan Romawi, yang keduanya adalah orang-orang non arab".()
Hadits ketiga :
عن أبي
هريرة t قال قال
رسول الله e: (تفرقت
اليهود على
إحدى وسبعين
أو اثنتين وسبعين
فرقة
والنصارى مثل
ذلك وتفترق
أمتي على ثلاث
وسبعين فرقة.)
"Dari sahabat Abu Hurairah Radhiallahu
'anhu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Umat Yahudi telah berpecah belah menjadi tujuh puluh satu atau
tujuh puluh dua golongan, dan umat nasrani berpecah belah seperti itu pula,
sedangkan umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan."
(HRS Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, AL Hakim, Ibnu Abi
'Ashim, dan dishohihkan oleh Al Albani).
Dalam riwayat lain disebutkan :
(عن
معاوية بن أبي
سفيان t عن
النبي e قال: (وإن
هذه الملة
ستفترق على
ثلاث وسبعين
ثنتان وسبعون
في النار
وواحدة في
الجنة وهي
الجماعة)
"Dari sahabat Mu'awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu
'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda:
"Dan (pemeluk) agama ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga
golongan, tujuh puluh dua golongan akan masuk neraka, dan (hanya) satu golongan
yang masuk surga, yaitu Al Jama'ah". ((HRS Ahmad, Abu Dawud, Ibnu
Abi 'Ashim dan Al Hakim, dan dishohihkan oleh Al Albani).
Dalam riwayat lain disebutkan:
عن عبد الله
بن عمرو t قال قال
رسول الله e: (تفترق
أمتي على ثلاث
وسبعين ملة
كلهم في النار
إلا ملة واحدة
قالوا: ومن هي
يا رسول الله؟
قال: ما أنا
عليه وأصحابي).
"Dari sahabat Abdullah bin Amr Radhiallahu
'anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Umatku akan berpecah belah menjadi
tujuh puluh tiga golongan, seluruhnya akan masuk neraka, kecuali satu golongan.
Para sahabat bertanya: Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah? Beliau
menjawab: yang berpegang teguh dengan ajaran yang aku dan para sahabatku
jalankan sekarang ini." (riwayat At Tirmizy dan Al Hakim).
Dari hadits-hadits diatas, kita dapat
menyimpulkan beberapa hal berikut:
1. Perpecahan ummat islam pasti terjadi sebagaimana yang dikabarkan
dalam hadits-hadits di atas. Hal ini merupakan takdir yang telah Allah Ta'ala
tentukan akan menimpa umat ini.
2. Perpecahan dan perselisihan adalah satu hal yang tercela, dan harus
ditanggulangi, yaitu dengan cara merealisasikan kriteria golongan selamat pada
diri setiap orang muslim. Hanya dengan cara inilah persatuan dan kesatuan umat
akan tercapai, dan saat itulah mereka menerima anugrah gelar (Al Jama'ah).()
3. Dari sekian banyak golongan umat islam yang ada, hanya satu
golongan yang selamat, yaitu golongan yang dijuluki oleh Nabi Shallallahu 'alaihi
wa Sallam dengan Al Jama'ah.
4. Untuk menentukan golongan yang selamat, Nabi Shallallahu 'alaihi
wa Sallam telah memberikan sebuah pedoman yang jelas. Tatkala beliau
ditanya: Siapakah mereka (golongan selamat) itu? Beliau menjawab dengan
menyebutkan kriterianya, bukan dengan mengnyebutkan personalianya, yaitu golongan yang memiliki kriteria: senantiasa
mengikuti dan ittiba' sunnah beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam, ajaran yang telah beliau dan
para sahabatnya amalkan. Inilah ciri khas golongan yang selamat (Al jama'ah), senantiasa
menjalankan as sunnah, dan menjauhi segala yang bertentangan dengannya, yaitu al-bid'ah. Sehingga siapapun orangnya yang memiliki kriteria ini, maka dia
termasuk kedalam golongan selamat.()
5. Dalam menghadapi fenomena perpecahan ummat ini, kita diharuskan
untuk senantiasa meniti jalan yang ditempuh oleh golongan selamat (Al-Jama'ah),
dan menjauhi jalan-jalan yang ditempuh oleh golongan-golongan lain, karena
jalan-jalan mereka akan menghantarkan ke dalam neraka. Hal ini sebagaimana yang
diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam kepada sahabat
Huzaifah bin Yaman Radhiallahu 'anhu :
(الزم
جماعة
المسلمين
وإمامهم. قلت:
فإن لم يكن
لهم جماعة ولا
إمام؟ قال: فاعتزل
تلك الفرق
كلها ولو أن
تعض بأصل شجرة
حتى يدركك
الموت وأنت
على ذلك).
