PERKARA KEIMANAN YANG GLOBAL
DARI
POKOK-POKOK AQIDAH SALAFIYYAH
Penyusun :
Syaikh Husain bin Audah al-Awaisyah
Syaikh Muhammad
bin Musa Alu Nashr
Syaikh Salim bin
Ied al-Hilaaly
Syaikh Ali bin
Hasan al-Halaby al-Atsary
Syaikh Masyhur bin
Hasan Alu Salman
Diperiksa
dan Disepakati oleh :
Sejumlah Ulama dan
Penuntut Ilmu
Diterbitkan
oleh :
Markaz Imam Albany
Divisi Pengajaran
Manhaj dan Riset Ilmiah
Amman - Yordania
1421 H./2000 M.
Dialihbahasakan
oleh :
Abu Salma bin
Burhan al-Atsary
Dikoreksi
oleh :
Ust. Abu ‘Athiyyah, Lc., M.Ag.
Disebarkan
oleh :
Lajnah Da’wah dan
Ta’lim
FSMS (Forum Silaturrahim Mahasiswa as-Sunnah)
Surabaya
PENDAHULUAN
Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala Puji hanyalah milik Allah
pemelihara semesta alam, Sholawat serta Salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada utusan termulia, keluarga beliau dan para sahabat seluruhnya.
Berikut ini adalah risalah yang
ringkas, ilmiah dan cakupannya luas, yang menghimpun pokok-pokok Aqidah tentang
perkara keimanan dan yang berkaitan dengannya, dimana banyak sekali
perbincangan dan perdebatan di dalamnya, yang mana hal ini terkadang menyebabkan
munculnya sikap saling menfitnah, menghujat, mencela dan menghancurkan...
Kami selaku penuntut ilmu, memandang
perlu menulis pokok-pokok ilmiah yang sederhana berkaitan dengan perkara ini,
menurut kaidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan menurut pokok manhaj Salaf Ahlu
Hadits dan Ahlu Atsar, dengan keinginan yang kuat untuk mempersatukan kalimat,
sebagai maslahat terhadap jama'ah, dalam rangka menerangkan al-Haq dan
menjelaskan kebenaran, sebagai petunjuk bagi pencari kebenaran dan menumpas
para pendusta.
Kami telah menyodorkan risalah ini
untuk diperiksa oleh sejumlah ulama,
para penuntut ilmu dan para du'at terbaik di seluruh dunia, dengan
mengharapkan kritikan-kritikan dan masukan-masukan yang membangun. Merekapun
sudi membaca dan mengoreksinya, dengan Fadhilah (Karunia) dan Taufiq Allah,
kami memetik manfaat dari pengarahan mereka. Diantara mereka tersebut adalah :
- Fadhilatus Syaikh Sa'ad al-Hushain
- Fadhilatul Ustadz Prof. DR. Syaikh Rabi' bin
Hadi al-Madkholy
- Fadhilatus Syaikh Ali bin Hamd al-Khasyaan
- Fadhilatus Syaikh DR. Husain Alu Syaikh
- Fadhilatus Syaikh Ahmad bin Yahya an-Najmy
- Fadhilatus Syaikh DR. Muhammad al-Maghrawy
- Fadhilatus Syaikh DR. Wasiyullah Abbad
- Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Umar Bazmul
- Fadhilatus Syaikh DR. Khalid al-Anbary
- Fadhilatus Syaikh Usamah bin Abdul Lathif
al-Qushy
- Fadhilatus Syaikh Abul Hasan al-Ma'riby
- Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkholy
- Fadhilatus Syaikh 'Abdus
Salam bin Barjas Alu Abdil Karim (Rahimahullahu, Pent.)
- Fadhilatus Syaikh Husain 'Asyasy
- Fadhilatus Syaikh Mahmud 'Athiyyah
Semoga Allah mereka semua membalas dengan kebaikan.
Karena itu pula, kami juga memutuskan
untuk menyodorkan risalah ini kepada Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin
Abdillah Alu Syaikh -Nafa'allahu bihi-, beliau adalah seorang Mufti
Umum, Ketua Lembaga Ulama Besar (Hai`ah Kibaril Ulama') dan Komite Tetap
Bidang Fatwa (Lajnah Da`imah lil Iftaa') serta Ketua Umum Bidang
Penelitian Ilmiah dan Fatwa (Idarah al-Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta').
