Tahdzir Ulama
Kibar Terhadap Jama'ah Yang Gemar Menghajr [Memboikot] Dan Mentabdi
[Membid'ahkan]
Oleh
Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Baz
Al-Allamah,
al-Mufti al-Alim, Samahatus Syaikh Abdil Aziz bin Abdullah bin Bazz - rahimahullahu-
berkata, sebagaimana termuat dalam harian al-Jazirah, ar-Riyadh, asy-Syirqul
Awsath, Sabtu 22/6/1412 H, sebagai berikut :
"Telah
merebak di zaman ini tentang banyaknya orang-orang yang menisbatkan diri kepada
ilmu (tholibul 'ilm, pent.) dan terhadap dakwah kepada kebajikan (da'i, pent.)
yang mencela kehormatan kebanyakan saudara-saudara mereka para du'at yang
masyhur dan memperbincangkan kehormatan (menjelekkan, pent.) para thullabul
'ilm (penuntut ilmu), para du'at dan khatib (penceramah). Mereka melakukannya
secara sirriyah (sembunyi-sembunyi) di dalam majelis-majlis mereka, dan bisa
jadi ada yang merekamnya di kaset-kaset kemudian disebarkan kepada manusia.
Terkadang pula mereka melakukannya secara terang-terangan di dalam muhadharah
'am (ceramah umum) di masjid-masjid. Cara ini menyelisihi dengan apa-apa yang
diperintahkan Allah dan rasul-Nya, dengan beberapa alasan :
Pertama.
Hal ini merusak hak-hak kaum muslimin, dan khususnya para penuntut ilmu dan
da'i yang mengerahkan segenap usahanya di dalam mengarahkan manusia, menunjuki
mereka dan membenahi aqidah dan manhaj mereka. Mereka bersungguh-sungguh di
dalam mengatur/mengelola durus (pelajaran-pelajaran) dan muhadharaat
(pengajian-pengajian) serta penulisan buku-buku yang bermanfaat.
Kedua.
Hal ini memecah belah persatuan kaum muslimin dan memporak porandakan barisan
mereka, dimana ummat ini lebih membutuhkan kepada persatuan dan menjauhi dari
berkelompok-kelompok dan berpecah belah serta menjauhi dari banyaknya qiila wa
qoola (perkataan-perkataan yang tidak jelas, pent.) di tengah-tengah ummat.
Khususnya kepada du'at yang dicela, padahal mereka adalah termasuk dari ahlis
sunnah wal jama'ah yang dikenal akan sikap mereka dalam memerangi bid'ah dan
khurofat, memerangi orang-orang yang menyeru kepada bid'ah dan khurafat, dengan
cara menyingkapkan kesalahan-kesalahan dan kekurangan mereka (para penyeru
bid'ah dan khurafat). Kami tidak melihat adanya mashlahat (kebaikan) di dalam
perilaku semacam ini (yaitu mencela para du'at), melainkan akan memberikan
maslahat bagi musuh-musuh Islam dari kaum kuffar, munafik, dan ahli bid'ah
serta kesesatan.
Ketiga.
Sesungguhnya perbuatan ini (yaitu mencela para du'at), akan membantu dan
menolong orang-orang yang menyimpang dari kalangan kaum atheis, sekuler dan lainnya.
Dimana mereka ini tersohor akan permusuhannya terhadap para du'at islam dan
terkenal akan pengadaan kedustaan terhadap mereka dengan menghasut melalui
buku-buku maupun kaset-kaset rekaman. Hal ini (mencela para du'at) bukanlah hak
dalam persaudaraan dalam Islam bagi orang-orang yang dengki itu dengan membantu
musuh-musuh mereka terhadap saudara-saudara mereka thullabul 'ilmi dan para
du'at.
Keempat.
Hal ini akan menyebabkan rusaknya hati umat ini secara umum dan mereka sendiri
secara khusus, dengan menyebarkan dan mengedarkan kedustaan serta merebakkan
kebathilan. Hal ini merupakan sebab berkembangnya ghibah, namimah (mengadu
domba) dan pembuka pintu-pintu kejahatan bagi orang-orang yang jiwanya lemah,
yang mana mereka ini akan menyebarkan syubuhat dan meluaskan fitnah serta
mendorong mereka menghancurkan kaum mukminin.
Kelima.
Sesungguhnya kebanyakan perkataan-perkataan tersebut tidaklah berdasar.
