PERINGATAN
TERHADAP FITNAH TAJRIH[1] DAN TABDI’[2] SEBAGIAN AHLUS SUNNAH DI MASA KINI
Oleh :
Al-Allamah
al-Muhaddits asy-Syaikh al-Walid Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbad al-Badr[4]
Yang semisal dengan bid’ah menguji manusia dengan perseorangan[5] yang terjadi
dewasa ini dari sekelompok kecil Ahlus Sunnah yang gemar mentajrih
saudara-saudaranya sesama Ahlus Sunnah dan mentabdi’ mereka, sehingga
mengakibatkan timbulnya hajr[6], taqathu’[7] dan memutuskan jalan kemanfaatan
dari mereka. Tajrih dan tabdi’ tersebut dibangun di atas dugaan suatu hal yang
tidak bid’ah namun dianggap bid’ah.
Sebagai contohnya adalah dua syaikh kita yang mulia, yaitu Syaikh Abdul Aziz
bin Bazz dan Syaikh Ibnu Utsaimin, semoga Allah merahmati mereka berdua, telah
menfatwakan bolehnya memasuki suatu jama’ah (semacam yayasan khairiyah pent.)
dalam beberapa perkara yang mereka pandang dapat mendatangkan kemaslahatan
dengan memasukinya. Dari mereka yang tidak menyukai fatwa ini adalah kelompok
kecil tadi dan mereka mencemarkan jama’ah tersebut. Permasalahannya tidak hanya
berhenti sebatas ini saja, bahkan mereka menyebarkan aib (menyalahkan) siapa
saja yang bekerja sama dengan memberikan ceramah pada jama’ah tersebut dan
mereka sifati sebagai mumayi’[8] terhadap manhaj salaf, walaupun kedua syaikh
yang mulia tadi pernah memberikan ceramah pada jama’ah ini via telepon.
Perkara ini juga meluas sampai kepada munculnya tahdzir (peringatan) untuk
menghadiri pelajaran (durus) seseorang dikarenakan orang tersebut tidak
berbicara tentang fulan dan fulan atau jama’ah fulani. Yang mempelopori hal ini
adalah salah seorang muridku[9] di Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah,
yang lulus pada tahun 1395-1396H. Dia meraih peringkat ke-104 dari jumlah lulusan
yang mencapai 119 orang. Dia tidaklah dikenal sebagai orang yang menyibukkan
diri dengan ilmu, dan tidak pula aku mengetahuinya memiliki pelajaran-pelajaran
ilmiah yang terekam, tidak pula tulisan-tulisan ilmiah, kecil ataupun besar.
Modal ilmunya yang terbesar adalah tajrih, tabdi’ dan tahdzir terhadap
mayoritas Ahlus Sunnah, padahal si Jarih[10] ini ini tidaklah dapat menjangkau
mata kaki orang-orang yang dicelanya dari sisi banyaknya kemanfaatan pada
pelajaran-pelajaran, ceramah-ceramah dan tulisan-tulisan mereka.
Keanehan ini tidak berakhir sampai di situ bahkan jika seorang yang berakal
mendengarkan sebuah kaset yang berisi rekaman percakapan telepon yang panjang
antara Madinah dan Aljazair[11]. Di dalam kaset ini, fihak yang ditanya
‘memakan daging’ mayoritas ahlu Sunnah, dan di dalamnya pula si penanya
memboroskan hartanya tanpa hak. Orang-orang yang ditanyainya mencapai hampir
30-an orang pada kaset ini, diantara mereka (yang ditanyakan) adalah Wazir
(menteri), pembesar dan orang biasa, juga di dalamnya ada sekelompok kecil yang
tidak merasa disusahkan (yang tidak dicela karena termasuk kelompok kecil
tersebut, pent.). Yang selamat adalah orang-orang yang tidak ditanyakan di
dalamnya, namun mereka-mereka yang selamat dari kaset ini sebagiannya tidak
selamat dari kaset-kaset lainnya[12]. Penyebaran utamanya adalah dari
situs-situs informasi internet[13].
Wajib baginya
menghentikan memakan daging para ulama dan para thullabul ‘ilm dan wajib pula
bagi para pemuda dan penuntut ilmu untuk tidak mengarahkan pandangannya kepada
tajrihat (celaan-celaan) dan tabdi’at (pembid’ahan) yang merusak tidak
bermanfaat ini, serta wajib bagi mereka menyibukkan diri dengan ilmu yang
bermanfaat yang akan membawa kebaikan dan akibat yang terpuji bagi mereka di
dunia dan akhirat.