Risalah ini telah dikirim via surat
pos resmi melalui perantara Fadhilatus Syaikh Sa'ad al-Hushain -Hafidhahullahu-,
beliau adalah seorang Penasehat Agama Arab Saudi di Yordania. Kami telah
menunggu hingga hampir 2 bulan dengan harapan beliau membalas surat yang kami
kirimkan...
Saat kunjungan terakhir al-Akh Ali
bin Hasan bin Abdil Hamid al-Halaby al-Atsary ke negeri haramain, beliau
sempat bertemu dengan Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu
Syaikh -nafa'allahu bihi- dan menanyakan kembali tentang kitab (risalah
yang telah kami kirim), dan beliau memberitahukan bahwa beliau belum
menerimanya.
Maka, oleh karena itulah, kami
berkewajiban menyebarkan risalah yang sederhana ini, untuk menerangkan kepada
mereka baik yang jauh maupun dekat, bahwa kami berada di atas Aqidah
Sunniyah Shahihah dan Manhaj Salafi yang Sharih (terang) semenjak
kurang lebih 3 dekade ini, yang kami pelajari dari para masyaikh yang mulia dan
tercinta, Abu Abdurrahman Muhammad Nashirudin al-Albany -rahimahullahu-,
Abu Abdillah Abdul Aziz bin Baz -rahimahullahu-, dan Abu Abdillah
Muhammad bin Sholih al-'Utsaimin -hafidhahullahu wa 'aafahullahu- (rahimahullahu,
pent.)
Syarh
(Penjelasan) dari perkara-perkara yang kami sebutkan ini secara terperinci
beserta menyebutkan dalil-dalilnya dan mengkaitkannya dengan ucapan para Imam
Salafus Shalih, memerlukan pemaparan dan penjelasan, namun bukan tempatnya di
sini sekarang, semoga akan dapat dilakukan di masa mendatang. Kami memohon
kepada Allah untuk menerima amal kami yang sedikit ini. Wallahu waliyyut taufiq.
*****************
LAMPIRAN
Surat kepada Samahatus Syaikh Abdul Aziz Alu
Syaikh
Segala puji hanya milik Allah,
Shalawat serta Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah,
keluarganya, sahabat-sahabatnya dan siapa saja yang mencintainya.
Kepada Samahatu al-Allamah
al-Jalil asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Syaikh -nafa'allahu
bihi-
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh
Amma Ba'du :
Sesungguhnya kami mengirimkan kepada
yang mulia -ayyadakumullahu (Semoga Allah memperkokoh Anda)- risalah
yang sederhana ini, berisi perkara keimanan yang mengandung kaidah-kaidah
Aqidah Salafus Shalih yang terang dan jelas, dengan keinginan kuat untuk
senantiasa memegang kebenaran dan termasuk ahli kebenaran. Sembari mengharapkan
petunjuk dari pendapat dan faidah dari
Anda serta menunggu kritikan dan pengarahan Anda.
Kami memohon kepada Allah Ta'ala
taufiq, kelurusan, huda dan petunjuk bagi kami dan Anda.
Semoga Shawalat senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya.
Penulis : Husain
bin Audah al-Awaisyah, Muhammad bin Musa Alu Nashr, Salim bin Ied al-Hilaly,
Ali bin Hasan al-Halaby al-Atsary dan Masyhur bin Hasan Alu Salman.
28 Jumadil Ula
1421 H.
*****************
PERKARA-PERKARA KEIMANAN YANG GLOBAL
DARI POKOK-POKOK AQIDAH SALAFIYYAH
1. Keimanan
2. Kekufuran
3. Sholat
4. Berhukum dengan hukum Allah
5. Wala' (Loyalitas) dan Baro' (Berlepas Diri)
6. Murji'ah
7. Khowarij
8. Jihad fi Sabilillah
*****************
Pasal 1 : Keimanan
1. Iman adalah keyakinan dalam hati, ucapan dengan lisan
dan perbuatan dengan anggota tubuh
2. Amal perbuatan dengan segala macamnya, baik amalan
hati maupun amalan anggota tubuh termasuk hakikat keimanan. Kami tidak
mengeluarkan perbuatan, baik besar maupun kecil, dari yang namanya keimanan.