Sesungguhnya perkataan-perkataan tersebut hanyalah bersumber dari dugaan
(imajinasi) yang Syaithan menghiasinya dan memperdayainya. Allah Ta'ala
berfirman.
"Wahai
orang-orang yang beriman, jauhilah olehmu kebanyakan dari purbasangka, karena
sesungguhnya sebagaian purbasangka itu adalah dosa."
[Al-Hujurat : 11-12]
Selayaknyalah
bagi seorang muslim membawa ucapan saudaranya seislam pada sebaik-baik tempat
(kepada makna yang paling baik). Sebagian Salaf berkata, "Janganlah engkau
berprasangka buruk terhadap perkataan yang dilontarkan saudaramu sedangkan
engkau dapat membawa perkataan tersebut pada makna yang baik."
Keenam,
Apa yang didapatkan dari ijtihad sebagian ulama dan penuntut ilmu dari
perkara-perkara yang memang memungkinkan di dalamnya berijtihad, maka orang
tersebut tidak boleh disalahkan apalagi dicela, jika ia memang ahli ijtihad.
Jika sekiranya ada orang lain yang menyelisihinya, selayaknyalah ia berdiskusi
dengannya dengan cara yang baik, dengan mengharapkan memperoleh kebenaran dan
dengan menolak waswas syaithan yang hendak memecah belah kaum mukminin. Jika
hal ini tidak memungkinkan dan ia beranggapan harus menerangkan
penyelewengannya, maka hendaklah dengan ungkapan-ungkapan yang baik dan
ucapan-ucapan yang lembut tidak kasar tanpa celaan ataupun ucapan yang sia-sia
yang dapat menyebabkan seseorang menolak kebenaran atau bahkan menjauhi
kebenaran, juga tanpa menyebutkan perorangan atau menuduh niat atau menambah
ucapan-ucapan yang tidak dimaksudkannya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam bersabda tentang perkara ini, 'mengapa ada kaum yang berkata demikan dan
demikian??'*"
Tahdzir Ulama
Kibar Terhadap Jama'ah Yang Gemar Menghajr [Memboikot) Dan Mentabdi'
[Membid'ahkan]
Oleh
Syaikh Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Abani
Berkata Syaikh
kami yang mulia, al-Muhaddits al-Ashr al-Mujaddid al-Faqih Muhammad Nashirudin
al-Albani -Rahimahullah- di dalam kaset Silsilah al-Huda wan Nur ash-Shouthiyah
no 784 side A, sebagai berikut :
"Syuf
(perhatikan) wahai saudaraku! Aku menasehatkanmu dan para pemuda lainnya yang
berada di jalan munharif (menyeleweng) sebagaimana tampak pada kami, wallahu
a'lam, untuk tidak membuang-buang waktumu untuk mencela satu dengan lainnya dan
sibuk dengan mengatakan fulan begini dan fulan berkata begitu. Dikarenakan,
pertama, hal ini tidaklah termasuk ilmu sama sekali, dan yang kedua, uslub
(cara) ini akan merasuk ke dada dan menyebabkan kedengkian serta kebencian di
dalam hati. Wajib atasmu menuntut ilmu!!! Karena ilmulah yang akan
menyingkapkan apakah perkataan ini yang mencela Zaid atau fulan dari manusia
dikarenakan dirinya memiliki banyak kesalahan, apakah berhak bagi kita untuk
menyebutkan shohibul bid'ah atau mubtadi' ataukah tidak?? Apa yang harus kita
lakukan dengan mendalami perkara ini?? Aku tidak menasehatkanmu untuk mendalami
seluruh perkara ini dengan benar-benar, karena hakikatnya kita sekalian sedang
mengeluhkan perpecahan ini yang terjadi di tengah-tengah orang-orang yang
berintisab (menisbatkan diri) pada dakwah al-Kitab dan as-Sunnah, atau
sebagaimana kita menyebutnya, Dakwah Salafiyah.!!!
Perpecahan ini,
wallahu a'lam, penyebab utamanya adalah dorongan jiwa yang memerintahkan kepada
keburukan (an-Nafsul ammarah bis suu`) dan bukanlah perselisihan pada sebagian
pemikiran. Inilah nasehatku. karena telah sering aku ditanya, 'apa pendapatmu
tentang fulan?', dan aku langsung faham bahwa ia (penanya) orang yang memihak
atau memusuhi. dan terkadang orang yang ditanyakan adalah diantara
saudara-saudara kita terdahulu yang dikatakan dia menyimpang, maka kami bantah
penanya tersebut, apa yang engkau inginkan terhadap fulan dan fulan??
