Wasiat emas bagi
pengikut manhaj salaf
BAGAIMANA SIKAP SEORANG MUSLIM DALAM MENGHADAPI
FITNAH ?
(Naskah ceramah Syaikh Sholeh bin Abdil 'Aziz Ali Asy-syaikh (
Pada rabi'uts
tsani 1411 H
Alih
Bahasa :
Ustadz Abu Abdurrahman Thayib,
Lc.
Muqoddimah
Segala puji bagi Allah yang telah berfirman :
(لكل أمة
جعلنا
منسكاهم
ناسكوه فلا
ينازعنك في
الأمر وادع
إلى ربك إنك
لعلى هدى
مستقيم . وإن
جادلوك فقل
الله أعلم بما
تعملون . الله
يحكم بينكم
يوم القيامة
فيما كنتم فيه
تختلفون)
Artinya : Bagi tiap-tiap umat telah kami
tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah
sekali-kali membantah kamu dalam urusan
(syari'at) ini dan serulah kepa
da (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang
lurus.
Dan jika mereka membantah kamu, maka katakanlah : " Allah lebih
mengetahui tentang
apa yang kamu kerjakan.Allah akan mengadili diantara kamu pada hari kiamat
tentang apa yang kamu dahulu selalu berselisih padanya. (Surat Al-Hajj : 67 –
69)
Dan segala puji baginya yang telah
berfirman :
(أليس
الله بكاف
عبده
ويخوفونك
بالذين من دونه
ومن يضلل الله
فما له من هاد.
ومن يهد الله
فما له من مضل
أليس الله
بعزيز ذي
انتقام)
Artinya : Bukankah Allah cukup untuk
melindungi hamba-hamba-Nya . Dan mereka mempertakuti kamu dengan
(sembahan-sembahan) yang selain Allah ? dan siapa yang disesatkan Allah maka
tidak seorang pun pemberi petunjuk baginya.
(Surat Az-Zumar : 36)
Aku bersaksi bahwasanya tiada yang berhak
untuk disembah dengan benar melainkan Allah tiada sekutu baginya, persaksian
orang yang telah merasuk ketauhidan didalam lubuk hatinya, dan dia mengetahui
apa – apa yang dicintai Allah dan yang diridhoi-Nya dari perkataan maupun
perbuatan.
Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah
hamba dan utusan, pilihan serta kekasih-Nya, dialah pemberi kabar gembira
sekaligus peringatan, beliau bersabda dan memberi pelajaran, maka beruntunglah
bagi yang mengambil sunnah dan mengikuti jejak
serta meneladani petunjuknya,
semoga shalawat Allah baginya, keluarga, shahabatnya, serta yang mengikuti petunjuknya sampai hari kiamat
nanti, kemudian setelah itu :
Wahai saudaraku berlindunglah
kepada Allah dari segala bentuk fitnah,
berlindunglah kepada Allah dari fitnah yang merusak agama ini, merusak pikiran, badan serta merusak
segala bentuk kebaikan, berlindunglah kepada Allah dari itu semua, karena
tidak ada kebaikan didalam fitnah itu selamanya.Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam sering
berlindung kepada Allah dari fitnah tersebut
dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan
darinya.
Oleh karena itulah
ketika Bukhari –rahimahullah- menyebutkan didalam Shahihnya kitab Al -fitan
beliau memulainya dengan perkataan : ( Bab : firman Allah ta'ala :
(واتقوا
فتنة لا تصيبن
الذين ظلموا
منكم خاصة)
Artinya :
Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang zalim saja diantara kamu .
(Surat Al-Anfal : 25)
Dan dahulu Rasulullah -shallallahu 'alaihi
wa sallam- memperingatkan dari fitnah itu).
Fitnah itu apabila telah datang tidaklah
akan menimpa orang yang zhalim saja akan tetapi akan menimpa semuanya, dan
tidak akan meninggalkan perkataan orang yang berkata . Maka wajib bagi kita
untuk berhati – hati dari fitnah sebelum terjerumus kedalamnya, serta
menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari setiap hal yang mendekatkan kepada fitnah
karena termasuk tanda-tanda akhir zaman adalah banyaknya fitnah sebagaimana
yang telah tersebut didalam hadits shohih bahwasanya Nabi -shallallahu 'alaihi wa
sallam- pernah bersabda : (tanda – tanda akhir zaman adalah ..pent-cepatnya
waktu, sedikitnya amal, meratanya kebakhilan, banyaknya atau nampaknya fitnah
).
Karena fitnah itu apabila telah tampak maka
akan selalu mengiringinya kerusakan yang mendekatkan kepada hari kiamat.
Termasuk dari kasih-sayangnya Nabiyullah
-shallallahu 'alaihi wa sallam- kepada kkita adalah peringatan beliau untuk kita
berhati-hati dari terjerumus kedalam segala bentuk fitnah.
Allah subhanahu wa ta'ala telah
memperinngatkan kita dengan firman-Nya :
(واتقوا
فتنة لا تصيبن
الذين ظلموا
منكم خاصة)
Berkata Ibnu katsir
rahimahullah didalam mentafsiri ayat ini : (Ayat ini walaupun
ditujukan kepada Shahabat akan tetapi
dia itu umum
untuk setiap muslim karena Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan
dari segala bentuk fitnah).
Berkata pula Al- alusy didalam
tafsirnya tentang ayat ini : (ditafsirkan
fitnah didalam ayat : (
واتقوا فتنة
لا تصيبن
الذين ظلموا
منكم خاصة )
dengan sikap bertoleransi
didalam menyuruh yang baik dan melarang
yang mungkar, ditafsirkan
pula dengan perpecahan dan perselisihan serta tidak adanya
pengingkaran terhadap bid'ah yang telah tampak dan lain sebagainya).
Beliau pun berkata : (Semua makna tersebut
disesuaikan dengan situasi dan kondisi).
Maksudnya apabila zaman itu zaman
perpecahan atau perselisihan maka seharusnya sebagian kita memperingatkan
sebagian yang lain dengan firman-Nya :
(
واتقوا فتنة
لا تصيبن
الذين ظلموا
منكم خاصة )
Maksudnya adalah takutlah perpecahan dan perselisihan yang akibatnya
tidak hanya menimpa mereka yang zhalim saja akan
tetapi akan menimpa semuanya.
Oleh karena itulah
kami pada kesempatan kali ini ingin mengingatkan tentang perkara ini, sebab kami
melihat adanya kebangkitan islam yang lurus – dengan seizin Allah – di negeri ini (Saudi Arabia –pent-)
yang tegak diatas tauhid dan seruan
kepada peribadahan hanya kepada Allah saja pada masa
ini, yang mana kita tidak melihat
hal demikian itu kecuali
yang hanya dikehendaki oleh Allah.
Maka wajib bagi kami untuk mengingatkan
mereka dan diri kami semuanya
untuk terus menuntut ilmu yang bermanfaat dan memegang teguh aqidah para Salafush
sholeh aqidah ahli sunnah
wal jama'ah.
Sesungguhnya kebangkitan yang mubarak
ini adalah kebangkitan yang kita meng harap
darinya tersebar agama
Allah dan menjadikan manusia cinta terhadap
syariat ini serta istiqomah diatasnya, kita menginginkan darinya agar dia tetap diatas
ilmu yang bermanfaat, sebab pemuda-pemuda kita pada saat
ini mereka sangat berantusias sekali terhadap ilmu yang bermanfaat serta terhadap perkataan ahli sunnah wal jama'ah.
Oleh sebab itu wajib bagi saya
untuk menukilkan, mengingatkan serta menerangkan kepada mereka beberapa perkataan Imam-imam kita ahli sunnah
wal jama'ah yang dibangun diatas hadits Rasul shallallahu
'alaihi wa sallam serta diatas
firman Allah subhana.
Sesungguhnya fitnah apabila
tidak diperhatikan keadaan serta tidak
dilihat akibatnya maka akan
berakhir dengan kejelekan, hal ini jika ahli
ilmu tidak memperhatikan perkara- perkara baru yang timbul atau fitnah
yang tampak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya.
Ketentuan-ketentuan (dhowabith) dan
kaidah-kaidah haruslah diperhatikan, karena dengan itulah seseorang akan
terjaga dari kekeliruan. Jika kita mengambil ketentuan-ketentuan syariat serta
kaidah-kaidah tersebut dan kita pegang teguh maka akan kita hasilkan banyak
sekali kebaikan dan kita tak akan menyesal selamanya –insya Allah-.
Ketentuan (Dhabith) pada setiap perkara
haruslah diketahui, sehingga mudah bagimu –wahai saudaraku- untuk menjaga diri
dari terseret kedalam akibat yang buruk atau kamu tidak bisa mengetahui apa
akibatnya nanti, kemaslahatan atau kerusakan.
Dari sinilah kita mengetahui bahwasannya
harus kita memperhatikan ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah yang telah
dijelaskan ahlu sunnah wal jama'ah.
Apakah yang dimaksud dengan dhobith
(ketentuan) dan kaidah itu ?
Dhobith didalam suatu masalah itu adalah
apa-apa yang dengannya kita mengetahui bagaimana menghukumi masalah-masalah
disuatu bab dan kepadanyalah dikembalikan permasalahan-permasalahan dibab
tersebut.
Adapun kaidah itu adalah perkara menyeluruh
yang merujuk kepadanya masalah-masalah dibab-bab yang berbeda.
Oleh karena itu wajib bagi kita untuk
mengambil ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah yang dipakai Ahlu sunnah wal
jama'ah.
Nabi shallallahu 'alahi wa sallam pernah
bersabda : ( إنه من يعش
منكم فسيرى
اختلافا
كثيرا, فعليكم
بسنتي وسنة
الخلفاء
الراشدين
المهديين من
بعدي تمسكوا
بها وعضوا
عليها بالنواجذ).
Artinya : Sesungguhnya barangsiapa
yang hidup diantara kalian akan melihat perselisihan
yang banyak maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku
dan sunnah
Khulafa' rasyidin setelahku, pegang dan gigit dengan gigi-gigi geraham.(
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4607), Tirmidzi (2676), dan Ahmad 4/126-127 dan
Ibnu Majah(43,44)
Sungguh para Shahabat telah melihat
perselisihan tersebut dan tidaklah mereka itu selamat melainkan karena
berpegang teguh dengan kaidah-kaidah yang diajarkan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dan Khulafa' rasyidin setelahnya.