3. Bukanlah termasuk ucapan Ahlus Sunnah yang menyatakan
bahwa Iman adalah pembenaran hati saja, atau pembenaran dengan ucapan lisan
saja, tanpa perbuatan anggota badan. Barangsiapa yang berkata demikian maka ia
telah sesat! Dan inilah dia madzhabnya Murji'ah yang buruk!!!
4. Iman itu bercabang-cabang dan bertingkat-tingkat.
Diantaranya jika ditinggalkan dapat menjadikan kafir, ada pula yang
menyebabkannya berdosa, baik dosa besar maupun kecil, dan ada pula yang jika ditinggalkan
akan kehilangan ganjaran dan pahala yang berlipat.
5. Iman itu akan bertambah dengan ketaatan hingga dapat
mencapai kesempurnaannya dan akan berkurang dengan kemaksiatan hingga bisa
hilang sama sekali, tak tersisa sedikitpun.
6. Yang benar dalam perkara iman dan amal perbuatan serta
hubungannya dengan lainnya, ditinjau dari sisi ketetapannya, berkurang maupun
bertambahnya, keberadaan maupun ketiadaannya, tercakup dalam ucapan Syaikhul
Islam -rahimahullahu- yang menyatakan, "Pokok keimanan itu di dalam
hati, dan Iman itu adalah ucapan hati dan amalannya yang ditetapkan dengan
pembenaran, kecintaan dan ketundukan. Keimanan yang bersemayam di dalam hati
harus menampakkan konsekuensi dan kebutuhannya terhadap anggota tubuh. Jika
tidak melaksanakan konsekuensi dan kebutuhannya, menunjukkan ketiadaan atau
kelemahan iman. Oleh karena itu, amalan lahir merupakan konsekuensi dan
kebutuhan iman yang menunjukkan pembenaran terhadap apa yang ada di dalam hati, sebagai dalil (petunjuk) dan syahid
(saksi) atasnya. Amalan lahir juga merupakan cabang dari kumpulan keimanan yang
mutlak serta merupakan bagian darinya. Akan tetapi yang bersemayam di dalam
hatilah yang merupakan pokok dari amal perbuatan anggota tubuh."
Kami mengatakan : Ketiadaan iman yang mutlak, yaitu
kesempurnaan iman, tidaklah mengharuskan penafian kemutlakan iman, yaitu pokok
keimanan. Sebagaimana telah ditetapkan oleh Syaikhul Islam dalam beberapa
tempat (dari karangan-karangan beliau, pent.).
7. Perbuatan anggota tubuh, selain sholat -yang insya
Allah akan datang perinciannya nanti- bisa jadi termasuk kesempurnaan iman yang
wajib dan bisa jadi mustahab, menurut kadarnya, sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh Syaikhul Islam. Maka wajibnya (amalan lahir) adalah wajib dan
mustahabnya adalah mustahab.
8. Adapun istilah Syarth Kamal al-Iman (syarat
kesempurnaan iman) yang sering diperbincangkan dewasa ini, adalah istilah muhdats
(baru) yang tidak berasal dari al-Qur'an dan as-Sunnah, tidak pula dari
ucapan Salafus Shalih dari tiga kurun pertama yang terbaik. Oleh karena itu,
sesungguhnya penggunaan istilah ini sesuai dengan keterangan sebelumnya yang
terperinci, merupakan suatu hal yang tidak dapat diperdebatkan lagi, beserta
peringatan bahwa penyebutan kata syarat di dalamnya, menurut definisi bahasa
bermakna tingkatan kewajiban tertinggi, bukan menurut definisi istilah yang
berkonsekuensi keluar dari hakikat sebenarnya. Adapun pemahaman istilah ini
dengan pengertian 'kesempurnaan mustahab' atau 'mengeluarkan amalan dari yang
namanya keimanan' atau 'orang yang bermaksiat memiliki keimanan yang sempurna'
sebagaimana pemahaman murji'ah atau orang-orang yang terpengaruh dengannya,
maka semua pengertian ini adalah sesat dan bathil.