Berlaku luruslah
sebagaimana engkau diperintahkan! Tuntutlah ilmu! Dengan ilmu engkau akan dapat
memilah-milah mana yang thalih dan mana yang shalih, mana yang bathil dan mana
yang haq.!!! Kemudian janganlah engkau ini mendengki terhadap saudara seislam
dikarenakan ia jatuh kepada beberapa kesalahan. Kami tidak mengatakan salah,
namun kami katakan ia menyimpang dalam satu, dua atau tiga perkara, dan perkara
lainnya ia tidak menyimpang.
Kita dapati para
Imam Ahli Hadits yang menerima haditsnya (orang yang menyimpang) dan disebutkan
di dalam riwayatnya ia khariji atau murji`i atau lainnya. Ini semua adalah aib
dan kesesatan, namun diperoleh pada timbangan tersebut yang mereka berpegang
teguh padanya. Kita tidak menimbang beratnya keburukannya dari
kebaikan-kebaikannya atau dua atau tiga keburukannya terhadap banyaknya
kebaikannya, dan yang terbesar adalah syahadat Laa ilaaha illa Allah wa
Muhammad Rasulullah."
Syaikh juga berkata tentang definisi siapakah mubtadi' itu di dalam kaset
Silsilah Huda wa Nur ash-Shouthiyah no 785 side B, sebagai berikut :
"Atsar Abu
Hurairah Radhiallahu 'anhu bermanfaat untuk menunjukkan contoh dari terjatuhnya
seorang alim kepada bid'ah tidaklah serta merta menjadikannya mubtadi' dan
jatuhnya seseorang kepada perbuatan haram, dengan pernyataan memperbolehkan
apa-apa yang diharamkan secara ijtihad, tidak serta merta menjadikannya sebagai
pelaku keharaman. Saya katakan, atsar Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu ini
menunjukkan bahwasanya ia dulu berdiri menasehati manusia pada hari Jum'at
sebelum sholat, berfaidah untuk menunjukkan contoh yang shahih, bahwa bid'ah
yang terkadang terjatuh kepada seorang alim, tidaklah dengan demikian ia
menjadi seorang mubtadi'.
Sebelum masuk ke
jawaban yang lengkap, aku katakan, al-Mubtadi' adalah berawal dari kebiasaannya
mengada-adakan bid'ah di dalam agama, dan tidaklah orang yang mengada-adakan
bid'ah, walaupun ia mengamalkannya bukan karena ijtihadnya, namun dari hawa
nafsunya, tidak serta merta dikatakan dia mubtadi'!! contoh terjelas yang
paling dekat dengan perkara ini adalah, seorang hakim yang dhalim yang
terkadang berlaku adil pada sebagian hukum-hukumnya, tidaklah bisa disebut
hakim adil, sebagaimana pula seorang hakim yang adil yang terkadang melakukan
kedhaliman di sebagian hukum-hukumnya, tidaklah dinamakan dirinya hakim dhalim.
Hal ini berkaitan erat dengan kaidah fiqh islami yang menyatakan bahwasanya
seorang manusia dilihat dari banyaknya kebaikan atau keburukannya. Jika kita
telah mengetahui hakikat ini, maka kita dapat mengetahui siapakah mubtadi' itu.
maka, dengan demikian disyaratkan bagi mubtadi' dua hal, yaitu pertama, dia
bukanlah seorang mujtahid namun hanyalah pengikut hawa nafsu dan kedua, dia
menjadikan bid'ahnya sebagai kebiasaan dan agamanya."
Tahdzir Ulama
Kibar Terhadap Jama'ah Yang Gemar Menghajr [Memboikot) Dan Mentabdi'
[Membid'ahkan]
Oleh
Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Syaikh al-Imam
Faqihuz Zaman, al-Allamah Muhammad bin Sholih al-Utsaimin -rahimahullahu-
berkata saat Liqo`ul Babil Maftuh (Pertemuan terbuka) no 1322, sebagai berikut
:
"Salafiyyah
adalah ittiba' terhadap manhaj Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan
sahabat-sahabatnya, dikarenakan mereka adalah salaf kita yang telah mendahului
kita. Maka, ittiba' terhadap mereka adalah salafiyyah. Adapun menjadikan
salafiyyah sebagai manhaj khusus yang tersendiri dengan menyesatkan orang-orang
yang menyelisihinya walaupun mereka berada di atas kebenaran, maka tidak
diragukan lagi bahwa hal ini menyelisihi salafiyyah!!!
