Fitnah?
Caci Maki Dan Saling Hajar
Dari Sebagian Ahlus Sunnah Pada Masa ini
Dan Bagaimana Jalan Selamat Dari Hal
tersebut
Terjadi pada zaman ini sibuknya sebagian
Ahlus Sunnah terhadap sebagian yang lainnya sikap saling caci dan saling tahzir
(waspada), hal demikian telah menimbulkan perpecahan dan perselisihan serta
sikap saling Hajar (menjauhi), sepantasnya yang ada diantara mereka bahkan
suatu keharusan adalah saling kasih dan saling sayang, dan mereka menyatukan
barisan mereka dalam menghadapi para ahli bid?ah dan Ahli Ahwa? (pengikut nafsu
sesat) yang mereka tersebut para penentang Ahlus Sunnah wal Jam?ah, hal yang
demikian disebabkan oleh dua sebab;
Pertama: Sebahaqian Ahlus Sunnah pada masa ini ada yang kebiasaan dan
kesibukkannya mencari-cari dan menyelidiki kesalahan-kesalahan baik lewat
karangan-karangan atau lewat kaset-kaset, kemudian mentahzir (peringatan untuk
dijauhi) barangsiapa terdapat darinya suatu kesalahan, bahkan diantara
kesalahan tersebut yang membuat seseorang bisa dicela dan ditahzir disebabkan
ia bekerja sama dengan salah satu badan sosial agama (jam?iyaat khairiyah)
seperti memberikan ceramah atau ikut serta dalam seminar yang dikoordinir oleh
badan sosial tersebut, pada hal syeikh Abdu?aziz bib Baz dan syeikh Muhammad
bin sholeh Al ?Utsaimin sendiri pernah memberikan muhadharah (ceramah) terhadap
badan sosial tersebut lewat telepon, apakah seseorang layak untuk dicela karena
ia melakukan satu hal yang sudah difatwakan oleh dua orang ulama besar tentang
kebolehannya, dan lebih baik seseorang menyalahkan pendapatnya terlebih dulu
dari pada menyalahkan pendapat orang lain, terlebih-lebih apabila pendapat
tersebut difatwakan oleh para ulama besar, oleh sebab itu sebagian para sahabat
Nabi r selepas perjanjian Hudaybiyah berkata: ?Wahai para
manusia!, hendaklah kalian mengkoreksi pendapat akal (arro?yu) bila
bertentangan dengan perintah agama?.
Bahkan diantara orang-orang yang dicela
tersebut memiliki manfa?at yang cukup besar, baik dalam hal memberikan
pelajaran-pelajaran, atau melalui karya tulis , atau berkhutbah, ia ditahzir
cuma karena gara-gara ia tidak pernak diketahui berbicara tentang sipulan atau
jama?ah tertentu umpamanya, bahkan celaan dan tahziran tersebut sampai merembet
kebahagian yang lainnya di negara-negara arab dari orang-orang yang manfa?atnya
menyebar sangat luas dan perjuangnya cukup besar dalam menegakkan dan
menyebarkan Sunnah serta berda?wah kepadanya, tidak ragu lagi bahwa mentahzir
seperti mereka tersebut adalah sebuah tindakan menutup jalan bagi para penuntut
ilmu dan orang-orang yang ingin mencari faedah dari mereka dalam mempelajari
ilmu dan akhlak yang mulia.?