MANFAAT YANG BISA DIAMBIL DARI BERPEGANG DENGAN KETENTUAN-KETENTUAN DAN
KAIDAH-KAIDAH INI.
PERTAMA :Bahwasanya memperhatikan
ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah tersebut akan menjaga gambaran seorang
muslim dari hal-hal yang tidak sesuai dengan syariat dan sekaligus memantapkan
pikirannya tentang gambaran tersebut.
Telah dimaklumi bahwa seorang muslim
apabila menghadapi suatu masalah tanpa dhobith dan kaidah akan terombang-ambing
didalam perbuatannya terhadap diri, mau pun keluarganya, masyarakat serta
umatnya.
Dari sinilah kita mengetahui pentingnya
ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah itu karena dia akan mengatur akal seorang
muslim didalam gambaran-gambarannya yang merupakan sumber dari perbuatannya
didalam diri, keluarga, ataupun masyarakatnya. KEDUSA
KEDUA
: Kemudian didalam memperhatikan ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah
tersebut ada manfaat yang lain yaitu dia akan menjaga seorang muslim dari
kesalahan, karena kalau dia berjalan hanya berlandaskan diatas pendapatnya saja
didalam menghadapi apa yang dia temui atau dalam menghadapi fitnah jika telah
tampak dan mencari jalan keluar dengan mengandalkan akal pikirannya saja tanpa
peduli dengan dhowabith serta kaidah-kaidah Ahli sunnah wal jama'ah maka
dikhawatirkan akan terjerumus kedalam kesalahan dan jika itu terjadi maka akan
berakibat fatal karena kesalahan ini akan bercabang dan berkembang dan mungkin
juga bertambah.
Dhowabith dan kaidah-kaidah ini apabila
kita berpegang teguh kepadanya akan kita dapati banyak sekali manfaatnya, sebab
dia akan menjaga kita dari kesalahan.
Mengapa bisa demikian ?
Karena siapakah yang membuat dhowabith dan
kaidah-kaidah tersebut ? Yang membuatnya adalah Ahlu sunnah wal jama'ah
berdasarkan dalil-dalil.
Maka barangsiapa berjalan dibelakang dalil
dan mengikuti ahlu sunnah wal jama'ah maka dia tidak akan menyesal selamanya.
KETIGA
: Termasuk dari faedah mengikuti dhowabith serta kaidah-kaidah itu adalah
bahwasannya dia akan menyelamatkan seorang muslim dari dosa, sebab jika dia
berjalan hanya berlandaskan kepada akal pikirannya saja dan kamu juga seperti
itu dan kamu sangka ini adalah benar tanpa peduli terhadap dhowabith serta
kaidah-kaidah tersebut maka sesungguhnya kamu tidak akan bisa selamat dari
dosa, karena kamu tidaklah tahu apa yang akan terjadi akibat dari perkataan
serta perbuatanmu jika kamu berjalan hanya berlandaskan akal pikiran saja atau
perasaanmu yang kau kira itu benar.
Adapun apabila kamu mengambil sesuai dengan apa-apa yang ditunjukkan oleh
dalil dari dhowabith dan ushul yang global maka kamu akan selamat dari dosa -
insya Allah – dan Allah azza wa jalla akan mengampunimu karena kamu berjalan
sesuai dengan dalil dan sungguh baik orang yang mengambil dalil sebagai
pedomannya.
Oleh karena itulah –wahai saudaraku- telah
jelas bagi kita keharusan untuk meng ambil dhowabith serta kaidah-kaidah yang
akan datang penjelasannya.
Dhowabith dan kaidah-kaidah ini sumber dan
dalilnya adalah satu dari dua perkara yaitu :
PERTAMA : Nash bagi
kaidah dan dhobith tersebut didalam dalil-dalil syar'i seperti didalam
Al-qur'an dan sunnah serta diamalkan oleh ahlu sunnah wal jama'ah.
KEDUA :
Sunnah yang diamalkan oleh para Shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam karena para Shahabat, Tabi'in setelah mereka serta para Imam-imam
ahli sunnah wal jama'ah mereka memiliki sikap dalam menghadapi fitnah apabila
telah tampak dan didalam keadaan yang telah berubah, mereka mensikapinya sesuai
dengan dalil-dalil, kemudian
mempraktekkannya dalam perbuatan .
Oleh karena itulah penglihatan, akal
pikiran kita tidak akan tersesat jika kita meng ikuti jejak mereka. Dan ini
adalah rahmat Allah bagi kita yang mana Dia tidak meninggal kan kita tanpa sauri
tauladan, dan ulama Ahlu sunnah wal jama'ah itulah yang harus kita jadikan
pemahaman, pemikiran dan perkataan mereka sebagai rujukan karena merekalah yang
lebih tahu tentang syari'at ini, serta merekalah yang lebih paham tentang
kaidah-kaidah global serta dhowabith yang bisa menjaga kita dari kesalahan dan
dari ketergelin ciran.
Dari sini telah jelas bagi kita kewajiban
untuk mengambil kaidah-kaidah dan dhowa bith yang akan saya jelaskan dan telah
jelas juga bagi kita manfaat dari mengambil kaidah-kaidah dan dhowabith itu
serta pengaruhnya bagi diri dan masyarakat kita. Maka berun tunglah bagi mereka
yang berjalan dibelakang orang yang mendapat petunjuk dan yang sesuai dengan
dalil-dalil dan dia tidak akan menyesal untuk selama-lamanya.
DHOWABITH DAN KAIDAH-KAIDAH SYARIAT YANG WAJIB DIIKUTI DIDALAM MENGHADAPI
FITNAH
PERTAMA : Apabila fitnah
telah muncul dan keadaan sudah berubah maka wajib bagi kita untuk bersikap
lemah lembut, berhati-hati tidak tergesa-gesa serta santun.
Ini merupakan kaidah yang penting yaitu :
1. Lemah lembut, karena nabi shallallahu
'alaihi wa sallam pernah bersabda dalam hadits yang shohih : (Tidaklah lemah
lembut itu ada pada sesuatu kecuali akan baik sesuatu itu dan tidaklah dia
dicabut dari sesuatu itu kecuali dia akan menjadi buruk).
Berkata Ahli ilmi : sabda beliau ini
(tidaklah dia ada pada sesuatu kecuali dia akan
baik)
kata (شيء / sesuatu)
adalah umum, dia datang setelah konteks peniadaan, hal ini mengharuskan
mencakup segala sesuatu, yaitu bahwasanya lemah lembut itu terpuji disegala
keadaan.
Dan didalam hadits yang lain Nabi
shallallhu 'alaihi wa sallam bersabda : (Sesung
guhnya Allah mencintai lemah lembut
disegala perkala) hal ini beliau katakan
kepada
'Aisyah As-siddiqah binti As-siddiq dan Imam Bukhari memberikan salah
satu judul didalam
kitabnya ash-shohih ( bab lemah lembut disegala perkara ).
Maka wajib bagi kamu untuk berlemah lembut
disegala perkara dan berhati – hati
jangan cepat marah serta kasar, karena kamu tidak akan menyesal selamanya
kalau
kamu berlemah lembut, tidaklah lemah lembut
itu ada pada sesuatu kecuali sesuatu itu akan baik didalam pemikiran, didalam
mensikapi, didalam menghukumi dan lain sebagai nya.
Wajib bagi kamu untuk bersikap lemah lembut
jangan tergesa-gesa dan jangan
bersama orang yang tergesa-gesa, akan
tetapi berhati-hatilah dalam rangka mengamalkan sabda Nabi shllallahu 'alahi wa
sallam : (tidaklah lemah lembut itu ada pada sesuatu melainkan sesuatu itu akan
baik).
Ambillah perkara yang baik dan jauhilah
perkara yang buruk yaitu dengan dicabut nya sikap lemah lembut.
2. Berhati-hati, bersabda Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam kepada Asyaj Abdul Qais : (Sesungguhnya ada pada dirimu dua
perangai yang Allah dan Rasul-Nya mencintai keduanya yaitu santun dan berhati-hati).
Berhati-hati itu adalah perangai yang
terpuji, oleh karena itulah Allah berfirman :
( و
يدع الإنسان
بالشر دعاءه
بالخير و كان
الإنسان
عجولا ) Artinya : Dan manusia mendo'a untuk kejahatan
sebagaimana ia mendo'a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat
tergesa-gesa. (Surat Al-Isra' : 11)
Ahlu ilmi berkata : disini ada celaan bagi
manusia yang mana mereka selalu tergesa
gesa, maka barang-siapa yang memiliki
perangai seperti ini maka dia tercela, oleh sebab itulah Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam tidak pernah tergesa-gesa.
3. Santun dalam menghadapi fitnah dan
ketika terjadi suasana yang tidak menentu adalah suatu hal yang sangat terpuji,
karena dengan santun itulah seorang akan dapat melihat setiap permasalahan
dengan sebenarnya.
Diriwayatkan dalam shohih Muslim dari
hadits Al-laits bin sa'ad dari Musa bin 'ali dari ayahnya bahwasanya
Al-Mustaurid Al-Qurasy ada disisinya 'Amru bin Al-ash
-radhiyallahu 'anhu-dia berkata aku pernah
mendengar Rasulullah shallahu'alaihi wa
sallam bersabda : (pada waktu terjadinya
kiamat Rum adalah orang yang terbanyak)
berkata 'Amru bin Al-'ash kepada
Al-Mustaurid : bagaimana menurutmu ? dia menjawab : mengapa aku tidak
mengatakan apa-apa yang dikatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ?
dia berkata : jika memang demikian maka sebabnya adalah karena Rum memiliki
empat perangai :
1.
Mereka orang yang paling bersabar ketika
menghadapi fitnah
2.
Mereka orang yang paling cepat sadar ketika
ditimpa musibah
3.
dst...
Dan beliau menyebutkan keempat-empatnya
bahkan menambahnya sampai lima.
Berkata ahlu 'ilmi : perkataan ini adalah
dari 'Amru bin Al-ash bukan untuk memuji orang -orang Romawi dan nashara yang
kafir, tidak ! akan tetapi untuk menjelaskan kepada kaum muslimin bahwasannya
keberadaan Rum dan banyaknya jumlah mereka sampai datangnya hari kiamat nanti
itu disebabkan karena mereka adalah orang yang paling santun dalam menghadapi
fitnah dengan kesantunan yang mereka miliki itulah mereka dapat melihat setiap
permasalahan sekaligus menyelesaikannya dengan baik sehingga mereka dan
golongannya tidak binasa.