"Berpegang teguhlah
engkau dengan jama'atul muslimin dan pemimpin (imam/kholifah) mereka.
Akupun bertanya: Seandainya tidak ada jama'atul muslimin, juga tidak ada
pemimpin (imam/kholifah)? Beliaupun menjawab: Tinggalkanlah seluruh
kelompok-kelompok tersebut, walaupun engkau harus menggigit akar pepohonan,
hingga datang ajalmu, dan engkau dalam keadaan demikian itu". (HRS Al
Bukhory dan Muslim).
Wasiat ini sangat
bertentangan dengan metode yang didengung-dengungkan oleh sebagian orang, yaitu
metode yang dikenal dalam bahasa arab:
نتعاون
فيما اتفقنا
ويعذر بعضنا
بعضا فيما اختلفنا
"Kita saling
bekerja-sama dalam hal persamaan kita, dan saling toleransi dalam segala
perbedaan kita".()
6. Nabi mengkabarkan bahwa diantara sebab terjadinya perpecahan dan
perselisihan di tengah-tengah umat islam adalah sikap meniru dan mencontoh
umat-umat non islam, baik Yahudi, atau Nasrani, atau Persia, atau Romawi, atau
yang lainnya. Dan inilah yang terjadi, pada setiap masa dan di setiap negri.
Bila kita mengamati
kesesatan dan penyelewengan kelompok-kelompok sesat yang ada di tengah-tengah
masyarakat islam, niscaya kita akan mendapatkan bukti nyata bagi kabar ini.
Sebagai contoh,
kelompok syi'ah atau rofidhoh, didapatkan bahwa banyak prinsip dan
simbul-simbul keagamaan yang ada pada mereka dijiplak dari orang-orang Yahudi.() Dan kelompok Sufi dengan berbagai aliran
tarikatnya, bila kita amati, niscaya akan kita dapatkan banyak keserupaan
dengan yang ada di agama Hindu.()
7. Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam memperingatkan umatnya
dari perpecahan sebagai salah satu usaha untuk menjaga umatnya dari kebinasaan,
sebagaimana yang telah menimpa umat sebelum mereka. Umat-umat sebelum umat
islam telah berpecah belah, sehingga menjadikan mereka ditimpa kebinasaan dan
keruntuhan, sebagaimana yang beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam
kabarkan :
(لا
تختلفوا فإن
من كان قبلكم
اختلفوا
فهلكوا).
"Janganlah kamu saling berselisih, karena
umat sebelummu telah berselisih, sehingga mereka binasa/ runtuh". (HRS
Muslim).
عن سعد بن
أبي وقاص t أن رسول
الله e قال: (سألت
ربي ثلاثا،
فأعطاني
ثنتين ومنعني
واحدة: سألت
ربي أن لا
يهلك أمتي
بالسنة،
فأعطانيه،
وسألته أن لا
يهلك أمتي
بالغرق،
فأعطانيها،
وسألته أن لا
يجعل بأسهم
بينهم
فمنعنيها).
رواه مسلم
"Dari sahabat Sa'ad bin Abi Waqqas Radhiallahu
'anhu, bahwasannya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Aku memohon tiga hal kepada Tuhanku (Allah), maka Ia mengkabulkan dua hal
dan menolak satu hal: Aku memohon agar Ia tidak membinasakan umatku dengan
paceklik (kekeringan), maka Ia mengkabulkannya, dan aku memohon agar Ia tidak
membinasakan umatku dengan
ditenggelamkan (banjir), maka Ia mengkabulkannya, dan aku memohon agar Ia tidak
menjadikan kekuatan mereka menimpa sesama mereka (perpecahan), maka Ia tidak
mengkabulkannya". (HRS Muslim).