Kedua: Sebahagian dari Ahlus Sunnah apabila ia melihat salah seorang dari Ahlus
Sunnah melakukan kesalahan spontan ia menulis sebuah bantahan terhadapnya,
kemudian orang yang dibantahpun membalas dengan menulis bantahan pula, kemudian
masing-masing dari keduanya saling sibuk membaca tulisan yang lainnya atau
ceramah serta mendengar kaset-kasetnya yang sudah lama demi untuk mengumpulkan
berbagai kesalahan dan ?aibnya, boleh jadi sebahagiannya berbentuk keterledoran
lidah, ia melakukan hal tersebut dengan sendirinya? atau orang lain yang melakukan hal itu
untuknya, kemudian masing-masing keduanya berusaha mencari pendukung untuk
membelanya sekaligus untuk meremehkan pihak lain, kemudian pendukung dari kedua
belah pihak berusaha memberikan dukungan terhadap pendapat orang yang
didukungnya dan mencela pendapat lawannya, dan memaksa setiap orang yang mereka
temui untuk menunjukkan pendirian terhadap orang yang tidak didukungnya, jika
tidak menunjukan pendiriannya ia dibid?ahkan mengikuti bagi penbid?ahan
terhadap pihak lawannya, kemudian hal yang demikian dilanjutkan dengan perintah
untuk menhajarnya (mengucilkannya). Tindakan para pendukung dari kedua belah bihak
termasuk sebagai penyebab yang paling utama dalam muncul dan semakin
menyebarnya fitnah dalam bentuk sekala luas, dan keadaan semakin bertambah
parah lagi apabila setiap pendukung kedua belah pihak menyebarkan celaan
tersebut melalui internet, kemudian generasi muda dari Ahlus Sunnah di berbagai
negara bahkan di berbagai benua menjadi sibuk mengikuti perkembangan yang
tersebar di webset masing-masing kedua belah pihak tentang kata ini kata itu
yang tidak membuahkan kebaikan tapi hanya membawa kerusakan dan perpecahan, hal
itu telah membuat pendukung kedua belah pihak yang bertikai untuk selalu mojok
didepan kaca iklan untuk mengetahui berita apa yang sedang tersebar, tak
ubahnya seperti orang yang terfitnah oleh club-club olahraga yang mana
masing-masing pendukung memberikan supor untuk clubnya, sehingga hal yang
demikian telah menimbulkan diantara mereka persaingan, keberingasan dan
pertengkaran.
Jalan untuk selamat dari fitnah ini adalah
dengan mengikuti beberapa langkah berikut ini :
Pertama : Tentang hal yang berhubungan dengan caci maki
dan tahzir perlunya memperhatikan hal yang berikut ;
1. Hendaknya orang yang menyibukkan dirinya dengan mencela
para ulama dan para penuntut ilmu serta mentahzir terhadap mereka tersebut
hendaklah ia merasa takut kepada Allah, lebih baik ia menyibukan diri dengan
memeriksa aib-aibnya supaya ia terlepas dari aibnya tersebut, dari pada ia
sibuk denga aib-aib orang lain, dan menjaga kekekalan amalan baiknya jangan
sampai ia membuangnya secara sia-sia dan membagi-bagiakannya kepada orang yang
dicela dan dicacinya, sedangkan ia sangat butuh dari pada orang lain terhadap
amal kebaikan tersebut pada hari yang tiada bermanfaat pada hari itu harta dan
anak keturunan kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang suci.
2. Hendaklah ia menyibukan dirinya dengan mencari ilmu yang
bermanafaat dari pada ia sibuk melakukan celaan dan tahziran, dan giat serta
bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu tersebut supaya ia mendapat faedah dan
memberikan faedah, mendapat manfa,at dan bermanfa?at, maka dianatra pintu
kebaikan bagi seorang manusia adalah bahwa ia sibuk dengan ilmu, belajar,
mengajar, berda?wah dan menulis, apabila ia mampu melakukan hal yang demikian
maka hendaknya ia menjadi golongan yang membangun, dan tidak menyibukkan dirinya
dengan mencela para ulama dan para penuntut ilmu dari Ahlus Sunnah serta
menutup jalan yang menghubungkan untuk mengambil faedah dari mereka sehingga ia
menjadi golongan penghancur, orang yang sibuk dengan celaan seperti ini, tentu
ia tidak akan meninggalkan sesudahnya ilmu yang dapat memberi manfa?at serta
manusia tidak akan merasa kehilangan atas kepergiannya sebagai seorang ulama
yang memberi mereka manfa?at, justru dengan kepergiannya mereka merasa selamat
dari kejahatannya.
3. Bahwa ia menganjurkan kepada para generasi muda dari
Ahlus Sunnah pada setiap tempat untuk menyibukkan diri dengan menuntut ilmu,
membaca kitab-kitab yang bermanfa?at dan mendengarkan kaset-kaset pengajian
para ulama Ahlus Sunnah seperti Syeikh Bin Baz dan Syeikh Bin Al ?Utsaimin,
dari pada menyibukan diri mereka dengan menelepon sipulan dan sipulan untuk
bertanya; (apa pendapat engkau tentang sipulan atau sipulan?), dan (apa pula
pandanganmu terhadap perkataan sipulan terhadap sipulan?), dan (perkataan
sipulan terhadap sipulan?).