Kaum salaf
seluruhnya menyeru kepada Islam dan bersatu di atas Sunnah Rasul Shallallahu
'alaihi wa Sallam, mereka tidak menyesatkan orang-orang yang menyelisihinya
karena perkara takwil/penafsiran yang berbeda, Allahumma, kecuali dalam perkara
aqidah, dikarenakan mereka berpandangan bahwa siapa-siapa yang menyelisihinya
dalam perkara aqidah, maka telah sesat.
Akan tetapi,
sebagian orang yang meniti manhaj salaf pada zaman ini, menjadikan manhajnya
dengan menyesatkan setiap orang yang menyelisihinya walaupun kebenaran
besertanya. Dan sebagian mereka menjadikan hal ini sebagai manhaj hizbiyah
sebagaimana manhaj-manhaj hizbi lainnya yang memecah belah Islam. Hal ini
adalah perkara yang harus ditolak dan tidak boleh ditetapkan. Dikatakan,
'lihatlah kepada madzhab salafus shalih, apa yang mereka perbuat di dalam jalan
mereka dan kelapangan dada mereka pada perkara khilaf yang memang diperbolehkan
ijtihad di dalamnya, sampai pada taraf mereka berselisih di dalam perkara
aqidah dan ilmu. engkau dapati mereka, misalnya, mengingkari Rasul Shallallahu
'alaihi wa Sallam melihat Rabbnya dan sebagian lagi menetapkannya, ada lagi
yang berpendapat yang ditimbang pada hari kiamat nanti adalah anak dan
sebagiannya berpendapat lembaran-lembaran amal-lah yang ditimbang õEngkau
dapati pula mereka berselisih di dalam masalah fiqhiyah, baik dalam masalah
nikah, faraidh, iddah, jual beli dan lain-lain. Walaupun demikian, mereka tidak
saling menyesatkan satu dengan lainnya.
Jadi, salafiyah
yang bermakna sebagai suatu kelompok khusus, yang mana di dalamnya mereka
membeda-bedakan dan menyesatkan selain mereka, maka mereka bukanlah termasuk
salafiyah sedikitpun!!! Dan adapun salafiyah yang ittiba' terhadap manhaj salaf
baik dalam hal aqidah, ucapan, amalan, perselisihan, persatuan, cinta kasih dan
kasih sayang sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, 'permisalan
kaum mukminin satu dengan lainnya dalam hal kasih sayang, tolong menolong dan
kecintaan, bagaikan tubuh yang satu, jika salah satu anggotanya mengeluh sakit,
maka seluruh tubuh akan merasa demam atau ikut sakit.' [Hadits Riwayat Muslim],
maka inilah salafiyah yang hakiki!!!"
Tahdzir Ulama
Kibar Terhadap Jama'ah Yang Gemar Menghajr [Memboikot) Dan Mentabdi'
[Membid'ahkan]
Oleh
Syaikh Al-Allamah Bakr Abu Zaed
Asy-Syaikh al-Allamah Bakr Abu Zaed -hafidhahullahu- berkata dalam bukunya
Tashnifun Naasi bain adh-Dhanni wal Yaqin hal 40-41, Cet. I, Darul 'Aashimah,
1414 H.
"Dan upaya
pemecahbelahan ini di tengah-tengah barisan Ahlus Sunnah, untuk kesekian
kalinya sesuai dengan apa yang kita ketahui, ditemukan terjadi pada orang-orang
yang berintisab (menyandarkan diri) sebagai Ahlus Sunnah sebagai orang-orang
yang menentangnya, mereka menjadikan diri mereka menetapi ahlus sunnah dan
menyandarkan bagian dari tujuannya untuk memadamkan 'bara api' ahlus sunnah.
Mereka pun berdiri di jalan dakwah sembari melepaskan kendali lisan-lisan
mereka dengan mengadakan kedustaan terhadap kehormatan para du'at, dan mereka
temukan di jalan ahlus sunnah ini aral rintangan berupa fanatisme yang
serampangan. Sekiranya anda melihat mereka! Orang-orang miskin yang
memprihatinkan keadaan dan kerusakan yang ada pada mereka.
Mereka gemar
'melompat' dan 'meloncat', dan Allahlah yang lebih tahu tentang apa yang mereka
upayakan. Anda akan benar-benar mendapatkan pada diri mereka sikap yang ceroboh
dan sembrono dalam lamunan mereka yang melayang.