Dan inilah yang
terjadi, dan ini pulalah sebab keruntuhan berbagai dinasti islam (khilafah
islamiyyah). Bila kita sedikit menengok ke belakang, mengkaji ulang sejarah
umat islam, kita akan dapatkan banyak bukti, sebagai contoh:
Tatkala kaum muslimin
telah berhasil menggulingkan dua negara adi daya kala itu (Persia dan Romawi), dan tidak ada lagi kekuatan musuh yang mampu
menghadang laju perluasan dan penebaran agama islam, mulailah musuh-musuh islam
menyusup dan menebarkan isu-isu bohong, guna menimbulkan perpecahan di
tengah-tengah umat islam. Dan ternyata mereka berhasil menjalankan tipu
muslihat mereka ini, sehingga timbullah fitnah pada zaman Khalifah Utsman bin
Affan, yang berbuntut terbunuhnya sang Khalifah, dan berkepanjangan dengan
timbulnya perang saudara antara sahabat Ali bin Abi Tholib dengan sahabat
Mu'awiyyah bin Abi Sufyan.()
Bukankah runtuhnya dinasti Umawiyyah, akibat pemberontakan yang
dilakukan oleh Bani Abbasiyyah? Berapa banyak jumlah kaum muslimin yang
tertumpah darahnya akibat pemberontakan tersebut?!
Bukankah jatuhnya kota Baghdad ke tangan
orang-orang Tatar pada thn 656 H akibat pengkhianatan seorang Syi'ah yang
bernama Al Wazir Muhammad bin Ahmad Al-'Alqamy? Pengkhianat ini tatkala
menjabat sebagai Wazir (perdana mentri) pada zaman Khalifah Al Musta'shim
Billah, ia berusaha mengurangi jumlah pasukan khilafah, dari seratus ribu
pasukan, hingga menjadi sepuluh ribu pasukan. Dan dia pulalah yang membujuk
orang-orang Tatar agar membunuh sang Kholifah beserta keluarganya.()
Sepanjang sejarah,
tidak ada orang Yahudi atau Nasrani yang berani menyentuh kehormatan Ka'bah,
apalagi sampai merusaknya. Akan tetapi kejahatan ini pernah dilakukan oleh satu
kelompok yang mengaku sebagai umat islam, yaitu oleh Qaramithoh salah
satu sekte aliran kebatinan. Pada tanggal 8 Dzul Hijjah tahun 317 H, mereka
menyerbu kota mekkah, dan membantai beribu-ribu jama'ah haji, dan kemudian
membuang mayat-mayat mereka ke dalam sumur Zam-zam. Ditambah lagi mereka
memukul hajar Aswad hingga terbelah, dan kemudian mencongkelnya dan dibawa
pulang ke negri mereka Hajr di daerah Bahrain.()
Perlu diketahui,
bahwa kelompok Qoromithoh ini adalah kepanjangan tangan dari kelompok
Fathimiyyah, yang pernah menguasai negeri Mesir satu abad lamanya.()
Setelah kita
mengetahui dengan yakin bahwa perpecahan pasti melanda umat islam, dan hanya
satu kelompok saja yang akan selamat, yaitu yang disebut dengan Al-Firqoh
An-Najiyah atau Ahlis Sunnah wal Jama'ah, alangkah baiknya bila kita
mengetahui beberapa kriteria utama yang membedakan antara Al-Firqoh
An-Najiyah dengan firqoh-firqoh lainnya:
1. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan para sahabatnya
adalah suri teladan.