4. Hendaknya ketika seorang penuntut ilmu bertanya tentang
hal orang-orang yang menyibukan dirinya dengan ilmu, hendaklah pertanyaan
tersebut diajukan kepada tim komisi pemberi fatwa di Riyadh untuk
bertanya tentang hal mereka tersebut, apakah mereka tersebut berhak untuk
dimintai fatwanya dan boleh menutut ilmu darinya atau tidak?, dan barang siapa
yang betul-betul tau tentang hal seseorang tersebut hendaklah ia menulis surat
kepada tim komisi pemberi fatwa tentang apa yang diketahuinya tentang
halnya untuk sebagai bahan pertimbangan dalam hal tersebut, supaya hukum yang
lahir tentang celaan dan tahziran timbul dari badan yang bisa dipercaya fatwa
mereka dalam hal menerangkan siapa yang boleh diambil darinya ilmu dan siapa
yang bisa dimintai fatwanya. Tidak diragukan lagi bahwa seharusnya badan
resmilah sebagai tempat rujukan berbagai persoalan yang membutuhkan fatwa dalam
hal mengetahui tentang siapa yang boleh dimintai fatwanya dan diambil darinya
ilmu, dan janganlah seseorang menjadikan dirinya sebagai rujukan dalam seperti
hal-hal yang penting ini, sesungguhnya diantara tanda baiknya Islam seseorang
adalah meninggalkan perkara yang tidak menjadi urusannya.
Kedua : Apa yang berhubungan dengan bantahan terhadap
siapa yang tersalah, perlunya memperhatikan hal-hal berikut.
1. Bantahan tersebut hendaknya disampaikan dengan halus dan
lemah lembut dan disertai oleh harapan yang tulus dalam menyelamatkan orang
yang tersalah tersebut dari kesalahannya, ketika kesalahan tersebut jelas lagi
nyata, dan perlunya merujuk kepada bantahan-bantahan yang ditulis oleh Syeikh
Bin Baz ?رحمه الله- untuk mengambil
faedah darinya dalam hal cara-cara bagaimana selayaknya sa?at menulis sebuah
bantahan.
2. Apabila bantahan tersebut terhadap sebuah kesalahan yang
kurang jelas, tetapi ia dari jenis persoalan yang bantahan terhadapnya
mengandung sisi benar dan sisi salah, maka untuk memutuskan persoalan tersebut
perlunya merujuk kepada tim komisi pemberi fatwa, adapun apabila
kesalahan tersebut jelas, bagi siapa yang dibantah perlunya kembali kepada
kebenaran, karena sesungguhnya kembali kepada kebenaran lebih baik dari pada
berlarut-larut dalam kebatilan.
3. Apabila seorang telah melakukan bantahan terhadap orang
lain maka sesungguhnya ia telah melaksanakan kewajibannya, selanjutnya ia tidak
perlu menyibukkan dirinya untuk mengikuti gerak-gerik orang yang dibantahnya,
tetepi ia menyibukan diri dengan menuntut ilmu yang akan membawa manfa?at
sangat besar untuk dirinya dan orang lain, beginilah sikap Syeikh Bin Baz -رحمه
الله-.
4. Tidak dibolehkannya seorang penuntut ilmu menguji yang
lainnya, bahwa mengharuskannya untuk memiliki sikap tegas terhadap yang
dibantah atau yang membantah,? jika
setuju ia selamat dan jika tidak ia dibid?ahkan dan dihajar (dikucilkan). Tidak
seorangpun yang berhak menisbahkan kepada manhaj Ahlus Sunnah sikap ketidak
beraturan seperti ini dalam membid?ahkan dan menghajar. Begitu juga tidak
seorangpun yang berhak menuduh orang yang tidak melalui cara yang kacau seperti
ini bahwa orang tersebut penghancur bagi manhaj salaf. Hajar yang bermanfa?at
dikalangan Ahlus Sunnah adalah apa yang dapat memberikan manfa?at bagi yang
dihajar (dikucilkan), seperti orang tua mengucilkan anaknya, Dan seorang Syeikh
terhadap muridnya, dan begitu juga pengucilan yang datang dari seorang yang
mempuyai kehormatan dan kedudukan yang tinggi, sesungguhnya pengucilan mereka
sangat berfaedah bagi orang yang dikucilkan, adapun apabila hal itu dilakukan
oleh sebagian penuntut ilmu terhadap sebagaian yang lainnya apalagi bila
disebabkan oleh persoalan yang tidak sepantasnya ada hal pengucilan dalam
persoalan tersebut, hal yang demikian tidak akan membawa faedah bagi yang
dikucilkan sedikitpun, bahkan akan berakibat terjadinya keberingasan dan
pertengkaran serta perpecahan.