Mereka
'mengibarkan' perkara ini tanpa kaidah, seandainya anda berbantah-bantahan
dengan salah seorang dari mereka, tatkala itu anda akan melihat modal
semangatnya yang menggelegak tanpa bashirah. Yang mencapai akal-akal orang yang
sederhana ini adalah semangat untuk menolong sunnah dan mempersatukan ummat,
namun merekalah orang yang pertama kali akan menghancurkan sunnah dan mengoyak-ngoyak
persatuan ummat..."
Tahdzir Ulama
Kibar Terhadap Jama'ah Yang Gemar Menghajr [Memboikot) Dan Mentabdi'
[Membid'ahkan]
Oleh
Syaikh Al-Allamah Abdul Muhsin al-Abbad
Syaikh
al-Allamah Abdul Muhsin al-Abbad -hafidhahullahu- ditanya saat pelajaran (durus
) Sunan Abu Dawud, malam hari, 26 Shafar 1423 H., sebagai berikut :
Pertanyaan :
Jika seandainya ada seorang syaikh berbicara mengenai seseorang dan
menganggapnya mubtadi', apakah harus seorang pelajar (tholib) mengambil tabdi'
ini? Ataukah harus mengetahui sebab-sebab tabdi' terlebih dahulu, dikarenakan
terkadang tabdi' ini dimutlakkan atas seseorang walaupun ia multazim dengan
sunnah?
Jawaban : Tidak
setiap orang diterima perkataannya dalam perkara ini. Jika datang perkataan
dari orang yang semisal Syaikh Ibnu Bazz atau Syaikh Ibnu Utsaimin, iya,
mungkin untuk mempercayai ucapannya (mengambilnya, pent.). Adapun dari
orang-orang yang 'merangkak dan merayap' (gemar menyebarkan desas-desus dan
sembrono, pent.), maka tidak diambil perkatannya.
Pertanyaan :
Masalah lain, tentang menerima khobar (berita) tsiqoh (orang yang terpercaya),
apakah diterima perkataannya secara mutlak tanpa tatsabut? Misalnya dikatakan,
fulan tersebut mencela dan memaki shahabat, sebagai contoh, apakah wajib bagiku
menerima perkataan ini (langsung) dan menghukuminya (sebagai pencela sahabat,
pent.) ataukah aku harus tatsabut?
Jawaban : (Anda)
harus tatsabut!!!
Pertanyaan :
Walaupun yang berkata demikian adalah salah seorang masyaikh?
Jawaban : Harus
tatasabut!!! Orang yang berkata jika ia menisbatkan kepada kitabnya dan
kitabnya eksis (maujud), sehingga memungkinkan ummat untuk merujuk kepada kitab
ini. Adapun perkataan belaka yang kosong dari pokok (asas) yang disebutkan
tentangnya terutama jika orang-orang tersebut masih hidup. Adapun jika ia
termasuk dari para pendahulu kita dan dia memang dikenal dengan kebid'ahannya
atau termasuk penghulu bid'ah, maka hal ini semua orang telah mengetahuinya,
yaitu seperti Jahm bin Shofwan, dan demikianlah tiap-tiap orang yang berkata ia
mubtadi', maka sesungguhnya perkataannya benar, yaitu mengatakannya mubtadi'.
Adapun terhadap orang-orang yang melakukan kesalahan sedangkan dia memiliki
kesungguhan yang luar biasa dalam berkhidmat terhadap agama, kemudian dia
tergelincir, maka seharusnya ummat ini menghukumi terhadapnya pada kesalahannya
saja.
Pertanyaan :
Jika didapatkan pada seorang alim perkataan yang mujmal (global) di dalam suatu
perkara, dan terkadang perkataan mujmal tersebut secara dhohirnya menunjukkan
kepada suatu perkara yang salah, dan didapatkan lagi padanya perkataan yang
lain yang mufashshol (terperinci ) pada perkara yang sama tentang manhaj
salaf, apakah dibawa perkataan seorang alim yang mujmal tersebut kepada perkara
yang mufashshol?
Jawaban : Iya,
dibawa kepada mufashshol, selama perkara tersebut adalah sesuatu yang masih
samar, dan perkara yang jelas dan teranglah yang dianggap.