Dan inilah yang dikatakan oleh As-Sanusy dan
Al-Ubby dalam syarahnya terhadap shohih muslim.
Disini terdapat peringatan halus, karena
Nabi shallallhu 'alaihi wa sallam mengabar kan bahwasannya tidak akan terjadi
hari kiamat sampai Rum menjadi orang yang terbanyak, mengapa ?
Berkata 'Amru bin al- 'ash : karena mereka
memiliki empat perangai diantaranya adalah bahwasanya mereka adalah orang yang
paling santun dalam menghadapi peruba han zaman dan ketika menghadapi fitnah,
mereka santun, tidak tergesa-gesa dan tidak cepat marah untuk menyelamatkan teman-teman
mereka dari pembunuhan ataupun fitnah, sebab mereka mengetahui bahwa kalau
fitnah itu muncul maka akan menimpa mereka, dengan perangai itulah mereka
bertahan sampai hari kiamat dan menjadi orang yang terbanyak.
Sungguh sangat mengherankan jika kita tidak
mengambil perangai ini, yang mana 'Amru bin al-'ash menyebut Rum karenanya dan
mereka memiliki perangai yang terpuji tersebut. Sebetulnya kitalah yang lebih
pantas dengan segala kebaikan daripada selain kita. Santun adalah sangat
terpuji didalam segala hal karena dia akan menerangi pikiran orang yang berakal
didalam menghadapi fitnah dan ini menunjukkan atas keberadaan akal pikirannya.
Ini adalah dhobith yang pertama serta
kaidah yang awal yang selalu diperhatikan oleh Ahlu sunnah wal jama'ah ketika munculnya
fitnah dan berubahnya zaman.
Dhowabith dan qawaid ini sebagiannya dhobit
dan sebagian lagi kaidah aku
(pengarang) menggabungkannya karena ada persamaan makna diantara
keduannya.
KEDUA : Apabila fitnah telah tampak dan
keadaan telah berubah janganlah kamu menghukumi terhadap sesuatu dari fitnah tersebut
atau dari perubahan keadaan itu kecuali setelah
mengetahui gambaran dari hal tersebut.Hal
ini sesuai dengan qaidah :
(
الحكم على شيء
فرع عن تصوره )
( Menghukumi sesuatu itu merupakan cabang dari gambaran dari sesuatu itu )
Qaidah ini digunakan oleh orang yang
berakal pikiran semuanya sebelum islam atau sesudahnya, dalilnya yang syar'i
adalah firman Allah jalla wa'ala :
( و لا
تقف ما ليس لك
به علم )
Artinya : Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan
tentangnya. ( Surat Al-Isra' : 36 )
Maksudnya adalah setiap perkara
yang kamu tidak mengetahui, tidak memiliki gambaran serta tidak mempunyai bukti tentangnya maka jangan sekali-kali kamu berbicara tentang nya lebih-lebih
kamu menjadi pelopor atau orang
yang diikuti atau sebagai hakim atasnya.
( الحكم
على شيء فرع
عن تصوره )
Kaidah ini kalian mempergunakannya
dalam kehidupan sehari-hari dan pada waktu
yang berbeda-beda. Akal pikiran selalu
memperhatikan kaidah ini, tidaklah sesuatu
perbuatan itu akan baik tanpa memperhatikan
kaidah ini, karena kalau tidak maka ia akan terjerumus pada kesalahan, syariat
ini telah menekankan dan menjelaskan dengan sejelas-jelasnya akan kaidah ini.
Saya akan memberikan permisalahan tentang
kaidah ini agar lebih jelas :
Contoh : jika aku bertanya kepada salah
seorang diantara kalian dan aku berkata kepadanya apa hukum islam terhadap jual
belih Al- murabahah ?
Mungkin salah seorang akan mengatakan :
mencari untung adalah suatu hal yang dinginkan dan ini tidak ada larangannya
dalam syariat maka tidak mengapa jual beli dengan al-murabahah.
Hukum orang tersebut terhadap masalah ini
adalah salah karena dia tidak memiliki
gambaran yang dimaksud dengan perkataan
orang : apa hukum islam terhadap jual-beli dengan murabahah? Dia mengira bahwa
yang dimaksud dengan murabahah adalah mencari keuntungan dalam berdagang,
karena salah dalam menggambarkan masalah ini maka diapun salah dalam
menghukuminya secara syar'i.
Hukum syariat haruslah dibangun diatas
gambaran yang benar, murabahah adalah
suatu bentuk jual beli yang dilarang yang
banyak dipakai oleh beberapa bank yang
menisbatkan kepada islam atau yang tidak,
dengan menutupi riba didalamnya.
Gambarannya adalah dia dibangun atas dasar
perwakilan kepada orang lain, setelah
mewakilkan, disana ada keharusan untuk
membayar atau menepati janji, dan janji yang dijanjikan oleh orang yang
mewakilkan ini kepada wakilnya mengharuskan dia untuk menepatinya.Ini tidak
diperbolehkan dalam syariat, maka jual beli dengan murabahah ini dilarang.
Contoh lain yang menjelaskan kaidah "
Menghukumi sesuatu adalah cabang dari gambaran terhadap sesuatu itu " jika
aku bertanya kepada seseorang diantara kalian apa hukum kita terhadap kelompok syuhudu
yahwa ? apa yang akan dikatakan oleh seorang
diantara kalian?
Jika dia tahu mungkin dia akan menjawab dia
adalah kelompok begini dan begitu dan hukum islam terhadapnya adalah begini
atau begitu.
Atau juga dia mungkin berkata aku tidak
tahu kelompok ini ! aku tidak pernah men
dengarnya sebelum ini, dari sini kamu tidak
bisa menghukumi kelompok tersebut.
Dan juga kamu tidak bisa menjelaskan hukum
syariat atasnya karena kamu tidak memiliki gambaran tentang kelompok ini,
siapakah mereka ? apa undang-undang dasar mereka ? apakah dia itu islamiyah
atau nashraniyah atau yahudiyah ? kamu tidak bisa menghukumi nya kecuali
setelah tahu gambarannya.
Jika hal ini telah jelas bagi kamu maka
seorang hakim atau pemberi fatwa atau pembicara didalam masalah syariat
dilarang untuk berbicara – dalam rangka untuk menja ga diri mereka dari dosa
dan hak-hak kaum muslimin serta untuk berlepas diri dari berka ta kepada Allah
tanpa ilmu - kecuali kalau memiliki dua perkara :
Pertama : Dia harus memiliki gambaran yang
benar tentang perkara yang diajukan
tidak tersamarkan dengan perkara yang lain,
karena kadang kala beberapa perkara itu
ada persamaannya dan gambaran dari
permasalahan itu ada keserupaan dengan
permasalahan yang lain maka pikiranmu akan
berpindah kepermasalahan yang lain
yang serupa dengannya, pada saat itulah
kamu akan terjerumus pada kesalahan.
Kedua
: Mengetahui hukum Allah dan
hukum Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa
sallam terhadap permasalahan yang dihadapi
bukan pada permasalahan yang serupa
dengannya.
Apabila hal ini telah jelas, timbullah
suatu pertanyaan yang penting, mungkin seorang dari kalian bertanya : bagaimana
timbul penggambaran ini didalam diriku ?
Bagaimana aku menggambarkan permasalahan
ini ? dari siapakah aku bisa menggambar
kannya ? karena permasalahan- permasalahan
ini ada persamaan dan keserupaannya, sebagiannya bermasalah dan sebagian lagi
mungkin tidak didapati orang yang bisa menjelaskan atau yang menggambarkannya
dengan gambaran yang benar.
Kami katakan : penggambaran yang dibangun
diatasnya hukum syar'i itu adalah :
1.Dari orang yang meminta fatwa, sebab
orang tersebutlah yang menghadapi masalah tersebut, jika dia bertanya atau
menjelaskan masalah itu, akan timbullah
gambaran darinya, maka pemberi fatwa akan
menjelaskan hukumnya sesuai dengan keterangan dari penanya.
2.Gambaran tersebut diambil dari orang yang
adil (yang baligh, berakal dan bukan
fasik – pent) terpercaya dari kaum muslimin
yang mana mereka ini dalam memberi kabar tidak keliru sehingga menyebabkan
salah dalam menghukumi. Haruslah dari orang yang adil terpercaya dalam masalah
ini.
Ketika terjadi fitnah dan kekacauan
tidaklah boleh kita berpegang kepada perkataan orang kafir yang menjelaskan
gambarannya atau menyebutkan jalan keluar dari masalah itu dalam siaran berita
atau majalah atau yang lainnya. Ini tidak diperbolehkan secara syariat yaitu
membangun suatu hukum syariat berdasarkan pemberitaan mereka, tapi hukum
syariat haruslah berdasarkan kabar dari orang muslim yang adil dan terpercaya.
Hadits-hadits Rasulillah shallallahu alaihi
wa sallam tidaklah diterima kecuali kalau datang dari jalan orang-orang yang
adil, kuat hafalannya dari awal sampai akhir, apabila datang dari orang fasik
maka dia ini tidak memiliki muru'ah dan jika datang dari orang yang tidak kuat
hafalannya mungkin dia akan mencampur adukkan antara satu dengan yang lainnya
dan ini tidak diterima serta tidak dibangun hukum syar'i diatasnya.Oleh karena
itulah kita harus memperhatikan masalah ini.
Kesimpulannya : sesungguhnya kaidah ini
(menghukumi sesuatu merupakan cabang dari gambaran terhadap sesuatu itu)
pondasinya adalah penggambaran dan hal ini tidaklah akan benar secara syariat
kecuali kalau datang dari seorang muslim yang adil terpercaya atau dari seorang
penanya walaupun dia fasik.
KETIGA : Seorang muslim
haruslah berpegang teguh dengan keadilan disetiap perkara.
Allah jalla wa 'ala berfirman : )
(وإذا
قلتم فاعدلوا
ولو كان
ذاقربى
Artinya : Apabila kamu berbicara maka berbuatlah yang
adil walaupun kepada
kerabat dekatmu . ( Surat Al-An'am : 152 )
Dan Dia berfirman : ( و لا
يجرمنكم شنا ن
قوم على أن لا تعدلوا
اعدلوا هو
أقرب للتقوى )
Artinya : Dan janganlah kebenciannmu terhadap
suatu kaum menjadikan kamu
tidak berbuat adil, berbuat adillah karena itu lebih
dekat kepada taqwa.