Berkata Syeikh Islam
Ibnu Taymiyah dalam kumpulan fatwanya (3/413-414)
ketika beliau berbicara tentang Yazid bin Mu?awiyah: ?Pendapat yang
benar adalah apa yang menjadi pegangan para ulama bahwa sesungguhnya Yazid
tersebut tidak dikhususkan kecintaan terhadapnya dan tidak pula boleh melaknatnya,
bersamaan dengan itu sekalipun ia seorang yang fasik atau seorang yang zholim
maka Allah mengampuni dosa seorang yang fasik dan dosa seorang yang zholim
apalagi bila ia memiliki kebaikan-kebaikan yang cukup besar, sesungguhnya Imam
Bukhari telah meriwayakan dalam shohihnya dari Ibnu Umart, bahwa Nabi r bersabda:??????????
((أَوَلُ
جَيْشٍ
يَغْزُو
الْقَسْطَنْطِيْنِيَّةَ
مَغْفُوْرٌ
لَهُ))??
?Pasukan yang pertama
sekali memerangi Al Qasthanthiniyah bagi mereka keampunan?.
Pasukan yang pertama
sekali memerangi Al Qasthanthiniyah komandan mereka adalah Yazid bin Mu?awiyah
dan termasuk bersama pasukan tersebut Abu Ayub Al Anshory?maka yang wajib dalam
hal tersebut adalah pertengahan dan berpaling dari membicarakan Yazid serta
tidak menguji kaum muslim dengannya, karena hal ini adalah termasuk bid?ah yang
menyalahi manhaj Ahlus Sunnah wal Jama?ah?.
Ia berkata lagi
(3/415): ?Dan demikian juga memecah belah antara umat dan menguji mereka dengan
sesuatu yang tidak pernah diperintahkan Allah dan RasulNya?.
Dan Ia berkata lagi
(20/164): ?Tidak seorangpun yang berhak menentukan untuk umat ini seorang figur
yang diseru untuk mengikuti jalannya, yang menjadi pola ukur dalam menentukan
wala? (berloyalitas) dan bara? (memusuhi) selain Nabi r, begitu juga tidak seorangpun yang berhak menentukan
suatu perkataan yang menjadi pola ukur dalam berloyalitas dan memusuhi selain
perkataan Allah dan RasulNya serta apa yang menjadi kesepakatan umat, tetapi
perbuatan ini adalah kebiasaan Ahli bid?ah, mereka menentukan untuk seorang
figur atau suatu pendapat tertentu, melalui itu mereka memecah belah umat, mereka menjadikan pendapat tersebut atau nisbah
(gelaran) tersebut sebagai pola ukur dalam berloyalitas dan memusuhi?.
Ia berkata lagi
(28/15-16): ?Apabila seorang guru atau ustaz menyuruh mengucilkan seseorang
atau menjatuhkan dan menjauhinya atau yang seumpamanya seorang murid harus
mempertimbangkan terlebih dulu, jika orang tersebut telah melakukan dosa secara
agama ia berhak dihukum sesuai dengan dosa tampa berlebihan, dan jika ia tidak
melakukan dosa secara agama maka ia tidak boleh dihukum dengan sesuatu apapun
karena berdasarkan keinginan seorang guru atau lainnya.
Tidak selayaknya bagi
para guru mengelompokan para manusia dan menanamkan rasa permusuhan dan
kebencian antara mereka, tetapi hendaklah mereka seperti saling bersaudara yang
saling tolong menolong dalam melakukan kebaikan dan ketaqwaan, sebagaimana
firman Allah:
{وَتَعَاوَنُواْ
عَلَى
الْبرِّ
وَالتَّقْوَى
وَلاَ
تَعَاوَنُواْ
عَلَى
الإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ}? [سورة
المائدة : 2].
?Dan
tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah
kamu saling tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan?.
Berkata Al Hafiz Ibnu Rajab dalam mensyarahkan hadits:
((مِنْ
حُسْنِ
إِسْلاَمِ
الْمَرْءِ
تَرْكُهُ مَا
لاَ
يَعْنِيْهِ)).
?Diantara ciri baiknya Islam
seseorang adalah Ia meninggalkan sesuatu yang tidak menjadi urusannya?.