Adalah wajib hukumnya
atas setiap muslim yang telah bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak diibadahi
kecuali Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah, untuk menjadikan tujuan
(prinsip) utama dalam kehidupannya adalah mengesakan peribadatan hanya kepada
Allah semata, dan mengesakan ketaatan hanya kepada Rasul-Nya. Kemudian ia
senantiasa komitmen dengan prinsip ini, dan menjalankannya dalam segala situasi
dan kondisi. Dia juga harus meyakini bahwa manusia paling utama setelah para
nabi adalah para sahabat –radliallahu 'anhum-. Dengan demikian ia
tidaklah fanatis secara mutlak kepada seseorang kecuali kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa Sallam, dan tidak fanatik secara mutlak kepada suatu golongan
kecuali kepada para sahabat - radliallahu 'anhum-.
Hal ini dikarenakan
kebenaran dan hidayah senantiasa ada bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa Sallam kapanpun dan dimanapun beliau berada, dan juga senantiasa ada
bersama sahabat beliau, kapanpun dan
dimanapun mereka berada. Sehingga seandainya mereka bersepakat tentang sesuatu,
mustahil salah. Beda halnya dengan sahabat atau murid-murid selain beliau Shallallahu
'alaihi wa Sallam, siapapun orangnya. Sehingga seandainya mereka mengadakan
kesepakatan, sangat dimungkinkan kesepakatan tersebut merupakan kesalahan
belaka. Karena agama islam ini bukalah hak prerogratif seseorang, kecuali
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam.()
Allah Ta'ala telah menjadikan
hal ini sebagai tolok ukur kebenaran iman seseorang:
]قل إن
كنتم تحبون
الله
فاتبعوني
يحببكم الله ويغفر
لكم ذنوبكم[
"Katakanlah: Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni
dosa-dosamu". (QS Ali Imran 31).
Al-Hasan Al-Basri
berkata: "Ada sebagian orang yang mengaku bahwasannya mereka mencintai Allah,
maka Allah menguji (kebenaran pengakuannya) dengan ayat ini.
Ibnu Katsir –rahimahullah-
berkata: "Ayat ini merupakan hakim bagi setiap orang yang mengaku
mencintai Allah, padahal ia tidak meniti jalan Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa Sallam, sehingga dengannya terbukti kepalsuan pengakuannya.
(Pengakuannya dikatakan benar bila ) Ia menjalankan syari'at Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa Sallam dalam segala ucapan dan perilakunya".()
Sahabat Ibnu mas'ud Radhiallahu
'anhu berkata: "Barang siapa hendak mencontoh seseorang, maka
hendaknya ia mencontoh sahabat-sahabat nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
Sallam, karena sesungguhnya mereka adalah orang yang hatinya paling baik
dari umat ini, ilmunya paling mendalam dan paling sedikit bersikap takalluf (berlebih-lebihan),
mereka paling lurus petunjuknya dan paling bagus keadaannya. Mereka adalah satu
kaum yang telah Allah seleksi untuk menjadi sahabat nabi-Nya Shallallahu
'alaihi wa Sallam, penegak agama-Nya. Oleh karena itu hendaknya kamu
senantiasa mengenang jasa, dan mencontoh mereka, karena sesungguhnya mereka
senantiasa berada di atas jalan yang lurus".()
Kemudian
sepeninggal sahabat, maka yang menjadi sauri teladan adalah murid-murid mereka,
yaitu para tabi'in, dan kemudian sepeninggal mereka adalah tabi'it tabi'in, dan
demikian seterusnya. Karena mereka semua ini senantiasa meniti jalan dan metode
yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam dan para
sahabatnya.
Inilah
metode yang ditempuh oleh golongan selamat, yaitu konsisten dengan Al
Qur'an dan As Sunnah, dan mencontoh ulama' terdahulu, dari kalangan sahabat
Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan murid-murid mereka.
Berbeda halnya dengan yang
dilakukan oleh ahlil bid'ah dengan berbagai alirannya, mereka menjadikan celaan
terhadap sahabat Nabi sebagai aktifitas dan prinsip hidup, sebagaimana yang
dilakukan oleh orang-orang syi'ah, atau menyampingkan pendapat mereka dengan
berbagai alasan, sebagaimana perkataan sebagian mereka tatkala mensifati
pemahaman para sahabat: Bagaikan ayam, bila ia mengeluarkan telor, maka kita
ambil, dan bila yang dikeluarkan adalah kotoran, maka kita tinggalkan, wal
'iyazubillah min al khuzlan.