( Surat Al-Maidah : 8 )
Sebetulnya masalah ini sudah dijelaskan dengan
jelas sekali yaitu seorang haruslah berbuat adil dalam perkataan, dalam
menghukumi.Barangsiapa yang tidak berbuat adil dalam berkata atau dalam
menghukumi maka dia tidaklah mengikuti syariat ini yang diharapkan keselamatan
bersamanya.
Apakah makna adil dalam kaidah ini ?
Maknanya adalah kamu mendatangkan perkara yang
baik-baik dan perkara yang jelek, kamu datangkan sisi yang kamu sukai dan yang
tidak kamu sukai kemudian kamu timbang keduanya
dalam timbangan yang satu, setelah itu kamu menghukuminya. Karena dengan itulah
seseorang akan terjaga dari menisbatkan kepada syariat atau kepada Allah jalla
wa 'ala atau kepada sunnah alam ini apa-apa yang tidak sesuai dengan yang
diperintahkan Allah jalla wa 'ala.
Menimbang antara yang baik dan buruk merupakan
suatu keharusan, menampakkan keduanya didalam pikiran sampai mendapatkan suatu
hasil yang syar'i, sehingga gambaran, perkataan, pemahaman, serta pendapatmu
didalam fitnah menjadi penyelamat insya Allah ta'ala.
Ini adalah perkara yang penting dan sekaligus
merupakan kaidah yang harus selalu diperhatikan karena barangsiapa yang tidak
peduli dengannya maka dia akan
terpengaruh oleh hawa nafsunya dan akan menular kepada
yang lain yang akhirnya termasuk dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
:
(
ومن سن سنة
سيئة فعليه
وزرها ووزر من
عمل بها إلى
يوم القيامة )
Artinya : Barangsiapa yang mencontohkan sunnah yang jelek
maka dia akan mendapat dosanya dan dosa orang yang mengikutinya sampai hari
kiamat. (Diriwayatkan oleh Muslim dalam shohihnya dalam kitab zakat,
Ahmad dalam musnadnya 4/357, 362 dan Ibnu Majah dalam sunannya
1/74/203-207)
Dan musibah itu akan menjadi lebih besar lagi jika yang
melakukan adalah orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada ilmu dan dakwah,
karena orang bodoh serta orang yang ilmunya masih setengah-setengah akan
mencontohnya .
Oleh karena itulah kita harus memperhatikan kaidah
ini didalam setiap permasa lahan, barangsiapa yang terbebaskan dari hawa nafsu
maka Allah akan menyelamat
kan dirinya diakhirat kelak .
KEEMPAT : Firman Allah jalla wa 'ala : (
واعتصموا
بحبل الله
جميعا
ولا تفرقوا )
Artinya :
Berpegang teguhlah kalian semua dengan tali Allah dan janganlah berpecah
belah . ( Surat Ali ' imron : 103 )
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menjelaskan
ayat ini dengan sabdanya :
( عليكم
بالجماعة
وإياكم
والفرقة )
Artinya : Bersatulah kalian dan jauhilah
perpecahan.(Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunannya kitabul fitan (7)
dan Ahmad dalam Musnadnya (50,370,371) ).
Dan telah tetap juga didalam hadits yang
diriwayatkan oleh Abdullah bin
Ahmad di zawaid musnad ayahnya bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam
Bersabda : (
الجماعة رحمة
والفرقة عذاب
)
Artinya : Bersatu itu rahmat dan berpecah belah itu
adzab.(Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya 4,278 dan 370).
Berpecah belah dengan segala bentuknya - baik
dalam pemikiran, perkataan, per
buatan merupakan adzab yang Allah timpakan bagi yang
menyelisihi perintah-Nya
&dia mencari pentunjuk selain
petunjuk-Nya.
Oleh karena itulah barangsiapa yang berpegang
dengan jama'ah Ahli sunnah wal jama'ah dan menelusuri jejak para Imam dan
ulama' mereka maka dia telah berpegang dengan jama'ah/persatuan. Dan barang
siapa yang menyelisihi mereka maka dia akan terjerumus kedalam perpecahan dan
adzab yang Allah timpakan kepadanya didunia ini. Kita minta kepada Allah jalla
wa 'ala untuk menyelamatkan kita dan saudara-saudara kita dari semua hal itu.
Oleh sebab itulah Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :
( الجماعة
رحمة والفرقة
عذاب )
Persatuan dengan segala bentuk macam dan sifatnya
jika dilandasi oleh petunjuk dan kebenaran maka dia akan membawa rahmat yang Allah
merahmati hamba-hamba -Nya dengannya.
Adapun perpecahan dia akan menyebabkan azdab
dan tidak ada kebaikan didalamnya
selama-lamanya.
Oleh sebab itulah setelah Allah berfirman : (
واعتصموا
بحبل الله
جميعا ولا
تفرقوا )
Allah berfirman pada ayat setelahnya : ( ولتكن
منكم أمة
يدعون إلى
الخير
ويأمرون بالمعروف
وينهون عن
المنكر
وأولئك هم
المفلحون )
Artinya : Dan hendaklah ada sekelompok diantara kalian
yang menyuruh kepada
kebaikan beramar ma'ruf dan melarang yang mungkar dan
merekalah orang-orang yang beruntung. (
Surat Ali-'Imron : 104 )
Kemudian Allah berfirman : ( ولا
تكونوا
كالذين
تفرقوا
واختلفوا من
بعد ما جاءهم
البينات
وأولئك
لهم عذاب
عظيم )
Artinya :Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang berpecah-belah
dan berselisih setelah datang kepada mereka keterangan yang jelas. Mereka
itulah orang-orang yang mendapat adzab yang berat.( Surat Ali-'Imron : 105 )
Memang orang-orang yang berpecah-belah, baik dalam
perkataan maupun perbu
atan setelah datangnya keterangan dan petunjuk mereka selalu terancam oleh
kesesa tan, perselisihan dan tidak akan mendapat petunjuk.
Oleh karena itulah kita harus selalu mengikuti jalannya
Ahli sunnah wal jama'ah
kita mengikuti perkataan mereka, jangan sampai kita keluar dari
kaidah-kaidah atau dhowabith serta ijma' ulama mereka, sebab mereka (ulama ahli
sunnah wal jama'ah-pent ) mengetahui dari ushul/pokok-pokok ahli sunnah wal
jama'ah dan dari dalil-dalil syariat apa-apa yang tidak diketahui kebanyakan
orang atau yang menisbatkan diri mereka kepada ilmu, karena mereka memiliki
ilmu yang kokoh, penglihatan yang tepat serta dasar ilmu yang sangat kuat.
Lihatlah apa yang dilakukan Abdullah bin Mas'ud
rodhiyallah 'anhu ketika menjalankan ibadah haji bersama 'Utsman bin 'Affan
rodhiyallahu 'anhu ?
Dahulu 'Utsman menyempurnakan shalat diMina empat raka'at
padahal menurut
sunnah adalah dua raka'at dengan mengqashar shalat yang empat
raka'at.'Utsman
berpendapat shalat tersebut sebaiknya dikerjakan dua raka'at karena beliau
memiliki alasan yang syar'i sedangkan Abdullah bin Mas'ud berkata: sunnahnya
Nabi itu ialah dikerjakan shalat diMina dua raka'at bukan empat, kemudian
beliau ditanya : wahai Abdullah bin Mas'ud anda mengatakan seperti itu
sedangkan anda masih tetap shalat bersama 'Utsman bin'Affan empat raka'at,
mengapa bisa demikian ? beliau berkata : wahai saudaraku ! berselisih itu jelek
! berselisih itu jelek ! berselisih itu jelek ……… diriwayatkan Abu dawud dengan
isnad yang kuat.
Hal ini dikarenakan pemahaman mereka terhadap kaidah yang
benar, kaidah yang barang siapa tidak mengikutinya maka dia tidak akan bisa
selamat dari fitnah dan juga orang lain. Abdullah bin mas'ud berkata : BERSELISIH
ITU JELEK.
KELIMA :
Bendera-bendera yang dikibarkan pada saat fitnah baik itu bendera negara atau
bendera para da'i haruslah bagi seorang muslim untuk menimbangnya
dengan timbangan yang syar'i timbangan ahli sunnah wal jama'ah yang mana
barang
siapa menimbang dengannya pasti timbangannya akan adil tidak akan salah.
Seperti yang Allah firmankan tentang timbangannya :
(
ونضع
الموازين
القسط ليوم
القيامة فلا
تظلم نفس شيئا
)
Artinya : Kami akan memasang timbangan-timbangan yang tepat pada hari
kiamat,
maka tiada dirugikan
seseorang barang sedikitpun. (Surat Al- Anbiya': 47)
Demikianlah ahlu sunnah wal jama'ah memiliki timbangan-timbangan yang
adil,
mereka menimbang segala perkara dengannya baik itu pemikiran-pemikiran atau
keadaan-keadaan. Mereka menimbang dengannya bendera-bendera yang berbeda ketika
terjadi perbedaan keadaan.Timbangan-timbangan itu terbagi menurut mereka –
sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam-imam dakwak kita Imam ahli sunnah
wal jama'ah – menjadi dua bagian :
1.Timbangan yang digunakan untuk membedakan antara islam
atau bukan.
Bendera-bendera yang dikibarkan dan dinisbatkan kepada islam banyak sekali
maka dia harus ditimbang, jika dia bendera islam maka disana ada hukum-hukum
syariat yang harus diperhatikan sebagai jawaban atas perintah Allah dan Nabi shallahu
alaihi wa sallam .
2.Timbangan yang digunakan untuk menjelaskan kesempurnaan
islam dengan ketiadaannya dan keistiqamahan diatas islam atau ketidakadanya
keistiqamahan.
Maka yang pertama itu hasilnya adalah kekafiran atau islam, Apakah dia itu
bendera islam atau bukan ?
Dan yang kedua hasilnya adalah apakah bendera itu tegak
diatas petunjuk seperti yang dicintai Allah dan diridhoi-Nya ? apakah dia
mempunyai kekurangan dalam hal ini ? Apabila hal ini sudah jelas maka disitu
akan didapatkan hukum-hukum syari'at .