Al-Hafidh Ibnu Asakir –rahimahullah- mengatakan dalam bukunya, Tabyinu Kadzibil
Muftarii (hal 29), “Ketahuilah saudaraku, semoga Allah menunjuki kami dan
kalian kepada keridhaan-Nya dan semoga Dia menjadikan kita orang-orang yang
takut kepada-Nya dan bertakwa dengan sebenar-benarnya takwa, bahwasanya daging
para ulama –rahmatullahu ‘alaihi- adalah beracun dan merupakan kebiasaan Allah
(sunnatullah) merobek tabir kekurangan mereka pula.” Dan telah kujabarkan dalam
risalahku, Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, sejumlah besar ayat-ayat,
hadits-hadits dan atsar-atsar berkenaan tentang menjaga lisan dari mencerca
Ahlus Sunnah, terutama terhadap ulamanya.
Kendati demikian, hal ini tidaklah memuaskan sang pencela (jarih), bahkan dia
mensifati risalahku tersebut tidak layak untuk disebarkan. Dia juga mentahdzir
risalahku dan orang-orang yang menyebarkannya. Tidak ragu lagi, barang siapa
yang mengetahui celaan (jarh) ini dan menelaah risalahku, ia akan menemukan
bahwa perkara ini di satu lembah dan risalahku di lembah yang lain, dan hal ini
sebagaimana yang dikatakan seorang penyair :
Qod tunkiru al-‘Ainu Dhou’ asy-Syamsi min romadin
Wa yunkriru
al-Fammu tho’ma al-Maa’i min saqomin
Mata boleh menyangkal cahaya matahari dikarenakan sakit mata
dan mulut
boleh menyangkal rasa air dikarenakan sakit mulut
Adapun ucapan si Jarih ini terhadap risalah Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis
Sunnah, ucapannya : “misalnya tentang anggapan bahwa manhaj Syaikh Abdul Aziz
bin Bazz dan manhaj Syaikh Utsaimin menyelisihi manhaj Ahlus Sunnah yang
lainnya, maka hal ini adalah suatu kesalahan tidak diragukan lagi, yakni mereka
berdua tidak memperbanyak bantahan dan membantah orang-orang yang menyimpang.
Hal ini, sekalipun benar dari mereka, maka (ini artinya manhaj mereka)
menyelisihi manhajnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan yang demikian ini artinya
adalah sebuah celaan bagi kedua syaikh tersebut atau lainnya yang punya
anggapan demikian!!!”
Maka
jawabannya dari beberapa sisi :
Pertama, hal tersebut tidaklah terdapat di dalam risalahku bahwa Syaikh Abdul
Aziz tidak memperbanyak bantahan. Bahkan, bantahan beliau banyak. Hal ini telah
diterangkan dalam risalahku (hal. 51) sebagai berikut : “Hendaknya bantahan
tersebut dilakukan dengan keramahan dan lemah lembut disertai dengan keinginan
kuat untuk menyelamatkan orang yang salah tersebut dari kesalahannya apabila
kesalahannya jelas dan tampak. Selayaknya seorang yang hendak membantah orang
lain, merujuk kepada metodenya Syaikh Ibnu Bazz ketika membantah untuk kemudian
diterapkannya.”
Kedua, Sesungguhnya aku tidak mengingat telah menyebutkan manhaj Syaikh
Utsaimin di dalam membantah, dikarenakan aku tidak tahu, sedikit atau banyak,
apakah beliau memiliki tulisan-tulisan bantahan. Aku pernah bertanya kepada
salah seorang murid terdekatnya yang bermulazamah kepadanya sekian lama tentang
hal ini, dan dia memberitahuku bahwa dia tidak mengetahui pula apakah syaikh
memiliki tulisan-tulisan bantahan. Yang demikian ini tidaklah menjadikan beliau
tecela, dikarenakan beliau terlalu sibuk dengan ilmu, menyebarkannya dan
menulis buku-buku.
Ketiga, bahwasanya manhajnya Syaikh Abdul Aziz bin Bazz –rahimahullahu- berbeda
dengan manhaj sang murid pencela ini dan orang-orang yang serupa dengannya.