*****************
Pasal 2 : Kekufuran
1. Takfir (Pengkafiran) adalah hukum syar'i yang
harus dikembalikan kepada Allah Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa
Sallam.
2. Barangsiapa yang keislamannya telah tetap dengan
pasti, maka keislamannya takkan hilang darinya melainkan dengan kepastian pula.
3. Tidak setiap ucapan maupun perbuatan yang disifatkan
oleh nash sebagai kekufuran serta merta menunjukkan kekufuran besar yang
mengeluarkan dari agama, karena kekufuran itu ada dua, yaitu kufur kecil dan
kufur besar. Maka, hukum terhadap ucapan dan perbuatan (yang disifatkan sebagai
kekafiran ini) sesungguhnya hanyalah menurut koridor metode para ulama Ahlus
Sunnah dan keputusan mereka.
4. Tidak boleh menjatuhkan hukum kafir terhadap setiap
muslim kecuali yang kekufurannya ditunjukkan oleh al-Qur'an dan as-Sunnah
dengan dalil yang terang, nyata dan jelas. Tidak cukup hanya dengan kesamaran
(syubuhat) dan dugaan semata.
5. Terkadang terdapat di dalam al-Qur'an dan as-Sunnah
tentang ucapan, perbuatan atau keyakinan yang difahami sebagai kekufuran, namun
tidak boleh seseorang dikafirkan secara spesifik (mu'ayan) kecuali jika
telah ditegakkan hujjah atasnya dengan memenuhi syarat-syarat : ilmu, maksud
dan pilihan, serta menghilangkan penghalang-penghalangnya, yaitu lawan dan
kebalikan dari hal ini.
6. Kekufuran itu bermacam-macam : ada kufur juhud (pengingkaran),
takdzib (pendustaan), iba' (penolakan), syak (keraguan), nifaq
(kemunafikan), i'radh (berpaling), istihzaa' (penghinaan) dan
istihlal (penghalalan), sebagaimana disebutkan oleh para Imam Ahli Ilmu,
Syaikhul Islam dan muridnya Ibnul Qoyyim al-Jauziyah dan selainnya dari para
Imam Sunnah -rahimahumullahu-
7. Termasuk kufur amalan dan ucapan yang mengeluarkan
dari agama secara dzatnya, yang tidak disyaratkan di dalamnya penghalalan hati,
adalah perkara-perkara yang menunjukkan lawan dari keimanan ditinjau dari
segala sisi, seperti mencela Allah Ta'ala, menghina Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa Sallam, sujud kepada berhala, meletakkan mushaf di tempat-tempat
najis, dan amalan-amalan yang serupa.
Menjatuhkan hukum kafir ini kepada perseorangan secara
spesifik adalah sebagaimana (menjatuhkan hukum kafir) pada amalan kafir
lainnya, yaitu tidaklah serta merta dikafirkan kecuali syarat-syaratnya
dipenuhi.
8. Kami berpendapat sebagaimana pendapatnya Ahlus Sunnah,
bahwa amalan kufur itu mengkafirkan pelakunya dikarenakan keadaannya yang
menunjukkan kekufuran bathinnya. Kami tidak berpendapat sebagaimana ahlul
bid'ah yang mengatakan bahwa amal kufur itu tidak mengkafirkan, melainkan
sebagai petunjuk kekafiran. Perbedaan keduanya cukup jelas.
9. Sebagaimana ketaatan merupakan cabang keimanan, maka
sesungguhnya kemaksiatan itu merupakan cabang kekufuran. Semuanya menurut
tingkatannya.
10. Ahlus Sunnah tidaklah mengkafirkan seorangpun dari
ahli kiblat dikarenakan dosa besarnya, namun mereka mengkhawatirkan akan
terealisasinya ayat-ayat ancaman bagi mereka (pelaku dosa besar) tanpa
beranggapan mereka kekal di dalam neraka. Bahkan Ahlus Sunnah berpendapat
mereka akan keluar dengan syafaat para pemberi syafaat dan dengan Rahmat Allah
Rabb semesta alam, selama mereka masih bertauhid. Pengkafiran terhadap para
pelaku dosa besar adalah madzhabnya khowarij yang buruk.
