SHIFAT SALAM RASULULLAH
Oleh
: Abdul Malik al-Qosim
Alih
Bahasa : Abu Salma al-Atsary
egala puji bagi Allah semata dan
shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam yang tiada Nabi setelahnya.
Sesungguhnya
salam itu merupakan sunnah terdahulu sejak zaman Nabi Adam ‘alaihi salam
hingga hari kiamat, dan salam merupakan ucapannya para penghuni surga, Dan
ucapan mereka di dalamnya adalah salam. Salam merupakan sunnahnya para Nabi, tabiatnya orang-orang
yang bertakwa dan semboyannya orang-orang yang suci. Namun, dewasa ini, sunnguh
telah terjadi kekejian yang nyata dan perpecahan yang terang di tengah-tengah
kaum muslimin! jikalau engkau melihat mereka, ada saudaranya semuslim yang
melintasinya, mereka tidak mengucapkan salam padanya. Sebagian lagi hanya
mengucapkan salam hanya pada orang yang dikenalnya saja, bahkan mereka merasa
aneh ketika ada orang yang tak dikenalnya menyalaminya, mereka mengingkarinya
dengan sembari menyatakan “Apakah anda mengenal saya?”.
Padahal yang demikian ini merupakan penyelisihan
terhadap perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
sehingga menyebabkan semakin menjauhnya hati-hati mereka, semakin merebaknya
perangai-perangai kasar dan semakin bertambahnya perpecahan. Bersabda Nabi Shalallahu
‘alaihi wa sallam: “Tidaklah kalian akan masuk surga hingga kalian
beriman, dan tidaklah kalian dikatakan beriman hingga kalian saling mencintai.
Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang jika kalian mengamalkannya
niscaya kalian akan saling mencintai, yaitu tebarkan salam di antara kalian.”
(HR Muslim).
Dalam
hadits Muttafaq ‘alaihi, ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam, “Islam bagaimanakah yang baik?” Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, “Memberi makan dan mengucapkan salam kepada
orang yang kau kenal maupun yang tak kau kenal.” (Muttafaq ‘alaihi).
Maka
yang demikian ini merupakan suatu anjuran untuk menyebarkan salam di
tengah-tengah kaum muslimin, dan bahwasanya salam itu tidaklah terbatas pada
orang yang engkau kenal dan sahabat-sahabatmu saja, namun untuk keseluruhan
kaum muslimin.
Adalah
Abdullah Ibnu 'Umar Radhiallahu ‘anhu pergi ke pasar pada pagi hari dan
berkata : “Sesungguhnya kami pergi bertolak pada pagi hari adalah untuk
menyebarkan salam, maka kami mengucapkan salam kepada siapa saja yang kami
jumpai.”
Salam
itu menunjukkan ketawadhu’an seorang muslim, ia juga menunjukkan kecintaan
kepada saudaranya yang lain. Salam
menggambarkan akan kebersihan hatinya dari dengki, dendam, kebencian,
kesombongan dan rasa memandang rendah orang lain. Salam merupakan hak kaum
muslimin antara satu dengan lainnya, ia merupakan sebab dicapainya rasa saling
mengenal, bertautnya hati dan bertambahnya rasa kasih sayang serta kecintaan.
Ia juga merupakan sebab diperolehnya kebaikan dan sebab seseorang masuk surga.
Menyebarkan salam adalah salah satu bentuk menghidupkan sunnah Mustofa Shalallahu
‘alaihi wa sallam.
Bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Lima
perkara yang wajib bagi seorang muslim atas saudaranya, menjawab salam,
mendo’akan orang yang bersin, memenuhi undangan, menjenguk orang sakit dan
mengantarkan jenazah.” (HR Muslim).
Wajib
bagi siapa yang disalami menjawab dengan jawaban yang serupa sebagai bentuk ittiba’
terhadap perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abi
Sa'id Al-Khudriy Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Jauhilah oleh duduk-duduk di pinggir jalan!” mereka
berkata, “Ya Rasulallah, kami tidak bisa meninggalkan majlis kami ini dan
juga bercakap-cakap di dalamnya.” Maka
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jika engkau enggan
meninggalkannya, maka berilah haknya jalan.” Mereka berkata, “Apakah
haknya jalan itu wahai Rasulallah?” menjawab Rasulullah, “Mendudukkan
pandangan, menyingkirkan gangguan, menjawab salam serta amar ma’rufr nahyi
munkar.” (Muttafaq ‘alaihi).
Imam Nawawi Rahimahullah berkata : “Ketahuilah,
sesungguhnya memulai salam itu adalah sunnah, dan membalasnya adalah wajib.