Dikarenakan manhajnya syaikh dikarakteristiki oleh keramahan, kelembutan dan
keinginan kuat untuk memberikan manfaat kepada orang yang dinasehati dan demi
menolongnya ke jalan keselamatan. Adapun sang pencela dan orang-orang yang
serupa dengannya, manhajnya dikarakteristiki dengan syiddah[14], tanfir[15] dan
tahdzir[16]. Dan mayoritas orang yang dicelanya di dalam kaset-kasetnya adalah
orang-orang yang dulunya dipuji oleh Syaikh Abdul Aziz, yang beliau do’akan
mereka (dengan kebaikan) dan beliau anjurkan mereka untuk berdakwah dan
mengajari manusia serta mendorong dan beristifadah (mengambil manfaat) dari
mereka.
Walhasil, sesungguhnya aku tidak menisbatkan kepada Syaikh Abdul Aziz bin Bazz
–rahimahullahu- tentang ketiadaan-bantahannya terhadap orang lain. Adapun Ibnu
‘Utsaimin, aku tidak ingat pernah menyebutkan dirinya pada perkara bantahan,
dan apa yang dikatakan si pencela ini tidak sesuai dengan risalahku. Hal ini
merupakan dalil yang nyata tentang kesembronoannya dan ketidakhati-hatiannya
(tanpa tatsabut). Jika hal ini dari dirinya tentang ucapan yang tertulis,
lantas bagaimana keadaannya tentang apa-apa yang tidak tertulis???
Adapun ucapan pencela risalahku, “Aku sesungguhnya telah membaca risalah
tersebut, dan aku telah mengetahui bagaimana sikap Ahlus Sunnah terhadap
risalah ini. Semoga engkau akan melihat bantahannya dari sebagian ulama dan
masyaikh, dan aku tidak menduga bahwa bantahan-bantahan tersebut akan berhenti
sampai di sini, sesungguhnya akan ada lagi yang membantahnya, karena
sebagaimana dinyatakan oleh seorang penyair :
Ja’a Syaqiiqun ‘Aaridlun rumhuhu
Inna Baniy
‘Ammika fiihim rimaah
Datang Syaqiq
(Saudara kandung) sambil menawarkan tombaknya
Sesungguhnya
Bani (anak-anak) pamanmu telah memiliki tombak.”
Demikianlah
(yang dinyatakan si pencela ini), Aaridlun[17], padahal yang benar
Aaridlon[18].
Tanggapan : Bahwasanya Ahlus Sunnah yang ia maksudkan adalah mereka yang
manhajnya berbeda dengan manhajnya Syaikh Abdul Aziz –rahimahullahu- yang telah
kutunjukkan barusan, dan ia dengan perkataannya ini (bermaksud) menghasut
(membangkitkan semangat) orang-orang yang tidak mengenal mereka untuk
mendiskreditkan risalahku setelah ia menghasut orang-orang yang mengenal
mereka.
Sesungguhnya aku tidak melontarkan tombak, namun sesungguhnya diriku hanya
menyodorkan nasihat yang tidak mau diterima oleh si pencela ini dan orang-orang
yang serupa dengannya. Dikarenakan nasehat itu bagi orang yang dinasehati, bagaikan
obat bagi orang-orang yang sakit, dan sebagian orang-orang yang sakit
menggunakan obat ini walaupun rasanya pahit dengan harapan akan memperoleh
manfaat.
Diantara orang-orang yang dinasehati tersebut ada yang menjadikan hawa nafsunya
menjauh dari nasehatku, tidak mau menerimanya bahkan mentahdzirnya. Aku memohon
kepada Allah untuk saudara-saudaraku semuanya taufiq dan hidayah-Nya serta
keselamatan dari tipu muslihat dan makar Syaithan.
Ada tiga orang yang menyertai si pencela ini, yang dua di Makkah dan Madinah
dan kedua-duanya dulu muridku di Universitas Islam Madinah. Orang yang pertama
lulus tahun 1384-1385 sedangkan yang kedua lulus tahun 1391-1392. Adapun orang
yang ketiga berada di ujung selatan negeri ini. Orang yang kedua dan ketiga
inilah yang mensifati orang-orang yang menyebarkan risalahku sebagai mubtadi’,
dan tabdi’ ini merupakan tabdi’ keseluruhan dan umum, aku tidak tahu apakah
mereka faham atau tidak, bahwa yang menyebarkan risalahku adalah ulama dan
penuntut ilmu yang disifatkan dengan bid’ah.
Aku berharap mereka mau memberikanku masukan/alasan mereka atas tabdi’ mereka
yang mereka bangun secara umum, jika ada, untuk diperhatikan lagi.