Tahdzir
Ulama Kibar Terhadap Jama'ah Yang Gemar Menghajr [Memboikot) Dan Mentabdi'
[Membid'ahkan]
Oleh
Syaikh Al-Allamah Sholih Fauzan al-Fauzan
Asy-Syaikh al-Allamah Sholih Fauzan
al-Fauzan -hafidhahullahu- berkata saat pengajian tentang Aqidah dan Dakwah
(III/69) sebagai berikut :
"Diantara
kerusakan-kerusakan perpecahan yang demikian ini adalah mengakibatkan
perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin, disebabkan disibukkannya mereka satu
dengan lainnya dengan mentajrih (mencela) dengan gelar-gelar yang buruk.
Tiap-tiap mereka menghendaki memenangkan diri mereka dari yang lainnya dan
merekapun menyibukkan kaum muslimin dengan perihal mereka. Yang mana hal ini
menjadi melebihi mempelajari ilmu yang bermanfaat. Sesungguhnya banyak dan
banyak dari para penuntut ilmu yang bertanya sampai kepada kami bahwa semangat
dan kesibukan mereka hanyalah memperbincangkan manusia dan kehormatan mereka,
baik di majelis-majelis maupun perkumpulan mereka, sembari menyalahkan ini dan
membenarkan itu, memuji ini dan menyatakan itu sesat... Tidaklah mereka ini
disibukkan melainkan hanya memperbincangkan manusia.."
Syaikh
al-Allamah ditanya saat pengajian tentang Aqidah dan Dakwah (III/57) sebagai
berikut :
Pertanyaan :
"Apa pendapat yang mulia tentang merebaknya celaan-celaan baik yang
tertulis maupun yang didengar yang merebak di kalangan para ulama?? Tidakkah
Anda memandang bahwa duduknya mereka untuk diskusi adalah lebih mulia?? Karena
betapa banyak aturan-aturan islam yang rusak karena hal ini!!"
Jawaban :
"Para ulama yang mu'tabar (dikenal keilmuannya) tidak ada pada diri mereka
sedikitpun dari apa yang disebutkan dalam pertanyaan. Mungkin hal ini terjadi
diantara para penuntut ilmu dan pemuda yang bersemangat, kami memohon hidayah
dan taufiq Allah untuk mereka. Kami menyeru mereka untuk meninggalkan perbuatan
tercela ini dan supaya mereka saling bersaudara di atas kebajikan dan
ketakwaan, serta mengembalikan kepada para ulama terhadap perkara-perkara yang
mereka sulit menentukan kebenarannya, dan agar mereka -para ulama- menjelaskan
kepada mereka mana yang benar, dan supaya mereka tidak memberikan pengaruh pada
fikiran dengan syubuhat sehingga mereka berpaling dari manhaj yang benar.
Namun, janganlah difahami dari hal ini, meninggalkan bantahan terhadap
kesalahan dan penyimpangan yang terdapat di sebagian buku-buku termasuk bagian
nasehat bagi ummat."
Syaikh ditanya
pula saat pengajian Aqidah dan Dakwah (III/332) sebagai berikut :
Pertanyaan : "Syaikh yang mulia, apakah nasehatmu bagi para pemuda yang
meninggalkan menuntut ilmu syar'i dan berdakwah kepada Allah dengan menceburkan
dirinya ke dalam masalah perselisihan diantara pada ulama tanpa ilmu dan
bashirah??
Jawaban:
"Aku nasehatkan kepada seluruh saudara-saudaraku dan khususnya para pemuda
penuntut ilmu agar mereka menyibukkan diri dengan menuntut ilmu yang benar,
baik di Masjid, sekolah, ma'had maupun di perkuliahan. Agar mereka sibuk dengan
pelajaran-pelajaran mereka dan apa-apa yang bermashlahat bagi mereka. Dan
supaya mereka meninggalkan menceburkan diri kepada perkara ini -perselisihan
ulama-, dikarenakan tidak ada kebaikannya dan tidak bermanfaat masuk ke
dalamnya... hanya membuang-buang waktu saja dan merisaukan fikiran...
Hal ini termasuk
penghalang amal shalih, termasuk mencela kehormatan dan menghasut kaum
muslimin. Wajib bagi kaum muslimin umumnya dan para penuntut ilmu khususnya,
supaya meninggalkan perkara ini dan agar mereka mengupayakan perdamaian
(ishlah) semampu yang mereka bisa. Allah Ta'ala berfirman, 'Sesungguhnya
orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah kedua golongan saudara
kalian tersebut, bertakwalah kepada Allah semoga engkau dirahmati."