Dalam kitabnya Jami?ul
?Ulum wal Hikam (1/288): ?Hadits ini mengadung pokok yang amat penting
diantara pokok-pokok adab, telah menceritakan Imam Abu ?Amru bin Ash Sholah
dari Abi Muhammad bin Abi Zeid (salah seorang imam mazhab malikiyah pada
zamannya) bahwa ia berkata: ?Kumpulan berbagai adab dan himpunannya bercabang
dari empat hadits; sabda Nabi r:?????? ((مَنْ
كَانَ
يُؤْمِنُ
بِاللهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ
فَلْيَقُلْ
خَيْرًا اَوْ
لِيَصْمُتْ)).
?Barang
siapa yang beriman dengan Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia mengucapkan
perkataan yang baik atau lebih baik diam?.
Dan
sabdanya r:???????????????? ((مِنْ حُسْنِ
إِسْلاَمْ
الْمَرْءِ
تَرْكُهُ مَا
لاَ
يَعْنِيْهِ)).
?Diatara ciri baiknya
Islam seseorang adalah Ia meninggalkan sesuatu yang tidak menjadi urusannya?.
Dan sabdanya r dalam wasiatnya yang singkat: ((لاَ
تَغْضَبْ))??
?Jangan marah?, dan
sabdanya: ((الْمُؤْمِنُ
يُحِبُّ
لِأَخِيْهِ
مَا يُحِبُّ
لِنَفْسِهِ)).
?Seorang mukmin
mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya?.
Aku berkata (penulis) : Alangkah sangat
butuhnya para penuntut ilmu untuk
beradab dengan adab-adab ini yang mendatangkan untuk mereka dan untuk
selain mereka kebaikan dan faedah,
serta menjauhi sikap kasar dan
kata-kata kasar yang tidak akan membuahkan
kecuali permusuhan, perpecahan, saling benci dan mencerai
beraikan persatuan.
5. Kewajiban setiap penuntut ilmu yang mau menasehati
dirinya, hendaklah ia memalingkan perhatiannya dari mengikuti apa yang disebarkan melalui jaringan internet tentang apa yang dibicarakan oleh masing-masing pihak yang bertikai, ketika mempergunakan jaringan internet hendaklah menghadapkan perhatiannya pada webset Syeikh
Abdul?aziz bin Baz -رحمه
الله-
dan membaca berbagai
karangan dan fatwanya yang jumlahnya sampai sekarang dua puluh satu
jilid, dan fatwa tim komisi fatwa yang
jumlahnya sampai sekarang dua puluh
jilid, begitu juga webset Syeikh
Muhammad bin ?Utsaimin -رحمه
الله- dan membaca buku-buku
dan faywa beliau yang cukup banyak lagi luas.
***
فتنة
التجريح
والهجر من بعض
أهل السنة
في هذا
العصر، وطريق
السلامة منها
حصل
في هذا الزمان
انشغال بعض
أهل السنة
ببعض تجريحاً
وتحذيراً،
وترتب على ذلك
التفرق
والاختلاف
والتهاجر،
وكان اللائق
بل المتعين
التواد
والتراحم
بينهم،
ووقوفهم صفاً
واحداً في وجه
أهل البدع
والأهواء
المخالفين لأهل
السنة
والجماعة،
ويرجع ذلك إلى
سببين:
أحدهما:
أن من أهل
السنة في هذا
العصر من يكون
ديدنه وشغله
الشاغل تتبع
الأخطاء
والبحث عنها، سواء
كانت في
المؤلفات أو
الأشرطة، ثم
التحذير ممن
حصل منه شيءٌ
من هذه
الأخطاء، ومن
هذه الأخطاء
التي يُجرح
بها الشخص
ويحذر منه بسببها
تعاونه مثلاً
مع إحدى
الجمعيات
بإلقاء المحاضرات
أو المشاركة
في الندوات،
وهذه الجمعية
قد كان الشيخ
عبد العزيز بن
باز والشيخ محمد
بن عثيمين
رحمهما الله
يُلقيان
عليها المحاضرات
عن طريق
الهاتف،
ويعاب عليها
دخولها في أمر
قد أفتاها به
هذان
العالمان
الجليلان،
واتهام المرء
رأيه أولى من
اتهامه رأي
غيره، ولا
سيما إذا كان
رأياً أفتى به
كبار العلماء،
وكان بعض
أصحاب النبي
صلى الله عليه
وسلم بعدما
جرى في صلح
الحديبية
يقول: يا أيها
الناس! اتهموا
الرأي في
الدين .