Syaikh Abdurrahman as-Sudais, Imam dan Khathib Masjidil Haram, pernah
berkhutbah di atas mimbar di Masjidil Haram yang di dalamnya beliau mentahdzir
dari sikap saling mencela Ahlus Sunnah satu dengan lainnya. Hendaknya kita
alihkan perhatian kita kepada khuthbahnya, karena sesungguhnya khuthbahnya
begitu penting dan bermanfaat.
Aku memohon kepada Allah Azza wa Jalla untuk menunjuki seluruh ummat kepada apa
yang diridhai-Nya, agar mereka mendalami agama mereka (tafaqquh fid din) dan
menetapi kebenaran, serta agar mereka menyibukkan diri dengan perkara yang
bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang tidak bermanfaat. Sesungguhnya Ia
berkuasa dan berkemampuan atasnya. Semoga Sholawat dan Salam senantiasa
tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarganya dan para sahabatnya.
[Dialihbahasakan oleh Abu Salma dari kutaib al-Hatstsu ‘alat-tib`is Sunnah wa
tahdziiri minal Bida’i wa Bayaanu Khatharaha, editor dan muraja'ah Ust. Abu
Abdurrahman Thayyib, Lc dengan beberapa tambahan footnote dari beberapa sumber.
Dan disebarkan oleh Lajnah Dakwah wa Ta’lim FSMS (Forum Silaturrahim Mahasiswa
as-Sunnah) Surabaya]
_________
Foote Note
[1] Mencela atau
menerangkan aib seseorang yang dapat menjatuhkan kredibillitas (keadilan)
seseorang.
[2] Membid’ahkan atau
menghukumi seseorang sebagai mubtadi’ (Ahlul Bid’ah)
[3] Ini adalah petikan
pasal terakhir dari kutaib Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad –hafidhahullahu- yang
berjudul al-Hatstsu ‘alat-tiba`is Sunnah wa tahdziiri minal Bida’i wa Bayaanu
Khatharihi. Risalah ini adalah risalah yang paling akhir yang beliau tulis
setelah risalah Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah yang dikritisi oleh
sebagian masyaikh (sekelompok kecil menurut istilah beliau). Sebagaimana dalam
risalah Rifqon, beliau membahas kaidah-kaidah dasar terlebih dahulu beserta
dalil-dalilnya, baru kemudian beliau masuk ke inti pembahasan tanpa
berdalam-dalam mengupasnya. Bahkan beliau dalam mengkritik sesama ahlus sunnah,
beliau lakukan dengan lemah lembut dan tanpa menyebutkan orangnya, namun hanya
mengisyaratkan saja. Hal ini menunjukkan bagaimana halus dan lembutnya syaikh
dalam menasehati dengan harapan orang yang dinasehati tersebut akan kembali.
Bukan dengan cara-cara mencela dan membongkar aibnya sehingga menjadikan orang
yang dinasehati semakin lari menjauh dari nasihatnya.
Dalam risalah ini syaikh menjelaskan terlebih dahulu tentang sifat-sifat
syariat, kekekalan, keuniversalitasan dan kesempurnaannya. Kemudian syaikh
menjelaskan definisi Sunnah dan Bid’ah dengan menyertakan dalil-dalilnya,
beliau terangkan dengan gamblang tentang bahaya bid’ah dan kewajiban
mentahdzirnya sembari beliau bantah pemahaman yang menyatakan adanya bid’ah
hasanah. Beliau juga menerangkan perbedaan antara Mashlahah Mursalah dan
menyatakannya bukan sebagai bentuk bid’ah. Beliau menjelaskan pula tentang
kewajiban berpegang dengan sunnah baik ushul maupun furu’nya, lengkap dengan
dalil dan penukilan-penukilan ucapan ulama salaf. Sebelum menjelaskan tentang
bahaya fitnah tajrih (mencela) dan tabdi’ (membid’ahkan), syaikh menerangkan
diantara jenis bid’ah yang sering dilalaikan ummat, yaitu bid’ah menguji
manusia dengan perseorangan, yang kebanyakan beliau nukil dari ucapan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah.
[4] Beliau adalah
al-Allamah al-Muhaddits al-Faqih az-Zahid al-Wara’ asy-Syaikh Abdul Muhsin bin
Hammad al-‘Abbad al-Badr –semoga Allah memelihara beliau dan memperpanjang usia
beliau dalam ketaatan kepada-Nya dan memberkahi amal dan lisan beliau-, dan
kami tidak mensucikan seorangpun di hadapan Allah Azza wa Jalla.