(al-Hujurat : 10). Terhadap orang-orang yang anda lihat melakukan kesalahan,
maka wajib bagi anda menasehatinya dan menjelaskan kesalahnnya secara empat
mata, dan memohon kepadanya agar ia mau rujuk (kembali) kepada kebenaran.
Inilah yang dibutuhkan nasehat.
Syaikh Hafidhahullahu
berkata saat pengajian Dhahiratut Tabdi' wat Tafsiq wat takfir wa Dhawabithuha,
sebagai berikut :
"Oleh karena itu, wajib bagi para pemuda Islam dan penuntut ilmu untuk
mempelajari ilmu yang bermanfaat dari sumbernya dan dari ahlinya yang dikenal
akan keilmuannya. Kemudian setelah itu, mereka akan tahu bagaimana berbicara
dan bagaimana meletakkan sesuatu pada tempatnya, karena Ahlus Sunnah dulu
maupun sekarang mampu menjaga lisannya dan mereka tidaklah berucap melainkan
dengan ilmu.."
Tahdzir Ulama
Kibar Terhadap Jama'ah Yang Gemar Menghajr [Memboikot) Dan Mentabdi'
[Membid'ahkan]
Oleh
Syaikh Al-Allamah Nashir Abdul Karim al-Aql
Asy-Syaikh
Nashir bin Abdul Karim al-Aql -hafidhahullahu- berkata saat pengajian Syarh
Mujmal I'tiqod Ahlus Sunnah wal Jama'ah sebagai berikut :
"Orang-orang
beriman seluruhnya adalah wali Allah dan bagi seluruh mukmin diberikan wala'
(loyalitas) sebatas tingkat keimanannya, demikian pula sebaliknya (diberikan
baro'ah (kebencian/berlepas diri) sebatas tingkat kemaksiatannya, pent.).
Orang-orang
kafir, seluruhnya adalah wali Syaithan dan tidak ada wala' sedikitpun bagi
orang kafir. Akan tetapi, mukmin yang bermaksiat, diberikan baro'ah kepadanya
menurut kadar kemaksiatannya, demikian pula para pelaku bid'ah dari kaum
muslimin, diberikan baro'ah menurut tingkat kebid'ahannya, dan bagi mereka
wala' sebatas keimanannya. Oleh karena itu, sesungguhnya orang kafir tidak
terkumpul padanya wala' dan baro' sekaligus.
Seorang mukmin
yang kholish (murni) yang berjalan di atas as-Sunnah, baginya wala dan
kecintaan yang sempurna. Jika ditemukan padanya kemaksiatan atau kebid'ahan
maka terkumpul padanya dua perkara: yaitu kita berwala' terhadap kebaikan dan
iman yang dimilikinya dan kita membenci terhadap kemaksiatan dan kebid'ahannya.
Dengan demikian, mayoritas kaum mukminin pelaku kemaksiatan dan kebid'ahan yang
tidak sampai mengeluarkan dari agama... mayoritas mereka... bahkan seluruhnya
dari para pelaku kemaksiatan dan bid'ah yang kecil, bagi mereka kecintaan dan
wala' sebatas keimanan dan amal shalih yang ada pada mereka serta baro' dan
kebencian sebatas kemaksiatan dan kebid'ahan mereka.
Kaidah ini
jarang dipegang oleh kebanyakan orang-orang yang lemah ilmunya dan dangkal
pemahaman agamanya serta bodoh dengan manhaj salaf, sampai-sampai sebagian
orang yang mengaku sebagai salafiy juga jatuh kepada hal ini, yaitu mereka
memusuhi bid'ah dengan permusuhan yang kamil (sempurna), walaupun terkadang
bid'ahnya tidak sampai tingkatan mengeluarkan pelakunya dari agama, dan
terkadang pula kebid'ahan tersebut hanya sebagian kecil saja tidak menyeluruh
pada seseorang. Sebagaimana pula mereka memusuhi kemaksiatan dengan permusuhan
sempurna, atau memusuhi suatu penyelewengan dan kesalahan dengan permusuhan
yang sempurna.
Sekarang kita
perhatikan dampak dari penerapan perilaku ini, yang marak terjadi di
tengah-tengah ahlus sunnah, yang menimbulkan keprihatinan dan percekcokan di
dalam permasalahan agama, perkara Ijtihadiyah dan seputar dakwah kepada Allah.