ومن
المجروحين من
يكون نفعه
عظيماً، سواء
عن طريق
الدروس أو
التأليف أو
الخطب،
ويُحذر منه
لكونه لا يعرف
عنه الكلام في
فلان أو
الجماعة
الفلانية
مثلاً، بل لقد
وصل التجريح
والتحذير إلى
البقية
الباقية في
بعض الدول
العربية، ممن
نفعهم عميم
وجهودهم
عظيمة في
إظهار السنة
ونشرها والدعوة
إليها، ولا شك
أن التحذير من
مثل هؤلاء فيه
قطع الطريق
بين طلبة
العلم ومن
يمكنهم الاستفادة
منهم علماً
وخلقاً.
والثاني:
أن من أهل
السنة من إذا
رأى أخطاء
لأحد من أهل السنة
كتب في الرد
عليه، ثم إن
المردود عليه
يقابل الرد
برد، ثم يشتغل
كل منهما
بقراءة ما
للآخر من
كتابات قديمة
أو حديثة
والسماع لما
كان له من
أشرطة كذلك؛
لالتقاط
الأخطاء
وتصيد المثالب،
وقد يكون
بعضها من قبيل
سبق اللسان،
يتولى ذلك
بنفسه، أو
يقوم له غيره
به، ثم يسعى
كل منهما إلى
الاستكثار من
المؤيدين له
المدينين
للآخر، ثم
يجتهد
المؤيدون لكل
واحد منهما
بالإشادة
بقول من يؤيده
وثم غيره،
وإلزام من
يلقاه بأن
يكون له موقف
ممن لا يؤيده،
فإن لم يفعل
بدعه تبعاً
لتبديع الطرف
الآخر، وأتبع
ذلك بهجره،
وعمل هؤلاء
المؤيدين
لأحد الطرفين
الذامين
للطرف الآخر
من أعظم
الأسباب في
إظهار الفتنة
ونشرها على
نطاق واسع،
ويزداد الأمر
سوءاً إذا قام
كل من الطرفين
والمؤيدين
لهما بنشر ما
يُذم به الآخر
في شبكة المعلومات
(الانترنت)،
ثم ينشغل
الشباب من أهل
السنة في
مختلف البلاد
بل في القارات
بمتابعة الإطلاع
على ما ينشر
بالمواقع
التي تنشر لهؤلاء
وهؤلاء من
القيل والقال
الذي لا يأتي
بخير، وإنما
يأتي بالضرر
والتفرق، مما
جعل هؤلاء
وهؤلاء
المؤيدين لكل
من الطرفين
يشبهون المترددين
على لوحات
الإعلانات
للوقوف على ما
يجد نشره
فيها،
ويشبهون
أيضاً
المفتونين بالأندية
الرياضية
الذين يشجع كل
منهم فريقاً،
فيحصل بينهم
الخصام
والوحشة
والتنازع
نتيجة لذلك.
وطريق
السلامة من
هذه الفتن
تكون بما
يأتي:
أولاً:
فيما يتعلَّق
بالتجريح
والتحذير ينبغي
مراعاة ما
يلي:
1. أن يتقي الله
من أشغل نفسه
بتجريح
العلماء وطلبة
العلم
والتحذير
منهم، فينشغل
بالبحث عن عيوبه
للتخلص منها
بدلاً من
الاشتغال
بعيوب الآخرين،
ويحافظ على
الإبقاء على
حسناته فلا
يضيق بها
ذرعاً،
فيوزعها على
من ابتلي بتجريحهم
والنيل منهم،
وهو أحوج من
غيره على تلك
الحسنات في
يوم لا ينفع
فيه مال ولا
بنون إلا من أتى
الله بقلب
سليم.
2. أن يشغل نفسه
بدلاً من
التجريح
والتحذير بتحصيل
العلم
النافع،
والجد
والاجتهاد
فيه ليستفيد
ويفيد،
وينتفع
وينفع، فمن
الخير للإنسان
أن يشتغل
بالعلم
تعلماً
وتعليماً
ودعوة وتأليفاً،
إذا تمكن من
ذلك ليكون من
أهل البناء،
وألا يشغل
نفسه بتجريح العلماء
وطلبة العلم
من أهل السنة،
وقطع الطريق
الموصلة إلى
الاستفادة
منهم، فيكون
من أهل الهدم،
ومثل هذا
المشتغل
بالتجريح لا
يخلف بعده إذا
مات علماً
يُنتفع به،
ولا يفقد الناس
بموته عالماً
ينفعهم، بل
بموته يسلمون
من شره.