Adapun timbangan pertama yang membedakan antara keimanan
dan kekafiran
ada tiga :
Pertama : Kamu lihat apakah disana ada penyerahan ibadah
hanya kepada Allah saja yang tiada sekutu baginya atau tidak ? karena pokok
agama para Nabi dan Rasul adalah menyeru agar hanya Allah saja yang diibadahi
tidak yang lain-Nya .
Mengesakan Allah dalam beribadah (Tauhid) adalah pondasi segala sesuatu
dialah yang pertama dan terakhir. Barangsiapa yang mengibarkan bendera tauhid
dan meng ikrarkan bahwa ibadah itu hanya untuk Allah saja tiada sekutu bagi-Nya
dan tidak mengakui peribadahan kepada selain-Nya maka timbangan ini
membuktikkan bahwa dia adalah muslim, dan bendera tersebut bendera islam dengan
ditambah dengan dua timbangan yang kalian akan mendengarnya dengan seizin
Allah.
Timbangan pertama, kita lihat apakah yang mengangkat
bendera islam itu bertauhid atau tidak ? apakah disana ada penyembahan kepada
selain Allah jalla wa 'ala atau apakah tidak ada dibawah naungan bendera
tersebut kecuali hanya Allah yang diibidahi tidak yang lain-Nya dan hati-hati
ini hanya bermunajat kepada-Nya saja atau tidak ?
Allah subhana wa ta'ala berfirman : (
ولقد بعثنا في
كل أمة رسولا
أن اعبدوا
الله و اجتنبوا
الطاغوت )
Artinya : Dan sungguh kami telah mengutus kepada setiap kaum seorang rasul
yang menyerukan agar mereka menyembah Allah saja dan menjauhi thoghut (semua
sesembahan selain Allah dan dia ridho untuk disembah). (Surat An-nahl : 36)
Dan Allah berfirman : (
الذين إن
مكناهم في
الأرض أقاموا
الصلاة و اتوا
الزكاة
وأمروا
بالمعروف
ونهوا عن
المنكر ولله
عاقبة الأمور
)
Artinya :
Yaitu orang-orang
yang apabila kami mengokohkannya dimuka bumi ini mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta menyuruh
yang baik dan melarang yang munkar dan milik Allahlah
segala akibat segala sesuatu itu.
Sebagian ahli tafsir berkata tentang (
امروا
بالمعروف ) yaitu menyuruh
kepada tauhid dan melarang dari
yang munkar yaitu dari kesyirikan, karena sebaik-baiknya yang baik adalah tauhid
dan sejelek-jeleknya kemungkaran adalah syirik, ini adalah
timbangan yang pertama.
Kedua : Kamu melihat perwujudan syahadat Muhammad adalah utusan Allah.
Kalimat
syahadat ini diantara konsekwensinya adalah berhukum dengan syari'at yang dibawa oleh Mushthofa shallallahu alaihi
wa sallam.
Allah subhana wa ta'ala berfirman : (
فلا وربك لا
يؤ منون حتى
يحكموك فيما
شجر بينهم ثم
لا يجدوا في
أنفسهم حرجا
مما قضيت
ويسلموا
تسليما )
Artinya : Demi Rabmu tidaklah mereka
beriman sampai mereka menjadikan kamu sebagai hakim didalam apa-apa
yang mereka perselisihkan kemudian mereka tidak mendapatkan didalam diri mereka
kesempitan dari apa-apa yang kamu putuskan dan mereka menyerah dengan penuh
ketundukan. (Surat An-Nisa' :65)
Allah juga berfirman : ( أفحكم
الجاهلية
يبغون ومن
أحسن من الله
حكما لقوم
يوقنون )
Artinya :
Apakah hukum jahiliyah yang mereka inginkan, siapakah yang lebih baik
hukumnya
dari pada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin.(Surat Al-Maidah:50)
Allah juga berfirman : (
و من لم يحكم بما
أنزل الله
فأولئك هم
الكافرون )
Artinya :
Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka mereka termasuk
orang-orang kafir. (Surat Al-Maidah : 44)
Apabila kamu telah melihat suatu bendera yang dikibarkan pemiliknya
berhukum dengan syari'at Allah dan menjadikan syari'at ini sebagai pemutus
perkara-perkara manusia – apabila mereka berselisih siapakah yang menghukumi
diantara mereka ? menghukumi diantara mereka seorang hakim yang syar'i. Ketika
itulah kamu mengetahui bahwa bendera tersebut bendera islam karena dia menuntut
pengi kutnya untuk berhukum dengan
syari'at Allah jalla wa'ala dan mereka mendirikan
pengadilan
syar'i yang berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Allah serta tidak
mengharuskan seorangpun untuk berhukum dengan selain hukum Allah atau untuk
ridho dengan hukum selain hukum Allah dan Rasul-Nya .
Timbangan ketiga : Kamu lihat apakah disana ada penghalalan terhadap
apa-apa
yang
diharamkan Allah ? atau apakah masih ada kebencian, pengingkaran dan kema rahan
jika hal-hal yang diharamkan itu dilakukan ?
Karena hal yang diharamkan secara ijma' jika dia telah tampak, pasti ada
dua keadaan : 1. Dia dihalalkan dan ini merupakan kekafiran wal 'iyadzu billah.
2. Dia tidak dihalalkan akan
tetapi hanya dilakukan dengan masih menyakini kemungkarannya dan bahwasannya
dia itu haram, dari sini kamu mengetahui bahwa itu adalah bendera islam yang
syar'i. Ini adalah tiga timbangan yang telah dijelaskan oleh para Imam-imam
kita rahimahumullah. Dan itu masih bagian yang pertama.
Adapun bagian yang kedua yang mana dari sinilah kita mengetahui kesempur
naan
islam dari ketidaksempurnaanya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil
islam itu secara keseluruhan sebagaimana yang diturunkan dari sisi Allah jalla
wa'ala dan beliau merupakan suri tauladan yang baik demikian juga para Khulafa'
rasyidin ridhwanullah 'alaihim akan tetapi semakin lama semakin berkurang
perwujudan kesempurnaan islam ini pada saat sekarang, (Dan tidaklah datang
kepada manusia suatu zaman melainkan yang setelahnya itu lebih jelek dari yang
sebelumnya sampai kamu bertemu dengan Rabmu) sebagaimana yang disabdakan oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Timbangan ini kamu lihat didalamnya keberadaan perkara-perkara syari'at ?
bagaimana masalah sholat ? bagaimana larangan terhadap kemungkaran-kemung
karan? bagaimana amar ma'ruf dan nahi'anil munkar yang berhubungan dengan
kewajiban-kewajiban serta yang berkaitan dengan hal-hal yang diharamkan ?
apabila hal tersebut telah dilaksanakan secara menyeluruh maka ini menunjukkan
tentang kesempurnaannya dan apabila tidak, maka hal ini menunjukkan akan
kekurangan yang ada padanya sesuai dengan keadaan tersebut.
Ini semua merupakan timbangan-timbangan yang penting yang harus ada dalam
hatimu dan akal pikiranmu, jangan sampai dia hilang selamanya agar kamu tidak
tersesat ketika terjadinya kesesatan dan tidak tersamarkan masalah-masalah yang
ada saat terjadinya kekaburan.
Apabila hal ini telah jelas bagi kamu dan kamu telah bisa membedakan antara
bendera islam dengan selainnya maka wajib bagi kalian menurut syari'at untuk
kalian berwala' (mencintai serta menolong) bendera islam tersebut didalam
kebenaran dan petunjuk karena Allah jalla wa'ala menyuruh untuk berwala' kepada
orang-orang beriman dan menyarankan agar berpegang teguh dengan ajaran Allah
serta jangan sampai berpecah belah. (Hal-hal yang perlu diperhatikan –pent):
1. Haruslah kecintaan kalian terhadap bendera islam tersebut benar-benar
murni tidak ada penyelewengan, kekaburan serta keraguan karena tidak ada
pilihan kecuali islam atau kekafiran. Jika telah jelas keislamannya maka
tersusun darinya hukum-hukum syari'at dan tidak diperbolehkan bagi seorang
muslim untuk menjadikan suatu kemaksiatan sebagai sebab untuk tidak berpegang
teguh dengan hal-hal yang diperin tahkan Allah jalla wa'ala dan Rasul-Nya dari
berwala' kepada orang-orang beriman dan yang berperang dijalan Allah.
2. Nasehatilah pemegang bendera tersebut dengan nasehat yang Allah mengeta
hui itu
dari lubuk hatimu. Ahlu sunnah wal jama'ah – yang mereka selalu menyelisihi
ahli bid'ah pecinta perpecahan – mereka selalu menasihati pemimpin-pemimpin
serta memperbanyak doa untuk mereka walaupun mereka melihat hal-hal yang tidak
disukai
(dari pemimpin-pemimpi tersebut – pent) mereka lakukan hal tersebut dari lubuk
hati, mereka tidak mengharapkan balasan atau kata terima kasih kecuali dari
sisi Allah jalla wa'ala tidak dari yang lain, kalau hal ini kita lakukan dengan
hati yang tulus maka kita memang benar-benar termasuk ahlu sunnah wal jama'ah.
Bacalah kitab-kitab aqidah ahli sunnah wal jama'ah kalian akan melihat
didalam
nya
bab-bab khusus tentang hak-hak para pemimpin dari rakyatnya dan hak-hak
rakyat
dari pemimpinnya karena dengan inilah tercipta persatuan diatas sunnah dan
jama'ah.
Dan inilah yang dianjurkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk
menasehati para pemimpin kaum muslimin dan masyarakatnya didalam sabda beliau :
(Agama
itu nasehat) apabila telah tetap bahwa nasehat itu wajib maka haruslah bagi
seorang muslim untuk menasehati, kemudian bagaimanakah cara menasehati itu ?
dan bagaimanakah cara menerangkan ? yang sesuai dengan sunnah bukan dari diri
kita sendiri.