Jika sang pemberi salam itu jumlahnya banyak, maka yang demikian ini merupakan
sunnah kifayah atas mereka, maksudnya jika sebagian telah mengucapkan salam
berarti mereka telah melaksanakan sunnah salam atas hak keseruhan mereka. Jika
yang disalami seorang diri, maka wajib atasnya menjawabnya. Jika yang disalami
banyak, maka menjawabnya adalah fardhu kifayah atas hak mereka, maksudnya jika
salah seorang dari mereka telah menjawabnya maka gugurlah kewajiban bagi yang
lainnya. Namun, yang lebih utama adalah memulai memberi salam secara
bersama-sama dan menjawabnya dengan bersamaan pula.”
SIFAT SALAM
Berkata Imam Nawawi, “Ucapan salam minimal dengan
perkataan ‘assalamu’alaikum’, jika yang disalami seorang diri,
maka minimal ia mengucapkan ‘assalamu’alaika’, namun adalah lebih
utama jika mengucapkannya dengan ‘assalamu’alaikum’, karena
kalimat ini mencakup do’a bagi dirinya dan penyertanya (malaikat, pent.). Dan
alangkah sempurna lagi ia menambahkan ‘warohmatullahi’ dan ‘wabarokatuh’,
walau sebenarnya kalimat ‘assalamu’alaikum’ telah cukup.”
MENJAWAB SALAM
Imam Nawawi berkata, “Adapun cara membalas salam, lebih
utama dan lebih sempurna jika mengucapkan ‘wa’alaikum as-Salam wa rohmatullahi
wa barokatuh’, dengan menambahkan huruf ‘wawu’ (yang mendahului
kata ‘alaikum) ataupun tidak menggunakannya (membuangnya), hal ini
diperbolehkan namun meninggalkan keutamaan. Adapun meringkasnya menjadi ‘wa’alaikumus
salam’ atau ‘alaikumus salam’ saja sudah mencukupi.
Sedangkan meringkasnya menjadi ‘alaikum’ saja, menurut
kesepakatan ulama’ tidaklah mencukupi, demikian pula dengan ‘wa’alaikum’
saja yang diawali dengan huruf ‘wawu’.
TINGKATAN SALAM
Salam memiliki 3 tingkatan, tingkatan yang paling tinggi,
paling sempurna dan paling utama adalah ‘Assalamu’alaikum warohmatullahi
wabarokatuh’, kemudian yang lebih rendah darinya ucapan ‘assalamu’alaikum
warohmatullah’ dan terakhir yang paling rendah adalah ‘assalamu’alaikum’.
Seorang yang mengucapkan salam (Musallim), bisa jadi mendapatkan ganjaran yang
sempurna dan bisa jadi mendapatkan ganjaran di bawahnya, sesuai dengan salam
yang ia ucapkan.”
Hal ini sesuai dengan kisah tentang seorang laki-laki yang masuk ke dalam
masjid dan saat itu Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya sedang duduk-duduk,
berkata lelaki tadi, “Assalamu’alaikum”, maka Nabi menjawab, “wa’alaikumus
salam, sepuluh atasmu”, kemudian masuk lelaki lain dan berkata, “Assalamu’alaikum
warohmatullah”, Rasulullah menjawab, “Wa’alaikumus Salam warohmatullah,
dua puluh atasmu”. Tak lama kemudian datang lagi seorang lelaki sambil
mengucapkan “Assalamu’alaikum warohmaatullahi wabarokatuh”, maka jawab
Rasulullah, “Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh, tiga puluh atasmu”.
(HR Abu Dawud dan Turmudzi), yang dimaksud adalah sepuluh, dua puluh dan tiga
puluh kebaikan.
ADAB-ADAB SALAM
1. Disunnahkan
tatkala bertemu dua macam orang di jalan, yaitu orang yang berkendaraan supaya
salam kepada yang berjalan kaki, yang sedikit kepada yang banyak dan yang kecil
kepada yang besar. Bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Hendaklah
salam bagi yang berkendaraan kepada pejalan kaki, yang berjalan kaki kepada
yang duduk dan yang sedikit kepada yang banyak.” (HR. Muslim).
2. Seyogyanya
orang yang hendak memberikan salam kepada kaum muslimin dengan mengucapkan
salam dan bukan dengan ucapan ‘selamat pagi’ atau ‘selamat datang’ ataupun
‘halo’, namun hendaknya ia memulainya dengan salam kemudian baru ia boleh
menyambutnya dengan sapaan yang diperbolehkan di dalam Islam.
3. Disukai
bagi seorang muslim yang akan masuk ke rumahnya, mengucapkan salam terlebih
dahulu, karena sesungguhnya berkah itu turun beserta salam, bersabda Nabi Shalallahu
‘alaihi wa sallam : “Jika engkau hendak masuk ke rumahmu, hendaklah
engkau salam, niscaya berkah akan turun kepadamu dan keluargamu.” (HR
Turmudzi). “Dan jika tak ada seorangpun di dalamnya, maka ucapkan, Assalamu’alainaa
‘ibaadillahish shaalihin.” (HR Muslim).