*****************
Pasal 3 : Sholat
1. Sholat merupakan Rukun Islam berupa amalan yang paling
penting dan besar. Bahkan sholat merupakan pilarnya dan simbol keimanan serta
perilaku badan/fisik yang paling agung.
2. Meninggalkan sholat karena juhud (mengingkari
kewajibannya) adalah kafir mengeluarkan dari agama. Kami tidak mengetahui
adanya perselisihan tentang hal ini di kalangan ulama Ahlus Sunnah.
Dan yang serupa dengan perkara ini -yaitu murtad dan
kafir- adalah orang yang hendak dipenggal kepalanya dengan pedang (dieksekusi),
ia lebih memilih mati ketimbang sholat.
3. Perselisihan yang terjadi di tengah Ahli Sunnah
-pengikut manhaj salaf- berkenaan tentanng orang yang meninggalkan sholat karena
malas tanpa penyangkalan dan pengingkaran (kewajibannya). Sebagaimana dinukil
lebih dari seorang ulama semacam Imam Malik, Imam Syafi'i dan menurut riwayat
yang masyhur dari Imam Ahmad.
4. Barang siapa yang mengkafirkan orang yang meninggalkan
sholat secara mutlak, tidak boleh baginya menuduh orang yang berbeda dengannya
sebagai murji'ah.
Dan barang siapa yang tidak mengkafirkan orang yang
meninggalkan sholat karena malas, tidak sepatutnya melempar tuduhan kepada
orang yang berbeda dengannya sebagai khowarij.
5. Meninggalkan sholat -bagi fihak yang mengkafirkannya
di dunia- termasuk kufur besar yang menyeret pelakunya sebagai kafir pula di
akhirat. Adapun pengkafiran orang yang meninggalkan sholat sebagai kufur akbar
di dunia setelah memenuhi syarat-syaratnya dan menghilangkan penghalang
kekafiran, dan menjadikan orang yang meninggalkan sholat pada waktu yang
bersamaan 'di bawah kekuasaan Allah di akhirat', jika orang yang meninggalkan
sholat itu ikhlas dengan ucapannya 'Laa ilaaha illallah' di dunia, maka
pendapat ini adalah pendapat yang mengada-ada (bid'ah), tidaklah termasuk dari
pendapatnya Ahlus Sunnah sedikitpun. Karena para ulama yang merajihkan
(menguatkan) pengkafiran bagi orang yang meninggalkan sholat, mereka meyakini
bahwa orang yang meninggalkan sholat di akhirat nanti kekal di dalam neraka
jahannam. Mereka berargumentasi bahwa 'orang yang tidak sholat tidak memiliki
iman sedikitpun di dalam hatinya' dan argumentasi 'seandainya dia jujur dengan
ucapan laa ilaaha illallah dan ikhlas, niscaya ia takkan meninggalkan
sholat'.
6. Oleh karena itu, perselisihan tentang menghukumi orang
yang meninggalkan sholat menurut sisi kebenarannya adalah perselisihan yang mu'tabar
(dikenal) di tengah-tengah Ahlus Sunnah yang tidak merusak ukhuwah imaniyah.
sebagaimana hal ini terjadi di zaman salaf yang pertama dari para imam yang
ummat bersepakat menerima mereka dan mempersaksikan keutamaan mereka, seperti
Imam Malik, Imam Syafi'i dan selainnya. Perselisihan Ilmiyah Sunniyah
ini terus berlangsung hingga saat ini, sebagaiman terjadi pada dua Imam yang
mulia, yaitu Imam Albany dan Imam Ibnu Baz -rahimahumallahu- dan selain
mereka.
7. Tidak ada halangan syar'i untuk tarjih Ilmiah
(meneliti yang lebih kuat) dan penelitian Fiqhiyyah, untuk mendukung dan
menyokong salah satu dari pendapat ini tanpa mendukung pendapat lainnya, dalam
lingkaran Ahlus Sunnah walau dengan perbedaan tarjih dan hakikat ucapan
yang beragam, dengan tetap memelihara manhaj dalam meneliti dan etika dalam
berselisih.