Beliau lahir di ‘Zulfa’
(300 km dari utara Riyadh) pada 3 Ramadhan tahun 1353H. Beliau adalah salah
seorang pengajar di Masjid Nabawi yang mengajarkan kitab-kitab hadits seperti
Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud dan saat ini beliau masih
memberikan pelajaran Sunan Turmudzi. Beliau adalah seorang ‘Alim Robbaniy dan
pernah menjabat sebagai wakil mudir (rektor) Universitas Islam Madinah yang
waktu itu rektornya adalah al-Imam Abdul Aziz bin Bazz –rahimahullahu-.
Beliau sangat dekat dengan al-Imam al-Allamah Abdul Aziz bin Bazz
–rahimahullahu-, bahkan karena kedekatan beliau dengan al-Imam, ketika Imam Bin
Bazz tidak ada (tidak hadir) maka Syaikh Abdul Muhsinlah yang menggantikan
beliau, sehingga tak heran jika ada yang mengatakan bahwa Universitas Islam
Madinah dulu adalah Universitasnya Bin Bazz dan Abdul Muhsin.
Semenjak kecil beliau
telah biasa berkutat dengan ilmu, sehingga ketika beliau telah menginjak
dewasa, tampak pada beliau perangai dan skill sebagai seorang muhadits yang
ulung, yang sering dirujuk oleh masyaikh dan thullabul ilmi lainnya. Kedekatan
beliau dengan masyaikh kibar telah mengukir keilmuan beliau hingga saat ini,
dimana usia beliau saat ini kurang lebih 73 tahun dan beliau masih sanggup
untuk memberikan muhadharah dan nasihat dan menyampaikan pelajaran hadits
(terutama Sunan Abi Dawud) baik riwayah maupun dirayah. Beliau juga masih
menjadi dosen di Universitas Islam Madinah dengan izin khusus kerajaan yang
mana hal ini menunjukkan kesungguhan beliau dalam berdakwah dan menuntun ummat
ke jalan yang lurus dan benar.
Diantara guru-guru beliau adalah :
al-Allamah asy-Syaikh
Muhammad bin Ibrahim –rahimahullahu-
al-Allamah Abdullah bin
Abdurrahman al-Ghaits –rahimahullahu-
al-Allamah asy-Syaikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz -rahimahullahu-
al-Allamah asy-Syaikh
Muhammad Amin asy-Syinqithy –rahimahullahu-
al-Allamah asy-Syaikh
Abdurrahman al-Afriqy –rahimahullahu-
al-Allamah asy-Syaikh
Abdur Razaq Afifi –rahimahullahu-
al-Allamah asy-Syaikh Umar
Falatah –rahimahullahu-
dan masih banyak lagi.
Yang disebutkan di atas adalah guru-guru beliau yang paling mempengaruhi diri
beliau.
Beliau memiliki banyak
karangan dan rekaman kaset-kaset ilmiah yang melimpah, diantara karya tulisnya
adalah :
-
‘Isyruuna Hadiitsan min Hadiitsil Bukhaariy
-
‘Isyruuna Hadiitsan min Shohihil Imam Muslim
-
Min Akhlaaqi Rasulil Kariim
-
Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah fish Shahabatil Kiram
-
Fadhlu Ahlil Bait wa Uluwwu Makanatihim ‘inda Ahlis Sunnah wal
Jama’ah
-
Aqidah Ahlus Sunnah wal Atsar fil Mahdi al-Muntazhar
-
Ar-Raddu ‘ala ar-Rifa’iy wal Buthy
-
Al-Intisharu lishahaabati al-Akhyar fi raddi abathil Hasan al-Maliki
-
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Bazz rahimahullahu namuwdzaj minar Ra’iylil
Awwal
-
Asy-Syaikh Umar bin Abdirrahman Falatah wa kaifa araftuhu
-
Al-Ikhlash wal Ihsan wal Iltizaamu bisy-Syari’ah
-
Fadhlul Madinah wa Aadabu Sukkanaha wa Ziyarotiha
-
Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah
-
Bi ayyi aqlin yakunu tadmir wa tafjir jihaadan
-
Fathu Qowiy al-Matin Syarh Arba’in Nawawi
-
Syarh Hadits Jibril fi ta’limis dien
-
Kaifa Nastafiidu min Sunnati Nabawiyah
Dan masih banyak lainnya.