2. Sumber agama mereka hanyalah Al Qur'an, As Sunnah dan Ijma'.
Ahlus
Sunnah wal Jama'ah berkeyakinan bahwa sumber agama islam hanyalah Al Qur'an,
Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, dan Ijma', sedangkan selain
ketiga hal ini adalah bathil, karena dengan meninggalnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, maka telah terputuslah wahyu, dan Allah telah
menyempurnakan agama islam ini.
]اليوم
أكملت لكم
دينكم وأتممت
عليكم نعمتي ورضيت
لكم الإسلام
دينا[
"Pada hari ini telah Aku sempurnakan
untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku
ridlai islam sebagai agama bagimu" (QS Al Maidah 3).
Agama islam ini
berdiri tegak diatas prinsip berserah diri kepada Allah Ta'ala, dan membenarkan
serta meneladani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam:
(من
أحدث في أمرنا
هذا ما ليس
منه فهو رد)
“Barang siapa yang mengadakan dalam urusan
kami ini (agama) sesuatu hal yang tidak ada darinya (tidak ada dalilnya), maka
hal itu tertolak" (HR Al-Bukhory dan Muslim).
Oleh karena itu,
seluruh bagian agama ini, baik itu akidah, suluk, siyasah, manhaj, tidaklah
diambil selain dari wahyu, yaitu Al Qur'an dan As Sunnah.
Orang yang
mengada-adakan suatu amalan atau ucapan bid'ah, misalnya dengan mengatakan:
Dalam urusan ibadah kita mengikuti manhaj Ahlus Sunnah (Ulama’ salaf), tapi
dalam urusan politik, atau perdagangan atau metode pendidikan, kita ambil dari
orang lain (orang-orang barat, atau para ilmuwan masa kini), maka seakan-akan
ia mengatakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah
berkhianat dalam menyampaikan agama islam ini, karena Allah telah
mengklaim bahwa agama ini telah sempurna.
Adapun
firqoh-firqoh lain, maka metode mereka beraneka ragam, ada yang pedomannya
adalah mimpi-mimpi, atau perkataan pendiri kelompoknya, atau analisa-analisa
koran dan majalah, atau perasaan, atau akal manusia, filsafat dll. Akan tetapi
semua firqoh-firqoh itu sepakat dalam sikap menduakan Al Qur'an dan As Sunnah.()
3. Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidap pernah berbeda pendapat dalam
prinsip-prinsip agama.
Salah satu kriteria
Ahlis Sunnah adalah mereka senantiasa sepakat dan tidak pernah berselisih
pendapat dalam hal-hal yang merupakan pokok-pokok agama, rukun-rukun islam dan
iman dan segala perkara yang disebutkan dalam ayat atau hadits shohih, baik
berupa amalan atau ucapan, dan juga perkara-perkara gaib.() Oleh karena itu kita dapatkan
penjelasan Ulama’ salaf tentang
rukun-rukun iman, islam, asma' dan sifat, kehidupan alam barzakh, kehidupan
akhirat dll, sama tidak ada perbedaan, padahal tempat tinggal dan perguruan
mereka berbeda.
Persamaan
ini dikarenakan beberapan hal berikut:
-
Mereka semua berpegang teguh dengan agama Allah.
-
Sumber ilmu agama mereka hanya Al Qur'an dan As Sunnah.
-
Aqidah mereka didasari oleh sikap pasrah dan mempercayai Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam dalam segala berita.
-
Mereka mendapatkan ilmu agama mereka dengan metode ittiba'
dan melalui jalur riwayat dari para Ulama’ yang terpercaya.
-
Mereka tidak memaksakan diri dengan berusaha mencari tahu hal-hal
yang gaib, dan tidak memperdebatkan tentangnya.