3. أن ينصرف
الطلبة من أهل
السنة في كل
مكان إلى الاشتغال
بالعلم،
بقراءة الكتب
المفيدة وسماع
الأشرطة
لعلماء أهل
السنة مثل
الشيخ ابن باز
والشيخ ابن
عثيمين،
بدلاً من
انشغالهم بالاتصال
بفلان أو
فلان، سائلين:
( ما رأيك في فلان
أو فلان؟ )،
(وماذا تقول
في قول فلان
في فلان، وقول
فلان في فلان ).
4. عند سؤال
طلبة العلم عن
حال أشخاص من
المشتغلين
بالعلم،
ينبغي رجوعهم
إلى رئاسة
الإفتاء بالرياض
للسؤال عنهم،
وهل يرجع
إليهم في الفتوى
وأخذ العلم
عنهم أو لا؟
ومن كان عنده
علم بأحوال
أشخاص معينين
يمكنه أن يكتب
إلى رئاسة
الإفتاء ببيان
ما يعلمه عنهم
للنظر في ذلك،
وليكون صدور
التجريح
والتحذير إذا
صدر يكون من
جهة يعتمد
عليها في
الفتوى وفي
بيان من يؤخذ
عنه العلم
ويرجع إليه في
الفتوى، ولا
شك أن الجهة
التي يرجع
إليها
للإفتاء في
المسائل هي
التي ينبغي
الرجوع إليها
في معرفة من
يُستفتى ويؤخذ
عنه العلم،
وألا يجعل أحد
نفسه مرجعاً
في مثل هذه
المهمات؛ فإن
من حسن إسلام
المرء تركه ما
لا يعنيه.
ثانيا:
فيما يتعلق
بالرد على من
أخطأ، ينبغي مراعاة
ما يلي:
1. أن يكون الرد
برفق ولين
ورغبة شديدة
في سلامة المخطئ
من الخطأ، حيث
يكون الخطأ
واضحاً جلياً،
وينبغي الرجوع
إلى ردود
الشيخ عبد
العزيز بن باز
? رحمه الله ?
للاستفادة
منها في
الطريقة التي
ينبغي أن يكون
الرد عليها.
2. إذا كان
الخطأ الذي رد
عليه فيه غير
واضح، بل هو
من الأمور
التي يحتمل أن
يكون الراد
فيها مصيباً
أو مخطئاً،
فينبغي
الرجوع إلى
رئاسة الإفتاء
للفصل في ذلك،
وأما إذا كان
الخطأ
واضحاً، فعلى
المردود عليه
أن يرجع عنه،
فإن الرجوع
إلى الحق خيرٌ
من التمادي في
الباطل.
3. إذا حصل الرد
في إنسان على
آخر يكون قد
أدى ما عليه،
فلا يشغل نفسه
بمتابعة
المردود
عليه، بل
يشتغل بالعلم
الذي يعود
عليه وعلى
غيره بالنفع
العظيم، وهذه
هي طريقة
الشيخ عبد
العزيز بن باز
رحمه الله.
4. لا يجوز أن
يمتحن أي طالب
علم غيره بأن
يكون له موقف
من فلان
المردود عليه
أو الراد، فإن
وافق سلم، وإن
لم يوافق بدع
وهجر، وليس
لأحد أن ينسب
إلى أهل السنة
مثل هذه
الفوضى في
التبديع
والهجر، وليس
لأحد أيضاً أن
يصف من لا
يسلك هذا
المسلك
الفوضوي بأنه
مميع لمنهج
السلف،
والهجر
المفيد بين
أهل السنة ما
كان نافعاً
للمهجور،
كهجر الوالد
ولده، والشيخ تلميذه،
وكذا صدور
الهجر ممن
يكون له منزلة
رفيعة ومكانة
عالية، فإن
هجر مثل هؤلاء
يكون مفيداً
للمهجور،
وأما إذا صدر
الهجر من بعض
الطلبة
لغيرهم، لا
سيما إذا كان
في أمور لا
يسوغ الهجر
بسببها، فذلك
لا يفيد
المهجور
شيئاً، بل
يترتب عليه
وجود الوحشة
والتدابر
والتقاطع،
قال شيخ
الإسلام ابن
تيمية في
مجموع الفتاوى
[3/413-414]: في كلام له
عن يزيد بن
معاوية: "
والصواب هو ما
عليه الأئمة،
من أنه لا يخص
بمحبة ولا
يلعن، ومع هذا
فإن كان
فاسقاً أو
ظالماً فالله
يغفر للفاسق
والظالم، ولا
سيما إذا أتى
بحسنات
عظيمة، وقد
روى البخاري في
صحيحه عن ابن
عمر رضي الله
عنهما: أن
النبي صلى
الله عليه
وسلم قال: "
أول جيش يغزو
القسطنطينية
مغفور له "،
وأول جيش
غزاها كان أميرهم
يزيد بن
معاوية، وكان
معه أبو أيوب
الأنصاري رضي
الله عنه...