Telah tetap dari hadits shohih bahwasannya 'Iyadh bin Ghonam berkata kepada
Hisyam bin Hakim rodhiyallahu 'anhuma : Apakah kamu tidak mendengar sabda Na
bi
shallallahu 'alaihi wa sallam : (
من أراد أن
ينصح لذي
سلطان فلا يبد
علانية و لكن
ليأخذ بيده ثم
ليخل به فإن
قبل منه فذاك
وإلا فإنه قد
أدى الذي عليه
)
Artinya : Barangsiapa yang ingin menasehati
pemimpin janganlah dia menyebarkannya akan tetapi ambillah tangannya dan
bersepi-sepilah, jika dia menerima nasehat itu maka itulah yang diharapkan dan
jika tidak maka telah gugur kewajiban .( diriwayatkan oleh Ibnu abi 'ashim
dalam " As-sunnah "dan selainnya serta dishohikan oleh
Al-albani.)
Dengarkanlah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ini, kalian adalah
orang-
orang
yang bersemangat menjalankan sunnah seperti ahlu sunnah wal jama'ah.
Jika dengan timbangan-timbangan itu dapat dibedakan antara bendera islam
dengan selainnya maka hal ini menuntut adanya hak-hak syari'at pada bendera
terse but hal ini jika memang terbukti bahwa dia itu diatas islam bukan diatas
kekafiran. Dan ini termasuk hal penting yang akan nampak fungsinya ketika terjadi
perubahan keadaan dan munculnya fitnah.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : (Barangsiapa yang ingin
menase hati pemimpin janganlah dia menyebarkannya akan tetapi ambillah
tangannya dan ber
sepi-sepilah
dengannya jika dia menerima nasehat itu maka itulah yang diharapkan jika tidak
maka telah gugur kewajiban).
Dan inilah yang menjadikan kita tenang
serta menjadikan kita mengikuti apa
yang
disabdakan Mushthofa shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila kita mengambil yang
demikian itu maka kita akan selamat biidznillah, dan jika tidak maka akan
menimpa kita penyelewengan dan penyimpangan dari jalannya ahli sunnah wal
jama'ah sesuai dengan kadar penyimpangan itu.
Timbangan – timbangan tadi jika tersamarkan oleh seorang muslim atau penuntut
ilmu maka sebagai rujukan adalah para 'ulama sebab merekalah yang bisa
menimbang dengan timbangan yang tepat merekalah yang dapat meluruskan dengan
baik
serta merekalah yang berhukum dengan hukum syari'at yang betul.
Oleh sebab itu menghukumi adanya keislaman dengan ketidakadanya atau adanya
keimanan atau kekafiran tempat rujukannya adalah para 'ulama ahli sunnah wal
jama'ah bukan yang lainnya dari kalangan orang-orang baru belajar yang kadang
kala
mereka mengetahui sebagian dan bodoh terhadap sebagian yang lain atau mereka
memperluas apa-apa yang tidak boleh untuk diperluas.
Maka rujukan bagi mereka yang belum bisa menimbang dengan timbangan yang
benar adalah para 'ulama, wajib bagi kita untuk mengambil perkataan mereka,
metode serta jalan mereka dalam membedakan antara keimanan dengan kekafiran,
dan menimbang dengan timbangan yang telah kami sebutkan kepada kalian .
Sebagai tuntutan dari hasil timbangan-timbangan itu sebagaimana yang
disepaka
ti oleh
ahlu sunnah wal jama'ah yaitu bahwasannya jihad itu dilakukan bersama setiap
imam atau pemimpin yang baik maupun yang fasik, tidak boleh bagi seorangpun
untuk tidak mengikutinya dengan alasan bahwa pemimpinnya mempunyai penyim
pangan terhadap syari'at pada suatu waktu .
Dhobith ini haruslah kita pegangi setiap saat, mungkin pada waktu yang akan
datang terjadi sesuatu apa-apa yang kita tidak mengetahuinya sehingga kita
memiliki pedoman dan timbangan yang bisa digunakan untuk menimbang keadaan atau
pemikiran
kita. Diantara hak-hak tersebut adalah mendoakan bagi siapa saja yang
Allah
jadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin kita.
Berkata Al-Barbahari rahimahullah penolong sunnah, Imam dari Imam-imamnya
Ahli sunnah wal jama'ah didalam kitabnya " As-sunnah " dan
buku ini telah dicetak.Beliau berkata : Apabila kamu melihat seseorang berdoa
untuk pemimpinnya ketahuilah bahwa dia adalah pemegang sunnah dan jika kamu
melihat orang berdoa (dengan doa yang jelek) kepada pemimpinnya maka ketahuilah
dia adalah ahli bid'ah.
Al-Fudhail bin 'Iyadh dahulu sering memperbanyak doa untuk pemimpin pada
waktunya..Padahal
kita mengetahui bagaimana para pemimpin bani Al-abbas pada saat itu, ketika
ditanya : Kamu lebih banyak mendoakan mereka daripada untuk dirimu sendiri ?
beliau menjawab : ya, karena jika aku baik maka kebaikan ini hanya untuk diriku
sendiri dan orang disekitarku, adapun kalau seorang Imam itu baik maka ini
untuk kaum muslimin semuanya.
Maka barang siapa yang menginginkan kebaikan yang merata bagi kaum musli
min
Allahlah yang mengetahui dari hatinya bahwa dia benar-benar berdo'a dengan
ikhlas untuk kebaikan pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan agar mereka diberi
petunjuk untuk bisa mengamalkan Al-qur'an dan sunnahnya Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam karena kita tidaklah berharap dan tamak lebih banyak daripada
untuk mendapatkan petunjuk serta beramal dengan Al-qur'an dan As-sunnah.
Hati-hati ini ada ditangan Allah Dialah yang membolak-balikkannya.
KEENAM : Sesungguhnya
perkataan dan perbuatan ditengah-tengah fitnah memiliki dhowabith tidak semua
perkataan yang tampaknya baik bagimu kamu mengucapkannya dan tidak semua
perbuatan yang kelihatannya bagus kamu kerjakan karena perkataan dan
perbuatanmu pada waktu fitnah dapat menyebabkan banyak hal.
Maka tidak heran apabila kita mendengar Abu Hurairah rodhiyallah 'anhu
berkata : (Aku menghafal dari Rasulillah shallallahu 'alaihi wa sallam dua
perkara yang pertama telah aku sebarkan adapun yang lainnya seandainya aku
sebarkan maka
akan
terpotong tenggorokan ini ) diriwayatkan oleh Bukhari dalam shohihnya.
Berkata ahlu ilmi : perkataan Abi Hurairah " akan terpotong
tenggorokan ini "
maksudnya
adalah dia menyembunyikan hadits-hadits tentang fitnah dan hadits-
hadits
tentang bani Umayyah dll dan beliau berkata demikian pada zamannya Mu'awiyah
rodhiyallahu 'anhu yang mana manusia bersatu padanya setelah perpeca
han dan
peperangan, kamu mengetahui apa yang terjadi pada waktu itu dan sejarah nya,
Abu Hurairah menyembunyikan beberapa hadits ; kenapa demikian padahal itu
adalah hadits-hadits Rasulillah shallallahu 'alaihi wa sallam ? bukan tentang
hukum -hukum syari'at akan tetapi yang lainnya, mengapa beliau
menyembunyikannya ? beliau berbuat
demikian agar jangan sampai manusia terfitnah. Sesungguhnya hadits itu betul
dan tidak diperbolehkan untuk menyembunyikan ilmu, mengapa bisa demikian ?
karena menyembunyikan hal tersebut pada waktu itu adalah suatu keharus an agar
manusia tidak terpecah belah setelah bersatu pada tahun jama'ah (persatuan)
bersama Mu'awiyah bin Abi sufyan rodhiyallahu 'anhu.
Berkata Ibnu Mas'ud sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shohihnya
: (Tidaklah kamu berbicara kepada suatu kaum dengan perkataan yang tidak
difahami oleh akal mereka kecuali hal ini akan menimbulkan fitnah pada sebagian
mereka).
Manusia tidak semuanya mengerti apa yang dikatakan oleh sipembicara tentang
setiap
perkara dalam fitnah, kadang kala mereka mendengar banyak hal yang tidak
difahami oleh akal mereka kalaulah mereka faham mereka akan menjadikannya
keyakinan, perbuatan dan perkataan yang akibatnya tidak baik.
Oleh karena itulah para pendahulu (salaf ) banyak melakukan hal ini.
Lihatlah Hasan Al-bashri rahimahullah ta'ala ketika mengingkari Anas bin
malik
rodhiyallah
'anhu saat berbicara dengan Hajjaj bin Yusuf tentang perangnya Nabi
shallallahu
'alihi wa sallam dengan Al-'Uraniyyin ; beliau berbuat demikian karena Hajjaj
bin Yusuf senang menumpahkan darah, dan dia akan menta'wil hadits tersebut
untuk membenarkan perbuatannya maka yang wajib dilakukan adalah menyembunyi kan
hadits dan ilmu tersebut dari Hajjaj agar jangan sampai dia salah dalam memaha
minya bahwa hadits itu menguatkannya.
Hasan Al-Bashri rahimahullah mengingkari perkataan Anas bin Malik
rodhiyallah 'anhu seorang shahabat dan Anas rodhiyallahu 'anhu menyesal setelah
menceritakan hadits Al- 'Uraniyyin kepada Al-Hajjaj.
Sebelum Anas bin Malik Hudzaifah menyembunyikan hadits-hadits fitan karena
dia
melihat manusia tidak membutuhkannya, Imam Ahmad juga tidak menyukai
meriwayatkan hadits-hadits tentang keluar dari pemimpin dan beliau
memerintahkan untuk dihilangkan hal-hal tersebut dari (Musnadnya)
karena beliau pernah berkata : (Tidak
ada kebaikan dalam fitnah dan tidak ada kebaikan untuk keluar daripemimpin).
Demikian juga Abu Yusuf tidak suka meriwayatkan hadits-hadits yang
aneh-aneh.
Malik rahimahullahu tidak menyukai meriwayatkan hadits-hadits yang
didalamnya disebutkan sifat –sifat.
Tujuan dari semua itu adalah karena pada waktu fitnah tidak semua yang
diketahui dikatakan dan tidak semua yang dikatakan itu dikatakan setiap saat.
Haruslah perkataan itu memiliki dhowabith karena kamu tidak tahu akibat
dari
apa yang
kamu katakan ? dan apa yang terjadi dari pendapatmu itu ? serta apa akibat dari
pemahamanmu ?
Para salaf rahimahumullah lebih menyukai keselamatan pada waktu fitnah,
mereka diam dalam banyak hal dalam rangka mencari keselamatan untuk agama
mereka, Agar mereka menemui Allah jalla wa 'ala dalam keadaan selamat.