4. Seyogyanya mengucapkan salam itu dengan suara yang dapat
didengar namun tidak mengganggu orang yang mendengar dan membangunkan orang
yang tidur. Dari Miqdad Radhiallahu ‘anhu berkata : “Kami mengangkat untuk
Nabi bagiannya dari susu, dan beliau tiba saat malam, mengucapkan salam dengan
suara yang tidak membangunkan orang yang tidur dan dapat didengar oleh orang
yang terjaga.” (HR Muslim).
5. Dianjurkan
untuk memberikan salam dan mengulanginya lagi jika terpisah dari saudaranya,
walaupun hanya dipisahkan oleh jeda atau tembok. Dari Abu Hurairah Radhiallahu
‘anhu, Rasulullah bersabda, “Jika seorang di antara kalian bertemu
dengan saudaranya, hendaknya ia memberinya salam, dan jika terpisah antara
keduanya oleh pohon, tembok ataupun batu besar lalu bertemu kembali, hendaknya
kalian mengucapkan salam lagi padanya.” (HR Abu Dawud).
6. Banyak
para ulama’ memperbolehkan seorang lelaki mengucapkan salam kepada seorang
wanita, dan sebaliknya, selama aman dari fitnah, sebagaimana seorang wanita
mengucapkan salam kepada mahramnya, maka wajib juga atasnya untuk menjawab
salam dari mereka. Demikian halnya seorang laki-laki kepada mahramnya wajib
atasnya menjawab salam dari mereka. Jika ia seorang ajnabiyah (wanita
bukan mahram), maka tidaklah mengapa mengucapkan salam kepadanya ataupun
membalas salamnya jika wanita tersebut yang mengucapkan salam, selama aman dari
fitnah, dengan syarat tanpa bersentuhan tangan/jabat tangan dan mendayu-dayukan
suara.
7.
Dari apa-apa yang tersebar di tengah-tengah
manusia adalah menjadikan salam itu berbentuk isyarat atau memberi tanda dengan
tangan. Jika seseorang yang mengucapkan salam itu jauh, maka mengucapkan salam
sambil memberikan isyarat tidaklah mengapa, selama ia tidak dapat mendengarmu,
karena isyarat ketika itu menjadi penunjuk salam dan tak ada pengganti
selainnya, juga demikian dalam membalasnya.
8. Dianjurkan bagi orang yang duduk mengucapkan salam ketika
ia hendak berdiri dari majlisnya. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi
wa sallam, “Jika kalian mendatangi suatu majlis hendaklah salam, dan
jika hendak berdiri seyogyanya juga salam, dan tidaklah yang pertama itu lebih
berhak dari yang terakhir”. (HR. Abu Dawud)
9. Disunnahkan berjabat tangan ketika salam dan memberikan
tangannya ke saudaranya. Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah
bertemu dua orang muslim kemudian berjabat tangan kecuali Allah akan mengampuni
dosanya sebelum berpisah”. (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).
10. Menunjukkan wajah yang ceria, bermanis muka dan tersenyum
ketika salam. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Senyummu
pada saudaramu itu sedekah”, dan sabdanya pula “Janganlah engkau
remehkan suatu kebajikan sedikitpun, walaupun hanya bermanis muka terhadap
saudaramu”. (HR. Muslim)
11. Disunnahkan memberi salam pada
anak-anak sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa
melakukannya, dan yang demikian ini adalah suatu hal yang menggembirakan
mereka, menanamkan rasa percaya diri dan menumbuhkan semangat menuntut ilmu di
dalam hati mereka.
12. Tidak diperbolehkan memulai salam
kepada orang kafir sebagaimana dalam sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam
: “Janganlah mendahului Yahudi dan Nasrani dengan ucapan salam, jika engkau
menemui salah seorang dari mereka di jalan, desaklah hingga mereka menepi dari
jalan”. (HR. Muslim) dan bersabda pula Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam
: “Jika ahli kitab memberi salam padamu maka jawablah dengan wa’alaikum”
(mutafaq alaihi).
Maka
hidupkanlah, wahai hamba Allah sunnah yang agung ini di tengah-tengah kaum
muslimin agar lebih mempererat hati-hati kalian dan menyatukan jiwa-jiwa kalian
serta untuk meraih ganjaran dan pahala di sisi Allah. Semoga salam dan shalawat
senantiasa tercurahkan atas Nabi, keluarga beliau dan shahabat-shahabat beliau
seluruhnya. Amin..