Kita dapatkan mereka saling berselisih tentang hal ini dan menerapkan kepada
musuh dan lawan mereka sesama ahlus sunnah, baro'ah yang sempurna, sampai
mereka membenci mereka, memperbolehkan menjelekkan mereka, menyebarkan aib
mereka, mereka berniat karena Allah mendakwahi lawan mereka namun mereka
menyebarkan aib mereka dan mentahdzir mereka.
Hal ini
menyelisihi ushul (pokok) syariat. Iya memang, jika mereka melakukan kesalahan
diperingatkan kesalahan-kesalahannya, namun tetap dengan mengakui keutamaan dan
kemampuan yang mereka miliki. Ini adalah perkara dharuri (yang wajib dilakukan)
atau jika tidak. akan timbul fitnah di tengah-tengah kaum muslimin. Demikian
pula seorang yang menyimpang, wajib diberitahukan padanya, bahwa dirimu selaras
dengan kebenaran dalam perkara yang memang benar dan dirimu menyelisihi
kebenaran dalam perkara yang memang menyelisihi kebenaran. Dan janganlah
mengobarkan kebencian di dada-dada kaum muslimin satu dengan lainnya
sebagaimana cara yang dilakukan oleh orang-orang bodoh tadi. Bahkan saya
katakan, tidak terlarang, di sini aku contohkan sedikit... termasuk tabiat dan
adab islami jika anda berselisih dengan salah seorang saudara anda dan anda
memandang ia melakukan kesalahan atau kebid'ahan yang cukup besar, anda
memberikannya udzur setelah anda tidak mampu lagi memuaskan dirinya (dengan
dalil), dan senantiasa berwala' seraya mengatakan 'aku mencintaimu karena Allah
terhadap kebaikan dan kelurusan yang anda miliki'... (hal ini) tidak
terlarang!!!
saudara-saudaraku
yang kucintai karena Allah, hingga sampai-sampai jika ditemukan padanya
kesalahan... (maka tidak apa-apa melakukan sebagaimana contoh di di atas,
pent.)... yang dengan cara ini akan mendamaikan hati dan menghilangkan
kebencian dan kedengkian yang dimiliki kaum mukminin satu dengan lainnya.
Sampai-sampai
orang-orang bodoh tadi melupakan baro' kepada orang kafir dan pelaku bid'ah
yang berat, dimana mereka palingkan nash-nash tentang baro' kepada
saudara-saudara mereka. Aku takut mereka akan ditimpa -jika mereka tidak mau
taubat dan kembali kepada kebenaran dan manhaj yang lurus- sebagaimana yang
disifatkan nabi kepada salah satu kelompok ahlul bid'ah, 'yang mereka ini
memerangi ahlul islam dan membiarkan ahlul awtsan (penyembah berhala)' yang
datang dari hadits shahih ketika mensifatkan sebagian kelompok ahlul bid'ah.
Tentu saja,
baro' yang kamil (sempurna) merupakan jalan kepada peperangan. Seorang manusia
yang baro' kepada saudaranya muslim dengan baro' yang sempurna berimplikasi
terhadap penghalalan darahnya. Walaupun tidak terjadi saat ini saat ini, namun
wajib bagi kita untuk berhati-hati dari sikap yang dapat mengeruhkan keadaan
ini. Kita perlu tahu bahwa ahlus sunnah terkadang berselisih diantara mereka,
terkadang ditemukan pada sebagian ahlus sunnah kesalahan pada manhajnya, akan
tetapi tanpa maksud/kesengajaan -dikarenakan ijtihad-, terkadang pula ditemukan
pada mereka ketergelinciran yang besar, akan tetapi tanpa kesengajaan yang
tidak menyebabkan mereka berpecah belah, dan terkadang pula didapatkan pada
sebagian ahlus sunnah suatu kebid'ahan, namun tidak banyak dan tidak termasuk
bid'ah yang kategori berat.
Namun, tetap
wajib bagi kita menyalahkan terhadap kesalahan yang ada pada mereka, namun kita
tetap menganggap mereka, mencintai dan berwala' terhadap mereka dari
perkara-perkara yang benar jika mereka termasuk ahlus sunnah.
Wallahu a'lam.
Semoga Sholawat senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan
seluruh sahabat-sahabatnya."
Dialihbahasakan
oleh Abu Salma dari kutaib : Aqwaalu wa Fatawa al-Ulama' fi Tahdzir min
Jama'atil Hajr wa Tabdi'.