Beliau juga memiliki banyak kaset-kaset ceramah yang terekam, diantaranya
adalah :
-
Syarh Mukhtashor Alfiyyah as-Suyuthi (57 Kaset)
-
Al-Qirwaniyyah (14 Kaset)
-
Syarh Shahih al-Bukhary (623 kaset dan belum selesai)
-
Sunan an-Nasa`iy (414 kaset)
-
Sunan Abi Dawud (272 kaset/3 CD)
-
Kitabush Shiyam min Lu’lu’ wal Marjan (7 kaset)
-
Aadabul Masyi ilash Sholah (14 kaset)
Dan masih banyak lainnya
lagi. Ilmu dan waktu beliau benar-benar berkah, apalagi di usia beliau yang
lebih dari tujuh puluh, beliau masih sempat dan sanggup memberikan nasehat
beliau bagi generasi muda salafiyin.
Beliau memiliki putra yang
juga ‘alim yang bernama Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin al-Abbad, yang
produktif dan cemerlang. Beliau memiliki banyak murid, diantaranya adalah :
Syaikh al-Allamah Rabi’
bin Hadi al-Madkhaly
Syaikh al-Allamah Ubaid
al-Jabiry
Syaikh al-Allamah Abdul
Malik Ramadhani al-Jazairy
Syaikh al-Allamah Sulaiman
ar-Ruhaily
Syaikh al-Allamah Ibrahim
ar-Ruhaily
Dan masih banyak lagi.
Tidak diragukan lagi,
beliau adalah ‘Alim Robbaniy saat ini yang dianggap paling senior. Namun,
sungguh tak beradab, tatkala Syaikh al-‘Alim ini dicerca bahkan direndahkan
oleh sebagian manusia-manusia yang tak tahu diri yang masih ingusan namun
merasa sok alim. Mereka merendahkan dan menjatuhkan kewibawaan Syaikh dengan
menyatakan bahwa Syaikh Abdul Muhsin bermanhaj tamyi’ (lunak terhadap ahlul
bid’ah) atau tidak faham realita saat ini (tuduhan ini seperti pendapatnya
sururiyin yang menyatakan ulama tak faham waqi’/realita) tentang beberapa
perkara fitnah dimana Syaikh Abdul Muhsin memiliki sikap yang berseberangan
dengan beberapa masyaikh.
Mereka, para pemuda
ingusan yang ghuluw tersebut, dengan kedangkalan ilmunya dan dibakar oleh
semangat jahiliyahnya, berani mencela risalah Syaikh yang berjudul Rifqon Ahlas
Sunnah bi Ahlis Sunnah, dan mereka mengutip perkataan beberapa masyaikh kiram
(yang mulia) tentang dilarangnya menyebarkan risalah ini. Wallahul musta’an.
Fal hamdulillah, Syaikh
yang mulia ini bangkit dan mengklarifikasi isi risalahnya terdahulu dari para
pengkritik, bahkan beliau mentahdzir salah seorang murid beliau yang menurut
beliau sudah berlebihan dalam bersikap. Maka, risalah al-Hatstsu ‘ala ittiba`is
Sunnah wa tahdzir minal bida’ wa bayaanu khatharaha ini muncul dan beredar,
menunjukkan kekokohan manhaj Syaikh yang diperpeganginya sebagaimana manhajnya
guru-guru beliau terdahulu.
[5] Bid’ah menguji manusia
dengan perseorangan maksudnya adalah jika ada seseorang yang ditahdzir, maka
kita harus turut mentahdzirnya. Jika kita tidak mentahdzirnya maka kita juga
ditahdzir.
[6] Pemboikotan atau
Isolir.
[7] Saling memutus
hubungan.
[8] Orang yang bermanhaj
lunak terhadap Ahlul Bid’ah.
[9] Yang beliau maksudkan
di sini adalah Syaikh Falih bin Nafi’ al-Harby –wafaqohullahu-, sebagaimana
telah maklum di kalangan Mahasiswa Islam Madinah tatkala Syaikh Abdul Muhsin
memberikan ceramah dan menjabarkan isi kutaibnya ini. Hal ini diperkuat dengan
munculnya tahdzir dari dua Masyaikh Yordan, yakni Syaikh Muhammad Musa Nashr
dan Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly –hafidhahumallahu-, kepada Syaikh Falih bin
Nafi’ yang dimuat di dalam situs Muntada al-Albany, www.almenhaj.com, yang
menukil ucapan Syaikh di atas.