*****************
Pasal 4 : Berhukum dengan hukum Allah
1. Berhukum dengan hukum Allah adalah wajib 'ain bagi
setiap muslim, baik secara individu maupun masyarakat, sebagai pemimpin maupun
rakyat, tiap-tiap mereka adalah pemimpin dan tiap-tiap mereka bertanggung jawab
terhadap yang dipimpinnya.
2. Berhukum dengan hukum Allah adalah sempurna,
komprehensif dan lengkap. Dimana hukum Allah mencakup seluruh urusan ummat baik aqidah, dakwah,
pendidikan, moralitas, ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain-lain.
3. Meninggalkan berhukum dengan hukum Allah termasuk
sebab-sebab bencana, perpecahan, kehinaan dan kemunduran yang saat ini tengah
menyelimuti ummat Islam baik secara kemasyarakatan Individu.
4. Hukum itu ada tiga macam, yaitu :
- Hukum Munazzal (yang diturunkan), yaitu syariat
Allah di dalam kitab-Nya dan sunnah nabi-Nya. Semuanya adalah kebenaran yang
pasti.
- Hukum Mu'awwal (yang ditakwil), yaitu ijtihad
para Imam Mujtahid yang bisa benar dan salah. Akan mendapatkan satu ganjaran
(jika salah) dan dua ganjaran (jika benar).
- Hukum Mubaddal (yang diganti), yaitu hukum
dengan selain hukum Allah, dimana pelakunya bisa jadi kafir, dhalim atau fasiq.
Sebagaimana dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Imam
Ibnul Qoyim al-Jauziyah.
5. Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah dilihat
keadaannya:
Jika ia meninggalkan hukum Allah dengan meyakini
kehalalannya atau menganggapnya pilihan (yang boleh diterima boleh tidak,
pent.) atau beranggapan hukum Allah tidak relevan untuk mengatur urusan manusia
atau berpendapat hukum selain hukum Allah lebih layak untuk manusia, maka dia
telah kafir keluar dari agama setelah terpenuhinya syarat dan hilangnya
penghalang, menurut fatwa para ulama yang mendalam pemahaman agamanya.
Jika ia meninggalkan berhukum dengan hukum Allah karena
mengikuti hawa nafsu atau demi kepentingan (duniawinya), atau karena takut atau
takwil, dengan tetap berikrar dan meyakini kesalahan dan penyelewengannya, maka
ia jatuh ke dalam kufur kecil yang dosanya jauh lebih besar dari minum khamr.
Akan tetapi, kekufurannya tidak sampai mengkafirkannya (kufrun duna kufrin)
sebagaimana telah ditetapkan oleh para Imam dan Ulama salaf.
6. Berusaha untuk menegakkan syariat Allah di negeri yang
tidak berhukum dengan hukum Allah, beramal untuk melanggengkan kehidupan Islam
di atas manhaj kenabian yang akan menghimpun kaum muslimin dan mempersatukan
kalimat mereka, adalah kewajiban syar'i yang terkandung di dalam manhaj Robbani
dalam mengadakan perubahan, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
keadaan suatu kaum hingga kaum itu sendiri yang mengubah keadaan mereka.",
tanpa berpartai-partai (tahazub) dan fanatisme yang jelek, dengan tetap
berpegang pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah berdasarkan pemahaman Salaful
Ummah dari generasi Sahabat dan Tabi'in, dengan saling tolong menolong dalam
kebajikan dan ketakwaan, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, dan
memurnikan (tashfiyah) segala kerusakan yang menimpa aqidah kaum
muslimin serta mendidik (tarbiyah) mereka di atas manhaj yang benar dan
terang.
*****************
Pasal 5 : Wala' (Loyalitas) dan Baro' (Berlepas Diri)
1. Kami memandang bahwa wala' di tengah-tengah kaum
muslimin -dan wala' terhadap mereka-
mengandung ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa
Sallam dan termasuk manhaj salaf yang dipercaya serta jalannya para ulama
Robbaniyun. Kami juga memandang bahwa baro' dari setiap orang yang menyelisihi
syariat berdasarkan tingkat penyelewengannya baik besar maupun kecil, baik
dalam masalah aqidah mapun hukum, dan sunnah atau bid'ah.