Beda
halnya dengan ahlul bid'ah, kita sering mendengar seruan dari sebagian mereka
untuk meninggalkan dan mendustakan taqdir Allah, atau seruan untuk
menepikan pembahasan masalah asma' dan sifat Allah dengan berbagai alasan yang
mereka rekayasa. Dan masih banyak lagi usaha-usaha dan seruan-seruan untuk
mengkaji ulang hal-hal prinsip dan pokok dalam agama islam. Wallahul
musta'an.
4. Ahlus sunnah tidak mengkafirkan setiap orang
yang menyelisihi mereka tanpa dalil atau bukti.
Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Orang-orang khowarij senantiasa
mengkafirkan Ahlus sunnah wal Jama'ah, demikian juga halnya dengan orang-orang
mu'tazilah, mereka senantiasa mengkafirkan setiap orang yang menyelisihinya.
Demikian juga halnya dengan orang-orang rofidloh (Syi'ah). Kalaupun tidak
mengkafirkan, minimal mereka menganggap orang selain mereka sebagai orang
fasik. Dan demikian juga halnya dengan kebanyakan orang yang menganut pendapat
bid'ah dan yang orang yang mengkafirkan setiap yang menyelisihinya. Adapun Ahlus
sunnah, mereka senantiasa mengikuti kebenaran yang datang dari Allah Ta'ala
yang diturunkan melalui lisan Rasul-Nya Shallallahu
'alaihi wa Sallam,
dan mereka tidak mengkafirkan setiap orang yang menyelisihinya. Bahkan mereka
adalah orang-orang yang paling mengetahui tentang kebenaran dan paling
menyayangi sesama manusia".()
Inilah
salah satu petaka yang sedang melanda umat islam pada zaman kita ini,
peledakan-peledakan yang terjadi di
berbagai negri islam, termasuk di negri tempat kita belajar ini Kerajaan
Saudi Arabia, tidak luput dari petaka ini.
Bukan hanya pemerintahnya yang dikafirkan tapi juga Ulama’ dan seluruh orang
yang tidak setuju dengan ulah dan kejahatan mereka.()
Di
negri Algeria (Aljazair) berapa banyak kaum
muslimin yang tak berdosa dibantai oleh kelompok bersenjata yang mengaku
berjuang demi tegaknya negara islam.()
Semua
tragedi pilu ini terjadi akibat aqidah sesat yang tertanam dalam jiwa para
pelaku tindak keji ini. Mereka telah mengkafirkan masyarakat, pemerintah dan
Ulama’ yang ada, bahkan mereka telah menganggap seluruh masyarakat islam yang
ada di dunia sekarang ini sebagai masyarakat jahiliyyah, tak
ubahnya masyarakat jahiliyyah yang ada pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam.
Setelah
kita mengetahui beberapa kriteria Ahlis Sunnah dan Ahlil Bid'ah, pada akhir
pembahasan ini, akan saya tutup dengan menyebutkan dua pintu besar bagi
timbulnya bid'ah:
A.
Kesalahan Ulama’.
Ahlis sunnah wal jama'ah
berkeyakinan bahwa setiap manusia, walau seberapa luas ilmunya, pasti memiliki
kesalahan, kecuali Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam, hanya
beliaulah yang terlindung (ma'shum) dari kesalahan, sebagaimana yang
difirmankan Allah Ta'ala:
]
وما ينطق عن
الهوى إن هو
إلا وحي يوحى[
"Dan ia tidaklah mengucapkan menurut
hawa nafsunya, ucapannya tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)"
(QS An Najm 3-4)
Kesalahan seorang
Ulama’ sangat berbahaya akibatnya, karena ia adalah teladan dan panutan banyak
orang. Sehingga kalau ia melakukan atau mengatakan perkataan yang salah, akan
ada yang meniru dan mengikutinya. Oleh karena itu merupakan kewajiban Ulama’
lain untuk menjelaskan kesalahan tersebut, tanpa mengurangi sikap hormat
terhadap Ulama’ yang melakukan kesalahan itu.