[10] Pencela atau orang
yang gemar mencela.
[11] Transkrip kaset ini
telah disebarkan ke situs www.sahab.net dan www.anasalafi.net, yang dikumpulkan
dan ditranskrip oleh Abu Adunah Ied al-Jazairi dengan judul Rudud wa Masa`il
fil Jarh wa Ta’dil. Kami memiliki kopian transkrip ini dan beberapa transkrip
dari kaset-kaset Syaikh Falih –wafaqohullahu- lainnya yang isinya tahdzir dan
tajrih kepada mayoritas Ulama Ahlus Sunnah, seperti Syaikh Abubakar Jabir
al-Jazairi dikatakan jahil, Syaikh Muhammad Jamil Zainu dikatakan bukan ulama
dan tak dapat membedakan antara salafi dan hizbi, syaikh Musa Nashr dan Husain
al-Awaisyah dikatakan di atas manhaj kaum hizbiyun, Syaikh Abdurrazaq bin Abdul
Muhsin dikatakan tamyi’ sebagaimana manhajnya Syaikh al-Allamah Abdul Malik
Ramadhani yang juga beliau tuduh tamyi’, dan masih banyak lagi. Kami
mendapatkan URL transkrip ini dari seorang Mahasiswa ITS thuwailib fanatikus
mantan Laskar Jihad yang ingin menunjukkan bahwa Masyaikh Yordania telah
ditahdzir sehingga tidak perlu berpegang dengan pendapat mereka. Allahul
Musta’an!!!
[12] Dalam kaset-kaset dan
kesempatan lainnya, berpuluh-puluh masyaikh salafiyin tidak selamat dari tajrih
dan bahkan tabdi’ beliau. Oleh karena itu Syaikh Ubaid al-Jabiri pernah
mengeluarkan maklumat di penghujung tahun 1424 yang isinya mengklarifikasi
tabdi’ Syaikh Falih kepada beberapa masyaikh salafiyin seperti Syaikh Ibrahim
ar-Ruhaili, Sulaiman ar-Ruhaili, dan lain-lain. Terakhir, beberapa Syaikh Kibar
seperti Syaikh al-Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkholy dan Syaikh Ahmad Yahya
an-Najmi membantah dan menasehati Syaikh Falih bin Nafi’ al-Harby. Jika antum
buka situs www.rabee.net akan antum jumpai artikel-artikel bantahan dan nasehat
kepada Syaikh Falih bin Nafi’ oleh Fadhilatus Syaikh Rabi’ bin Hadi
–hafidhahullahu-. Semoga Allah memberkahi para ulama kita yang saling
menasehati dalam rangka menetapi kebenaran dan kesabaran.
[13] Penyebaran utamanya
adalah syabakah sahab.net dan anasalafi.net. Al-Allamah asy-Syaikh DR. Rabi’
bin Hadi al-Madkholi telah memberikan nasehat yang cukup pedas kepada webmaster
syabakah www.anasalafi.net untuk memperhatikan ushlub dakwahnya. Beliau juga
menasehatkan bagi www.sahab.net dan situs-situs salafiy lainnya untuk
memperhatikan risalah-risalah yang akan dimuat lebih cermat tentang maslahat
dan madharatnya, dan beliau juga menasehatkan supaya tidak memasukkan
artikel-artikel dari orang-orang yang (tidak dikenal) dan hanya menggunakan kunyah.
Semoga Allah memberkahi ilmu Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkholy
–Hafidhahullahu-.
[14] Kekerasan, baik
dengan sikap yang bengis, tidak ramah, tidak mau senyum kepada sesama muslim
dan perangai-perangai buruk lainnya.
[15] Perilaku yang
menyebabkan manusia lari dari kebenaran, enggan menerimanya dan menjauh dari
ahli kebenaran.
[16] Sekarang coba
perhatikan situs www.salafy.or.id!!! Pembaca budiman akan mendapatkan bahwa
modal utama yang dijajakan situs ini adalah tahdzir dan tajrih. Mereka
mengklaim bahwa situs ini adalah situs Jarh wa Ta’dil di Indonesia, aduhai
sungguh mudah mengklaim daripada membuktikan, sebagaimana peribahasa mengatakan
ad-Da’awiy maa lam tuqiimu ‘alaiha bayyinatin abna’uhaa ad’iyaa’ (Pengaku tanpa
disertai bukti hanyalah pengaku-ngaku belaka). Syaikh al-Allamah Abdul Muhsin
al-Abbad telah menjelaskan kekeliruan klaim Jarh wa Ta’dil ini dalam transkrip
tanya jawab beliau dengan seorang Yamani, yang dimuat di situs
www.calltoislam.com (Forum). Silakan dirujuk karena besar manfaatnya.