2. Tidak boleh khuruj/keluar dari ketaatan
(memberontak) dari penguasa kaum
muslimin, tidak boleh pula menentang dan melakukan revolusi terhadap mereka,
kecuali hingga kita melihatnya melakukan kekufuran yang nyata dan kita memiliki
bukti yang nyata dari Allah atas kekufurannya.
Jika hal demikian benar-benar terjadi -yakni penguasa
melakukan kekufuran yang nyata- maka sesungguhnya justifikasi dan penentuannya
dikembalikan kepada orang yang mendalam ilmunya dari para ulama kita yang
terpercaya kekokohan agamanya, dimana mereka lebih bisa melihat tarjih antara
masalahat dan madharatnya, yang akan menghilangkan kemunkaran tidak malah menambahnya,
tanpa dibakar semangat yang menggelora.
*****************
Pasal 6 : Murji'ah
1. Murji'ah ada kelompok yang sesat, madzhabnya jelek dan
bathil -tidak berada di atas manhaj Sunnah dan Ahlus Sunnah-. Akan tetapi kami
tidak mengeluarkan mereka dari agama sebagaimana dinyatakan oleh Imam Ahmad dan
dinukil Syaikhul Islam dari beliau sebagai ketetapan beliau di sejumlah tempat.
2. Murji'ah ada tiga jenis :
a. Jahmiyah Murji'ah yang berpendapat bahwa Iman
sebatas pengetahuan (ma'rifat) belaka. Sebagian Imam Salaf mengkafirkan mereka.
b. Karramiyyah yang membatasi keimanan hanya dengan
ucapan lisan saja tanpa perlu diyakini dalam hati.
c. Murji'ah Fuqoha' yang berpendapat bahwa iman
itu keyakinan dengan hati dan ucapan dengan lisan, namun mereka mengeluarkan
amalan dari yang namanya keimanan.
Mereka semua di atas kesesatan walaupun tingkat
kesesatannya berbeda-beda, sebagaimana yang telah diperinci oleh Syaikhul Islam
-rahimahullahu-.
3. Termasuk pendapat jelek mereka yang terbentuk dari
sebelumnya dan dari beragamnya kelompok-kelompok mereka, bahwasanya iman itu
tidak bertambah tidak pula berkurang. Barang siapa yang mengatakan
'sesungguhnya iman itu bertambah dan berkurang, bertambah dengan ketaatan dan
berkurang dengan kemaksiatan. Iman itu berupa ucapan, amalan dan keyakinan',
maka dia telah berlepas diri dari pemikiran murji'ah seluruhnya, dari awal
sampai akhir, sebagaimana ucapan Imam Ahmad bin Hanbal; dan Imam Barbahari
serta selain mereka.
4. Pelaku kemaksiatan baik kecil maupun besar masih
termasuk ummat Islam (Ahlu Millah), dan mereka berada di bawah kehendak Allah
hukuman dan siksanya, sebagaimana firman Allah Ta'ala, "Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni kesyirikan namun ia mengampuni selain kesyirikan siapa
saja yang dikehendaki-Nya."
*****************
Pasal 7 : Khowarij
1. Khowarij adalah kelompok yang sesat dan madzhabnya
jelek lagi bathil. Mereka keluar dari manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah walaupun
kami tidak beranggapan akan kekafiran mereka. Telah diriwayatkan sebagian ulama
salaf bahwa ada yang mengkafirkan mereka.
2. Mereka adalah kebalikan Murji'ah dari sisi hukum.
Namun keduanya berangkat dari pokok kesesatan yang sama, yaitu bahwa Iman
seluruhnya tidak bercabang-cabang. Dari pokok yang satu inilah mereka
menyimpang dan berpecah belah, oleh karena itu :
Menurut khowarij, sesungguhnya berkurangnya iman adalah
kekufuran, dimana kemaksiatan akan menghilangkan dan membatalkan keimanan
seluruhnya. Lain halnya dengan murji'ah, yang menjadikan keberadaan setiap
maksiat tidak mempengaruhi berkurangnya keimanan, seperti setiap ketaatan tidak
mempengaruhi pertambahan iman. Dari sinilah mereka mengatakan bahwa
'kemaksiatan tidaklah membahayakan keimanan'.