فالواجب
الاقتصاد في
ذلك،
والإعراض عن
ذكر يزيد بن
معاوية وامتحان
المسلمين به،
فإن هذا من
البدع
المخالفة
لأهل السنة " .
وقال
[3/415]: " وكذلك
التفريق بين
الأمة
وامتحانها بما
لم يأمر الله
به ولا رسوله
صلى الله عليه
وسلم ".
وقال
[20/164]: " وليس لأحد
أن ينصب للأمة
شخصاً يدعو إلى
طريقته،
ويوالي
ويعادي عليها
غير النبي صلى
الله عليه
وسلم، ولا
ينصب لهم
كلاماً يوالي
عليه ويعادي
غير كلام الله
ورسوله وما
اجتمعت عليه
الأمة، بل هذا
من فعل أهل
البدع الذين ينصبون
لهم شخصاً أو
كلاماً
يفرقون به بين
الأمة،
يوالون به على
ذلك الكلام أو
تلك النسبة ويعادون
".
وقال
[28/15-16]: " فإذا كان
المعلم أو
الأستاذ قد
أمر بهجر شخص
أو بإهداره
وإسقاطه
وإبعاده ونحو
ذلك نظر فيه:
فإن كان قد
فعل ذنباً
شرعياً عوقب بقدر
ذنبه بلا زيادة،
وإن لم يكن
أذنب ذنباً
شرعياً لم يجز
أن يعاقب بشيء
لأجل غرض
المعلم أو
غيره.
وليس
للمعلمين أن
يحزبوا الناس
ويفعلوا ما يلقي
بينهم
العداوة
والبغضاء، بل
يكونون مثل الإخوة
المتعاونين
على البر
والتقوى، كما
قال الله
تعالى: (( وَتَعَاوَنُوا
عَلَى
الْبِرِّ
وَالتَّقْوَى
وَلا
تَعَاوَنُوا
عَلَى
الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
)) "، قال
الحافظ ابن
رجب في شرح
حديث: " من حسن
إسلام المرء
تركه ما لا
يعنيه " من
كتابه جامع العلوم
والحكم [1/288]: "
وهذا الحديث
أصل عظيم من
أصول الأدب،
وقد حكى
الإمام أبو
عمرو بن
الصلاح عن أبي
محمد بن أبي
زيد ? إمام
المالكية في
زمانه ? أنه
قال جماع آداب
الخير وأزمته
تتفرع من أربعة
أحاديث، قول
النبي صلى
الله عليه
وسلم: { من كان
يؤمن بالله
واليوم الآخر
فليقل خيراً
أو ليصمت }،
وقوله صلى
الله عليه
وسلم: { من حسن
إسلام المرء
تركه ما لا
يعنيه }،
وقوله للذي اختصر
له في الوصية: {
لا تغضب }،
وقوله صلى
الله عليه
وسلم: { المؤمن
يحب لأخيه ما
يحب لنفسه } ".
أقول:
ما أحوج طلبة
العلم إلى
التأدب بهذه
الآداب التي
تعود عليهم
وعلى غيرهم
بالخير
والفائدة، مع
البعد من
الجفاء
والفظاظة التي
لا تثمر إلا
الوحشة
والفرقة
وتنافر القلوب
وتمزيق الشمل.
5. على كل طالب
علم ناصح
لنفسه أن يعرف
عن متابعة ما
ينشر في شبكة
المعلومات
الانترنت،
عما يقوله
هؤلاء في
هؤلاء،
وهؤلاء في
هؤلاء، والإقبال
عند استعمال
شبكة
الانترنت على
النظر في مثل
موقع الشيخ
عبد العزيز بن
باز ? رحمه
الله ?
ومطالعة
بحوثه وفتاواه
التي بلغت حتى
الآن واحداً
وعشرين
مجلداً،
وفتاوى
اللجنة
الدائمة التي
بلغت حتى الآن
عشرين
مجلداً، وكذا
موقع الشيخ
محمد بن عثيمين
? رحمه الله ?
ومطالعة كتبه
وفتاواه
الكثيرة
الواسعة.
***