Dan telah tetap dari Sa'ad bin Abi
Waqqash rodhiyallahu 'anhu bahwasannya dia
berkata
kepada anaknya ketika berbicara tentang keikutsertaan pada beberapa perkara
dalam fitnah beliau berkata kepada anaknya : wahai anakku ? apakah kamu ingin
aku menjadi pelopor dalam fitnah ? dia menjawab : tidak, demi Allah aku tidak
ingin hal itu.
Sa'ad bin Abi Waqqash melarang anaknya untuk dia atau anaknya menjadi
pelopor dalam fitnah walaupun dengan perkataan atau perbuatan dan dianggapnya
benar, karena dia takut akan akibat buruk darinya.
Manusia haruslah menimbang segala perkara dengan timbangan yang syar'i dan
benar
agar selamat dan tidak terjerumus kedalam kesalahan.
Kemudian perkataan, perbuatan atau tingkah laku itu mempunyai dhowabith
yang harus diperhatikan, tidak semua perbuatan yang terpuji itu baik dilakukan
dalam
keadaan
fitnah apabila hal itu akan disalah pahami.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari
dalam
Shohihnya beliau berkata kepada 'Aisyah ( لولا حد
ثان قومك بكفر
لهدمت الكعبة
ولبنيتها على
قواعد إبرا
هيم و
لجعلت لها
بابين )
Artinya : Seandainya bukan karena dekatnya kaummu dengan kekafiran
aku akan merobohkan ka'bah dan akan kubangun
diatas pondasi Ibrahim serta kujadikan
untuknya dua pintu.
Nabi shallallahu alaihi wa
sallam takut kalau orang-orang kafir quraisy yang baru memeluk islam
salah paham mengenai perobohan ka'bah dan pembangunannya
diatas pondasi Ibrahim serta dijadikan
untuknya dua pintu, pintu masuk
dan keluarnya manusia. Beliau takut kalau mereka mengangap itu hanya sekedar
untuk pamer atau untuk menghina
agama mereka agamanya Nabi Ibrahim atau
yang lainnya maka Nabi meninggalkan pembangunan tersebut.
Oleh
karena itu Bukhari membuat suatu bab yang bagus berdalil dengan hadits
tadi, apa
yang beliau katakan ? beliau berkata : bab : Meninggalkan suatu perbuatan
karena takut manusia salah memahaminya sehingga mereka terjatuh pada hal-hal
yang lebih berbahaya dari hal tersebut.
Bukhari menyebutkan hadits diatas
dalam kandungan bab ini.
Dari sinilah kita mengetahui harusnya memakai akal dan pemahaman, adapun
tergesa-gesa
dan sembrono itu tidaklah terpuji, siapakah yang mengharuskan kamu untuk
berbicara disetiap majlis atau pertemuan dengan apa-apa yang kamu anggap itu
benar dalam mengahadapi fitnah ?
Kebenaran itu telah dijelaskan oleh 'ulama ahli sunnah wal jama'ah, jika
kamu
memiliki
pendapat atau suatu pemahaman maka tanyakannlah kepada mereka jika mereka
menerimanya maka itulah dan jika tidak, maka telah lepas tanggungjawabmu untuk
kamu memberi tahu kaum muslimin tentang pendapatmu itu.
KETUJUH : Sesungguhnya
Allah memerintahkan untuk mencintai dan meno long orang-orang beriman khususnya
para 'ulama. Orang-orang beriman sebagaimana yang difirmankan Allah jalla
wa'ala : ( بعضهم
أولياء بعض )
Artinya :
Sebagian mereka menjadi penolong sebagian yang lain.(Surat At-taubah:71)
Setiap
mu'min wajib dan harus untuk mencintai orang-orang yang beriman, menolong serta
menjauhkan mereka dari celaan, lebih-lebih kalau mereka itu penolong syari'at
Allah yang menjelaskan kepada manusia mana yang halal dan mana yang haram, mana
yang benar dan mana yang salah ?!
Diharamkan untuk kita menyebutkan para 'ulama kecuali dengan kebaikan.
Majlis yang disebutkan didalamnya para
ulama bukan dengan kebaikan adalah majlis yang jelek. Mengapa bisa demikian ?
karena para'ulama adalah pewaris para nabi, dan para Nabi tidaklah mewariskan
dinar atau dirham akan tetapi mewariskan ilmu, barang-siapa yang mengambilnya
maka dia telah mengambil bagian yang banyak.
Barangsiapa yang menghormati dan memuliakan para 'ulama serta mengambil
perkataan
'ulama ahli sunnah wal jama'ah – pemegang tauhid – maka dia telah mengambil
warisannya Nabi dan tidak meningalkan warisan kenabian itu pada
selainnya.'Ulama
yang dijadikan sebagai rujukan dan yang harus dicintai dan ditolong
ciri-cirinya adalah :
1. Imam-imam ahli sunnah wal jama'ah pada waktunya, para imam tauhid dan
perkataan mereka dijadikan rujukan dalam masalah tauhid.
2. Mereka orang yang mengetahui hukum-hukum syari'at secara menyeluruh
mengetahui
fiqih dengan semua babnya, faham kaidah-kaidah syari'at dan ushulnya tidak ada
kekaburan bagi mereka antara satu masalah dengan yang lainnya.
Dari sini kami harus mengingatkan suatu perkara penting, banyak yang
terjeru
mus
kedalamnya yaitu perkataan orang : sesungguhnya 'ulama kita sekarang tidak
mengetahui waqi' (kenyataan) !! bahkan sebagian mereka mengatakan kepada bebera
pa teman-temannya di perkumpulan kecil : sesungguhnya kita telah mengambil
faidah dari kejadian-kejadian dan keadaan ini bahwa kejadian-kejadian tersebut
telah memfir ter mana itu 'ulama yang paham waqi' dan menghukuminya dengan
hukum-hukum syar'i dan mana 'ulama yang tidak paham waqi'.
Demi Allah ini adalah perkataan yang busuk yang menunjukkan ketidakpaham an
terhadap hukum-hukum syari'at dan apa-apa yang diambil oleh para 'ulama, mana
yang perlu diperhatikan untuk dipahami dan mana yang tidak perlu.
Sesungguhnya memahami waqi'
(kenyataan) menurut 'ulama terbagi menjadi
dua
bagian : 1. Pemahaman terhadap waqi' yang dibangun diatasnya hukum syari'at dan
ini merupakan suatu keharusan, barangsiapa yang menghukumi suatu masalah tanpa
memahami waqi' maka dia telah salah. Jika waqi' itu memiliki pengaruh dalam
hukum maka wajib untuk memahaminya.
2.Waqi' yang tidak memiliki pengaruh dalam hukum syari'at seperti kenyataan
ini dan
itu atau kisah cerita yang panjang lebar akan tetapi tidak ada pengaruhnya
dalam hukum
syari'at selamanya. Disini para 'ulama tidak mengambilnya, walaupun mereka
memahami hal tersebut tidaklah semua itu dibangun diatasnya hukum
syari'at.
Saya akan memberikan contoh-contoh untuk bagian pertama dan kedua agar kalian
lebih jelas dan paham.
- Contoh bagian pertama yaitu bahwasannya memahami waqi' terbangun diatas
nya hukum
syari'at : masalah kapan mayit itu dihukumi benar-benar telah meninggal ?
apakah yang mati itu hanya detak jantungnya saja ? atau otaknya ?
Ini adalah persoalan baru seandainya datang seseorang berbicara masalah ini
tanpa
mengetahui waqi' dan keadaannya maka pastilah dia akan salah dalam meng hukumi,
karena memahami waqi' masalah ini memiliki pengaruh dalam hukum syari'at.
Contoh yang lain : menghukumi suatu negara atau wilayah apakah dia negara
islam
atau bukan, bagaimana saya bisa menghukumi itu negara islam atau bukan tanpa
saya mengetahui hakikat didalamnya atau tanpa saya pahami waqi'nya ?
Memahami waqi' seperti ini merupakan suatu keharusan agar seorang 'alim
bisa mengeluarkan hukum syari'at, apabila paham waqi' dikeluarkanlah hukum
syari'at berdasarkan atas pemahaman tadi ?
Contoh lainnya lagi : kelompok-kelompok islam sekarang banyak sekali dan
berbeda-beda,
apakah boleh bagi seorang 'alim untuk menghukuminya atau melurus kannya tanpa
mengetahui waqi' kelompok-kelompok tersebut. Apa aqidah mereka ? apa
pokok-pokok ajaran mereka ? bagaimana metodenya ? bagaimana pemikiran-pemikiran
mereka ? bagaimanakah dakwah mereka ?
tidak akan mungkin baginya untuk menghukumi.
Maka harus baginya untuk memahami waqi' kelompok-kelompok tersebut ka
rena
memahami waqi' seperti ini berpengaruh dalam hukum syari'at, barangsiapa yang
tidak memahaminya maka hukumnya terhadap sesuatu itu tidaklah akan benar.
- Contoh bagian kedua yaitu waqi' yang tidak berpengaruh bagi hukum
syari'at
antara
lain adalah : apa-apa yang diungkapkan oleh dua orang yang saling berselisih
didepan hakim. Dua orang tersebut mengungkapkan apa yang terjadi antara mereka
dengan cerita yang panjang yang diketahui oleh hakim akan tetapi perkataan
banyak tadi yang merupakan waqi' tidaklah ditetapkan oleh hakim dalam perkara
tersebut dan inilah waqi' yang tidak memiliki pengaruh dalam hukum syar'i.
Oleh karena itulah seorang hakim atau pemberi fatwa berkata pada waktu seperti
itu: jika memang demikian maka begini atau begitu, maksudnya apa-apa yang disebut kan dari waqi'
tersebut tidaklah berpengaruh menurut syari'at dalam hukum syar'i.
Contoh lain : kita melihat pada saat sekarang – ini merupakan contoh yang
lebih diterima oleh akal dalam masalah ini – banyak para da'i dari golongan tua
bergaul dengan anak-anak muda, mereka menyeru anak-anak muda tersebut dan
menjadikan mereka cinta kepada petunjuk serta kebaikan ditempat-tempat umum
atau diperpus takaan-perpustakaan atau yang lainnya.