Bila kita membaca
biografi para Ulama’, niscaya kita akan mendapatkan banyak Ulama’ Ahlis Sunnah
yang pernah mengatakan atau melakukan perbuatan bid'ah, tanpa ada unsur
kesengajaan untuk berbuat kesalahan atau meninggalkan As Sunnah.
Sebagai contoh: Ibnu
Abbas Radhiallahu 'anhu pernah berfatwa membolehkan nikah mut'ah, dan
kemudian ia menarik kembali fatwa tersebut, setelah terbukti baginya dengan
hadits-hadits yang shohih, bahwa nikah mut'ah telah dihapuskan.()
Al
Mujahid pernah menafsirkan ayat:
] عسى ان
يبعثك ربك
مقاما محمودا[
"Agar Tuhan-mu mengangkatmu ke tempat
yang terpuji". (QS Al Isra' 79). Bahwa yang dimaksud dengan tempat terpuji
adalah: Nabi akan didudukkan disebelah Allah Ta'ala di atas Arsy-Nya.()
Imam
Abu Hanifah –rahimahullah- menganut pendapat murji'ah.
Abdur
Razzaq As-Shon'ani –rahimahullah- terpengaruh dengan pendapat syi'ah,
dan masih banyak lagi contoh-contoh serupa.
Walau
demikian, Ahlus Sunnah tetap menghormati para Ulama’ tersebut, tapi tidak
mengikuti kesalahan mereka, atau menjadikan mereka sebagai alasan (dalil) dalam
melakukan kesalahan itu. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Abdil
Bar tatkala mengkisahkan pendapat Mujahid di atas: "Tidaklah ada seorang
Ulama’pun kecualli pendapatnya bisa diterima dan bisa ditolak, kecuali
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Dan Mujahid, walaupun dia
adalah salah seorang yang Ulama’ yang diakaui akan kepandaiannya dalam ilmu
tafsir Al Qur'an, akan tetapi ia memiliki dua pendapat yang ditinggalkan oleh
para Ulama’, dan dijauhi, salah satunya adalah ini".()
Sebagian
Ulama’ menyimpulkan bahwa tidaklah ada orang yang berusaha mengumpulkan dan
mengikuti kesalahan-kesalahan Ulama’, kecuali salah satu dari ketiga macam
orang berikut:
-
Orang bodoh lagi terperdaya, yang bermaksud mencari sensasi
(ketenaran) dengan cara membantah para Ulama’.
-
Penganut hawa nafsu yang ingin memisahkan antara Ulama’ dan
masyarakat.
-
Penganut bid'ah yang ingin mencari alasan atau dalih atas perbuatan
bid'ahnya, melalui kesalahan-kesalahan para Ulama’, sebagaimana perilaku
orang-orang yang membolehkan pemberontakan atau menentang pemerintah dengan
berdalihkan bahwa Sa'id bin Jubair pernah melakuakn pemberontakan.
B.
Kelalaian Ahli Ibadah.()
Setelah diamati, didapatkan bahwa
banyak kesesatan orang-orang sufi ahli thariqat, asal-usulnya adalah sebagian
kelalaian ahli ibadah zaman dahulu, walaupun ahli ibadah itu bertujuan baik.
Dan demikianlah lazimnya setiap bid'ah, diawali dari kesalahan dan kelalaian
seseorang, kemudian terus berkembang dan akhirnya berubah menjadi amalan bid'ah
yang telah dilengkapi dengan metode-metode dan keyakinan-keyakinan (khurofat)
tertentu. Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah memperingatkan umatnya
dari kesalahan dan kelalaian para ahli ibadah:
"Sahabat
Anas bin Malik Radhiallahu 'anhu mengisahkan bahwa ada tiga orang
sahabat yang mendatangi rumah istri-istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, mereka bertanya tentang ibadah Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Dan tatkala mereka telah dikabari, mereka merasa
bahwa ibadah beliau sedikit sekali, akhirnya mereka berkata: Mana mungkin kita
bisa sama dengan Nabi Shallallahu 'alaihi wa
Sallam, karena
beliau telah diampuni dosa-dosanya, baik yang terdahulu atau yang akan datang.