Terlebih lagi, seorang
pembaca yang berakal, pasti akan mengetahui dengan gamblang bagaimana manhaj
ghuluw (ekstrim dalam mencela dan membid’ahkan) tidak akan menghasilkan
kemanfaatan bagi ummat, bahkan akan menimbulkan perpecahan di tubuh ummat
sendiri. Sebagaimana pernah ditanyakan kepada Syaikh Salim al-Hilaly dan Syaikh
Muhammad Musa Nashr –hafidhahumallahu- tentang hal ini (i.e. perpecahan di
tubuh salafiyah), maka mereka berdua –hafidhahumallahu- telah memberikan
jawaban yang indah dan memuaskan.
Syaikh Salim
–hafidhahullahu- berkata : “Sebenarnya terdapat sekelompok orang yang tidak
memiliki rasa takut kepada Allah, yang berupaya untuk memecah-belah para ulama
salaf dengan menyebarkan berita-berita bohong, dan mengarang kejadian-kejadian
fiktif yang sebenarnya tidak ada, membesar-besarkan kesalahan, sibuk dengan
qila wa qola dan mengadu domba. Wajib bagi para da'i dan ulama salaf agar
waspada terhadap kelompok-kelompok pembuat makar dan keji ini, yang
mengingatkan aku tentang pemikiran yang dibawa Al-Haddadi sejak sepuluh tahun
yang lalu yang menamakan kelompok mereka dengan As-Sunnah;(berkedok) memerangi
ahli bid'ah dan sebagainya, ternyata mereka berupaya untuk mencela para ulama
salaf yang terbaik. Mereka mencela Ibn Hajar, an-Nawawi bahkan hampir saja
mereka mencela Syeikhul Islam dan Ibn al-Qayyim. Kini kelompok new-Haddadi ini
muncul kembali dengan wajah baru, maka para ulama harus benar-benar waspada
kepada kelompok yang zhalim terhadap diri mereka, zhalim terhadap para penyeru
kepada dakwah salafiyyah”.
Syaikh Musa melanjutkan,
“Namun ada orang-orang yang berusaha memecah belah barisan ulama, mengadu domba
antara penuntut ilmu sebagaimana yang diterangkan Syeikh Salim dalam jawabannya
tadi. Dari sini kami peringatkan kepada para du’at salafi untuk mewaspadai
gerakan ini yang targetnya hanyalah kejelekan terhadap dakwah salaf yang telah
tersebar di seantero dunia Islam bahkan diseluruh dunia, sebagaimana
menyebarnya api jika disulut minyak”.
Jika kita cermati mereka
(i.e. kaum ghulath mantan Laskar Jihad), tampak sekali perselisihan yang amat
sangat keras di antara mereka. Kini mereka terpecah-pecah menjadi puing-puing
yang antara satu dengan lainnya saling mencerca dan menghujat. Masing-masing
mengklaim diri mereka di atas kebenaran dan fihak yang menyelisihinya dikatakan
di atas kebathilan. Tidak heran label Ahlul Ahwa’ disematkan bagi mantan
panglima yang mereka junjung tinggi dahulu dan kini mereka tinggalkan. Tidak
mau kalah, sang purnawirawan panglima balik menyematkan kepada mantan
pembebeknya dengan label Ahlul Fitnah wal Khianah. Tidak cukup sampai di sini,
muncul lagi istilah RMS (Riau-Makasar-Solo) sebagai pemberontak dakwah
salafiyyah menurut kubu Lukman Ba’abduh cs., yakni Riau (Dzul Akmal cs.),
Makasar (Dzulqornain cs.) dan Solo (Na’im cs.). Dagelan apa lagi yang akan
mereka munculkan kini??? Nas’alullaha salamah wal ‘aafiyah. Apakah ini yang
dinamakan dengan dakwah salafiyyah yang mempersatukan ummat di atas manhaj
al-Haq???
“Permusuhan antara sesama
mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka
berpecah belah.” (QS al-Hasyr (59) : 14)… Maka berfikirlah wahai orang-orang
yang berakal…!!!
[17] Kata Aridlun di sini
sebagai na’t/sifat.
[18] Kata Aaridlon di sini
sebagai haal.