3. Perincian ilmiah tentang perkara 'berhukum dengan
hukum Allah' yang telah lewat pembahasannya merupakan metodenya para salaf yang
benar dan jalannya Ahlus Sunnah yang haq. Barangsiapa yang menambah-nambahi
darinya maka ia telah berlaku ghuluw (ekstrim) dan ifrath
(berlebih-lebihan) yang selaras dengan khowarij. Barangsiapa yang
mengurangi darinya maka ia berlaku taqshir
(mengurangi) dan tafrith (meremehkan) yang selaras dengan murji'ah.
*****************
Pasal 8 : Jihad fi Sabilillah
1. JIhad termasuk syiar Allah yang terpenting dan puncak
tertinggi.
2. Kedudukan jihad di dalam agama tetap terpelihara dan
dikenal kedudukan dan posisinya, yang tidak didahulukan dari perkara-perkara
yang lebih penting darinya dan tidak diakhirkan dari perkara-perkara yang lebih
rendah darinya. Jihad akan senantiasa berlangsung hingga hari kiamat.
3. Jihad terbagi menjadi 2 macam :
Pertama : Jihad Fath wa Tholab (ekspansi dan
ofensif), yang harus memenuhi persyaratan syar'i sebagai berikut :
a. Imam
b. Negara (daulah)
c. Bendera (royah)
Kedua, Jihad Daf'u (defensif), hukumnya wajib 'ain
bagi seluruh penghuni negeri yang diserang oleh musuh. Jika mereka tidak
sanggup, maka penduduk di wilayah sekitarnya dari ahli tsughur (penjaga
perbatasan) harus menolong mereka, demikian seterusnya.
4. Jihad syar'i memiliki persiapan ('idad) syar'i yang
harus dipenuhi. Ada dua macam persiapan, yaitu :
Pertama : Persiapan dengan pembinaan keimanan ummat,
dengan cara menegakkan hakikat peribadatan hanya kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala semata, membina jiwa mereka dengan kitabullah, mensucikan mereka
dengan sunnah nabinya dan menolong agama Allah dan syariat-syariat-Nya. 'Allah
benar-benar akan menolong hamba-Nya yang menolong agama-Nya.'
Kedua : Persiapan fisik, yaitu mempersiapkan sejumlah
perlengkapan dan alat-alat perang untuk melawan dan memerangi musuh-musuh
Allah. 'Dan persiapkanlah bagi mereka apa-apa yang kamu sanggupi, dari
kekuatan dan kuda yang ditambat yang akan menggentarkan musuh Allah dan
musuh-musuh kalian.'
*****************
Penutup
-Semoga Allah menganugerahkan kebaikan dan tambahannya-
Inilah penutup dari apa yang telah Allah Jalla wa 'Ala
tetapkan pada kami dalam penulisan perkara aqidah ini, yang mengkaitkan dan
menyelaraskannya dengan timbangan manhaj salaf dan metode Ahlus Sunnah dengan
format yang ringkas dan sederhana.
Sembari memohon kepada Allah Tabaroka wa Ta'ala Taufiq-Nya
kepada kami dan kepada seluruh saudara-saudara kami, dengan mengharap agar Ia
tetap mengatur urusan kami supaya tetap lurus, agar Ia memperkuat penolong-penolong
agama-Nya dan menghinakan musuh-musuh-Nya, agar Ia menumpas ahlu ahwa' dan
bi'dah, agar meluruskan dari apa-apa yang telah kami tulis, dan agar supaya Ia
menganugerahkan keikhlasan dalam beramal dan berucap.
"Sesungguhnya aku hanya menghendaki perbaikan
semampu aku bisa, dan tidak ada taufiq melainkan dari Allah, kepada-Nya aku
bertawakal dan kepadanya aku kembali."
Semoga Sholawat, Salam dan Barokah senantiasa tercurahkan
kepada nabi kita Muhammad, terhadap keluarga beliau dan seluruh sahabat-sahabat
beliau.
Penutup do'a kami adalah, Segala puji hanyalah milik
Allah Rabb semesta alam.
*****************