Maka salah seorang dari mereka berkata: Adapun aku, maka akan senantiasa sholat
malam, dan yang lain berkata: Aku akan puasa terus menerus dan tidak akan
berhenti, dan yang lain berkata: Aku akan menjauhi wanita, sehingga aku tidak
akan menikah. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa
Sallam datang,
dan beliau bersabda: Apakah kalian yang
berkata demikian, demikian? Kemudian beliau bersabda: ketahuilah bahwa
aku -demi Allah- adalah orang yang paling takut dan bertaqwa kepada Allah, akan
tetapi aku berpuasa dan juga makan (berhenti berpuasa), aku sholat (malam) dan
juga tidur, dan aku juga menikahi wanita, maka barang siapa yang tidak suka
dengan sunnah (cara/jalan/metode)-ku, berarti ia bukan dari golonganku".
(HR Al Bukhory).
Pada
kisah ini Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam memberikan contoh kepada
ummatnya untuk mengingkari kesalahan ahli ibadah, dan tidak membiarkannya
berjalan terus menerus. Dan inilah yang dilakukan oleh para sahabat beliau dan
Ulama’ Ahlis Sunnah wal Jama'ah.
Tatkala
sahabat Abdullah bin Mas'ud melihat sekelompok orang berkumpul-kumpul di masjid
Kufah, dan masing-masing menggenggam kerikil sambil berdzikir dengan dipimpin
oleh salah satu dari mereka, (Dzikir jama'i). Kemudian pemimpin itu mengatakan:
bertakbirlah 100 kali, bertahlillah 100 kali, dan bertasbihlah 100 kali, maka
sepontan Ibnu Mas'ud berkata kepada mereka: "betapa cepatnya kebinasaan
kalian wahai ummat Muhammad! Lihatlah para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam masih banyak jumlahnya, ini pakaian beliau (Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam) belum usang, dan bejana beliau belum pecah.
Sungguh demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, kalian adalah satu dari dua
kemungkinan berikut: Kalian mendapat petunjuk yang lebih baik dibanding agama
Nabi Muhammad atau orang-orang yang sedang membuka pintu-pintu kesesatan. Maka
mereka menyanggah dengan berkata: Wahai Abu Abdirrahman! Kami tidaklah
menginginkan (dari perbuatan ini) melainkan kebaikan. Maka Ibnu Mas'ud
menjawab: betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, akan tetapi
tidak mendapatkannya. Kemudian perowi kisah ini berkata: Dan setelah
itu, kami melihat kebanyakan dari mereka memerangi kami bersama orang-orang
khowarij di daerah Nahrawan".()
Asma' binti Abi
Bakar, Abdullah bin Az Zubair dan Ibnu
Sirin mengingkari orang-orang yang pingsan karena mendengar bacaan Al Qur'an.
Ibnu Sirin berkata: Sebagai bukti kebenaran mereka mari kita uji dengan cara
membacakan Al Qur'an kepada orang-orang itu, sedangkan mereka berada diatas
pagar, kalau ia tetap pingsan berarti ia benar, (dan bila tidak berarti itu
hanya pura-pura).()
Nah, orang-orang sufi
menjadikan kelalaian ahli ibadah ini sebagai amal ibadah rutin dan sebagai
thariqat, dengan anggapan bahwa ini semua ada contohnya dari Ulama’ salaf.
Dan tidak jarang
kisah-kisah ini tidak benar adanya, dan tak lebih hanya cerita bohong dari
sebagian orang, sebagaimana halnya kisah-kisah tentang Syeikh Abdul Qadir
Al-Jaelani, bahwa beliau bisa terbang, menghidupkan orang yang sudah mati, dan
masih banyak lagi dongeng tentang beliau. Waallahul Musta'aan.
Semoga sekelumit ulasan tentang hadits-hadits iftiraqul ummah
ini bermanfaat bagi kita, dan menjadi pilar bagi kita dalam perjuangan menuju
ke Al-Firqoh An-Najiyah, Amiin, wallahu A'alam Bis Showaab.