Kita telah mengetahui bahwa bergaulnya mereka orang-orang tua dengan
anak-anak muda ada tidak baiknya bahkan ada keharamannya, kita tahu hal ini
pada beberapa keadaan dengan ada perinciannya .
Pemahaman kita terhadap waqi' ini tidaklah menjadikan kita menghukumi
dakwahnya
golongan tua kepada anak-anak muda bahwasanya itu tidak boleh. Pemahaman kita
mengenai fakta yang jelek tadi tidak ada pengaruhnya dalam meng hukumi dakwah
itu bahwa hal itu tidak disyari'atkan.
Akan tetapi pemahaman kita tadi mengundang permasalahan lain yaitu untuk
kita menasehati dan menunjukkkan orang
yang salah atau yang terjerumus kedalam
hal yang
haram atau melakukan sesuatu yang tidak disyari'atkan atau yang tidak diridhoi
Allah untuk bertaubat.Jadi pemahaman kita terhadap waqi' tadi tidak berpengaruh
dalam hukum syari'at boleh atau tidaknya, tapi berpengaruh dalam kita
menasehati orang yang terjerumus kedalam kesalahan sampai dia kembali kepada
kebenaran dan tidak mengulangi kemunkarannya serta perkara yang tidak dicintai
Allah serta rasul-Nya.
Ini diantara contoh-contoh yang aku tidak ingin untuk memperbanyaknya, akan
tetapi ini hanyalah untuk mendekatkan pemahaman kepada kalian.
Contoh lain yang selayaknya untuk disebutkan adalah : disana ada
hukum-hukum syari'at yang salah diyakini oleh manusia misalnya : ada hadits
shohih
menetapkan
bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kencing berdiri.
Kencing dengan berdiri tanpa adanya percikan atau air kencing serta najis
yang mengenai badan atau pakaian itu hukumnya boleh, karena Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam melakukannya.
Akan tetapi orang-orang bodoh menyalahkan orang yang berbuat seperti itu,
dia tidak mempunyai sopan santun dia itu begini dan begitu.
Ini diantara keyakinan mereka orang-orang bodoh, bukan berarti hukum tadi
itu salah atau tidak perlu diambil, tapi perkara ini – bolehnya kencing berdiri
tidak diragukan lagi kebenarannya, tidak ada perdebatan didalamnya, kesalahan
orang bodoh dalam keyakinannya, dalam penggambaran yang berkaitan dengan
hukum-hukum syari'at obatnya adalah dengan mengajarinya bukan dengan merubah
kebena ran pendapat orang 'alim terhadap hukum syari'at tersebut.
KEDELAPAN : Ini
adalah dhobith penting yang harus kita perhatikan yaitu dhobit tentang at-tawally kepada orang-orang kafir dan
dhobith al-muwaalah kepa
mereka :
disini menurut syari'at serta Imam-imam tauhid ada dua lafadz yang
masing-masing memiliki makna, kebanyakan orang tidak bisa membedakan satu
dengan yang lain : Pertama : At-tawally,
ini menjadikan pelakunya kafir
Kedua : Al-muwaalah, ini tidak
diperbolehkan
Ketiga : Meminta pertolongan serta
perlindungan dari orang kafir, ini diperbo
lehkan dengan
syarat-syarat. Ini tiga masalah .
Pertama : at-tawally, turun firman Allah
jalla wa'ala mengenai hal ini :
(
يا أيها الذين
أمنوا لا
تتخذوا
اليهود و النصارى
أولياء بعضهم
أولياء بعض و
من يتولهم منكم
فإنه منهم إن
الله لا يهدي
القوم
الظالمين )
Artinya : Wahai orang-orang beriman
jangannlah kalian menjadikan orang-orang yahudi dan nashrani sebagai
pemimpin-pemimpinmu sebagian mereka adalah pemimpin sebagian yang lain
barangsiapa diantara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zalim.(Surat Al-Maidah :51)
Dhobith at-tawally itu adalah : menolong orang
kafir terhadap orang muslim
pada saat
perang antara muslim dan kafir dengan tujuan agar orang kafir menang terhadap
orang muslim. Asal dari at-tawally itu adalah cinta penuh atau membantu orang
kafir terhadap orang muslim, barang siapa yang mencintai orang kafir karena
agamanya maka dia telah menjadikannya wali dan ini merupakan suatu kekafiran .
Kedua : adapun muwaalatul kuffar adalah sayang dan cinta kepada orang-orang
kafir karena dunia mereka serta mengunggulkan dan menyanjung mereka.Ini merupa
kan suatu kefasikan bukan kekafiran .
Allah berfirman : ( ياأيها
الذين أمنوا
لا تتخذوا
عدوي و عدوكم
أولياء تلقون
إليهم
بالمودة )
Artinya :
Hai orang-orang beriman janganlah kalian menjadikan musuhku dan musuhmu sebagai
teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka ( berita-berita Muhammad )
karena rasa kasih sayang.(Surat Al-Mumtahanah : 1)
Sampai
kepada firmannya : ( ومن
يفعله منكم
فقد ضل سواء
السبيل )
Artinya :
Dan barang siapa yang melakukannya diantara kalian maka sungguh dia telah telah
tersesat dari jalan yang lurus.
Berkata ahlu ilmi : Allah subhana wa ta'ala memanggil mereka dengan
panggilan iman, termasuk didalamnya orang yang memberikan kasih sayangnya
kepada orang-orang kafir, hal ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut tidak
merupakan kekafiran akan tetapi itu termasuk kesesatan dari jalan yang lurus.
Yang demikian ini karena dia telah memberikan kasih sayangnya dan
memberitakan rahasia kepada mereka dengan tujuan dunia bukan karena ragu dengan
agama ini.
Oleh karena itulah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada orang
yang melakukan hal ini : Apa yang mendorongmu untuk berbuat seperti ini ?dia
menjawab: Demi Allah, tidaklah aku
menginginkan kecuali aku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, aku hanya ingin
menanam jasa di kaummku agar Allah menyelamatkan dengannya keluarga dan hartaku.
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam shohihnya.
Dari sini telah jelas bahwa mencintai orang kafir dan condong kepada mereka
karena tujuan dunia bukan merupakan kekafiran apabila masih ada akar iman dan
thuma'ninah dengannya.
Ketiga : Adapun meminta bantuan serta perlindungan dari orang kafir maka
ahlu ilmi
berkata : itu adalah boleh pada beberapa keadaan, yang lain berfatwa akan
bolehnya hal itu pada setiap keadaan dan kejadian dengan melihat kebenaran yang
difatwakan itu.
Adapun memberi orang kafir sodaqah untuk menarik mereka atau untuk meno
lak
kejelekan ini adalah pembahasan yang lain bukan termasuk pembagian yang tiga
tadi.
KESEMBILAN :
Janganlah kamu menerapkan semua hadits tentang fitnah pada setiap fakta
yang kamu temui, karena memang manis bagi manusia untuk mengulang hadits-hadits
tentang fitnah dikala fitnah itu telah muncul. Dan banyak (dikatakan)
diperkumpulan mereka : Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda begini, inillah waktunya, inilah yang disebut fitnah
dan lain sebagainya.
Salaf mengajarkan kita bahwa hadits-hadits fitnah tidaklah diterapkan pada
kenyataan sekarang akan tetapi ini menunjukkan kebenaran nabi shallallahu
'alaihi wa sallam tentang apa-apa yang beliau kabarkan dari terjadinya fitnah
setelah terjadi dan terputus serta keharusan berhati-hati dari fitnah semuanya.
Contoh : sebagian orang mentafsirkan sabda Nabi shallallahu' alaihi wa
sallam : (sesungguhnya fitnah pada akhir zaman akan berada dibawah seorang dari
ahli baitku) yaitu fulan bin fulan atau sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
: (sehingga manusia bersatu dibawah
bai’at seorang pemimpin yang tidak berhak untuk memimpin) maksudnya fulan bin
fulan atau sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
(akan terjadi perdamaian yang aman antara kalian dan Rum) sampai akhir hadits
dan apa-apa yang terjadi setelahnya itu adalah saat sekarang ini.
Penerapan hadits-hadits ini pada kenyataan sekarang dan menyebarkannya ke
pada kaum
muslimin bukanlah dari metode ahli sunnah wal jama'ah .
Sesungguhnya ahlu sunnah wal jama'ah menyebutkan tentang fitnah dan
hadits-hadits fitnah dalam rangka untuk berhati-hati darinya serta menjauhkan
kaum muslimin dari terjerumus atau mendekatinya agar tidak menimpa kaum
muslimin fitnah tersebut dan agar mereka menyakini kebenaran apa-apa yang
diberitakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
PENUTUP
Saya memohon kepada Allah jalla wa'ala untuk memperlihatkan yang benar itu
benar serta memberikan kita kekuatan untuk mengikutinya dan untuk memberi kita
persatuan dan kekuatan diatas kebenaran serta tegak diatasnya dan untuk
menjadikan kita termasuk orang-orang yang berpegang teguh dengan jalannya ahli
sunnah wal jama'ah dan aqidah mereka dari yang pertama sampai yang akhir,
tidaklah kita memilah sesuatupun dari yang mereka katakan atau yang mereka
tetapkan atau yang mereka berdalil dengan dalil-dalil syar'i.
Ya Allah kami memohon kepadamu agar kau jauhkan kami dari fitnah yang
tampak
maupun yang tersembunyi, berilah kaum muslimin kebaikan pada diri serta
pemimpin mereka serta tunjukkanlah mereka kejalan yang benar dan jauhkanlah
mereka dari orang-orang yang menyimpang dan merusak, Wahai Pencipta alam
semesta.
Kita minta kepada-Nya untuk menjadikan kita termasuk yang diberi rahmat,
dan mengakhiri hidup kita dengan kebaikan serta menjadikan perkara dan fitnah
yang tampak ini baik akibatnya bagi kaum muslimin serta menjauhkan kita dari
kejahatan dan kejelekannya. Semoga Dia menjadikan kejelekan dan kejahatan
fitnah itu bagi musuh-musuh kaum muslimin, ya Rabbal 'alamin .
و صلى
الله و سلم
على نبينا
محمد وعلى اله
وصحبه ومن
اهتدى بهداه
الى يوم
الدين
Penukil tulisan ini dari kaset :
Akram bin sirdar syaikh
Tanggal 22
jumadil ' ula 1411 H
PENERJEMAH
: ABU ABDIRRAHMAN AS-SALAFY